Share

2. Terintimidasi Sentuhannya

Lilia melihat pria itu sedikit berbalik untuk menutup pintu sehingga ruangan ini seolah menjebak mereka hanya berdua saja.

Ia merasa tubuhnya nyeri mendengar yang baru saja dikatakan oleh William. ‘Yang dilakukan oleh dua orang yang sudah menikah’ itu, Lilia tahu betul apa artinya.

Hubungan suami istri, seperti yang tadi diminta oleh Ivana, bukan?

Lilia ketakutan, pandangan William tajam mengintimidasinya. Sesuatu yang gelap tersembunyi di balik iris dan wajahnya yang rupawan.

Dadanya bertalu ribut sehingga Lilia membawa langkahnya mundur untuk menghindarinya. Membawa dirinya sejauh mungkin dari William jika perlu.

“Apa sekarang kamu sedang menolakku?” tanya pria itu. Tak mendapati jawaban, William menekan saat mengucap, “Jangan salah, aku datang ke sini karena istriku yang meminta,” katanya. “Bukan karena keinginanku sendiri. Jadi lakukan ini sebagai cara kita memenuhi apa yang diinginkan oleh Ivana.”

Kalimatnya telah menegaskan dengan kuat bahwa tak ada wanita lain yang dicintai oleh William selain seorang Ivana Roseanne.

“Aku akan melakukannya dengan cepat dan pergi dari sini,” tegas Willam.

Lilia menahan jeritan yang tertahan di tenggorokannya saat William tiba di hadapannya. Jemarinya yang besar menyentuh pipi Lilia dengan sedikit kasar, mengusap garis dagunya sehingga Lilia menengadahkan wajah pada pria menjulang yang membuatnya berdiri hanya sebatas dadanya itu.

Manik mereka saling bertemu, hening dalam ketegangan saat benak Lilia menolak ini. Ia tidak siap.

Lilia memejamkan matanya yang berair kala William menundukkan kepalanya, ia lakukan itu agar tak melihat wajah William sehingga ia tidak semakin terperangkap di dalam ketakutan.

Bayangan-bayangan gelap tiba-tiba berlalu-lalang dari masa lalu, menggigilkan dirinya.

Saat hangat napas pria itu membelai wajahnya, tangan besar yang semula ada di rahangnya tiba-tiba terlepas.

“Aku tidak bisa,” kata William putus asa.

Sentakan tangannya yang sedikit keras membuat Lilia sedikit terhuyung ke belakang, menjauhi tinggi gagah tubuhnya.

“Aku tidak bisa mengkhianati cinta Ivana dengan tidur bersama wanita lain.”

Kalimat itu terucap sebelum William pergi menjauhinya. Pintu berdebum, tertutup dari luar. Dan kepergiannya membuat Lilia merosot jatuh ke lantai.

Lilia tergugu dalam tangis, air matanya mengalir mengiringi lepasnya rasa takut yang baru saja mencekiknya.

Jika bukan karena ibu angkatnya yang baik yang telah mengadopsinya sejak kecil dari panti asuhan, Lilia pasti sudah lari dari sini.

Jika bukan karena Ivana diam-diam menanggung biaya perawatan beliau yang tengah koma asal ia menikah dengan William, ia tak akan bertahan lebih lama.

Lilia tak pernah mengharapkan William mencintainya. Ia sadar siapa dirinya. Seorang madu, istri kedua, apalagi hanya seorang babysitter yang tak sepadan dengannya.

***

Setelah menghabiskan malam yang membuatnya tak bisa memejamkan mata, pagi hari ini Lilia sedang berada di dalam kamar Keano.

Matanya sembab, kepalanya berdenyut nyeri, tapi ia memaksakan diri untuk beraktivitas seperti biasa.

Seperti tugas hariannya, ia akan merapikan kamar sebelum mengajak tuan kecilnya itu untuk sarapan.

Ia ingin menyelesaikan tugasnya dengan cepat, karena ada hal yang ingin ia lakukan hari ini.

‘Aku mau menjenguk ibu,’ batinnya. ‘Sudah seminggu aku tidak pergi ke rumah sakit.’

Lilia keluar dari kamar, ia ingin menemui Ivana dan meminta izin dari nonanya itu.

Satu langkah meninggalkan kamar Keano, ia berpapasan dengan William yang sepertinya baru datang dari ruang gym.

“Di mana Keano?” tanya pria itu setelah berdeham dan berhenti di depan Lilia, seakan meredam keadaan yang tiba-tiba menjadi canggung selepas kejadian tadi malam.

“Tadi dia bilang mau pergi ke kamar Anda untuk bertemu Nona Ivana, Tuan,” jawabnya.

William memalingkan wajahnya, pria itu hampir beranjak, tetapi saat itu Keano datang dan berlari menghampirinya.

“Papa!” panggil bocah kecil berusia empat tahun itu.

“Kamu baru main sama Mama?” tanya William seraya mengangkat Keano ke gendongannya.

“Tidak,” jawabnya. “Mama sedang tidur. Keano tadi memanggil Mama untuk main, tapi Mama tidak mau bangun.”

Lilia terkesiap, sama halnya dengan ekspresi wajah William yang berubah.

Ia menurunkan anak lelakinya, bahasa tubuhnya seolah mengatakan agar Lilia menjaga Keano sementara dirinya berlari ke dalam kamarnya yang ada di lantai dua.

Lilia meraih bahu Keano dan berlutut di hadapannya seraya bertanya, “Apakah sampai Keano keluar Mama masih belum membuka mata?”

Keano mengangguk, “Iya, Sus Lili,” jawabnya membenarkan.

Ia mendekap Keano saat melihat William dari lantai bawah, sedang berdiri tak jauh pintu kamarnya.

Pria itu terlihat frustrasi saat terhubung panggilan dengan seseorang dan mengatakan, “Ivana meninggal.”

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Nissya
kalau ivana meninggal Lilia akan lebih sengsara menghadapi si wil
goodnovel comment avatar
Eva
Secepat itu Ivana pergi? Dan secepat itu kah penderitaan Lilia dimulai? Sakit banget jadi Lilia. Ini baru awal cerita, masih jauh perjalananmu Lilia
goodnovel comment avatar
Diahayu Aristiani
penderitaan lilia segera di mulai. dari suami judes nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status