Membuang Lelaki Sampah!

Membuang Lelaki Sampah!

last updateLast Updated : 2022-09-10
By:  Pramesti GCCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
96Chapters
50.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Sabar itu ada batasnya, aku baik pada mereka yang baik padaku. Aku juga kejam pada mereka yang kejam padaku!" **** Sari marah saat tau uang bulanannya yang sedikit, masih harus dipotong suaminya karena alasan yang tak masuk akal. Sementara didepan matanya, sang suami memberikan separuh lebih gajinya untuk ibu dan adiknya sendiri. Sari yang merasa sabarnya sudah tertelan habis, memutuskan membalas setiap perlakuan licik sang suami.

View More

Chapter 1

Pembalasan!

Aku sedang menyiapkan makan siang, saat mas Aldo datang dari kantornya untuk makan. Mas Aldo pegawai di Bank besar, jabatanya adalah collector, dia bertugas menagih para nasabahnya yang telat membayar, jadi setiap makan siang, mas Aldo akan pulang untuk makan di rumah.

Dia duduk di meja makan, lalu meletakkan uangnya di atas meja.

"Ini bulananmu!"

Aku hitung tumpukan tipis uang di atas meja.

"Masak hanya ini mas uang bulanannya?"

Dia menyendok nasi ke dalam piring lalu melihatku sebentar.

"Itu dulu lah Sar, nanti kalau kurang tambah saja dengan uangmu dulu!"

What? Apa maksudnya ini! Bulan kemarin saja aku sudah bersabar dengan tujuh ratus ribu darinya. Masak ini masih harus bersabar lagi!

"Bukannya gajimu naik mas, jadi enam juta?"

"Iya, memang kenapa?"

"Kenapa hanya tujuh ratus ribu aku dapat?"

Geram sekali aku kali ini, belum sempat mas Aldo menjawab. Ibu mertuaku sudah datang. Saat dia masuk, mataku terasa terganggu.

Cincin, dan gelangnya berderet di tangan. Bahkan kalungnya banyak menjuntai. Aku jadi teringat akar pada pohon beringin tua.

"Mana jatah bulanan ibu do! Ibu sudah janjian sama ibu-ibu di sini, mau beli seragam senam bareng"

Aku memasang telinga baik-baik, Ibu baru saja menyebut jatah bulanan. Aku pandang mereka yang kini sedang duduk bersama di depan meja makan.

Mas Aldo mengambil amplop dalam tasnya dan seperti singa kelaparan, Ibu menyambar amplop cokelat yang baru keluar itu.

Dengan teliti ibu menghitung lembaran merah itu satu demi satu. Akupun ikut menghitungnya dalam hati, dua juta lima ratus aku hitung.

"Pas bu, tidak kurang. Aldo sudah simpan sendiri di amplop"

Apa dia bilang, sudah di simpan sendiri. Jadi uang untuk ibu sudah dia simpankan sendiri dalam amplop dan uang untukku bahkan tak ada setengahnya.

"Iya, ibu percaya, cuma memastikan saja kan ngak salah" ibu mengambil nasi dan lauk di meja lalu duduk kembali memainkan ponsel nya.

Aku pandang wajah dua manusia yang saling senyum di depanku itu, Aku bahkan mengeluarkan uangku sendiri untuk menambah biaya makan harian kami. Belum lagi gaya hidup mas Aldo yang tak selera bila makanan di meja tak mewah.

Sekarang dengan tanpa bersalahnya mas Aldo memberi ibu uang yang bahkan berkali-kali lipat lebih banyak dari jatah bulananku.

Aku bukan tak suka mas Aldo memberi uang pada ibunya, aku malah menyuruhnya memberi. Tapi jika itu memangkas dan memeras uang bulananku, tentu aku tak terima.

"Ibu mau kemana memang?"

"Ada pengajian di rumah hajah Safira. Tau kan kamu do, juragan beras kampung sebelah"

Mas Aldo hanya menganggukkan kepala

"Akmal minta sepatu baru, nanti dia ke sini ambil uangnya"

Mataku membelalak mendengar lagi kalimat ibu. Kenapa tidak uang itu saja sebagian di berikan juga ke Akmal ?

Sementara aku hanya melihat mas Aldo menganggukkan kepala. Apa maksudnya, dia akan memberi Akmal juga?

Akmal adik bungsu mas Aldo, kuliah Semester enam. Ibu membiayai kuliah Akmal dari hasil toko sembako di pasar. Toko sembako yang ditinggalkan Almarhum Bapak mertua untuk di kelola.

Jika dipikir, ibu termasuk orang mampu, mapan dan berada. Selain toko sembako, ibu masih punya dua petak sawah yang menghasilkan setiap kali panen, sebuah mobil pribadi dan mobil bak terbuka juga di tinggalkan Bapak.

Ibu berdiri dan menatapku dengan senyuman yang entah berarti apa.

"Yang baru dapat duit jatahnya. Inget ya, jangan boros. Anakku kerja keras buat dapat itu. Beli makanan bergizi juga, obat penyubur, susu program hamil, biar cepat hamil kamu! Masak kalah sama Dena, anaknya bu Yuli itu nikah baru empat bulan, kemarim sudah tujuh bulanan!" 

Deg!

Mengapa ibu harus mengaitkan semua dengan kehamilan, membandingkan aku dengan anak tetangga sebelah. Jika ditanya, Aku juga ingin seperti perempuan lain. Segera hamil, lalu memiliki banyak anak. Tapi memang belum rezekiku.

Ibu bahkan bilang aku boros. Boros? Jangankan hidup Boros, berpikir untuk mencukupkan uang dari anaknya saja rasanya kepalaku buntu.

Ibu menunjuk uang di tanganku wambil berlalu pergi. Aku hanya mampu memandangnya pias. Ibu juga membawa sepiring nasi berisi lauk dan sayur keluar bersamanya.

"Kenapa kamu? Ambilkan minum aku haus!"

Aku masih terdiam dengan adengan demi adegan yang baru saja tersaji didepanku. Kini aku harus meminta penjelasan mas Aldo.

"Uang itu untuk ibu?"

Mas Aldo menatapku tak suka. Kenapa memang, aku bertanya karena merasa aku pun punya hak untuk tau.

"Iya, kenapa?"Santai sekali dia menjawab.

"Dua juta lima ratus mas?" Kupastikan lagi jumlah yang kulihat tadi tak salah hitung.

"Kenapa sih! Ibu yang minta, biar saja lah. Lagian aku kasih ke ibuku sendiri to! Kenapa, kamu tak suka?"

Aku terkejut, aku hanya bertanya dan meminta penjelasan, kenapa justeru bentakan yang aku terima.

" Bukan aku tak suka mas! Kamu beri ibu separuh gajimu, lalu untuk kita makan, tujuh ratus ribu?"

Aku sudah diam selama ini, melihatnya memberi ibu dengan jumlah lebih dari yang dia berikan padaku. Aku bahkan menerima uang satu juta perbulan darinya tanpa banyak bertanya.

Tapi sekarang, tujuh ratus ribu aku dapat darinya. Apa salah jika aku mempertanyakan pemberiannya pada ibu, yang bahkan lebih dari tiga kali lipat uang bulananku!

"Biasanya kan kamu ngak kerja, tapi sekarang, aku lihat usahamu sedang maju, jadi Mulai sekarang aku potong uangmu segitu saja! Itu cukuplah untuk beli sayuran, kalau pun kurang, kamu kan ada simpanan. Kalau ngak mau simpananmu terpakai, Putar otaklah biar cukup!"

Apa maksud ucapannya? Bukankah nafkahku adalah tanggung jawabnya. Aku berjualan, mengumpulkan uang untuk program bayi tabung.

Aku juga ingin seperti yang lain, punya anak dan memiliki keturunan. Sudah lima tahun berumah tangga, namun tak juga diberi kepercayaan.

Bahkan ibunya saja setiap kali bertemu hanya menyindir kehamilanku, rasanya hatiku bagai tersayat.

Berkali-kali aku meminta mas Aldo untuk kedokter kandungan. Dia selalu menolak, dia bilang keluarganya subur dan banyak anak. Jadi dia pasti subur juga. Jadilah aku yang selalu menjadi bahan cibiran. Karena aku seorang anak tunggal.

"Mana minumku, kenapa diam?" 

Mas Aldo mebuyarkan lamunanku. Aku berjalan kesal kedapur mengambilkan mas Aldo minum. Berhenti sebentar aku mengatur napas. Rasa marah dan kecewa bercampur di dalam hatiku.

Kuambilkan saja air putih, tak ada selera rasanya memanjakannya hari ini. Toh semua usahaku tak terlihat baik dimatanya.

Saat aku keluar,  Akmal sudah duduk di meja makan membuat darahku semakin mendidih melihat mas Aldo meletakkan uang di atas meja.

"Nih, jatah kamu. Kuliah yang benar, jangan menyusahkan ibu"

Baiklah kalau begitu, jika aku tak dapat meminta uangmu mas. Jika bagimu aku harus memutar otak. Akan aku pakai otakku ini mencari uang tambahan!

Braak!

Aku letakkan dengan kasar gelas diatas meja. Tepat di atas lembaran uang yang berjajar disana. Sengaja memang 

"Kaget aku mbak Sari, nggak lihat di sini ada uang? Basah kan jadinya uang itu"

Aku menatapnya tajam, Mas Aldo sekarang membelalak ke arahku dan aku tak perduli. Kulihat Akmal asyik sekali mengunyah paha ayam.

Aku perhatikan isi piringnya lalu mulai kuhitung satu persatu, kuambil saja kalkulator di dekat ruang TV.

"Nasi, ayam goreng, tempe, sambal dan sayur sop. Dua puluh tiga ribu"

Akmal dan suamiku menatap tajam, Aku pura-pura saja tak melihatnya.

"Maksud mbak apa sih?"

Kuambil uang ditangan Akmal lima puluh ribu. Lalu berjalan ke dapur mengambilkannya kembalian lima ribu.

"Ini kembaliannya, ibu tadi juga ambil makan sama sepertimu, sekalian saja kamu bayar. Harusnya sih empat puluh enam ribu, tapi aku diskon seribu. Air putihnya gratis!"

Kakak beradik itu sama-sama binggung dengan sikapku

"Maksudnya, makanan ini aku harus bayar mbak?"

"Iya, sekarang mbak jualan. Buat nambah penghasilan. Mbak kan harus putar otak supaya bisa tetap hidup dengan uang dari masmu!"

Aku lalu berjalan ke dapur, kulihat mas Aldo mengikutiku kedapur.

"Kamu kenapa suruh Akmal bayar makanannya? Makanan ibu tadi juga kamu hitung, Kamu masak bukannya pakai uangku? Jangan keterlaluan kamu!

"Aku sekarang jualan di rumah!"

Aku berucap tanpa menatap mas Aldo. Kusibukkam diri dengan mencuci semua prabotan dapur yang kotor karena terpakai.

"Jualan apa? Kapan kamu jualan"

Mas Aldo mendekat kearahku. Aku masih tak mau melihatnya.

"Hari ini. Aku sekarang jualan di rumah. Tiap ambil makan, akan aku hitung. Kalau tak bisa bayar, ya akan aku catat sebagai hutang!"

Dia pikir hanya dia yang bisa berbuat sesukanya? Aku juga bisa! Aku dua puluh lima jam bekerja di rumah tanpa minta gaji, melayani makannya, bajunya, ranjangnya, tak ada ucapan terimakasih barang secuil. Sekarang masih memotong uang bulananku!

"Bukannya aku memberimu uang setiap bulan. Lalu kenapa semua masih di hitung beli? Kalau kamu jualan, modal dagangannya juga dari aku kan?"

Aku menatap mas Aldo, lalu kulipat tanganku kedepan.

"Modal apa? Itu uangku. Uang darimu sudah habis aku pakai masak dua minggu. Dua minggu saja aku harus hemat. Bagaimana cukup untuk satu bulan!"

"Dua minggu kamu tak perlu bayar makan. Itu uangmu sendiri yang kamu titip ke aku. Setelah dua minggu baru aku hitung makanmu mas"

Dia menatapku dengan wajah yang sinis. Aku juga menatapnya sinis. Enak saja! Selama ini aku sudah diam, tapi justeru semakin di injak-injak. Gajinya saja naik, masak bulananku malah dipotong!

"Aku juga buka laundry. Perkilo empat ribu! Sabun mandi, odol, sikat, shampo di lemari itu juga jualanku. Kamu kalau ambil bayar!"

Aku menangkap ketidak sukaan pada raut wajahnya. Hah, aku tak perduli. Hatiku sudah jenggah dengan sikapnya yang begitu pelit pada istri sendiri!

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Wahyuni
bagus nih thor
2022-11-19 11:24:04
0
user avatar
liza sarah
waaah bagus bnget ternyata ceritanya.
2022-10-27 17:01:23
0
96 Chapters
Pembalasan!
Aku sedang menyiapkan makan siang, saat mas Aldo datang dari kantornya untuk makan. Mas Aldo pegawai di Bank besar, jabatanya adalah collector, dia bertugas menagih para nasabahnya yang telat membayar, jadi setiap makan siang, mas Aldo akan pulang untuk makan di rumah.Dia duduk di meja makan, lalu meletakkan uangnya di atas meja."Ini bulananmu!"Aku hitung tumpukan tipis uang di atas meja."Masak hanya ini mas uang bulanannya?"Dia menyendok nasi ke dalam piring lalu melihatku sebentar."Itu dulu lah Sar, nanti kalau kurang tambah saja dengan uangmu dulu!"What? Apa maksudnya ini! Bulan kemarin saja aku sudah bersabar dengan tujuh ratus ribu darinya. Masak ini masih harus bersabar lagi!"Bukannya gajimu naik mas, jadi enam juta?""Iya, memang kenapa?""Kenapa hanya tujuh ratus ribu aku dapat?"Geram sekali aku kali ini, belum sempat mas Aldo menjawab. Ibu mertuaku sudah datang. Saat dia masuk, mataku terasa terganggu.Cincin, dan gelangnya berderet di tangan. Bahkan kalungnya banyak
last updateLast Updated : 2022-05-17
Read more
Hiburan Gratis
Aku duduk di ruang tamu, mengemas jualanku yang semakin hari semakin ramai. Aku bersyukur ditengah sulitnya hidup, masih ada rezeki terselip untukku.Aku bahkan meminta Siti, tetanggaku di sini untuk membantu membungkus barang. Dia anak putus sekolah, tidak bisa lanjut ke SMA. Namun sangat rajin dan pekerjaannya juga rapi.Sekarang aku bahkan bisa mengirim uang pada ibu di kota sebelah. Sesuatu yang sejak dulu tak bisa aku lakukan karena tak memiliki uang sendiri, sekarang bisa aku lakukan.Memang tak seberapa, hanya empat ratus ribu setiap bulan. Aku kirim dua kali, setiap dua minggu. Ibu sebenarnya tak meminta, bahkan menolak namun biarlah sekedar untuk membeli jajan kalau ibu ingin sesuatu."Sari.. Sari!"Aku melihat keluar, teriakan ibu mertuaku begitu nyaring. Ibu tampak tergesa-gesa masuk kedalam, sepertinya arisan dan kumpul-kumpulnya baru selesai.Melihat raut wajah dan tatapannya padaku, Ibu pasti sudah mendapat laporan dari anak-anak lelakinya. Dasar pengadu!Lima tahun beru
last updateLast Updated : 2022-06-03
Read more
Jangan Jantungan, bu!
Setelah makan aku kembali mengambil resi pengiriman. Siti kuminta pulang lebih dulu, sebab aku punya ide agar ibu semakin panas melihatku dengan mas Aldo.Setelah urusanku dengan pengiriman selesai, aku mencoba menghubungi mas Ald, namun tak ada jawaban. Akhirnya kuputuskan menunggunya di depan tempat fitnes, di depannya ada kedai jus aku duduk di sana sambil menikmati jus Alpukat.Tak lama, mas Aldo keluar. Sudah rapi dengan baju kerjanya. Dia berjalan menuju mobilnya."Assalamualaikum mas"Mas Aldo terlonjak kaget dengan kedatanganku sekaligus penampilanku. Aku sengaja memakai riasan yang sedikit mencolok. Memperlihatkan mata beloku dengan bulu mata yang lentik."Sari? Kamu ngapain disini sar?" Dia nampak celinggukkan melihat kebelakangku.Aku memasang wajah cemberut lalu memukul lengannya pelan."Aku udah lama nunggu lho mas"Dia nampak tersenyum kaku, bagaimana tak kaku, aku bergelayut manja seperti monyet minta makan."Kamu dari mana?""Dari ekspedisi mas, kirim pesanan. Aku ikut
last updateLast Updated : 2022-06-04
Read more
Permainan Baru Dimulai
"Sari!"Mas Aldo berteriak saat masuk ke dalam rumah. Aku yang tengah masak sayur terkejut mendengarnya."Sini kamu!"Mas Aldo menarik tanganku keruang tengah. Disana sudah ada ibu dan Akmal duduk dengan santainya."Duduk kamu!""Aku matikan kompor dulu mas.""Duduk!"Mas Aldo melemparku duduk dikursi. Ya Allah punggungku. Kenapa kasar sekali kamu mas!"Kamu bilang ibu hari ini aku terima bonus?"Aku menelan ludah. Aku memang bilang begitu karena sebal dengan sikap ibu yang tak berubah. Aku sengaja membuatnya kesal dengan ucapanku."Jawab sari, kamu bilang Aldo terima gaji dan bonus tadi sore. Yaa kan?"Ibu kini melipat tangan dan menatapku tajam."Ibu jangan mengarang, ibu kesini cuma memakiku dan pergi begitu saja!"Mas Aldo melempar semua belanjaanku dimeja ruang tenggah. Sepatu, gamis dan semua jilbab baru itu kini bertebar dilantai.Aku menatap tak suka pada mas Aldo. Dia ini, sudah tak pernah menyukupi kebutuhanku, kini melempar semua barangku dilantai."Mengarang apanya, jelas
last updateLast Updated : 2022-06-06
Read more
Lari dari tanggung jawab? aku ancam saja!
Sampai di Rumah Sakit, aku mendapat perawatan, dua kakiku harus di perban dan aku meminta pulang saja dan rawat jalan."Kamu kenapa Mas?"Aku tanyai lelaki yang sejak tadi mondar-mandir seperti setrikaan."Telphone ibu, mas lupa ngak bawa uang!""Ngak bawa uang atau ngak punya uang?""Ngak punya. Tadi sore ibu minta semua uang mas. Sekarang ATM dan buku tabungan ibu yang pegang"Darah tinggi aku mendengar jawaban mas Aldo. Ini lelaki sudah besar, tua malah, tapi segitu manutnya sama ibu. Seperti sapi di cucuk hidungnya!"Lalu bagaimana biaya rumah sakitnya?"Aku tak akan mau keluar uang. Dia sudah terlalu banyak kuberi maklum, hingga lupa dengan kewajiban sendiri."Pakai uangmu dulu gimana?""Apa-apa kok pakai uangku. Kamu itu jadi suami bagaimana sih mas, belanja rumah kurang, pakai uangku. Ini istri kena musibah masih minta uangku!" Muak aku dengan alasan dan bodohnya mas Aldo. "Yaa gimana, salah kamu juga pakai bilang aku dapat bonus. Yaa sekarang bagaimana lagi, kamu fikir lah se
last updateLast Updated : 2022-06-06
Read more
Takut Juga ya?
Mas Aldo datang bersama ibu dan Akmal. Bisa ditebak kan bagaimana wajah ibu suri ketika melihat menantunya ini? Sudah terlipat seperti kumpulan lemak diperut."Jangan lama-lama do, ibu ngak betah di sini. Jangan lupa kuwitansi pembayarannya disimpan, nanti kamu bisa ajukan klaim asuransi di kantormu kan?"Ya Allah, sudah sejauh itu rupanya menejemen keuangan negaraku ini. Aku, Mbak Yayuk dan Mbak Nur sudah saling pandang menahan senyum."Yaa bu, sebentar Aldo ke kasir dulu."Mas Aldo sudah keluar dari kamar ini."Sakit begini saja minta kamar bagus. Giliran bayar minta dibayarin, katanya usaha sendiri, punya hasil, bayar sakitnya sendiri saja masih minta-minta!"Aku beristigfar dalam hati. Benar-benar mulut si Akmal ini. Harusnya dia pakai rok saja. Mulutnya sudah macam token listrik habis. Bising dan menganggu!"Mal, ini bukan kamar ya, ini ruang sementara di kasih izin klinik dipakai. buat nunggu masmu yang pulang ngak bilang-bilang." Mbak Nur menjelaskan."Ngapain anakku pulang har
last updateLast Updated : 2022-06-06
Read more
urus sekalin kebutuhan Mas Aldo, bu!
Kami memutar mobil kembali ke klinik, padahal perjalanan sudah lumayan jauh. Saat sampai, akmal sudah mondar mandir di depan jalan."Mal! Akmal!"Ibu membuka kaca jendela, anak itu langsung berlari menghampiri mobil kami. Sudah mirip kucing ketemu induknya. Aku tak bisa menahan tawaku."Heh malah tertawa, nggak sopan! Lihat itu adekmu do, sampai takut begitu, Sari malah tertawa" Ibu membelakakkan matanya. Aku hanya menutup mulut sebentar.Akmal masuk, duduk di sebelahku dengan wajah sembab."Ibu jahat sekali, aku takut bu. Ditinggal sendiri di Klinik, mana sudah mulai sepi lagi""Kamu nangis?"Sepontan aku tertawa semakin kencang melihat wajah anak itu bersemu merah. Anak cowok, sudah besar, badanya juga ngak kecil-kecil amat. Ditinggal sebentar saja nangis."Apa kamu mbak, pasti ini ulahmu kan? Minta aku jajan terus kamu tinggal!" Dia berkacak pinggan melihatku. Lah, dia jajan sendiri kok aku yang di salahkan. Salahkan induk semangmu itu. Kenapa meninggalkan titisannya di Klinik!"L
last updateLast Updated : 2022-06-08
Read more
Berulah lagi bu?
Aku duduk di tepian ranjang. Melihat mbak Yayuk yang menempelkan telingannya di daun pintu."Ngak denger apa-apa Sar" Ucapnya pelan sembari mengerak-gerakkan tangannya. Aku hanya tersenyum."Aku pulang dulu saja ya sar. Besok aku kesini deh. Eh lupa, ini ada kue dan susu UHT, siapa tau kamu lapar malam-malam kan"Aku memganggukkan kepala. Mungkin memang baiknya mbak Yayuk segera pulang. Aku juga ngantuk sekali. "Makasih ya mbak kuenya" Aku letakkan kue itu diatas meja."Sama-sama. Eh, lewat samping bisak kan ya? Ngak enak aku lewat depan rumah""Bisa mbak, ngak dikunci juga gerbangnya. Makasih yaa mbak.""Udah ah, makasih terus. Kamu tapi ngak apa-apa ditinggal sendiri?"Aku menganggukkan kepala lagi."Mbak Yayuk, bisa carikan aku orang buat beres-beres dan masak enggak? Sama urus aku kalau lagi ngak ada mas Aldo?"Mbak Yayuk nampak berfikir sebentar. Rapi sepertinta belum menemukan yang cocok."Nanti deh mbak fikirkan siapa. Siti emang ngak bisa?""Ngak bisa mbak, aku saja masih kur
last updateLast Updated : 2022-06-08
Read more
Siasat Basi bu!
"Memangnya aku ini pembantu apa, pagi buta suruh ke sini. Ngapain!""Yasudah kalau begitu, ibu ngak usah protes kalau aku panggil orang buat kerja di sini!""Sudah berani menjawab terus ya kalau dibilangin, dasar mantu mandul, mantu durhaka kamu sama mertua!"Ya Allah bu, mengapa sumpah serepah kepadaku, seolah seperti makanan ringan di mulutmu. Apa tak ada kata baik yang bisa terlontar dari mulut ibu mertuaku?Ibu menunjuk-nunjuk aku tepat di depan wajah. Wajahnya merah padam saat menatapku. Siti nampak ketakutan melihat ibu, bagaimana tak takut, dada ibu saja sampai terlihat naik turun karena marahnya sendiri."Murni, kamu pulang saja sana. Nih upahmu kerja. Sudah ngak usah datang lagi!"Ibu menatap Bulek Murni. Melempar uang sepuluh ribu ke arah bulek Murni. Bulek Murni yang sedang membersihkan meja makan terdiam memandang uang yang jatuh ke lantai. Keterlauan ibu ini!"Ibu kenapa minta Bulek Murni pulang. Dia kerja di rumahku, jadi ibu ngak ada hak untuk memintanya pergi!"Jika me
last updateLast Updated : 2022-06-09
Read more
Di gertak saja takut!
Hari ini bulek Murni datang lebih pagi, aku minta dia memasakkan sarapan kami sekalian dari rumahnya. Sebab bulek meminta datang agak siang setelah selesai membersihkan rumahnya sendiri.Saat Bulek sudah datang, Ibu sudah menunggu di luar pagar untuk menahannya. Sebenarnya, Bulek Murni hanya datang untuk mengantarkan sarapan. Lalu akan pulang dan kembali lagi pukul sepuluh nanti.Aku yang sudah duduk di ruang tamu sejak subuh menyaksikan pemandangan itu. Ibu berkacak pinggang melihat kearah bulik Murni."Masuk bulek!"Aku berteriak dari dalam. Bulek hendak masuk, namun ibu masih berdiri di depan pagar. Tak juga beranjak dari tempatnya."Mbak Sari, nggak boleh masuk bu Ida""Lapor sana, memangnya aku takut apa. Kamu ke sini antar-antar makan. Pasti berharap dibayar kan?" Aku mendengar ucapan ibu dari dalam. Padahal masih setengah tujuh pagi. Tapi suara ibu sudah seperti toa pengumuman.Aku mendengus kesal, aku rasa ibu mertuaku itu butuh liburan jauh. Kalau perlu tak usah kembali. Isi
last updateLast Updated : 2022-06-09
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status