Share

4. Sebatas Istri Kedua

Author: Almiftiafay
last update Last Updated: 2024-11-11 15:40:51

Tudingannya menggebu-gebu.

Lilia menatap ibu Ivana dengan mata yang basah, bibirnya berusaha mengeluarkan kata untuk menepis tuduhan itu, tapi suara lain lebih dulu menyahut, “Apa yang terjadi?”

Wanita lain yang datang itu merupakan ibunya William, bimbang memandang Lilia dan besannya itu bergantian.

“Perempuan ini yang baru saja membawa Keano, ‘kan?” tanggapnya. “Aku baru saja melihat Keano di kamar dan dia mengatakan dia baru saja pergi dengan ‘Mama Lilia.’”

“Apa?!” Ibunya William terkejut, sepasang bola matanya melebar mendengar hal itu. “B-bagaimana bisa seorang babysitter dipanggil ‘Mama’ oleh cucuku?!”

Ia beralih pandang dari sang besan pada Lilia yang juga sama terkejutnya.

Kalimat-kalimat pembelaan diri yang sempat tersusun di bibirnya seolah tertelan kembali ke tenggorokan.

“Apa itu benar, Lilia?” tanya beliau. “Apa kamu meminta Keano untuk memanggilmu ‘Mama’ setelah kamu menyingkirkan Ivana?”

“Itu tidak benar, Nyonya!” tepis Lilia dengan suara yang gemetar. “Saya tidak membunuh Nona Ivana atau bahkan berani meminta tuan muda untuk memanggil saya ‘Mama’, Nyonya. Saya—”

“Tapi sejak tadi kamu yang bersama dengan Keano!” ujarnya. “Kamu pasti mencuci otak cucuku!”

“Kita semua tahu kalau kamu dulu pernah sengaja membuat Ivana hampir celaka, Lilia,” timpal ibunya Ivana. “Dengan yang terjadi hari ini, apakah kamu masih akan menyebut itu sebagai sebuah ketidaksengajaan?”

“Tapi—”

“Kamu mengkhianati kepercayaan Ivana, Lilia!” tuding beliau masih sama berapi-apinya. “Belum juga genap sehari Ivana meninggal, kamu sudah dengan tidak tahu dirinya memanfaatkan Keano untuk memanggilmu Mama?!”

Bagaimana cara Lilia harus menjelaskan ini?

Ia tak pernah melakukan itu.

Ia sangat menghormati Ivana. Memang dulu ia pernah melakukan sebuah kecerobohan yang membuat Nonanya itu hampir celaka, tapi itu karena ia tak sengaja.

Dan sekalipun ia menyayangi Keano, ia sama sekali tidak pernah meminta atau bahkan memaksa anak itu menyebutnya sebagai ibu.

Lilia mencuri pandang pada William yang duduk di sofa ruang tamu. Pria itu hanya memejamkan mata seakan tengah menikmati keributan yang terjadi di sekitarnya.

“M-maaf m-merahasiakan ini,” sela sebuah suara yang menggagalkan niatan ibunya William kembali bicara.

Pemilik suara manis yang terdengar gugup itu adalah Gretha—adik tiri Ivana—yang berdiri dan menjadikannya sebagai pusat perhatian.

“Ada apa, Gretha?” tanya ibunya.

“A-aku pernah mendengar ini sebelumnya dari Kak Ivana, Ma,” jawabnya. “Kak Ivana bilang kalau sebenarnya … Kak William dan Lilia itu diam-diam sudah menikah.”

“Apa?! Mereka diam-diam menikah?!” ulang ibunya William dengan suara yang meninggi.

“Maksudnya, mereka menikah saat anakku sekarat?!” sambung si besan seraya menatap nyalang Lilia.

“Apa itu benar? Jangan diam saja, Lilia!”

Wanita itu kembali terpancing dan hendak melampiaskan kekesalannya. Keributan saling bersahutan, ricuh setelah Gretha mengutarakan perihal pernikahan itu.

Di saat keadaan seperti tak terkendali, ruangan itu membeku tatkala keheningan William telah berada di titik puncaknya.

“DIAM!” bentaknya lantang. Dorongan napasnya terdengar berat saat ia menyapukan pandang pada semua orang yang ada di sana. “Apa kalian tidak bisa tenang sebentar karena ini masa berduka?”

Seketika keheningan terjadi mendengar suaranya yang sedikit murka.

“Bangun dan pergi dari sana, Lilia!” titahnya pada Lilia yang dengan gegas berdiri dan meninggalkan ruang tamu.

Lilia mengayunkan kakinya untuk pergi ke tepi kolam guna menguraikan sesak akibat tuduhan dari berbagai penjuru.

‘Mereka pasti menganggap aku dan William diam-diam menikah tanpa sepengetahuan Nona Ivana saat dia sakit,’ gumamnya seraya menyeka air matanya. ‘Padahal kami menikah karena permintaannya.’

Dan hal lain yang mengganggunya adalah soal panggilan ‘Mama’ dari Keano. Akan ia tanyakan nanti mengapa ia tiba-tiba memanggilnya ‘Mama Lilia’ seperti itu.

“Lilia,” panggil suara manis yang membuat bahunya menjengit terkejut.

Ia menoleh ke belakang dan menjumpai wanita dengan dress panjang warna hitam tengah berdiri di sana, Gretha.

“Iya, Nona Gretha?”

“Aku minta maaf karena mengatakan hal yang membuat semua orang salah paham,” ujarnya. “Aku hanya bermaksud agar kamu tidak disalahpahami mencuci otak Keano,” terangnya. “Bukankah tidak ada salahnya jika dia memanggilmu ‘Mama’ karena kamu ‘kan memang mamanya?”

Lilia mengangguk membalas senyumnya yang tulus.

Gadis itu mengarahkan selembar tisu seraya berujar, “Cheer up. Kamu lebih cantik kalau tersenyum begitu,” katanya memberi semangat. “Setelah Kak Ivana pergi, aku harus mengucapkan terima kasih karena ke depannya kamu yang akan merawat Keano. Titip keponakanku ya?”

Meski ragu, demi menghargai Gretha yang menjadi satu-satunya orang yang menenangkannya, Lilia mengangguk.

“Baik, Nona.”

***

Gugusan awan kelabu terlihat menutupi cahaya senja saat Lilia berdiri di hadapan nisan yang tanah pemakamannya masih basah.

Selagi William dan Keano tak ada di rumah sejak kemarin sore—tak tahu ke mana perginya, apakah mereka tengah menenangkan diri atau ada hal lain yang dilakukan keduanya di luar—Lilia datang untuk mengunjungi makam nonanya.

Ivana Roseanne, namanya yang cantik kini terukir abadi di batu nisan.

Sebuket bunga baru saja diletakkan Lilia di sana sebelum ia tersenyum getir. “Maaf tidak mengantar kepergian Nona atau ada di samping Anda pada saat-saat terakhir itu, padahal dulu kita sangat dekat.”

Lilia tak akan pernah lupa bahwa masa kecil dan remajanya ia habiskan bersama Ivana setelah ibunya yang seorang pelayan di keluarga Roseanne membawanya untuk tinggal di sana.

Setelah Ivana menikah, mereka terpisah selama satu tahun sebab nonanya itu pindah ke rumah William. Dan mereka kembali berjumpa saat Lilia diminta untuk mengasuh Keano.

Kini semuanya hanya tinggal kenangan, mereka hidup di dunia yang berbeda.

“Sepertinya saya tidak bisa menepati janji saya pada Nona untuk terus menjaga Keano,” ucapnya lirih.

Ingatannya kembali pada pagi hari tadi saat ia dipanggil oleh ibunya William.

Saat Lilia menemuinya, wanita itu terlihat sangat marah.

‘Pergi kamu dari rumah ini!’ hardik beliau. ‘Aku tidak ingin melihatmu ada di sekitar anak dan cucuku, Lilia! Jangan pernah berpikir kamu pantas atau layak menjadi istri William atau ibunya Keano, sedikitpun tidak begitu! Sampai kapanpun, kamu tidak akan pernah bisa kami terima!’ tukasnya menggebu.

Lilia terjaga saat tiba-tiba ada orang lain yang rupanya mengunjungi makam Ivana.

Seorang pria yang baru datang itu meletakkan sebuket bunga di dekat nisan dan mengatakan, “Maaf kemarin tidak mengantarmu berpulang karena aku masih ada di luar negeri,” ujarnya. “Selamat jalan, Ivana.”

Itu adalah Nicholas, kakaknya William.

Lilia yang tak ingin mengganggunya pun pamit seraya menundukkan kepala, “Saya permisi, Tuan Nicholas.”

“Pulang denganku saja, Lilia,” cegahnya. “Aku akan mengantarmu pulang.”

“T-tapi—” Lilia ragu untuk mengatakannya. “Saya tidak langsung kembali ke rumah Tuan William, saya ingin pergi ke rumah sakit untuk melihat ibu saya.”

“Aku tidak keberatan untuk mengantarmu,” ucapnya. “Ayo.”

Sungkan menolak tawaran tersebut, apalagi tahu bahwa Nicholas adalah pria yang baik, akhirnya Lilia mengekori langkahnya. Ia masuk ke dalam mobil yang melaju meninggalkan sekitaran pemakaman.

Dalam perjalanan menuju ke rumah sakit itu, Nicholas sempat memberhentikan mobilnya di halaman sebuah apotek.

Lilia tak tahu apa yang dilakukannya hingga pria itu kembali dengan sebuah kantong plastik berukuran kecil. Yang mengejutkan, jemari besar pria itu menyentuh dagunya agar mereka saling menukar pandang.

Sentuhannya lembut, sangat jauh berbeda dengan perlakuan William tempo hari.

Lilia hampir bertanya apa yang sedang ia lakukan itu sebelum Nicholas meletakkan sebuah plester luka di sudut bibirnya yang memang memar akibat tamparan ibunya Ivana kemarin.

“Ada luka di sana,” katanya. “Mungkin tidak bisa hilang begitu saja, tapi setidaknya itu bisa menyembunyikannya sementara waktu saat kamu bertemu dengan banyak orang.”

Lilia meremas tangannya, gemuruh liar seakan memerangkapnya dalam teduh tulusnya mata seorang Nicholas Quist.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Nissya
Ya ampun Si nenek sihir itu ..... minta di lempar ke pedalaman kayaknya
goodnovel comment avatar
Eva
Ohh ternyata si Garet tu adik tirinya Ivana. Plot twist nya pasti sebenarnya dia yang suka sama William dan pingin gantiin Ivana. Tapi dia pasti pinter cari muka. Apakah ini jadinya cinta segi empat? Willian Lilia Nocholas Gretha. Sepertinya masalah percintaan kali ini akan rumit
goodnovel comment avatar
Diahayu Aristiani
si kereta kayak nya suka sama william. dia dan emak nya bikin drama buat ngusir lilia. sok jadi malaikat padahal iblis
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    5. Memutuskan Untuk Berhenti

    “T-terima kasih,” ucap Lilia sungkan. Ia menunduk menghindari tatapan itu, berpikir bahwa barangkali Nicholas tak nyaman melihatnya memiliki luka yang mencolok seperti ini.Pria itu mengangguk tak keberatan sebelum kembali memacu mobilnya menuju rumah sakit. Hampir tak ada percakapan yang terjadi.Lilia juga tak berani membuka suara mengingat dirinya yang memang tak setara dengan pria di balik kemudi itu.Status sosial mereka berbeda. Hanya kebetulan yang membuat mereka bertemu dan pria itu tak keberatan mengantarnya.Tak berapa lama kemudian mereka tiba di rumah sakit, meninggalkan mobil di parkiran, langkah mereka berhenti di depan ruang ICU.Jendela besar itu menunjukkan keberadaan ibunya yang belum bangun pasca operasi.“Apa yang terjadi, Lilia?” tanya Nicholas yang berdiri di samping kanannya.“Ibu saya jatuh di kamar mandi, Tuan,” jawabnya. “Ada pendarahan di kepalanya. Setelah operasi itu berhasil, ternyata dokter menemukan sakit lain di tubuh Ibu yang membuat beliau masih belu

    Last Updated : 2024-11-11
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    6. Di Atas Ranjang William Quist

    Lilia tahu William sedikit mabuk. Ia bisa menghidu bau alkohol yang menguar dari bibirnya saat mereka berdiri dalam jarak sedekat ini.Pria itu menunduk mensejajari pandangannya saat tawa lirihnya baru saja terdengar.“Kamu tidak memiliki hak untuk memutuskan apakah kamu bisa pergi dari rumah ini atau bertahan, Lilia Zamora,” ucapnya tegas.Lilia tak sempat menjawab apa yang dikatakan oleh pria itu sebab William lebih dulu menariknya dan membuatnya terhempas di atas ranjang.“Apa kamu mau pergi dari sini karena ingin hidup dengan Nicholas?” tanyanya. “Apa yang kamu lakukan dengannya tadi? Kalian bersenang-senang di luar saat aku tidak di rumah?”Pertanyaan datang bertubi-tubi seiring William yang naik ke atas tempat tidur. Pria itu menunduk di atas Lilia yang wajahnya seketika pias. Ia mencoba melepaskan diri, tetapi itu sia-sia sebab William telah membuatnya terkunci tak bisa bergerak.“T-tidak,” jawab Lilia dalam ketidakberdayaan. “Saya benar-benar hanya pergi ke rumah sakit untuk m

    Last Updated : 2024-11-11
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    7. Sesak Hati Memerangkap

    Kepala Lilia terasa pening saat ia menengadahkan wajah untuk menatap sejenak langit muram siang ini. Ia meriang sejak kemarin tetapi masih memaksakan diri untuk menjenguk ibunya di rumah sakit. Sudah sekitar lebih dari dua minggu pasca ia meninggalkan rumah William. Ia diterima menjadi seorang guru tambahan di sebuah taman kanak-kanak. Meski dulu ia menjadi pelayan di rumah keluarga Roseanne—rumah keluarga Ivana—tetapi ia diizinkan untuk tetap melanjutkan pendidikan. Berkat itu jugalah ia memiliki bekal untuk menata ulang hidupnya. Menapaki lantai pucat di sepanjang lorong yang mengantarnya tiba di depan sebuah jendela besar ruang ICU, sebuah rasa takut memburunya. “Ada apa ini?” tanyanya dalam kebingungan. Ia melihat kepanikan yang terjadi di dalam sana, seorang dokter dan beberapa perawat yang mengerumuni ranjang tempat di mana seorang wanita terbaring tak berdaya. “Ibu ….” sebutnya lirih. “Tidak—” Hatinya terasa hancur melihat ibunya—Alya—yang tubuhnya terguncang saat dokter

    Last Updated : 2024-11-18
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    8. Terbangun Sebagai Wanita Malam

    “Apa?!” Lilia menatap Arya dengan sepasang matanya yang berair. “Ayah mau menjadikan aku sebagai alat penebus utang?!” “Dengan begitu kamu akan sedikit berguna, ‘kan?” balas Arya dengan tawa puas. Pria dengan tato di lehernya itu tampak memindai Lilia selama beberapa saat sebelum ia kembali memandang ayah angkatnya. “Akan aku bawa dulu dia, biar Madam yang menentukannya nanti. Ingat, urusan kita belum selesai!” “Lepas!” teriak Lilia saat pria itu merenggut lengannya dengan kasar dan memaksanya bangkit dari posisinya. Lilia seperti tak diberi kesempatan untuk menolak. Sekujur tubuhnya terasa nyeri, tenaganya seolah terkuras habis untuk bertahan dari serangan Arya beberapa saat yang lalu. Ia pontang-panting diseret keluar dari kamar, langkah kakinya terseok. Telapaknya terasa dingin menapaki lantai dengan tanpa alas. Air mata dan permohonannya diabaikan. Ia melihat sebuah mobil jeep warna hitam yang ada di halaman, yang entah akan membawanya ke mana setelah ini. “Masuk!” titah si

    Last Updated : 2024-11-19
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    9. Bersamaku Atau Hancur?!

    “A-apa yang A-Anda lakukan di tempat ini?” tanya Lilia terbata-bata saat pria itu menegakkan punggungnya setelah menyapa Lilia yang kebingungan. Benaknya berkecamuk penuh tanya, benarkah pertemuan mereka memang hanya sebatas kebetulan? ‘Apa memang telah menjadi kebiasaan William datang ke tempat yang menyediakan wanita malam seperti ini?’ Jika benar seperti itu, apakah dia juga sering melakukannya sejak Ivana— “Bukankah harusnya aku yang bertanya?” tanya balik pria itu sehingga mengakhiri kemelut yang ada di dalam dada Lilia. Salah satu alis William yang lebat terangkat, mengisyaratkan sebuah kebingungan, “Kenapa kamu di tempat ini, Lilia? Aah … apa mungkin seperginya kamu dari rumahku hal yang kamu putuskan adalah menjadi wanita malam?” “Tidak,” sangkal Lilia. “S-saya di sini karena ….” Ia menggigit bibirnya, sekujur tubuhnya terasa nyeri saat mengingat lagi apa yang dilakukan oleh Arya—alasan berakhirnya ia di tempat ini. “Karena ayah saya t-tidak bisa membayar utang pada Madam

    Last Updated : 2024-11-20
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    10. Belongs To Him

    Pria tua yang hampir menindihnya itu limbung saat Lilia menendang bagian sensitif di kedua pangkal pahanya. Selagi ia mengaduh kesakitan, Lilia memandang William dengan matanya yang basah. Air mata tak hentinya mengalir, rasa takut, frustrasi, ingin lari … semuanya bercampur menjadi satu, memburunya seperti rusa kecil yang dikejar pemangsa. “Tuan William,” panggil Lilia yang membuat pria itu urung pergi. Ia menoleh pada Lilia dengan kepalanya yang condong beberapa derajat ke kiri. “Saya setuju,” kata Lilia. “Tolong bawa saya pergi dari sini,” pintanya, menelan rasa malu padahal baru saja menolak tawarannya mentah-mentah. William menunjukkan seulas senyum tipisnya saat menghadapkan tubuhnya pada Lilia seraya bertanya, “Apapun resikonya, Lilia?” Lilia mengangguk sembari menyilangkan kedua tangannya di depan tubuh. “Apapun yang aku minta, kamu akan menerimanya?” William mempertegasnya. “Saya menerimanya,” jawab Lilia, suaranya sarat akan putus asa. Ia sungguh tak ingin berada l

    Last Updated : 2024-11-21
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    11. Keano-ku Sayang, Keano-ku Malang

    “Dia pernah menjalani rawat inap di rumah sakit sebelum dibawa pulang dan melakukan rawat jalan di rumah,” terang Agni. “Saat itu kondisinya cukup buruk, bahkan sampai hari ini. Tuan Muda Keano tidak mau makan sejak Anda pergi, dan tidak mau bertemu dengan Tuan William sama sekali.” Kalimat Agni memasung bibirnya kian hebat, air mata tak kuasa terbendung dan luruh saat Lilia satu langkah mendekat pada keano. “K-kenapa Keano tidak mau bertemu dengan Tuan William, Bu Agni?” tanya Lilia setelah ia menata kata. “Dia sangat marah pada Tuan William karena menganggap Tuan lah yang membuat Anda pergi dari rumah,” jawabnya. “Dia melihat Anda menangis dari kamar Tuan pada hari Anda pergi dari rumah ini.” Sesak menggelegak kala ia mendapati Keano secara langsung, dalam pandangannya bahwa kondisinya memprihatinkan. Tubuhnya sangat kurus, anak itu kehilangan banyak berat badan. Pipinya yang dulu ia cium tiap malam itu berubah tirus. Seolah Lilia tengah melihat orang lain, bukan Keano kesayang

    Last Updated : 2024-11-22
  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    12. Sayang Mama Selama-lamanya

    “K-kenapa kalian memanggilku Nona?” tanya Lilia sekali lagi, dibuat bingung dengan julukan barunya. Namun alih-alih memberi jawaban pasti, beberapa pelayan yang berdiri di sekitarnya hanya menunjukkan seulas senyum saat menjawab, “Bukankah memang seperti itu seharusnya?” “Tidak—” Lilia menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mau kalian memanggilku seperti itu karena aku bukan ‘Nona’,” ucapnya sungguh-sungguh. “Peraturan tidak akan diubah, Nona Lilia,” sahut Agni—kepala pelayan—yang berdiri tak jauh darinya. Wanita paruh baya itu tersenyum saat mendekat. “Kami akan tetap memanggil Anda seperti itu.” “A-aturan apa?” tanyanya memperjelas, tapi mereka seolah sepakat untuk tak membuka mulut. ‘Aturan apa maksudnya?’ batinnya. ‘Apa William yang meminta mereka begitu?’ Tapi mungkin ini menjelaskan kenapa sejak kedatangannya semalam Agni begitu sopan dan formal padanya. ‘Aneh sekali ….’ Lilia tidak suka dengan julukan itu, nanti akan ia desak Agni untuk jujur kenapa dirinya dipanggil seba

    Last Updated : 2024-11-23

Latest chapter

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    150. Memahami Rencana Semesta

    Dari dalam sedan berlambang flying lady di mana Giff sedang berada di dalamnya, sepasang matanya terbuka lebar saat menjumpai bahwa apa yang dikatakan oleh William adalah sebuah kebenaran. Gadis yang berlari dari arah barat dan berhenti di hadapan William kala tuannya itu memandang preschool kecil itu dengan harapan yang pupus benar adalah Lilia—atau setidaknya mereka memiliki wajah yang sama persis. Gadis itu hanya berdiri setinggi dada William, pembawaannya yang anggun dan hangat adalah hal yang senantiasa disaksikan oleh Giff setiap kali Nonanya itu berada di depan William. Ia hidup! Lilia benar-benar hidup. ‘Tapi sepertinya … ada sesuatu yang salah di sini.’ Batin Giff tak tenang saat melihat percakapan di seberang sana yang sepertinya tidak berjalan dengan baik. Sementara itu, di depan gerbang rendah yang basah akibat derasnya hujan, William tengah meraba apa yang direncanakan oleh semesta dengan mempertemukannya dengan Lilia saat ia berusaha melepasnya dengan lapang d

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    149. Ternyata Tuhan Tak Pernah Mengembalikanmu

    Tanpa sadar, sebulir air matanya jatuh melewati bibir saat William menggumamkan namanya di dalam hati. Ia hampir selangkah maju untuk memastikan bahwa gadis di halaman preschool itu adalah Lilia sebelum Zain menahan lengannya sebab baru saja ada kendaraan yang melintas. “Tuan William?” panggil Zain pada William yang hanya bergeming. Matanya hanya tertuju pada satu titik, tempat di mana Lilia berdiri, satu-satunya dunia yang berwarna sementara di sekitarnya hanya berisikan abu-abu. Lilia terlihat sangat bahagia saat mengajak anak-anak kecil itu bernyanyi, membuat mereka berputar mengelilinginya sehingga senyumnya merekah sehangat matahari pagi ini. “Ada apa, Tuan William?” sebut Zain sekali lagi. William tersadar dan memandang pemuda itu seraya mengembalikan tanya, “Pak Zain tidak melihatnya?” “Apa?” “Lilia,” jawabnya. “Dia berdiri di sana bersama dengan—“ William berhenti bicara saat menunjuk pada halaman preschool itu. Tapi saat hal itu ia lakukan, tak ada yang berdiri di sa

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    148. Detak-detak Di Dada

    William tahu betul bahwa ‘projek’ yang baru saja disebutkan oleh Giff itu adalah yang dulu pernah ia dan Gretha kerjakan—pembangunan sekolah yang tempatnya cukup jauh dari kota. “Bukankah aku sudah pernah berpesan padamu agar mengatakan pada Papa Alaric untuk tidak mengikutsertakan wanita itu?” William sangat tidak suka jika ia harus menyebutkan namanya sekali lagi. Kedua bahu Giff jatuh mendengar itu. “Coba tenang sebentar,” pintanya. “Memang itu adalah projek yang pernah Anda kerjakan bersamanya, tapi kali ini tidak. Kita saja, tanpa ada ikut campur Gretha.” Mendengar itu membuat William berdeham, merasa bersalah sudah meninggikan suaranya pada Giff. “Ah, benarkah?” tanyanya. “Kalau begitu jangan setengah-setengah saat bicara, katakan dengan jelas, Giff!” “Saya memang belum selesai bicara, Tuan William Quist!” “Lalu Papa bilang apa lagi?” “Tuan Alaric meminta agar pembangunannya dipercepat, jadi kita sesekali harus mengeceknya, itu saja,” jawab pemuda itu seraya sel

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    147. Agar Hancurku Ini Tidak Sia-sia

    Di rumah milik William pagi ini, Giff yang baru saja keluar dari kamar yang ia tinggali selama ‘menumpang hidup’ di rumah William sedikit terkejut saat melihat tuannya yang sudah dalam keadaan rapi. Sudah cukup lama Giff tak melihatnya dalam kemeja lengan panjang dan vest serta dasi yang tersemat di kerahnya seperti itu. “Selamat pagi,” sapa Giff lebih dulu dengan kepala yang tertunduk sopan. “Pagi.” “Apa Anda akan pergi ke suatu tempat?” tanya Giff yang dijawab lebih dulu dengan sebuah anggukan oleh William “Iya, Giff. Ke Velox Corp.” Salah satu alis Giff terangkat mendengarnya, “Sungguh? Jadi Anda akan comeback?” “Ya,” jawabnya. “Melihatmu yang pontang-panting sendirian mengurus banyak hal dan mengambil alih pekerjaan membuatku tidak tega. Kembali bekerja bukan pilihan yang buruk, ‘kan? Aku hanya takut kamu tiba-tiba menguasai Velox Cop.” Giff tertawa mendengar itu, “Tidak,” jawabnya. “Saya masih sayang dengan nyawa saya, Tuan. Tapi terima kasih untuk sudah kembali. Minggu in

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    146. Langit Sore Dan Cirrostratus Yang Mengingatkanku Terhadapmu

    “Apa ada yang salah dengan itu?” tanya William balik. “Apa aku tidak boleh memanggilmu seperti itu? Ya sudah kalau tidak boleh, pergi saja sana!” usir William seraya memalingkan wajahnya dan itu membuat Nicholas tertawa. Senyum getir yang tadi senantiasa terukir di kedua sudut bibirnya telah sirna. Tawa itu lepas seakan beban yang mendesak dadanya itu terangkat pelan-pelan. “Boleh,” jawab Nicholas akhirnya. “Panggil saja sesukamu, Willie.” “Akan aku pikirkan kalau begitu.” Nicholas mengangguk, “Pulanglah! Sudah hampir gelap.” Ia mengayunkan kakinya lebih dulu untuk pergi dari sana. Menuruti William yang memintanya agar kembali lagi besok. William melihatnya pergi, memandang punggung bidangnya dan mengingat ucapan Giff beberapa waktu yang lalu. Pada hari di mana Giff menghampirinya yang berhenti di emperan pertokoan. ‘Ada hal yang ingin saya sampaikan pada Anda’ yang hari itu dikatakannya adalah tentang kecelakaan yang melibatkan Nicholas dan juga Madeline. ‘Seorang saksi yang

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    145. Bertemunya Quist Bersaudara

    Giff yang berjalan keluar dari pintu utama panti asuhan menghentikan langkahnya dan urung mengajak William untuk pulang saat ia menjumpai Quist bersaudara itu saling menatap dalam jarak sekian meter yang memisahkan. Ia lebih memilih untuk membiarkan mereka bicara dan tidak mengganggu keduanya. Memang sudah seharusnya mereka berdamai dan meluruskan semua kesalahpahaman yang memeluk mereka itu, bukan? Di seberang sana, Nicholas sepertinya juga tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan William di sini. Ia terdiam tanpa melakukan apapun hingga salah satu anak panti asuhan yang ada di sekitarnya berteriak, “Paman, tolong tendang bolanya ke sini!” William yang berdiri di tengah halaman melihat Nicholas yang menendang bola itu, mengembalikannya pada anak-anak yang tengah menunggunya dan mendekat pada William. “Kamu di sini ternyata, Willie?” sapanya lebih dulu. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya William balik. Kakak lelakinya itu sekilas mengangkat kedua bahunya sebelum menjaw

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    144. Membutuhkan Waktu Seumur Hidup Untuk Pulih

    “Tuan William,” panggil Giff yang membuat William menggosok matanya sebelum ia mengangkat wajah. Menjumpai wajah pemuda itu yang berjalan menghampirinya dan berdiri berseberangan meja dengannya. “Ya?” balas William singkat. “Reynold, mantan pacarnya Gretha yang kemarin lusa pernah saya katakan pada Anda kalau kami bertemu di proyek kecil miliknya itu saya hubungi tadi sore.” “Untuk apa kamu menghubunginya?” tanya William hampir enggan. “Untuk membicarakan kemungkinan proyek yang bisa kita kerjakan dengannya,” jawab Giff dengan senyum yang tak bisa diartikan. “Kenapa aku harus bekerja sama dengannya, Giff?” “Kenapa lagi? Tentu karena kita harus menggali lebih jauh soal Henry dan keterlibatannya dengan semua peristiwa di sekitar kita, ‘kan?” tanyanya balik. “Sekalian untuk mencari kejelasan apakah benar Reynold yang menghamili Gretha.” William menggeleng samar. “Atur saja,” ucapnya. “Tapi jangan sampai kamu mempertemukan aku dengannya sekarang ini. Aku tidak ingin melihat wajah s

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    143. Sayang Kau Tak Di Sini

    Reynold dijumpainya berjalan mendekat padanya, sepasang alisnya berkerut tipis saat pandangan mereka bertemu dan pria itu lebih dulu memberanikan diri untuk bertanya. “A-apa yang Anda lakukan di sini?” “Tidak ada,” jawab Giff dengan ringan. “Saya hanya berhenti sebentar untuk melihat siapa kontraktor yang mengerjakan proyek ini karena dari tulisan yang ada di depan itu saya masih belum familiar.” Giff harap Reynold percaya dengan apa yang ia katakan karena itu hanyalah sebatas karangan. Tujuannya ke sini jelas, bukan? Untuk mencari tahu tentang sopir pribadinya itu. “Benar,” jawab Reynold dengan kepala yang mengangguk. “Itu memang nama baru untuk melakukan rebranding karena bisnis saya yang sebelumnya sudah tidak berjalan dengan baik,” tuturnya. “Ini adalah proyek pertama saya setelah namanya diganti.” Giff mengangguk antusias mendengarnya. “Awal yang bagus, ‘kan? Bisnis memang naik turun, tapi melihat Anda yang gigih, saya sepertinya harus mengapresiasinya.” Pria itu tampak sen

  • Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin    142. Sehancur Apa Aku Setelah Kau Pergi

    William juga membaca bahwa pemeriksaan dalam metode luring itu telah sampai pada tahap ke dua. Di mana disebutkan bahwa Lilia takut kepadanya saat William tidak bersikap baik atau marah terhadap sesuatu yang kadang tak diketahui oleh Lilia apa penyebabnya. Ketakutannya yang paling besar diawali dari saat William nyaris membuat gadis itu kehilangan kesuciannya, beberapa hari setelah kematian Ivana saat Lilia mengatakan ia akan berhenti menjadi babysitter-nya Keano dan pergi dari rumah itu. ‘Kamu tidak memiliki hak untuk memutuskan apakah kamu bisa pergi dari rumah ini atau bertahan, Lilia Zamora.’ William ingat betul ia mengatakan itu setelah ia merenggut dagunya dengan kasar dan menguncinya hingga tersudut di dinding. Sesal William tertumpuk saat itu juga kala ia membaca satu demi satu lembaran yang ia dapatkan dari dalam amplop putih tersebut. Pada akhir pemeriksaan tahap dua, ada sesuatu yang membuat William terenyuh. Lilia menyebut bahwa ia mencintai William, ia tahu William

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status