Rachel Queenza Abimanyu terpaksa menikah dengan seorang pria bertopeng dengan wajah setengah terbakar bernama Kaivan Rafindra Kendall. Harusnya sepupunya yang menikah dengan pria itu. Tetapi tepat di hari H pernikahan mereka, sepupunya mengaku hamil dengan pria lain--membuat Kaivan marah dan mengancam akan menghancurkan bisnis keluarga Rachel. Tidak punya pilihan, Rachel lah yang dikorbankan oleh keluarganya. Bagaimana nasib Rachel setelah menikah dengan seorang Kaivan yang ternyata sangat possessive dan otoriter?
view more"Atas nama Melisa, keponakan saya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Tuan Kaivan."
Pria berwajah ditutup topeng tersebut menatap dingin ke arah pria paruh baya yang barusan berbicara padanya. Dia duduk dengan menyender di sebuah single sofa sembari mengetuk-ngetukkan jemari telunjuknya ke tangan sofa. Hal itu membuat semua orang dalam ruangan tersebut was-was dan cukup takut.Kaivan Rafindra Kendall, seorang CEO dari perusahaan elektronik ternama di negaranya. Wajahnya ditutupi oleh topeng-- dengan hanya menutupi sebagian wajah saja. Ada alasan kenapa dia menutupi wajahnya tersebut dengan topeng, dan karena menggunakan topeng juga orang-orang sering menjulukinya Ugly King."Saya sebagai orang tua Melisa, juga sangat meminta maaf pada Tuan. Ini diluar kehendak kami, dan kami …-" ucapan pria paru Bayah lainnya seketika berhenti.Kaivan mengangkat satu tangan, isyarat jika dia gak ingin mendengarkan apapun ucapan dari keluarga Melisa.Harusnya Kaivan menikah di hari ini, dia sudah ready dan tinggal akat. Namun tiba-tiba pihak pengantin perempuan menemuinya dan meminta maaf. Pernikahan ini tak bisa dilanjutkan, Melisa, calon istri Kaivan mengaku hamil dengan seorang pria tak dikenal.Kaivan sebenarnya tak menginginkan pernikahan ini. Jika bukan karena ingin membatalkan rencana Neneknya-- berniat menjodohkan Kaivan dengan wanita yang sangat dia benci, mungkin Kaivan enggan menikah; seumur hidup!"Tidak mau tahu, hari ini juga saya harus menikah. Pernikahan ini tidak bisa dibatalkan. Atau …." Kaivan menghentikan ketukan jari telunjuknya di tangan sofa; entah kenapa itu seperti peringatan bahaya bagi keluarga Abimanyu. "Saya bisa menghancurkan bisnis keluarga kalian dan menarik modal juga. Saya pastikan keluargamu akan hancur, Pak Dean Abimanyu.""Tuan, tolong jangan lakukan itu." Dean seketika memucat dan panik. Dia adalah penerus sekaligus yang mengurus bisnis keluarga mereka. Jika bisnis keluarganya hancur tentu dia yang akan disalahkan. "Saya akan memikirkan cara lain agar agar pernikahan ini tetap …-""Jangan banyak bicara. Pikirkan secepatnya." Kaivan memotong cepat. Nadanya dingin serta begitu menusuk hingga ke tulang-tulang.Dean dan para saudara serta sepupunya berunding dalam ruangan itu. Mereka beberapa kali cekcok dan berdebat karena pusing harus menghadapi masalah ini bagaimana. Melisa masih di sini dan memang sudah dirias-- hanya tinggal akad saja. Mereka tentunya bisa memaksa Melisa tetap menikah dengan Kaivan. Akan tetapi … Kaivan mana mau menerima bekas orang lain?Di tengah-tengah percekcokan mereka tersebut, tiba-tiba seorang perempuan muda datang-- langsung mengalihkan atensi siapapun dalam ruangan tersebut. Kedatangan perempuan muda ini seolah menjawab kesulitan yang mereka alami dan sebagai solusi juga."Ayah, aku izin pulang duluan, sekalian minta duit jajan juga. Dosen pembimbingku memintaku datang ke kampus hari ini juga dan …-" Perempuan itu, Rachel Queenza Abimanyu, langsung berhenti berbicara saat sadar jika dia telah menjadi pusat perhatian diruangan itu."Hiiii … sepertinya aku salah tempat dan salah situasi." Rachel meneguk saliva dengan kasar kemudian berniat beranjak dari sana.Akan tetapi, ayahnya (Dean Abimanyu) lebih dulu memegang lengannya dan menarik Rachel dari sana. Rachel pikir dia akan dimarahi oleh ayahnya ini, akan terapi ayahnya malah … ini lebih parah dan mengejutkan dibandingkan dimarahi dadakan oleh ayahnya.Bagaimana tidak?! Dia diminta …-"Jadilah pengantin untuk Tuan Kaivan, Nak," pinta Dean pada Rachel, menggenggam tangan Sati sembari menatap senduh dan penuh harap pada putrinya tersebut."What?!" Rachel memekik kaget serta tak terima. "Big no, Ayah. Ih, aku masih terlalu muda untuk merasakan pahitnya kehidupan, Yah. Aku nggak mau! Lagian kan Kak Melisa yang mau menikah dengan pria topeng itu, kenapa jadi aku. Enak saja!""Nak, Melisa sedang hamil dan Tuan Kaivan sudah tahu. Tuan Kaivan tidak ingin menikah dengan Kakak kamu, tetapi dia meminta agar pernikahan itu tetap berlangsung. Jika tidak, bisnis kita akan dia hancurkan, Nak. Pikirkan keluarga kita.""Lah, kenapa jadi Rachel yang mikir? Kalian dong yang Tua-tua. Lagian, Ayah, aku masih kuliah. Mengurus diri aku saja aku masih nol besar masa udah disuruh nikah." Rachel memprotes."Baiklah, jika itu mau kamu. Berarti jika kita tinggal dikolong jembatan dan kualiahmu berhenti ditengah jalan, jangan salahkan Ayah. Okey?!"Rachel mendadak pucat, dia langsung celingak-celinguk dengan tatapan mata gelisah serta panik. Tinggal di kolong jembatan dan pendidikannya berhenti? Disebut mahasiswa abadi saja itu sudah sangat menjengkelkan bagi Rachel, apalagi jika ada gelar baru. Bukan gelar sarjana yang ia dapat tetapi gelar mahasiswa abadi gembel yang bangkrut. Menyakitkan sekali!"Berkorbanlah, Nak. Mama kamu sedang di rumah sakit. Jika bisnis kita hancur, biaya Mama kamu berobat apa, Nak? Tuan Kaivan itu sangat kejam jika sudah marah. Dia tak akan membiarkan kita bahagiah dan hidup enak jika pernikahan ini batal. Tolong, Nak, demi Mama kamu."Hati Rachel berdenyut-denyut. Ayahnya sampai memohon-mohon begini padanya. Hati putri mana yang akan tega melihat ini? Rachel tidak sanggup!Ayahnya benar, Mamanya saat ini sedang di rumah sakit-- mengalami kecelakaan beberapa Minggu yang lalu dan masih belum siuman sampai detik ini. Rachel akan sangat egois jika menolak permintaan ayahnya.'Ini juga permintaan pertama Ayah padaku. Selama ini aku yang selalu meminta pada Ayah, sekarang Ayah untuk pertama kalinya meminta sesuatu padaku. Aku …-' dewi batin Rachel yang mulai bimbang."Baik, Ayah, aku bersedia."Seketika itu juga Dean tersenyum lebar dan manis. "Terimakasih, Nak. Ayah sangat menyayangimu.""Tapi … aku masih lanjut kuliah kan jika menikah dengan Tuan Kaivan?"Dean menganggukkan kepala. "Jangan khawatir, Ayah akan tetap menyekolahkanmu, Nak."Cup'Dean mencium kening putrinya. "Sekali lagi, Ayah berterimakasih pada putri Ayah yang cantik ini.""Umm." Rachel hanya menganggukkan kepala dengan lesu. Dia bak pahlawan dikeluarganya-- demi perobatan Mamanya juga. Tapi … bagaimana nasibnya setelah menikah dengan pria itu?Setelah mengusir orang tuanya dari kamar, Adera hanya diam murung di sana. Hingga tiba-tiba saja …-Ceklek' Pintu kamar Adera terbuka, memperlihatkan seorang pria menjulang tinggi di ambang pintu. Adera menghela napas pelan, berdecak kesal kemudian menatap sinis pada pria tersebut. "Ngapain Papa kemari?" sinisnya, membuang jauh pandangan lalu pura-pura fokus pada HP. Kebetulan HP Adera berada tak jauh darinya saat itu. "Hah." Hembusan napas berat terdengar keluar dari bibir Kaivan. Dia menatap putri bungsunya lamat, kemudian berjalan masuk untuk mendekat. "Papa ingin bicara padamu."Adera melirik sejenak, memilih cuek dengan bermain ponsel. Sayangnya, itu pengalihan karena pada kenyataannya Adera hanya men-scroll galeri ponsel. "Begini sikapmu jika berbicara dengan orang tua?" Saat itu juga Adera meletakkan HP ke atas meja. "Cik." Dia berdecak malas. "Tumben-tumbenan Papa ke sini menemuiku, pake acara sok sokan berbicara denganku lagi. Biasanya juga malas. Berpapasan denganku s
"Aku tidak punya uang. Minta," jawab Adera, mengulurkan tangan ke arah Davin tetapi dengan menatap lurus ke arah depan– enggan menatap pada pria dingin dan berbahaya tersebut. Davin menaikkan sebelah alis, menatap intens ke arah wajah jutek Adera. Cih, apa perempuan ini pikir dia menakutkan seperti itu? Tidak! She's so cute. Bahkan karena sangat menggemaskannya perempuan ini di mata Davin, rasanya Davin ingin sekali mencium Adera sampai perempuan ini kehabisan napas. Yah, ingin rasanya Davin mencuri napas perempuan yang duduk di sebelahnya ini. Davin mengeluarkan dompetnya lalu menaruhnya di atas telapak tangan Adera. Perempuan menggemaskan itu seketika menoleh ke arah Davin, menatap tak percaya pada Davin. Adera sedikit menganga, tercengang karena Davin memberikan dompet padanya. 'Eih, dikasih sumbernya langsung. Beneran ini?' batin Adera, menatap ragu pada dompet hitam berbahan kulit tersebut. "Beli apapun yang kau inginkan, Era," ucap Davin, menatap wajah cengang Kanza yang sa
"Kau masih yakin ingin memperistrinya?" Davin menganggukkan kepala, tersenyum penuh keyakinan pada Kaivan. "Semakin yakin, Uncle," jawabnya tanpa ragu. "Ah, yah. Aku sudah menghubungi Daddy-ku, mengatakan jika nanti aku pulang dengan membawa menantu untuknya. Dan Daddy setuju." "Hell." Kaivan mengumpat pelan, semakin frustasi karena mendengar penuturan calon menantunya, "tidak secepat itu juga. Cik, lagipula Adera-ku belum tentu menerimamu, Nak." Kaivan menyunggingkan smirk tipis. "Kau lihat sendiri, dia tidak peduli keberadaanmu," ejek Kaivan selanjutnya, mendapat tawa dukungan dari William dan Hansel. "Adera hanya malu-malu, Uncle," jawab Davin, menyunggingkan smirk tipis di bibirnya. "Ah terserah. Asal kau tidak memaksa putriku dan-- pernikahan itu hanya terjadi jika Adera setuju," ucap Kaivan tegas. Dalam hati dia sangat yakin jika putrinya tidak akan mau menerima Davin. Bukan tidak setuju Davin menjadi menantunya, malah dia merasa senang karena dia tahu Davin siapa dan menge
"Siap--" Ucapan Adera terhenti ketika melihat siapa orang yang berada di depan kamarnya– Davin Sbastian Lucas, pria yang ia takuti melebihi rasa takutnya pada Papanya sendiri. Davin mendorong pintu kamar Adera, masuk begitu saja dalam kamar perempuan yang telah sah menjadi calon istrinya tersebut. Langkah Davin berhenti tepat di depan sebuah cincin yang tergeletak mengenaskan di lantai. Davin mengambil cincin tersebut, kemudian menghampiri Adera yang masih berada di depan pintu. "Kau melempar cincin pertunangan kita?" ucapnya dengan mendekati perempuan itu, menutup pintu karena dia tahu Adera berniat kabur. 'Ah, sialan. Dia menutup pintu kamar ku. Yang benar saja dia mengurungku dalam kamarku sendiri,' batin Adera, terdiam dengan posisi tetap membelakangi Davin. Dia tidak mau menghadap pria ini karena dia takut– malu tak ada muka jika harus bersitatap dengan Davin. Bayang-bayang kejadian itu menghantui Adera. "Jawab, Era," ucap Davin pelan, nadanya rendah dan berat. Terkesan seks
"Ahahaha … tidak begitu, Tuan Kaivan. Anda salah paham. Niat kami kemari untuk membicarakan hubungan antara Gisella dan Danial ke jenjang yang lebih serius, agar … Danial bisa lebih memprioritaskan putriku dan putri-putri anda tidak mengganggu hubungan mereka lagi."Kaivan menaikkan sebelah alis, lagi-lagi menyunggingkan smirk tipis sembari menatap dingin ke arah Bagaskara. "Danial, kau masih ingin melanjutkan hubunganmu dengan putri dari Pak Bagaskara?" tanya Kaivan, tanpa menoleh ke arah putranya dan tetap menatap dingin ke arah Bagaskara. "Tidak, Pah," jawab Danial datar. "Apa-apaan kau ini?!" Tak terima mendengar jawaban kekasihnya, Gisella berdiri dan dengan marah langsung melempar tasnya ke arah Danial. Namun, dengan mudah Danial menangkisnya. "Aku serius padamu, tetapi kau …-!""Ini putrimu?!" Kaivan berdecis remeh. Bagaskara dan istrinya sontak saling bersitatap, sama-sama panik dan malu akibat ulah putri mereka. Dengan kesal Bagaskara menarik pergelangan tangan putrinya da
"Ada ribut apa ini?" tanya Kaivan yang tiba-tiba muncul di sana dengan Jake, William dan Hansel. Seketika itu juga mendadak ruangan itu terdiam. Tak ada suara sedikitpun di sana. "Diam?" Kaivan menatap bingung pada istri dan anak-anaknya. "Ah, tidak apa-apa, Mas. Hanya permasalahan anak-anak saja," jawab Rachel sembari tersenyum manis ke arah suaminya tersebut, "ouh iya, Mas ingin kopi kan? Tunggu, aku buatkan," tambah Rachel sembari berniat beranjak dari sana. Namun, langkahnya tiba-tiba tertahan. Tangannya dicekal oleh sang suami. "Ma--Mas," cicit Rachel pelan, menatap cekalan suaminya di pergelangan tangan kemudian beralih menatap Kaivan dengan air muka murung. "Kau tidak pandai berbohong, Ichi. Katakan, apa yang terjadi?!" tanya Kaivan pelan, berdesis dan berbisik pelan. Dia menatap penuh peringatan pada Rachel– tak suka jika istrinya ini menyembunyikan sesuatu darinya. "Jangan di sini," bisik Rachel pada Kaivan, kemudian dia melepas cekalan suaminya lalu beranjak dari sana.
Adera dengan santai mendorong kepala Yohan, agar menjauh dari wajahnya. "Jangan kedekatan juga, Cok," ucapnya santai. Setelah itu tanpa peduli dengan pandangan siapapun di sana, Adera mendekati Alden kemudian tanpa ba bi bu dia langsung menendang kuat perut pria itu. "Kamu!""Ade!"Adera mengabaikan mereka semua, menatap dingin ke arah Alden dengan tangan terkepal kuat. "Lo siapa ngancem-ngancem gue?!" ketus Adera. "Kak." Alden menoleh ke arah Kakaknya, meminta bantuan agar dia diselamatkan dari amukan Adera. Sial! Dia kita Adera takut dengan ancamannya. Untungnya Gisella memihak padanya, membantu Alden berdiri– di mana Alden sempat tersungkur karena tendangan Adera di perutnya. "Kamu siapa sih? Datang-datang nendang Alden," marah Gisella, berniat menampar Adera namun dengan santai Adera menangkis dan menghempas kasar tangan perempuan itu. "Adera," peringat Danial pada adiknya. "Kau kenapa lagi? Kenapa …-" "Diam, Kak," potong Adera cepat, meraih pergelangan tangan Dayana kemudia
Sreettt'Suara gesekan kursi dengan lantai terdengar, itu berlangsung tepat di sebelah Adera– membuat perempuan manis tersebut menoleh ke arah sebelah, walau hanya singkat dan cepat. Air muka Adera berubah kaku bercampur masam. Sial! Davin duduk di sebelahnya. 'Sialan! Sialan! Aku lupa kalau dia bakalan nginap di sini selama dua minggu. Anjir, ngapain dia duduk di sebelahku sih? Dari banyaknya kursi kosong di sini. Sebelah Dayana juga masih kosong.' batin Adera, mendadak tidak tenang karena Davin duduk di sebelahnya. Saat ini mereka akan makan malam bersama. Seperti biasa, Adera selalu duduk di sebelah Kakaknya-- Danial, di mana Danial duduk bersebelahan dengan Papa mereka yang duduk di kepala meja. Sedangkan Mama mereka serta Dayana duduk di seberang Danial dan Adera. Namun, ada satu tambahan orang di sini. Davin! "Rumahmu dan rumah Uncle tidak ada bedanya, jadi makan yang banyak," ucap Kaivan pada anak dari teman dekatnya dalam dunia bisnis. "Tentu, Uncle," jawab Davin sembari t
Seketika itu juga sontak Adera mendongak dengan air muka cengang-- hanya karena mendengar nama pria yang sangat-sangat dia hindari tersebut. Matanya langsung membelalak, pucat pias ketika melihat pria yang dia hindari tersebut ternyata memang ada di kamarnya– berada di sebelah Kakaknya. "Bagaimana, Humm?" tanya Danial, kembali untuk memastikan. Tangannya masih di atas kepala sang adik, mengelus pucuk kepala Adera dengan acak dan gemas. Ah, ekspresi kaget adiknya ini sangat menggemaskan. "Mama menyuruh kemari. Mama melarang Kakak membeli sepatu. Kata Mama kau punya banyak," lanjutnya. "Ya sudah," jawab Adera kikuk, menoleh cepat ke arah HP dan memilih melanjutkan game-nya. "Thanks, Sweety." Danial mengacak surai adiknya secara gemas, beranjak dari sana menuju wardrobe room sang adik. Sedangkan Davin, dia masih diam di tempatnya– menatap sebuah kotak coklat yang ia berikan pada Adera dengan tatapan sedang. Coklat pemberiannya dimakan oleh gadis ini dan sudah habis setengah. Gadis-ny
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments