Sebagai seorang istri kedua yang dinikahi secara diam-diam, apalagi dirinya hanyalah seorang babysitter, Lilia Zamora sadar ia tak berhak meminta William Quist untuk mencintainya. Pernikahan itu dilakukan William untuk memenuhi keinginan terakhir sang istri, sekaligus cara agar Lilia mendapatkan uang untuk pengobatan ibunya yang sedang sakit. Suatu hari saat istri pertama William meninggal, Lilia tak menyangka hal itu akan menjadi awal dari hubungan rumit antara mereka. Keluarga besar William menuduhnya mencuci otak Keano—anak lelaki pria itu—hanya karena ia dipanggil sebagai 'Mama'. Kala Lilia memutuskan menjauh dari kehidupan William, sebuah peristiwa nahas membuat mereka kembali bersua. “Akan aku bawa kau pergi dari tempat terkutuk ini, Lilia. Tapi dengan syarat, kembalilah padaku!” IG @almiftiafay
View MorePemantik yang dibawa oleh Niel itu mengeluarkan api, menyala di hadapan Arya yang wajahnya pias.Saat pria itu berpikir bahwa Niel benar akan membakarnya, dugaannya salah. Pemuda itu justru menariknya kembali.Ia memang membakar sesuatu, tapi bukan dirinya. Melainkan rokok yang terselip di antara jari tengah dan jari telunjuknya, lalu menyesapnya.Aksi itu membuat tawa Zain terdengar, begitu juga dengan Alaric yang lebih patut disebut sebagai 'mencemoohnya'."Lihat, bukankah dia sangat bodoh?" tanya Niel, asap mengepul keluar dari bibirnya saat ia menunjuk pada Arya."Dia benar-benar berpikir kalau yang aku tuangkan ke tubuhnya itu adalah bahan bakar." Dagunya mengedik pada Arya yang berekspresi penuh kebingungan.Pria itu mengendus tubuhnya sendiri, bahu kanan dan kirinya, pada tangan dan juga sekitarnya yang tak mengeluarkan aroma apapun selayaknya aroma bahan bakar.Yang disiramkan oleh Niel itu bukanlah bensin atau sesuatu sejenisnya, tapi air minum.Di saat seperti ini, siapapun
Setelah William pergi dari hadapannya, Arya berpikir ia akan bebas dan bisa melarikan diri dari sini.Namun, harapan itu ditolak mentah-mentah oleh semesta, sebab pria berjas yang ada di seberang sana yang tadi memanggil William itu adalah batu sandungan barunya.Setahu Arya, pria itu adalah atasan mantan istrinya—Alya—Alaric Roseanne namanya.Mengejutkannya, pria itu tak selembut yang terlihat. Ia tampak bersahaja dan tenang, tetapi sepertinya Arya salah. Di dalam diri seseorang yang tenang, bukankah tak ada yang tahu apa yang hidup di dalamnya?Dan yang hidup di dalam ketenangan seorang Alaric adalah badai, badai yang menakutkan.Dengan telinganya ia mendengar Alaric yang mengatakan pada pemuda yang berdiri di sebelahnya, yang matanya menyipit seperti serigala."Bawa dia ke sini, Zain! Biar aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, iblis seperti apa yang menyakiti anakku."Pemuda yang disebut sebagai 'Zain' itu mengangguk sebelum kakinya yang ditopang oleh Oxford mengayun ke arahnya.
Kepala William terasa berat, ia menunduk memandang lantai tempat ia berpijak sebelum langkah kaki seseorang berhenti di depannya."Tuan William," sapanya sebelum pemilik suara tersebut duduk di sampingnya, Giff."Sudah ada kabar dari Nona Lilia?"William menggeleng, "Belum," jawabnya. "Aku harap yang keluar dari sana adalah kabar yang baik."Kepalanya terangkat, matanya tampak berkabut kala memandang pintu ruang IGD yang dilalui banyak orang."Pasti, pasti yang dibawa oleh dokter adalah kabar yang baik."Giff menyerahkan selembar tisu pada William yang menerimanya dengan bingung. Wajahnya yang tampak kosong itu menatap Giff seolah sedang bertanya, 'Untuk apa?'"Bersihkan wajah Anda," ucap Giff seolah tahu makna tatapan matanya itu. "Ada darah di pipi Anda, Tuan William."William tersenyum miris, "Ini darah milik Lilia, Giff."Giff mengangguk, ia pun tahu bahwa itu adalah darah milik Lilia.Mereka melihat dengan jelas bagaimana Lilia meregang nyawa di tangan mantan ayah angkatnya. Enta
Tangan William membeku di udara. Panggilan yang datang dari suara yang tak asing itu membuat William seperti mendapatan kembali akal sehatnya. Kebencian yang tadi bertumpuk dan membuat kepalanya berat itu berangsur melemah hingga tangannya perlahan turun meski kepalan pada jemarinya tak teruraikan. Melalui sudut matanya, ia melihat kedatangan ayah mertuanya, Tuan Alaric. Beliau pasti datang ke sini setelah Giff—atau mungkin Niel—memberi tahunya bahwa Lilia dalam bahaya dan menyusul ke tempat ini. Suara yang memanggil William agar tak menuruti egonya untuk memukuli Arya itu adalah Tuan Alaric. “Tinggalkan dia!” pinta beliau. “Bawa Lilia pergi dari sini!” Mendengar nama Lilia membuat William beringsut pergi dari sana, meninggalkan Arya yang entah akan jadi apa di tangan Tuan Alaric setelah ini. Baginya sudah cukup. Saat Arya itu mengatakan agar sebaiknya William membunuhnya saja membuat ia tahu pria itu telah mendapatkan pelajarannya. William berlari menuju pada Lilia yang terkul
Dengan sebelah kaki kanannya, William telah membuat Arya terjerembab jatuh hingga terbentur ke dinding. “Akh!” Ia berteriak kesakitan, bingung untuk meraba sebelah mana yang sakit sebab semua bagian tubuhnya terasa remuk. Baik itu bahunya yang ditendang oleh William atau kepala yang tadi telah lebih dulu dihabisi Lilia semasa ia memberikan perlawanan. Napas William naik turun, ia menatap Arya yang tergelatak sembari meraba dadanya dan tertatih lalu bangkit. Manik mereka bertemu di bawah kegelapan yang nyaris memenuhi setiap sisinya jika lampu dari mobil yang ada di seberang sana tidak menyala. “Ah—ini ternyata yang sudah membawa Lilia pergi,” ucap Arya saat ia telah berhasil menegakkan tubuhnya. “Bukankah kamu sebaiknya mengucapkan salam padaku karena aku adalah ayahnya?” “Aku? Mengucapkan salam pada bedebah sepertimu?” BUGH! Tepat setelah William selesai bicara, kakinya kembali membuat Arya terpental. Ia yang telah tumbang ke lantai beringsut menyeret tubuhnya agar berjarak s
⚠️⚠️TRIGGER WARNING ⚠️ ⚠️ Bab memuat konten yang mengandung kekerasan dan dapat memicu rasa tidak nyaman. Harap bijak dalam membaca! ———— “Tidak akan!” Lilia kembali menepis tangan Arya, sebisa mungkin ia menutupi bagian depan tubuhya yang telah terekspos. Ia menatap pria di hadapannya itu dengan penuh kebencian, semakin dipandang rasanya ia tak lagi layak disebut manusia. Bukan juga iblis, sebab iblis pun sepertinya tidak ingin dibandingkan dengan betapa kejinya mantan ayah angkatnya itu. Lilia tak ingin berakhir di tangan pria itu meski tubuhnya terasa remuk. Yang paling menyakiti hatinya adalah, bagaimana jika nanti sesuatu yang buruk terjadi pada bayinya yang ada di dalam kandungan? Bagaimana jika Lilia tak bisa menjaganya? Air matanya kembali luruh, berkabut membingkai kedua netranya kala Arya meraih bahunya, berusaha menyingkirkan tangan Lilia yang menyilang di depan dada. Saat pria itu kembali menjamahnya, Lilia dengan segera menunduk, untuk menggigit tangan A
⚠ ⚠ TRIGGER WARNING ⚠ ⚠ Bab memuat konten yang mengandung kekerasan dan dapat memicu rasa tidak nyaman. Harap bijak dalam membaca! ———— “LEPAS!” Lilia semakin kuat memberontak, berusaha menguraikan tangan keji mantan ayah angkatnya yang masih ada di rambutnya, menyeretnya melewati lantai kasar yang ada di luar ruangan hingga tempat yang lebih lembab yang penuh dengan lumut, yang bisa ia pastikan membuat pakaiannya menjadi kotor dan lusuh. “ARYA!” Seruan Lilia seperti tak diindahkan. Arya tak mendengar permintaannya agar ia dibebaskan, pria itu justru semakin buruk memperlakukannya. Air matanya seperti akan mengering, ketakutan melandanya hingga membuat Lilia seakan memilih untuk menyerah. Di dalam sebuah bangunan yang telah lama tak digunakan itu, akhirnya Arya melepasnya. Pria dengan kaos berkerah hitam itu menatapnya cukup lama, tawa lirihnya yang memuakkan mencemari indera pendengar Lilia sesaat sebelum ia menunduk dan mengulas seberkas senyum di hadapan Lilia
⚠️⚠️TRIGGER WARNING ⚠️⚠️ Bab memuat konten yang mengandung kekerasan dan dapat memicu rasa tidak nyaman. Harap bijak dalam membaca! ———— Mendapat ancaman dari Arya, Lilia memilih untuk mencari cara yang aman. Ia tidak mungkin membahayakan dirinya sendiri, apalagi membiarkan pria jahat itu menyakiti bayi dalam kandungannya. Ia membungkam mulutnya saat menyembunyikan ponselnya, berharap seandainya William mencarinya, prianya itu bisa menemukannya di manapun ia berada—meski Lilia tahu mungkin di mobil William ini ada pelacaknya juga. "Diam dan ikut denganku, Lilia Zamora!" desis Arya saat ia masuk ke dalam mobil, mengemudikannya menjauh dari baby shop, melaju menembus keramaian dan entah ke mana Arya akan membawanya pergi. "Urungkan apapun yang kamu ingin lakukan!" ucap Lilia memberi peringatan. "Kamu tahu yang kamu hadapi itu bukan pria sembarangan yang—" "Ingin pamer kalau kamu sudah diperistri oleh William Quist?" potong Arya sebelum Lilia sempat bicara lebih banyak. "William
Di dalam baby shop, William berjalan menuju ke meja pembayaran setelah Keano memilihkan hadiah untuk Lilia dan calon adik kembar mereka. “Sudah, Sayang?” tanya William saat menerima dua buah kotak berukuran besar yang berisikan set pakaian lengkap dengan topi, kaos kaki dan juga sepatu bayi. “Sudah, Papa,” jawab Keano. Ia juga menyerahkan sebuah kotak lain yang berukuran lebih kecil, yang membuat William terangkat salah satu alisnya begitu mengetahui pilihannya. “Ini untuk Mama?” tanya William memperjelas pada anak lelakinya yang mengangguk sebagai sebuah pembenaran. “Iya, Papa. Pakaian tidur yang nyaman untuk Mama. Bukan hanya adik-adik Keano saja yang mendapatkan hadiah, tapi Mama juga harus mendapatkannya, ‘kan?” celotehnya. “Papa bilang Mama harus bahagia agar adik-adiknya Keano bahagia. Jadi Keano juga memberikan hadiah utuk Mama.” “Hm ... memang cerdas dan pintar,” puji William seraya menepuk puncak kepala anak lelakinya. Saat William membiarkan kasir memindai barcode untuk
“Tidurlah di kamar Lilia nanti malam, biar bagaimanapun dia adalah istrimu juga. Sama sepertiku, dia juga berhak mendapatkan nafkah batin darimu, William.” Suara manis yang terdengar menembus pintu kamar membuat Lilia menghentikan langkahnya. Ia berdiri di luar dengan kedua tangan yang mencengkeram erat keranjang berisi pakaian yang harusnya ia bawa masuk, sebelum ia menyadari bahwa tuan dan nonanya tengah berada di dalam sana. “Tidak mau, Sayang,” jawab suara bariton seorang pria menyambut permintaan itu. “Aku tidak bisa melakukan itu dengan wanita lain selain kamu.” “Kamu tidak boleh begitu, William. Karena nanti setelah aku mati, kamu akan hidup dengan Lilia.” “Tapi kamu tidak akan meninggalkan aku secepat itu, Ivana.” Lilia termangu dengan tubuh yang terasa kebas. Tuan dan nonanya itu sedang membicarakan dirinya, babysitter anak mereka, yang sekaligus telah menjadi istri kedua William. Hal itu mereka lakukan untuk memenuhi permintaan Ivana yang kondisinya memburuk akibat le...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments