"Untuk apa lagi kalau nggak menceraikanmu?" Mail masuk ke rumah dengan tergesa-gesa, lalu mengambil secarik kertas dan menuliskan surat cerai, lalu melemparkannya ke wajah Sandra."Sayang, bagaimanapun, kita ini pernah jadi suami istri!" Sandra memeluk kaki Mail dengan wajah yang berlinang air mata."Pergi sana!" Wulan menendangnya, lalu menggosok sepatunya di rerumputan, seolah-olah baru saja menginjak kotoran. Semua orang melemparkan tatapan sinis pada Sandra. Tidak ada satu pun yang merasa simpati padanya."Kami semua minum sup dari panci itu, nggak akan tertular wabah, 'kan?""Nggak, kok," jelas Maudy agar tidak memicu kekacauan. "Aku sengaja mencari panci yang mirip persis dengan panciku sebelumnya. Yang sebelumnya itu sudah kubakar."Semua orang baru merasa lega setelah mendengarnya."Maudy, berani-beraninya kamu menipuku!" Mengetahui dirinya tertipu, Sandra meraih mangkuk di samping dan hendak melemparkannya ke arah Maudy. Maudy langsung menghindar dan menendang Sandra hingga te
Lagi pula, tidak ada gunanya Maudy menyimpan obat-obatan itu. Hanya dengan membagikannya kepada pasien yang terjangkit wabah, obat-obatan itu baru akan bermanfaat. Selain itu, Maudy juga yakin Yabil tidak akan berani memanfaatkan kesempatan ini."Tabib Ajaib, seharusnya aku yang berterima kasih padamu, bukan sebaliknya. Aku mau berterima kasih karena telah menyelamatkanku dan atas sumbanganmu kepada rakyat Provinsi Troba," kata Yabil dengan ramah sambil mengangkat gelasnya.Dengan nada ringan, dia menambahkan, "Karena aku masih belum sembuh total, aku minum teh sebagai pengganti anggur untuk menghormatimu.""Tuan Yabil terlalu sungkan," jawab Maudy sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang. Dia menyukai sikap Yabil yang ramah. Berbicara dengannya selalu terasa nyaman dan santai. Saat taatapan mereka bertemu, kedua orang itu pun tertawa kecil."Sayang, makan ini." Tiba-tiba Ammar menyela dengan wajah cemburu dan menyodorkan makanan di antara mereka.Yabil buru-buru berkata, "Coba cicip
Selama waktu yang dihabiskan bersama Maudy belakangan ini, Ilham akhirnya merasa lega dan bisa menerima kenyataan. Dia bisa melihat dengan jelas bahwa Maudy dan Ammar memiliki hubungan yang sangat baik sebagai suami istri.Ilham bukanlah tipe orang yang ingin merebut istri orang lain. Saat ini, yang paling dia inginkan hanyalah mendoakan kebahagiaan mereka. Biarlah kenangan mereka sebagai teman masa kecil tersimpan selamanya di masa lalu.Bagaimanapun, hidup harus terus berjalan ke depan. Tentu saja, persahabatan mereka akan selalu setia."Maudy, kalau ada kesulitan yang bisa kubantu ke depannya, aku pasti akan berusaha membantu," kata Ilham sambil tersenyum."Baik," jawab Maudy dengan senyum tulus. Menyadari waktu sudah semakin siang, dia segera menambahkan, "Masih banyak urusan yang harus kamu tangani di Provinsi Troba. Kamu nggak usah mengantar kami lebih jauh lagi.""Baiklah," Ilham mengangguk setuju. Memang benar, masih banyak hal yang harus dia selesaikan di Provinsi Troba. Tanp
Saat Prabu mencapai gerbang kota, dia tiba-tiba menoleh dan memandang ke arah rombongan tahanan. Matanya tertuju pada Ammar yang berada di atas gerobak dan sekilas terlihat niat membunuh yang jelas di matanya.Prabu kemudian berkata kepada Ade, "Lihatlah, di antara para tahanan itu ada seseorang yang dulunya sangat terkenal, Pangeran Utara. Tapi sekarang dia nggak lebih dari pecundang yang melarikan diri."Ade hanya tersenyum dan menggelengkan kepala "Aku cuma rakyat jelata, belum pernah mendengar tentang Pangeran Utara. Maafkan aku.""Hahaha, jangan merendah, Tuan. Bantuanmu dalam penanganan bencana kali ini sangatlah berarti. Tanpa rencanamu, aku nggak akan bisa menyelesaikan masalah banjir dan mengurus para pengungsi dengan mudah," kata Prabu sambil tertawa.Berkat bantuan Ade, Prabu telah mendapatkan banyak dukungan dari rakyat. Namun, Ade tidak berkata apa-apa. Dia hanya menyunggingkan senyuman yang dingin. Ketika Prabu menoleh ke arahnya, Ade kembali menunjukkan sikap sopan dan r
"Butuh waktu dua bulan?" Semua orang ternganga mendengar hal itu. Sejak keluar dari ibu kota sampai sekarang, mereka baru berjalan sekitar dua sampai tiga bulan. Sementara itu, mengitari gunung ini membutuhkan waktu dua bulan. Bisa dibayangkan seberapa besarnya pegunungan ini.Gunung Hulam .... Mendengar kata ini, ditambah dengan penjelasan Ibnu, semua orang merasa gelisah. Namun, Maudy justru terlihat bersemangat. Mendengar nama gunung itu, dia merasa ada sesuatu yang tidak asing.Benar juga, bukankah Dafin akan berkenalan dengan istrinya di gunung ini? Kisah pertemuan mereka memang sangat mengharukan dan istri Dafin adalah seorang wanita luar biasa ... meskipun agak perkasa.Maudy menoleh ke arah Dafin yang lemah lembut, merasa agak lucu."Kak Maudy, apa yang kamu tertawakan?" tanya Dafin dengan kebingungan.Maudy menjawab sambil tersenyum, "Sebaiknya suruh Paman Bagas yang gendong kakakmu saja, kamu nggak usah gendong dia lagi. Kamu sedang dalam masa pertumbuhan, jangan sampai pungg
Maudy membungkuk, lalu mengusap permukaan tanah dengan jarinya dan mengerutkan alis. "Sepertinya ini gunung berapi," katanya."Apa itu gunung berapi?" tanya orang-orang dengan penasaran.Maudy menjelaskan, "Gunung berapi adalah gunung yang menyemburkan lava dan api dari bawah tanah. Api itu bisa menyembur hingga beberapa kilometer jauhnya, jadi pepohonan dan tanaman di sekitar sini terbakar habis.""Lihatlah, permukaan tanah ini penuh dengan belerang dan batu hitam yang merupakan mineral khas gunung berapi," tambahnya.Penjelasan Maudy penuh dengan istilah yang asing bagi sebagian besar orang sehingga membuat mereka kebingungan. Namun, Yabil tampak sedang memikirkan sesuatu saat mendengarkan penjelasan Maudy."Tempat ini sangat berbahaya, kita harus segera melewati Gunung Hulam ini," ujar salah satu dari mereka dengan ketakutan.Maudy belum sempat menyebutkan bahwa selain gunung berapi, kemungkinan besar ada juga binatang buas di sini. Namun melihat orang-orang mulai cemas, dia memilih
"Mau." Maudy mengangguk dengan antusias. Dia bahkan sudah memikirkan mau bagaimana memanggang seekor serigala utuh."Tunggu." Ammar menarik busurnya dan membidik serigala liar dalam kegelapan."Segelap ini kamu bisa memanahnya?" Baru saja ucapan itu dilontarkan, panah Ammar telah meluncur dari busurnya.Syut! Syut! Syut! Terdengar suara tiga anak panah yang menancap di daging. Maudy bergegas memeriksanya, kemudian menyeret tiga ekor serigala dengan kegirangan."Sayang, kamu hebat sekali! Bukan cuma berhasil memanah tiga ekor serigala, tapi juga menakuti kawanan serigala lainnya."Maudy sengaja memeriksa hasil tembakan Ammar dan dia melihat bahwa anak panahnya berhasil mengenai kepala serigala pemimpi. Hal ini langsung membuat kawanan serigala lainnya melarikan diri. Mendengar pujian dari Maudy, Ammar merasa senang meski wajahnya tetap terlihat tenang."Bukannya kamu mau makan daging serigala? Bawa kemari, biar aku yang mengurusnya," kata Ammar."Oke," jawab Maudy sambil menyisakan seek
"Tuan, aku juga ingin makan," ucap Galeo sambil menatap daging serigala. Air liurnya hampir menetes. "Gimana kalau kita minta sedikit dari Tabib Ajaib? Dia pasti mau kasih.""Nggak boleh!" Yabil mengerlingkan matanya dengan kesal. Serigala itu ditangkap oleh Ammar. Yabil tidak akan memintanya.Galeo menggigit makanan keringnya, lalu berbalik dan kebetulan melihat Ammar menyuapi Maudy daging. Dia bertanya dengan bingung, "Tuan, kamu yakin hubungan Tabib Ajaib dengan suaminya nggak baik? Mereka terlihat serasi dan mesra kok."Entah apa yang merasuki majikannya, Yabil jatuh cinta terhadap Maudy pada pandangan pertama. Maudy memang hebat, tetapi dia sudah punya suami."Tutup mulutmu," tegur Yabil sambil melirik Galeo. Kemudian, ketika menatap Maudy dan Ammar yang tampak mesra, hatinya sungguh sakit.Untungnya, Yabil teringat pada tujuannya memasuki Gunung Hulam. Dia memperingatkan dirinya untuk fokus pada misinya sendiri. Dia harus mencari harta karun untuk membangkitkan Keluarga Dasala!S