Share

6. Di Atas Ranjang William Quist

Penulis: Almiftiafay
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-11 15:45:39

Lilia tahu William sedikit mabuk. Ia bisa menghidu bau alkohol yang menguar dari bibirnya saat mereka berdiri dalam jarak sedekat ini.

Pria itu menunduk mensejajari pandangannya saat tawa lirihnya baru saja terdengar.

“Kamu tidak memiliki hak untuk memutuskan apakah kamu bisa pergi dari rumah ini atau bertahan, Lilia Zamora,” ucapnya tegas.

Lilia tak sempat menjawab apa yang dikatakan oleh pria itu sebab William lebih dulu menariknya dan membuatnya terhempas di atas ranjang.

“Apa kamu mau pergi dari sini karena ingin hidup dengan Nicholas?” tanyanya. “Apa yang kamu lakukan dengannya tadi? Kalian bersenang-senang di luar saat aku tidak di rumah?”

Pertanyaan datang bertubi-tubi seiring William yang naik ke atas tempat tidur. Pria itu menunduk di atas Lilia yang wajahnya seketika pias. Ia mencoba melepaskan diri, tetapi itu sia-sia sebab William telah membuatnya terkunci tak bisa bergerak.

“T-tidak,” jawab Lilia dalam ketidakberdayaan. “Saya benar-benar hanya pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ibu saya setelah kami bertemu di pemakaman Nona Ivana tadi,” jelasnya, berharap secercah kesempatan yang barangkali dapat diberikan oleh pria itu agar membebaskannya.

Tapi Lilia tahu William tak mempercayainya begitu saja. Seringai di bibirnya itu menyebutkan lebih banyak bahwa jawaban Lilia hanya sebatas kebohongan baginya.

“Aku tahu bahwa kamu akan melakukan apapun untuk mendapatkan uang,” ujarnya. “Kamu pikir aku tidak tahu kalau Ivana memberimu uang sebagai imbalan agar kamu mau menikah denganku?”

Wajah Lilia kian pias, benaknya berkecamuk penuh tanya, ‘Dari mana William tahu soal itu?’

Apa selama ini ia tahu tapi diam saja?

“Apa kedatanganmu ke sini karena kamu sengaja ingin menggodaku, Lilia?”

“Tidak, Tuan!” tepis Lilia dengan cepat. “Saya benar-benar hanya ingin berpamitan.”

“Bohong! Aku tahu bagaimana cara licik wanita agar bisa mendapatkan uang,” ujarnya. “Aku juga bisa memberimu uang, Lilia. Tidur saja denganku, aku akan membayarmu.”

Jari-jari besar William menyentuh tulang rahangnya, matanya penuh kebencian saat ia menarik plester luka dari sudut kiri bibirnya seraya bertanya, “Siapa yang memberimu ini? Nicholas?”

Lilia menggeleng, “Bu-bukan.”

Ia memutuskan untuk berbohong karena jika ia jujur bahwa benar Nicholas yang memberikan itu, ia tak tahu akan menjadi apa dirinya.

Tatapan William berubah sayu saat ia memindai setiap sudut wajah Lilia yang tak bisa lagi menahan air mata.

Lilia merasa ketakutan, tatapan William mengintimidasinya secara sempurna. Pipinya basah, air mata bermuara hebat di sana saat bayangan asing itu kembali berlalu-lalang.

Sentuhan William seakan sengaja membunuhnya secara pelan-pelan.

Namun rupanya, melihat air mata itu tak membuat William iba. Bukan pengampunan yang ia berikan melainkan seulas senyum mengiringi lisannya yang menuturkan, “Jangan berpura-pura,” bisiknya. “Bukankah kamu datang ke sini untuk menggodaku? Jadi nikmati saja apa yang akan kita lakukan malam ini.”

“Akh—” rintihan lolos dari bibir Lilia yang menahan sakit saat William mencengkeram erat kedua tangannya, memastikan Lilia tak bisa melawan saat ia menguncinya di samping kanan dan kiri telinga. “Sakit, Tuan, jangan—”

Ia berhenti bicara saat William menjatuhkan bibirnya pada Lilia. Dari sekadar kecupan yang lambat laun berubah menjadi ciuman membara. Gigitannya bertubi-tubi menghujani Lilia dengan rasa perih.

Lilia berusaha melawan, tetapi semakin hal itu ia lakukan, William semakin mendominasi dirinya.

Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya terbakar oleh rasa takut.

Seakan belum cukup menyakiti bibirnya, William kini menjamah leher jenjangnya. Ia tinggalkan jejaknya di sana, perih menggerus kulit.

“Jangan lakukan ini,” pinta Lilia mengiba. “Tolong lepaskan saya ….”

Tubuhnya kebas dibebani gagah postur William yang menindihnya.

Pria itu menarik wajahnya, menegakkan punggungnya dan menguraikan kancing kemeja yang ia kenakan.

Setelah ia melemparkan atasannya secara sembarangan ke lantai, dress yang dikenakan oleh Lilia berusaha ia lepas.

“Tuan William!” jerit Lilia mencoba menyadarkan pria itu saat tangannya bergerak liar menyelinap masuk melalui bagian bawah dress miliknya.

Lilia melihatnya seolah sedang sangat marah, kemarahan yang tak bisa ia jelaskan apa maksudnya. Apakah itu karena ia dalam pengaruh alkohol, atau ia menganggap Lilia ini hanya seorang perempuan mata duitan yang menggertaknya dengan berpamitan, sehingga William akan menahannya dengan iming-iming uang?

Benak Lilia resah, sekalipun William adalah suaminya, tak ada di dalam pikiran Lilia ia akan berakhir dengan cara seperti ini.

Ia tidak siap. Dan tidak ingin!

Lilia menahan sekuat tenaga pergelangan tangan William yang masih berusaha merenggut pakaiannya.

“Diamlah, Lilia!” hardik pria itu. “Kamu berharap bisa menjadi nyonya, ‘kan? Tak apa sekalipun kamu babysitter-nya Keano, karena aku bisa membuatmu menjadi nyonya semalam, aku pinjamkan ranjangku untukmu.”

Hati Lilia seperti dirajam lara mendengar apa yang dikatakan oleh William yang secara tak langsung ingin menyebutnya tak lebih dari seorang wanita bayaran.

Lilia lebih keras melawannya, ia tepis sekuat tenaga lengan pria itu sehingga Lilia bisa mengangkat tangan dan melayangkan tamparan menghantam pipi sebelah kiri William.

Kebekuan menghampiri mereka dalam sesaat. William terkejut dan termangu, barangkali membutuhkan waktu baginya untuk menyadari bahwa Lilia baru saja menamparnya.

Dalam situasi lengah itu, Lilia mendorong William untuk enyah dari atasnya.

Lilia merapatkan dress bagian atasnya yang dua kancingnya telah terburai karena sentakan William. Bibirnya gemetar saat ia menatap pria itu dengan netranya yang pirau akibat air mata.

“Saya memang butuh uang,” aku Lilia. “Tapi uang itu bukan untuk diri saya atau kesenangan saya sendiri. Jika bukan demi ibu saya, saya juga tidak akan pernah sudi menjadi istri kedua Anda, Tuan William Quist.”

Lilia beringsut turun dari ranjang tersebut, kakinya mengayun gontai mengenyahkan diri saat William dari belakang berseru, “Kamu tidak akan bisa pergi dariku begitu saja, Lilia!” peringatnya. “Di manapun tempatnya, aku pasti akan menemukanmu!”

Lilia tak mempedulikannya. Ia keluar dari kamar William dengan terisak-isak.

Saat pintu berdebum setelah ia tutup, kakinya tiba-tiba terpancang di lantai marmer tempatnya berpijak sebab ia menjumpai Keano berdiri di sana.

Anak itu sepertinya terbangun dan mencarinya, mungkin karena tak menemukan Lilia bersamanya, sehingga ia pergi ke kamar atas.

“Mama,” sebut Keano lirih. “Kenapa Mama menangis?” tanyanya. “Ayo kembali ke kamar, Keano takut tidur sendirian.”

Lilia berlutut di depan Keano, ia raih kedua bahu kecilnya saat air matanya berderai semakin deras.

“Maaf, Keano.”

Setelah itu Lilia berlari meninggalkan bocah kecil yang kebingungan itu.

“MAMA!”

Tangisan Keano pecah di belakangnya. Teriakannya berulang kali memanggil Lilia yang lebih dulu tiba di ujung anak tangga.

“Mama! Jangan pergi!”

Suara lari kecilnya mengejar ke mana Lilia pergi.

“Mama, Keano ikut!”

Meski pilu dan berat, keputusan Lilia sudah bulat. Ia tidak ingin ada di rumah ini.

“MAMA!”

‘Maaf, Keano ….’

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Nissya
hemmmmm tinggalin saja niku si will manusia babi
goodnovel comment avatar
Eva
Ini si William cemburu liat Lilia pergi sama Nicholas. Dan buat melampiaskan amarahnya dia begitu ke Lilia. Kalau Lilia pergi kasian si Keano, dia pasti kesepian dan jadi sedih banget
goodnovel comment avatar
Aya Melodi Agrifina
lu cemburu si Lili sma si Nicholas tapi lu sendiri ngapain sma si Gretan korek api???adil kah begitu??? sakit hati weh part ini,si Wili weleh² keterlaluan banget jadi laki²,kata²nya bikin uluhati perih....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    7. Sesak Hati Memerangkap

    Kepala Lilia terasa pening saat ia menengadahkan wajah untuk menatap sejenak langit muram siang ini. Ia meriang sejak kemarin tetapi masih memaksakan diri untuk menjenguk ibunya di rumah sakit. Sudah sekitar lebih dari dua minggu pasca ia meninggalkan rumah William. Ia diterima menjadi seorang guru tambahan di sebuah taman kanak-kanak. Meski dulu ia menjadi pelayan di rumah keluarga Roseanne—rumah keluarga Ivana—tetapi ia diizinkan untuk tetap melanjutkan pendidikan. Berkat itu jugalah ia memiliki bekal untuk menata ulang hidupnya. Menapaki lantai pucat di sepanjang lorong yang mengantarnya tiba di depan sebuah jendela besar ruang ICU, sebuah rasa takut memburunya. “Ada apa ini?” tanyanya dalam kebingungan. Ia melihat kepanikan yang terjadi di dalam sana, seorang dokter dan beberapa perawat yang mengerumuni ranjang tempat di mana seorang wanita terbaring tak berdaya. “Ibu ….” sebutnya lirih. “Tidak—” Hatinya terasa hancur melihat ibunya—Alya—yang tubuhnya terguncang saat dokter

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    8. Terbangun Sebagai Wanita Malam

    “Apa?!” Lilia menatap Arya dengan sepasang matanya yang berair. “Ayah mau menjadikan aku sebagai alat penebus utang?!” “Dengan begitu kamu akan sedikit berguna, ‘kan?” balas Arya dengan tawa puas. Pria dengan tato di lehernya itu tampak memindai Lilia selama beberapa saat sebelum ia kembali memandang ayah angkatnya. “Akan aku bawa dulu dia, biar Madam yang menentukannya nanti. Ingat, urusan kita belum selesai!” “Lepas!” teriak Lilia saat pria itu merenggut lengannya dengan kasar dan memaksanya bangkit dari posisinya. Lilia seperti tak diberi kesempatan untuk menolak. Sekujur tubuhnya terasa nyeri, tenaganya seolah terkuras habis untuk bertahan dari serangan Arya beberapa saat yang lalu. Ia pontang-panting diseret keluar dari kamar, langkah kakinya terseok. Telapaknya terasa dingin menapaki lantai dengan tanpa alas. Air mata dan permohonannya diabaikan. Ia melihat sebuah mobil jeep warna hitam yang ada di halaman, yang entah akan membawanya ke mana setelah ini. “Masuk!” titah si

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    9. Bersamaku Atau Hancur?!

    “A-apa yang A-Anda lakukan di tempat ini?” tanya Lilia terbata-bata saat pria itu menegakkan punggungnya setelah menyapa Lilia yang kebingungan. Benaknya berkecamuk penuh tanya, benarkah pertemuan mereka memang hanya sebatas kebetulan? ‘Apa memang telah menjadi kebiasaan William datang ke tempat yang menyediakan wanita malam seperti ini?’ Jika benar seperti itu, apakah dia juga sering melakukannya sejak Ivana— “Bukankah harusnya aku yang bertanya?” tanya balik pria itu sehingga mengakhiri kemelut yang ada di dalam dada Lilia. Salah satu alis William yang lebat terangkat, mengisyaratkan sebuah kebingungan, “Kenapa kamu di tempat ini, Lilia? Aah … apa mungkin seperginya kamu dari rumahku hal yang kamu putuskan adalah menjadi wanita malam?” “Tidak,” sangkal Lilia. “S-saya di sini karena ….” Ia menggigit bibirnya, sekujur tubuhnya terasa nyeri saat mengingat lagi apa yang dilakukan oleh Arya—alasan berakhirnya ia di tempat ini. “Karena ayah saya t-tidak bisa membayar utang pada Madam

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    10. Belongs To Him

    Pria tua yang hampir menindihnya itu limbung saat Lilia menendang bagian sensitif di kedua pangkal pahanya. Selagi ia mengaduh kesakitan, Lilia memandang William dengan matanya yang basah. Air mata tak hentinya mengalir, rasa takut, frustrasi, ingin lari … semuanya bercampur menjadi satu, memburunya seperti rusa kecil yang dikejar pemangsa. “Tuan William,” panggil Lilia yang membuat pria itu urung pergi. Ia menoleh pada Lilia dengan kepalanya yang condong beberapa derajat ke kiri. “Saya setuju,” kata Lilia. “Tolong bawa saya pergi dari sini,” pintanya, menelan rasa malu padahal baru saja menolak tawarannya mentah-mentah. William menunjukkan seulas senyum tipisnya saat menghadapkan tubuhnya pada Lilia seraya bertanya, “Apapun resikonya, Lilia?” Lilia mengangguk sembari menyilangkan kedua tangannya di depan tubuh. “Apapun yang aku minta, kamu akan menerimanya?” William mempertegasnya. “Saya menerimanya,” jawab Lilia, suaranya sarat akan putus asa. Ia sungguh tak ingin berada l

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    11. Keano-ku Sayang, Keano-ku Malang

    “Dia pernah menjalani rawat inap di rumah sakit sebelum dibawa pulang dan melakukan rawat jalan di rumah,” terang Agni. “Saat itu kondisinya cukup buruk, bahkan sampai hari ini. Tuan Muda Keano tidak mau makan sejak Anda pergi, dan tidak mau bertemu dengan Tuan William sama sekali.” Kalimat Agni memasung bibirnya kian hebat, air mata tak kuasa terbendung dan luruh saat Lilia satu langkah mendekat pada keano. “K-kenapa Keano tidak mau bertemu dengan Tuan William, Bu Agni?” tanya Lilia setelah ia menata kata. “Dia sangat marah pada Tuan William karena menganggap Tuan lah yang membuat Anda pergi dari rumah,” jawabnya. “Dia melihat Anda menangis dari kamar Tuan pada hari Anda pergi dari rumah ini.” Sesak menggelegak kala ia mendapati Keano secara langsung, dalam pandangannya bahwa kondisinya memprihatinkan. Tubuhnya sangat kurus, anak itu kehilangan banyak berat badan. Pipinya yang dulu ia cium tiap malam itu berubah tirus. Seolah Lilia tengah melihat orang lain, bukan Keano kesayang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    12. Sayang Mama Selama-lamanya

    “K-kenapa kalian memanggilku Nona?” tanya Lilia sekali lagi, dibuat bingung dengan julukan barunya. Namun alih-alih memberi jawaban pasti, beberapa pelayan yang berdiri di sekitarnya hanya menunjukkan seulas senyum saat menjawab, “Bukankah memang seperti itu seharusnya?” “Tidak—” Lilia menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mau kalian memanggilku seperti itu karena aku bukan ‘Nona’,” ucapnya sungguh-sungguh. “Peraturan tidak akan diubah, Nona Lilia,” sahut Agni—kepala pelayan—yang berdiri tak jauh darinya. Wanita paruh baya itu tersenyum saat mendekat. “Kami akan tetap memanggil Anda seperti itu.” “A-aturan apa?” tanyanya memperjelas, tapi mereka seolah sepakat untuk tak membuka mulut. ‘Aturan apa maksudnya?’ batinnya. ‘Apa William yang meminta mereka begitu?’ Tapi mungkin ini menjelaskan kenapa sejak kedatangannya semalam Agni begitu sopan dan formal padanya. ‘Aneh sekali ….’ Lilia tidak suka dengan julukan itu, nanti akan ia desak Agni untuk jujur kenapa dirinya dipanggil seba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    13. Kesepakatan Belum Usai

    Lilia terjaga dari tidurnya saat merasa tenggorokannya kering. Ia hendak turun dari ranjang tempat ia membersamai Keano untuk meraih sebotol minuman yang tadi ia letakkan di atas meja sebelum gelombang kejut menghantam dadanya secara tiba-tiba. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat ia melihat sesosok pria bertubuh tinggi menjulang tengah berdiri di samping ranjang. Di bawah temaram pencahayaan, Lilia bisa mengenalinya dengan baik. Wangi musk ini adalah milik William. Entah sejak kapan pria itu ada di dalam sini, berdiri seolah sengaja melihat Lilia yang terlelap bersama dengan Keano. “T-Tuan?” sapa Lilia seraya menunduk. “A-apakah Anda membutuhkan sesuatu?” tanyanya lirih agar tak turut membangunkan Keano. “Kamu belum mengatakan hasil pemeriksaan dokter tadi padaku, Lilia,” jawabnya dengan suara yang seakan membekukan setiap sudut ruangan. “M-maaf,” jawab Lilia gugup sebab saat ia mengangkat wajah, maniknya mendadak terkunci dengan William. “Dokter mengatakan bahwa Keano sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    14. Darah Berdesir

    Dengan gugup … Lilia pergi ke kamar atas—kamar William—sesuai yang diinginkan oleh pria itu tadi pagi. Malam datang begitu cepatnya, seolah sengaja agar Lilia bisa segera datang untuk menemui pria itu.Lilia menapaki undakan tangga satu demi satu seperginya ia dari kamar Keano dan memastikan anak itu dalam tidurnya yang pulas. Tangannya terasa kebas dan dingin setibanya ia di depan pintu berdaun dua.Debar jantungnya memberontak saat Lilia mengetuk pintu kamar itu.Rasanya seperti déjà vu sebab beberapa waktu sebelumnya Lilia juga melakukan ini—mengetuk pintu kamar William.“Masuk,” sambut suara bariton pria itu dari dalam sana.Setelah pintunya terbuka, Lilia bisa melihat William berdiri di dekat ranjang, seolah memang sengaja menunggunya.Bibir pria itu terkunci tanpa suara. Kebisingan kecil terjadi saat menutup pintu dan berjalan ke arahnya sehingga mereka berdiri berhadapan.Di bawah samar cahaya lampu yang berpendar sendu di atasnya, Lilia menahan gigil pada tubuhnya saat menden

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25

Bab terbaru

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    193. Terperangkap, Tak Bisa Bergerak!

    “Masuklah, Lilia!” kata William dari ambang pintu. “Kalau kamu berdiam diri di sana kamu akan tertular si Giffran Alfrond yang cerewet itu!”Lilia kemudian masuk ke dalam rumah, menyusul William yang menunggunya mendekat kemudian mereka menuju ke ruang makan.Lilia membantu Alya untuk menyiapkan makanan sebelum akhirnya mereka semua duduk di sana untuk santap sore—karena William lapar.Giff yang duduk di samping Keano terlihat memeriksa ponselnya dengan serius hingga William berdeham dan pemuda itu dengan cepat meletakkan benda pipih berwarna hitam itu ke atas meja—yang bagi Lilia suara William yang baru terdengar itu ia artikan sebagai sebuah teguran.Yang jika William bicara barangkali ia akan mengatakan, ‘Taruh ponselmu! Tidak sopan!’“Maaf,” kata Giff akhirnya. “Saya baru saja menerima pesan, setelah ini kita harus meeting online dengan orang dari Sada Construction dan desainer dari luar negeri yang akan mengerjakan interior ruangan di dalam sekolah itu, Tuan William,” terangnya.

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    192. Tak Ada Yang Bisa Melarangku Jatuh Cinta

    Lilia berdeham, kemudian menunduk agar tak bertemu pandang dengan William.“Sepertinya sangat aneh,” kata Lilia.“Aneh kenapa?”“Karena Anda mencintai saya. Bagaimana Anda bisa jatuh cinta pada anak pelayan?”“Kamu ‘kan bukan anak pelayan?” tanya William balik.“I-itu ‘kan sekarang. Tapi dulu saat Anda mengatakan itu … bukankah Anda tahunya saya adalah anak angkat seorang pelayan?”“Memangnya ada peraturan yang mengatakan dengan siapa seseorang boleh atau tidak boleh jatuh cinta?” sanggah William. “Jika yang diatur itu adalah aku, akan aku hancurkan peraturannya, orang yang membuat aturan itu sekalian.”“T-tidak seperti itu maksud saya.” Lilia akhirnya menatap pria itu lagi, kalimatnya yang baru saja ia katakan itu terdengar tak bisa dibantah—dan sepertinya ia sungguh-sungguh saat mengatakan akan menghancurkan peraturan yang melarangnya jatuh cinta pada siapa.“Jadi?”“Saya hanya merasa aneh, itu saja,” kata Lilia.“Jika aku yang jatuh cinta padamu kamu anggap aneh, mungkin jika kamu

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    191. Hal Yang Pupus Itu Ada Di Sini Bersamaku

    “Kenapa kamu bangun?” tanya William setelah Lilia menyebutkan namanya.“Bukannya saya yang harus bertanya?” tanya Lilia balik seraya bangun, duduk dan merapikan rambutnya. “Kenapa Anda tidak tidur?”“Tidak apa-apa, senang saja melihatmu dan Keano bisa bersamaku, Lilia,” jawabnya. “Hal yang sebelumnya sepertinya sudah pupus dari harapanku kita akan bisa seperti ini lagi. Terima kasih karena kamu mau menginap denganku di sini.”“Bukankah saya sudah pernah bilang, jika itu bertujuan untuk membuat Keano senang, saya pasti akan setuju.”Di bawah temaramnya lampu kamar hotel itu, Lilia bisa melihat senyum manis William saat pria itu mengangguk sebagai tanggapan atas ungkapannya.Mata Lilia berpindah dari iris kelamnya ke atas meja. Pada sekotak rokok yang ada di atas asbak keramik yang mencuri perhatiannya. “Apa Anda merokok juga?” tanya Lilia memberanikan diri.“Itu milik Giff.”“Pak Giff masih muda, kenapa dia merokok?” gumam Lilia yang jelas bisa didengar oleh William.“Hanya sesekali s

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    190. Sekamar Denganmu

    “Aku tidak keberatan,” jawab William. “Tapi semuanya kembali lagi pada Lilia dan Keano, ‘kan?”Ia menoleh pada Lilia, memandang bergantian pada anak lelakinya juga.“Mau ya, Mama?” bujuk Keano pada Lilia yang hanya bergeming.Ibunya yang duduk di ruang tengah kemudian bangkit dan menghampiri Lilia, menyentuh punggung tangannya seraya berbisik, “Pergilah … siapa tahu dengan begitu ingatanmu akan segera pulih, Nak ….”Alya menunjukkan senyum tulusnya sebelum beranjak pergi dari sana, membiarkan Lilia mengambil keputusan setelah memikirkannya.“Mama?” panggil Keano sekali lagi, mungkin tidak sabar karena Lilia tak kunjung menjawabnya. “Apakah Mama tidak mau?”Sepasang matanya menatap Lilia dengan mengiba. Hatinya pasti terluka jika Lilia menolak permintaannya itu.“Iya baik, Mama mau,” jawab Lilia seraya menunjukkan senyumnya agar bocah kecil itu juga tersenyum dan berhenti menunjukkan bibir tertekuknya seperti itu.Setelah bersiap dengan membawa beberapa pakaian, mereka pergi meninggalk

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    189. Tiba-tiba Basah

    Lilia panik, ia berusaha menutupi bagian depan tubuhnya yang pasti tampak, entah itu bra atau bahkan—“Ambilkan coat punyaku yang ada di mobil, Giff!” pinta William pada Giff yang lalu berlari pergi dari sana.Lilia menyilangkan kedua tangannya di depan dada saat William tersenyum dan memalingkan wajahnya. Mengisyaratkan pada Keano agar anak lelakinya itu melakukan hal yang sama meski ia tahu Keano terlihat khawatir.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Giff untuk kembali den dengan mata terpejam menyerahkan coat panjang itu pada William, memindahnya pada Lilia tanpa menoleh, meminta agar ia memakainya.“Pakailah,” ucapnya. “Coat ini panjang, kamu bisa menutupi semua bagian yang basah dengan ini.”“Terima kasih,” jawab Lilia kemudian mengenakannya dengan gugup—atau lebih tepatnya malu.Ia hanya wanita sendiri sementara dua orang yang ada di sekitarnya adalah pria dan seorang anak lelaki.“Kita pulang saja, Papa,” ajak Keano. “Kasihan Mama bajunya basah, nanti kalau Mama sakit bagaimana?”

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    271. Mari Menua Bersamaku

    Amaya merasa hatinya sedang tak karuan sekarang melihat Kelvin yang menjatuhkan air mata. Saat manik mereka bertemu, Amaya melihat betapa pria itu sangat tulus meletakkan seluruh perasaannya dan seolah menunggu agar hari ini tiba.Gafi tersenyum saat memandang keduanya bergantian sebelum ia memindah tangan Amaya pada Kelvin.Pembawa acara meminta agar Gafi kemudian memberikan ruang dan tempat untuk kedua pengantin yang tengah berbahagia.Amaya tak bisa memalingkan wajahnya, ia terpesona, terperangkap pada Kelvin saat pria itu terus menatapnya dengan teduh.Gerakan bibirnya yang tanpa suara sedang mengatakan, ‘Cantik sekali.’Dan tentu saja itu diketahui oleh semua orang yang hadir di sana dan itu membuat tubuh Amaya meremang.Apalagi saat pembawa acara mengatakan, “Bapak-Ibu tamu undangan sekalian, sepertinya kedua mempelai kita ini sudah tidak sabar untuk mengatakan apa yang mereka rasakan selama ini,” ujarnya. “Mari kita dengarkan terlebih dahulu sepatah dua patah kata dari masing-

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    187. Sebesar Apa Lukanya?

    Lagi pula … bagaimana bisa Lilia menyebutnya berbohong jika matanya yang seolah dipenuhi oleh cumulonimbus itu berbicara lebih banyak sebesar apa lukanya. Sepertinya Tuan Alaric juga benar saat menyebut tentang William yang hampir gila selama pria itu berpikir bahwa Lilia dan Keano telah tewas terpanggang bara api.Lilia tersenyum sebagai jawaban. “Tidak apa-apa,” katanya. “Dan terima kasih karena sudah mengakuinya. Saya juga meminta maaf karena melupakan semuanya sehingga kita harus menjadi seperti ini. Asing, seperti orang yang tidak saling mengenal sebelumnya padahal sudah melewati banyak peristiwa.”“Kamu tidak bersalah, Lilia,” jawab William. “Kamu hanya korban dari keserakahan orang lain.”Dan Lilia tahu bahwa ‘orang lain’ yang dimaksudkan oleh William itu adalah Gretha—meski ia juga tak ingat seperti apa kejadiannya.Mereka kembali terhening selama beberapa saat. Dimulai sejak William menyesap teh hangat miliknya hingga pria itu kembali memperdengarkan suara baritonnya.Sepasa

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    186. Pria Yang Datang Di Kala Hujan Kepagian

    Benar itu adalah William! Lilia dengan cepat membuka pintu rumah, udara dingin yang datang dari luar menyinggahi wajahnya bersamaan saat William tiba di hadapannya dengan tersenyum. Ia terlihat hendak berbicara sebelum Lilia lebih dulu memberinya teguran. “Kenapa Anda selalu tidak memakai payung padahal Anda tahu sedang hujan?” tanyanya. “Kita bertemu pertama kali di depan preschool itu Anda juga tidak memakai payung, ‘kan? Apa tidak ada payung di dalam mobil mahal Anda itu?” Alih-alih menjawab, yang dilakukan oleh William adalah tetap tersenyum, seolah ia sangat senang mendengar celotehan Lilia ini. “Maaf,” jawab William pertama-tama. “Aku hanya tidak sabar untuk segera bertemu denganmu, Lilia.” “Ini masih pagi, apakah Anda dari kota langsung ke sini?” “Tidak. Aku sudah ada di hotel beberapa jam yang lalu dan pagi-pagi ke sini karena aku ingin melihatmu,” terang William. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.” “Anda bisa datang lebih siang, setidaknya tidak segelap ini. Apa A

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    185. Mengejar, MENGEJAR CINTA LILIA!

    ‘LILIA?!’ seru William dalam hati. Ia terhenyak bangun dari berbaringnya dan mengetuk kontak itu dengan tidak sabar. ‘Apa benar ini dia? Apa dia sudah diizinkan Papa memakai ponsel?’ banyak tanya di dalam hatinya. [Lilia Zamora?] balas William memastikan. [Benar.] Napasnya tercekat di dada saat membaca balasan itu. Ia duduk dengan punggung tegak saat tangannya yang dirasanya gemetar itu kembali mengetik. [Aku akan datang besok. Tolong katakan pada Keano juga ya. Sampai jumpa, Lilia.] William beringsut turun dari ranjang, ia berlari keluar dari kamar Keano dan menuju ke kamar di mana Giff berada selama ia tinggal di rumahnya. “Giff!” panggil William setelah membuka pintu kamar itu tanpa mengetuknya lebih dulu. Si pemilik nama yang tengah berbaring di atas ranjangnya itu menoleh pada William dengan alisnya yang bersinggungan. “Anda tidak bisa mengetuk pintu dulu?” “Ini rumahku,” jawabnya singkat—dan ketus. “Ayo kita pergi, kamu siapkan mobilnya!” “Pergi? Pergi ke ma

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status