“Mas!” Teriak Zahra memanggil suaminya. Entah kenapa malam ini Zahra begitu ketakutan. Mungkin Zahra takut suaminya meninggalkan dirinya, seperti malam-malam kemarin.Wajah Zahra tampak pucat, tubuhnya terasa gemetar. Keringat dingin membanjiri tubuh Zahra. “Ya Allah, Mas Nazar. Kamu ke mana sih?” Tanya Zahra dalam hati, aja Zahra tampak cemas dan panik.Clek…..”Pintu kamar terbuka, tampak Nazar masuk ke dalam kamar. Sontak Zahra berteriak sambil berhambur ke pelukan suaminya.“Mas!!!” Teriak Zahra lalu menangis tersedu-sedu. Nazar langsung menautkan kedua alisnya. Tangannya masih terangkat di udara. Zahra terus menangis sambil memeluk Nazar.“Mas! Jangan tinggalkan Aku. Tolong jangan tinggalkan aku Mas!” Ucap Zahra dalam Isak tangisnya.Nazar lalu mengelus punggung Zahra, rupanya Nazar mengerti apa yang terjadi dengan istrinya.“Tidak sayang, Maaf tadi aku keluar dari kamar,” ucap Nazar sambil mengangkat tubuh Zahra, lalu menggendongnya ke atas tempat tidur.Tubuh Zahra lalu dibar
“Apa sih Bu? Rasanya dari kemarin ibu teriak-teriak deh sama Zia,” sambar Zia.Wajah Zia langsung terlihat kesal. Zia tidak terima teguran dari ibunya. “Bisa nggak kamu? Bersikap sedikit sopan sama kakakmu dan kakak ipar kamu,” ucap ibu Zahra.Zia malah mendengus kesal, lalu berjalan dan duduk di samping Ibunya.“Kalian mau makan apa?” Tanya Ibu Zahra sama Zahra dan menantunya.“Terima kasih Bu, jangan repot-repot. Saya ke sini mengunjungi ayah dan ibu, karena kangen lagi nih,” seloroh Zahra.Ayah dan Ibu Zahra langsung tersenyum. “ Kalau bisa seminggu sekali nengok kami ya, jangan mentang-mentang sudah punya suami lupa deh sama kita,” ucap Ayah Zahra sambil terkekeh.Suasana kembali hening, wajah dia masih terlihat cemberut. Tangannya asyik bermain ponsel.“Zahra, sekalian saja, ada yang ingin Ayah bicarakan,” ucap Ayah Zahra tiba-tiba.“Oh ya? Mengenai apa sih, Yah?” Tanya Zahra penasaran.“Lah memangnya kalau dibahas, Kak Zahra mau bantu gitu? Apalagi suaminya seorang pemulung,” s
“Lho, memangnya Nak Dilan tidak tahu, kalau orang tua nak Dilan datang ke sini?” Tanya ayah Zahra.Dilan terlihat mengerutkan keningnya, entah tahu atau berbohong. Dengan kedatangan kedua orang tuanya ke rumah Zia.“Masa, kamu tidak tahu Dilan. Bukannya orang tua kamu disuruh sama kamu?” Tanya Ibu Zahra dengan tatapan menyelidik.“Ti___tidak Bu,” jawab Dilan kelihatan gugup.Mereka semua saling melempar pandangan, karena benar-benar tidak mengerti dengan sikap Dilan.“Kemarin sore, kedua orang tua kamu datang ke sini. Mereka mengatakan terkendala biaya intinya. Kalau seandainya pernikahan tetap dilaksanakan dengan tanggal yang sudah ditentukan. Maka pernikahan dilaksanakan secara sederhana. Tapi kalau memang mau dilaksanakan secara mewah, pesta pernikahan diundur,” Ayah Zahra lalu menjelaskan.“Oh, eh iya, itu. Aduh maaf saya benar-benar lupa,” ucap Dilan polos.“Lho, Mas Dilan ini bagaimana sih? Masa tidak tahu dengan hal ini! Pokoknya Mas, Aku tidak mau pernikahan kita, dilaksanakan
“Ayo kita pulang!” Nazar buru-buru menarik istrinya.“Lho, kok Mas,” Zahra langsung terkejut.Langkah Zahra seperti terseret-seret, saking cepatnya langkah Nazar.“Mas, Jangan cepat-cepat dong. Kakiku ini sakit,” Zahra langsung menegur suaminya.“Ups, sorry sayang,” Nazar langsung mengendorkan langkahnya.“Maaf,” ucap Nazar sambil melepaskan pegangan tangannya.Mereka berdua akhirnya tiba di parkiran. Nazar langsung menyalakan mesin mobil,dan melesat pergi.“ Kita langsung ke mana Mas?” tanya Zahra.“Pulang,” jawab Nazar dengan wajah dingin.“Tapi aku lapar,” ucap Zahra lagi.Nazar tidak menjawab sedikitpun, matanya tetap fokus menyetir ke depan. Kecepatan mobilnya di atas rata-rata, tapi Zahra merasa nyaman. Mungkin karena mobil mewah, hingga Zahra tidak merasa ketakutan sedikitpun.Setelah 20 menit perjalanan, Nazar langsung menghentikan mobilnya di sebuah restoran.“Katanya langsung pulang,” ucap Zahra sambil menoleh ke arah suaminya.“Tadi bilang lapar kan,” tukas Nazar cepat.“Ma
“Selamat pagi istri pemulung,” terdengar sapaan dari seorang karyawan yang mulutnya nyinyir.“Iya, rasanya kok aneh, seorang manajer bersuamikan pemulung. Kalau aku ogah banget, mendingan jadi perawan tua saja,” tukas temannya.Zahra tidak menghiraukan ucapan rekan kerjanya, terus saja berjalan ke arah ruangan. Karena bagi Zahra pekerjaan lebih penting.“Ini! Buat laporan yang benar,” ucap rekan kerja yang tadi sambil melemparkan berkas, di atas meja Zahra.Zahra sedikit terperanjat, karyawan yang bernama Bella itu, langsung menatap sinis ke arah Zahra.“Cepat kerjakan!” Suara Bella naik satu oktaf.Semua karyawan yang ada di ruangan itu langsung menoleh ke arah Zahra.“Baik bu Bella,” ucap Zahra sambil meraih berkas itu.“Kamu ini ya, mengerjakan laporan segampang itu! Tidak becus! Makanya kalau jadi pengantin baru jangan kebablasan,” ucap Bella terdengar sangat pedas.“Eh, Bu Bella. Mungkin semalam Bu Zahra mengumpulkan barang rongsokan. Atau setidaknya ikut bantu suami membereskan
Bab 23“Kamu meragukan nafkah yang aku berikan?” Tanya Nazar.“Atau, karena aku seorang pemulung?” Lanjut Nazar sambil menatap tajam ke arah istrinya.“Bukan begitu maksudku Mas. Maaf bila perkataanku, menyinggung hatimu,” Zahra merasa bersalah. Mereka berdua langsung terdiam, dan hanyut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba Nazar membelokkan mobilnya, ingin rasanya Zahra bertanya, Tapi bibirnya terkunci, mulutnya merasa malas untuk berbicara. Mobil berhenti di sebuah salon kecantikan. Di dalamnya juga ada tempat Spa.“Ngapain kita ke sini Mas?” Tanya Zahra sambil menautkan kedua alisnya.“Turun!” Jawab belajar dengan tegas. Dengan muka ditekuk, Zahra mengikuti kemauan suaminya. Nazar langsung menggandeng tangan istrinya. Dan langsung masuk ke dalam. “Selamat datang tuan Nazar,” salah seorang pelayan langsung membuka pintu, dan membungkuk hormat sama Nazar.“Halo Tuan Nazar. Ada yang bisa eke bantu?” Tiba-tiba seorang laki-laki yang tingkahnya gemulai mendekati Nazar.“Tolong,
“Apa!” Pekik kakaknya Ahmad.“Iya, Mas. Kami benar-benar bingung. Kedua orang tuanya Dion mengatakan kalau mereka terkendala biaya,” ucap Ahmad Ayah Zahra sama kakak kandungnya. “Kenapa sudah dekat begini, baru mengatakan masalah biaya? Apa mereka tidak merencanakan dari awal?” Tanya Pakde Seno. “Entahlah, Aku benar-benar tidak mengerti,” jawab ayah Zahra.“Memangnya, waktu pertama pertama berunding bagaimana sih?” Tanya Bude Wati istrinya Pakde Seno.“Sudah kok Mbak, tapi tiba-tiba mereka kemarin datang, dan langsung bicara seperti itu,” jawab Hanum. Pakde Seno menghela nafasnya dalam-dalam, seandainya pernikahan keponakannya diundur. Sudah pasti mereka menanggung malu. Sebagai keluarga dari pihak perempuan, Pakde Seno menginginkan pernikahan keponakannya berjalan dengan lancar. “Terus si Zia bagaimana?” Tanya Bude Wati.“Ya gitu deh Mbak, malah sampai berdebat dengan kakaknya. Aku benar-benar pusing saat ini,” jawab Hanum dengan wajah muram. “Sabar, mungkin di balik ini semua.
“Tidak apa-apa, ngapain kamu capek-capek kerja,” jawab Nazar datar.Tangannya terlihat memberikan kode, sama pria yang berdiri di kembang pintu. Nazar malah menarik tangan istrinya,lalu mengajak naik ke lantai atas. Tiba di dalam kamar. Zahra melanjutkan kembali obrolan yang tadi. “Mas kenapa…..”Lagi-lagi ucapan Zahra terhenti, saat mendengar telepon berdering. Zahra meraih ponselnya. Tapi dering telepon itu langsung terhenti, terdengar notifikasiKedua alisnya bertautan, saat membaca isi pesan itu. Nazar terus memperhatikan aktivitas istrinya. Zahra begitu serius membaca isi pesan itu. “Alkhhh, Maaf aku tidak bisa libur Mas. Ini ada pesan dari bos. Katanya hari ini ada meeting mendadak,” ucap Zahra. “Ah biarkan saja sayang, Tidak apa-apa kok kamu tidak masuk kantor,” Nazar malah melingkarkan tangannya di pinggang Zahra. Lalu bibirnya mengendus-endus di leher Zahra, tangannya mulai bergerilya ke bagian-bagian tertentu tubuh istrinya.“Ih, geli Mas,” ucap Zahra sambil tertawa ke
setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha
Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa
Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.
"saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji
"dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj
"kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa
Mbok Minah langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata Naima sudah berdiri di Mbok Minah. Naima langsung memeluk Mbok Minah, sepertinya anak itu setiap ketemu selalu memeluk asisten rumah yang sudah lama mengabdi di keluarganya. "nduk, sepertinya sedang mendapat kebahagiaannya?" tebak Mbok Minah, karena melihat wajah Naima berbinar. "ah si mbok bisa saja bicara," jawab Naima lalu melepaskan pelukannya, lalu menyalami Sari dan Nani. "Mbok bikin apa sih? harum banget?" tanya Naima sambil menatap penggorengan. "ini, Sari dan Ani pingin makan camilan yang manis-manis," jawab Mbok Minah "semanis diriku ya?" seloroh Naima. "tentu," sahut mbok Minah. Naima dan Nazar selalu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. meskipun mereka hanya seorang pelayan di rumahnya. tapi kedua orang tua Naima selalu mendidik adab dan sopan. begitu pula dengan Nazar, selalu menghormati orang-orang yang lebih tua usianya. walaupun kadang beda pendapat dan beda pemahaman. "Mas Nazar
Mata Nazar langsung melebar saat melihat penampilan adik iparnya. Nazar buru-buru membuang mukanya ke samping. bagi Nazar itu pemandangan sangat memuakan sekali. Zia terlihat berjalan lenggak-lenggok mendekati mereka berdua. Zahra menata penampilan adiknya sampai tidak berkedip. "hai kak Zahra," sapa Zia sambil melambaikan tangannya. Nazar dan Zahra malah saling melempar pandangan, mereka benar-benar heran melihat penampilan Zia seperti itu. "kok bengong sih kak Zahra? bagaimana penampilanku Kak?" tanya Zia sambil memutar badan. "ba__bagus," jawab Zahra terbata-bata."tentu dong, Aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu kak Zahra sama Mas Nazar," ucap Zia yang langsung berdiri di samping Nazar.tangan Zia langsung melingkar di lengan Nazar tanpa rasa malu sedikitpun. Zahra risih melihat pemandangan seperti itu." apa yang sebenarnya Zia inginkan?" tanya Zahra dalam hati."kak, bagaimana kalau aku tinggal di sini. aku bantu kakak merawat Mas Nazar, aku merasa kasihan sekali
"Maafkan aku Naima, bilang aku lancang mengeluarkan isi hatiku. jujur saja, Aku sudah lama menyimpan rasa ini. tapi aku takut mengungkapkan semuanya."wajah Budi terlihat serius, sedangkan Naima menundukkan kepalanya, hatinya berdebar kencang. entah perasaan apa yang sedang dirasakan Naima saat ini. "Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Budi. Naima mengangkat kepalanya, manik bola matanya terlihat menatap ke arah Budi. Naima tersenyum manis."aku tidak mau berangan-angan tapi terlalu jauh. Mas Budi sudah memberikan perhatian yang lebih terhadapku, aku sudah merasakan apa yang buat Budi rasakan," ucap Naima.hati Budi langsung berbunga-bunga, yang tadinya masih kuncup, sekarang bunga-bunga Cinta sudah mulai bermekaran di dalam hatinya. saat Budi meraih jemari tangan lentik Naima. tiba-tiba Naima menjauhkan jari tangannya. "belum halal Mas, kalau sudah halal mau dipegang apapun bebas," ucap Naima sambil terkikik.Budi buru-buru menarik tangannya, merasa malu dengan ucapan Naima."ka