“Atau kita apa, Zia?” Tanya Ibu Zahra.“Iya, cepat katakan!” Ucap Ayah Zahra.“Bagaimana kalau kita pinjam sama Kak Zahra?” Jawab Zia.“Apa!!!” Pekik kedua orang tua Zahra.“Kita pinjam sama kak Zahra, Dia mungkin banyak tabungan. Nikahnya kemarin secara sederhana kan, jadi kita pinjamkan uang saja sama kak Zahra. Dan untuk bayarnya kita limpahkan saja sama orang tuanya Mas Dilan,” ucap Zahra terlihat santai.“Apa kamu tidak salah bicara Zia, Masa sih harus pinjam ke kakak kamu. Kamu tahu sendiri kan suami Zahra seorang pemulung,” ujar ibu Zahra.“Siapa tahu Kak Zahra punya tabungan,”sambar Zia dengan wajah kesal.“Tapi, tetap saja Ayah tidak setuju. Hanya demi sebuah pesta pernikahan mewah. Kita harus pinjam sana sini, untuk menutupi rasa malu mereka,” ucap ayah Zahra cepat.Wajah Zia langsung ditekuk, hatinya benar-benar kesal. “ Masa sih pesta pernikahan asal-asalan, mau ditaruh di mana mukaku ini,” rutuk Zia dalam hati.“Pokoknya hari ini harus dibicarakan dengan baik-baik. Ayah t
“Mas!” Teriak Zahra memanggil suaminya. Entah kenapa malam ini Zahra begitu ketakutan. Mungkin Zahra takut suaminya meninggalkan dirinya, seperti malam-malam kemarin.Wajah Zahra tampak pucat, tubuhnya terasa gemetar. Keringat dingin membanjiri tubuh Zahra. “Ya Allah, Mas Nazar. Kamu ke mana sih?” Tanya Zahra dalam hati, aja Zahra tampak cemas dan panik.Clek…..”Pintu kamar terbuka, tampak Nazar masuk ke dalam kamar. Sontak Zahra berteriak sambil berhambur ke pelukan suaminya.“Mas!!!” Teriak Zahra lalu menangis tersedu-sedu. Nazar langsung menautkan kedua alisnya. Tangannya masih terangkat di udara. Zahra terus menangis sambil memeluk Nazar.“Mas! Jangan tinggalkan Aku. Tolong jangan tinggalkan aku Mas!” Ucap Zahra dalam Isak tangisnya.Nazar lalu mengelus punggung Zahra, rupanya Nazar mengerti apa yang terjadi dengan istrinya.“Tidak sayang, Maaf tadi aku keluar dari kamar,” ucap Nazar sambil mengangkat tubuh Zahra, lalu menggendongnya ke atas tempat tidur.Tubuh Zahra lalu dibar
“Apa sih Bu? Rasanya dari kemarin ibu teriak-teriak deh sama Zia,” sambar Zia.Wajah Zia langsung terlihat kesal. Zia tidak terima teguran dari ibunya. “Bisa nggak kamu? Bersikap sedikit sopan sama kakakmu dan kakak ipar kamu,” ucap ibu Zahra.Zia malah mendengus kesal, lalu berjalan dan duduk di samping Ibunya.“Kalian mau makan apa?” Tanya Ibu Zahra sama Zahra dan menantunya.“Terima kasih Bu, jangan repot-repot. Saya ke sini mengunjungi ayah dan ibu, karena kangen lagi nih,” seloroh Zahra.Ayah dan Ibu Zahra langsung tersenyum. “ Kalau bisa seminggu sekali nengok kami ya, jangan mentang-mentang sudah punya suami lupa deh sama kita,” ucap Ayah Zahra sambil terkekeh.Suasana kembali hening, wajah dia masih terlihat cemberut. Tangannya asyik bermain ponsel.“Zahra, sekalian saja, ada yang ingin Ayah bicarakan,” ucap Ayah Zahra tiba-tiba.“Oh ya? Mengenai apa sih, Yah?” Tanya Zahra penasaran.“Lah memangnya kalau dibahas, Kak Zahra mau bantu gitu? Apalagi suaminya seorang pemulung,” s
“Lho, memangnya Nak Dilan tidak tahu, kalau orang tua nak Dilan datang ke sini?” Tanya ayah Zahra.Dilan terlihat mengerutkan keningnya, entah tahu atau berbohong. Dengan kedatangan kedua orang tuanya ke rumah Zia.“Masa, kamu tidak tahu Dilan. Bukannya orang tua kamu disuruh sama kamu?” Tanya Ibu Zahra dengan tatapan menyelidik.“Ti___tidak Bu,” jawab Dilan kelihatan gugup.Mereka semua saling melempar pandangan, karena benar-benar tidak mengerti dengan sikap Dilan.“Kemarin sore, kedua orang tua kamu datang ke sini. Mereka mengatakan terkendala biaya intinya. Kalau seandainya pernikahan tetap dilaksanakan dengan tanggal yang sudah ditentukan. Maka pernikahan dilaksanakan secara sederhana. Tapi kalau memang mau dilaksanakan secara mewah, pesta pernikahan diundur,” Ayah Zahra lalu menjelaskan.“Oh, eh iya, itu. Aduh maaf saya benar-benar lupa,” ucap Dilan polos.“Lho, Mas Dilan ini bagaimana sih? Masa tidak tahu dengan hal ini! Pokoknya Mas, Aku tidak mau pernikahan kita, dilaksanakan
“Ayo kita pulang!” Nazar buru-buru menarik istrinya.“Lho, kok Mas,” Zahra langsung terkejut.Langkah Zahra seperti terseret-seret, saking cepatnya langkah Nazar.“Mas, Jangan cepat-cepat dong. Kakiku ini sakit,” Zahra langsung menegur suaminya.“Ups, sorry sayang,” Nazar langsung mengendorkan langkahnya.“Maaf,” ucap Nazar sambil melepaskan pegangan tangannya.Mereka berdua akhirnya tiba di parkiran. Nazar langsung menyalakan mesin mobil,dan melesat pergi.“ Kita langsung ke mana Mas?” tanya Zahra.“Pulang,” jawab Nazar dengan wajah dingin.“Tapi aku lapar,” ucap Zahra lagi.Nazar tidak menjawab sedikitpun, matanya tetap fokus menyetir ke depan. Kecepatan mobilnya di atas rata-rata, tapi Zahra merasa nyaman. Mungkin karena mobil mewah, hingga Zahra tidak merasa ketakutan sedikitpun.Setelah 20 menit perjalanan, Nazar langsung menghentikan mobilnya di sebuah restoran.“Katanya langsung pulang,” ucap Zahra sambil menoleh ke arah suaminya.“Tadi bilang lapar kan,” tukas Nazar cepat.“Ma
“Selamat pagi istri pemulung,” terdengar sapaan dari seorang karyawan yang mulutnya nyinyir.“Iya, rasanya kok aneh, seorang manajer bersuamikan pemulung. Kalau aku ogah banget, mendingan jadi perawan tua saja,” tukas temannya.Zahra tidak menghiraukan ucapan rekan kerjanya, terus saja berjalan ke arah ruangan. Karena bagi Zahra pekerjaan lebih penting.“Ini! Buat laporan yang benar,” ucap rekan kerja yang tadi sambil melemparkan berkas, di atas meja Zahra.Zahra sedikit terperanjat, karyawan yang bernama Bella itu, langsung menatap sinis ke arah Zahra.“Cepat kerjakan!” Suara Bella naik satu oktaf.Semua karyawan yang ada di ruangan itu langsung menoleh ke arah Zahra.“Baik bu Bella,” ucap Zahra sambil meraih berkas itu.“Kamu ini ya, mengerjakan laporan segampang itu! Tidak becus! Makanya kalau jadi pengantin baru jangan kebablasan,” ucap Bella terdengar sangat pedas.“Eh, Bu Bella. Mungkin semalam Bu Zahra mengumpulkan barang rongsokan. Atau setidaknya ikut bantu suami membereskan
Bab 23“Kamu meragukan nafkah yang aku berikan?” Tanya Nazar.“Atau, karena aku seorang pemulung?” Lanjut Nazar sambil menatap tajam ke arah istrinya.“Bukan begitu maksudku Mas. Maaf bila perkataanku, menyinggung hatimu,” Zahra merasa bersalah. Mereka berdua langsung terdiam, dan hanyut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba Nazar membelokkan mobilnya, ingin rasanya Zahra bertanya, Tapi bibirnya terkunci, mulutnya merasa malas untuk berbicara. Mobil berhenti di sebuah salon kecantikan. Di dalamnya juga ada tempat Spa.“Ngapain kita ke sini Mas?” Tanya Zahra sambil menautkan kedua alisnya.“Turun!” Jawab belajar dengan tegas. Dengan muka ditekuk, Zahra mengikuti kemauan suaminya. Nazar langsung menggandeng tangan istrinya. Dan langsung masuk ke dalam. “Selamat datang tuan Nazar,” salah seorang pelayan langsung membuka pintu, dan membungkuk hormat sama Nazar.“Halo Tuan Nazar. Ada yang bisa eke bantu?” Tiba-tiba seorang laki-laki yang tingkahnya gemulai mendekati Nazar.“Tolong,
“Apa!” Pekik kakaknya Ahmad.“Iya, Mas. Kami benar-benar bingung. Kedua orang tuanya Dion mengatakan kalau mereka terkendala biaya,” ucap Ahmad Ayah Zahra sama kakak kandungnya. “Kenapa sudah dekat begini, baru mengatakan masalah biaya? Apa mereka tidak merencanakan dari awal?” Tanya Pakde Seno. “Entahlah, Aku benar-benar tidak mengerti,” jawab ayah Zahra.“Memangnya, waktu pertama pertama berunding bagaimana sih?” Tanya Bude Wati istrinya Pakde Seno.“Sudah kok Mbak, tapi tiba-tiba mereka kemarin datang, dan langsung bicara seperti itu,” jawab Hanum. Pakde Seno menghela nafasnya dalam-dalam, seandainya pernikahan keponakannya diundur. Sudah pasti mereka menanggung malu. Sebagai keluarga dari pihak perempuan, Pakde Seno menginginkan pernikahan keponakannya berjalan dengan lancar. “Terus si Zia bagaimana?” Tanya Bude Wati.“Ya gitu deh Mbak, malah sampai berdebat dengan kakaknya. Aku benar-benar pusing saat ini,” jawab Hanum dengan wajah muram. “Sabar, mungkin di balik ini semua.