Maudy berlari dengan sangat cepat, sedangkan para bandit terus mengejar, bahkan menembak mereka dengan panah.Nahasnya, hutan ini gundul. Tidak ada pohon yang bisa menutupi mereka, membuat mereka seperti kelinci lemah yang diburu.Namun, Maudy bukan kelinci biasa. Dia adalah kelinci ajaib yang ganas. Panah para bandit itu gagal menembaknya karena dia menghindar dengan gesit."Sialan! Wanita ini punya mata di belakang ya? Gimana bisa dia menghindar semudah itu?" Bandit yang memimpin, Jaza, gusar hingga menarik-narik rambut sendiri. Selain itu, bukankah Maudy sangat kuat? Meskipun menggendong Ammar, larinya justru lebih cepat daripada mereka.Para bandit telah mengejar sekitar beberapa kilometer, tetapi mereka masih gagal menghentikan Maudy. Jaza akhirnya menggunakan teknik meringankan tubuh. Dia melompat jauh, lalu sontak menebas dengan golok."Awas!" Ammar membelalakkan matanya dengan terkejut.Maudy pun menoleh, lalu tersenyum nakal. "Kamu berani menyerangku dari belakang ya? Rasakan
Maudy memercayai Ammar. Namun, apa Ammar bisa menggunakannya?Setelah memegang senapan, Ammar meniru Maudy menarik pelatuk. Ammar awalnya terlihat kaku, tetapi setelah 2 tembakan, dia menguasai cara kerja senapan dengan baik.Bahkan, akurasinya jauh lebih tinggi daripada Maudy. Tidak ada tembakannya yang meleset. Bandit awalnya mengejar, tetapi sekarang mereka sibuk kabur.Situasi pun berbalik. Sebelumnya adalah para bandit yang mengejar, tetapi sekarang menjadi mereka yang melarikan diri. Adapun Ammar dan Maudy, keduanya berjalan santai sambil menembak.Saat ini, Maudy menyadari keanehan. Sepertinya ada yang janggal dengan para bandit itu. Mereka tiba-tiba terjatuh dengan lemas."Jangan dibunuh semuanya. Kita harus interogasi mereka," instruksi Maudy.Ketika hanya tersisa beberapa bandit, Ammar mengembalikan senapan kepada Maudy. Sesudah itu, dia berkelebat dan menendang salah satunya hingga terjatuh, lalu menahannya di tanah. "Katakan, siapa yang mengutus kalian kemari!"Bandit itu t
Bandit itu menghantamkan kepalanya ke tanah. Dia tampak sangat kesakitan dan ingin mati. Dia akhirnya menyadari betapa menakutkannya wanita ini. Entah dari mana asal-usul obat yang begitu mengerikan ini."Kumohon ... tolong bunuh aku! Jangan menyiksaku lagi!" pinta bandit itu. Serangan suara memang bisa menghancurkan tekad seseorang. Kini, bandit itu tidak bisa memikirkan hal lain lagi. Dia hanya ingin mati agar terlepas dari penderitaan ini.Ketika melihat bandit itu sudah cukup tersiksa, Maudy bertanya, "Kamu sudah bisa beri tahu kami semuanya, 'kan? Siapa yang mengutus kalian?""Pangeran Selatan! Tuan Ade memberi usul kepada Pangeran Selatan! Mereka yang mengutus kami membunuh Ammar!" jelas bandit itu.Sebenarnya Maudy sudah menebaknya sejak tadi. Bagaimanapun, mereka baru bertemu di Provinsi Troba, lalu tiba-tiba diserang seperti ini. Hanya saja, dia tidak menyangka Ade yang mengusulkan semua ini.Meskipun menurut novel Ade adalah penasihat Pangeran Selatan, menurut karakternya, Ad
Maudy mencebik dan mendengus, lalu melepaskan tangannya. "Entah wanita mana yang gigit bahumu."Ketika melihat Ammar malu-malu pada malam pertama, Maudy mengira itu pertama kalinya Ammar berhubungan intim. Ternyata dia sudah ditipu!Maudy merasa kesal sekaligus cemburu. Ammar menoleh dan menunduk untuk melihat bahunya. Ketika melihat bekas gigitan itu, dia buru-buru menjelaskan, "Kamu sudah salah paham. Ini bukan digigit wanita.""Kamu mau bilang kamu digigit nyamuk?" timpal Maudy.Ammar merasa lucu. Maudy benar-benar menggemaskan. "Tentu saja bukan. Ini digigit ayahku. Aku lahir di selatan, lalu pergi ke ibu kota bersama ibuku. Ayahku meninggalkan bekas gigitan ini supaya aku nggak hilang. Kamu lihat saja sendiri. Bekas lukanya sudah lama sekali, 'kan?"Maudy mengamati dengan saksama dan mendapati yang dikatakan Ammar memang benar. Dari ukurannya, sepertinya memang bukan gigi wanita."Ya sudah, aku percaya padamu," ujar Maudy."Begitu baru benar." Ammar menghela napas lega. Dia sunggu
Maudy dan Ammar bertatapan. Ekspresi mereka tampak panik."Itu suara Dafin! Dia dalam masalah!""Cepat, kita ke sana!"Keduanya menuju ke arah sumber suara dengan tergesa-gesa. Meskipun telah membuat persiapan mental, mereka tetap terkejut dengan pemandangan di depan.Dafin dililit oleh ular piton merah raksasa di dahan pohon. Yang terlihat hanya kepala dan wajahnya yang panik. Dia bisa mati kapan saja.Yang paling mengejutkan adalah ada seorang wanita berpakaian merah berdiri di depan mereka, menginstruksi ular piton itu dengan bersemangat, "Bagus, Merah. Beri dia pelajaran. Siapa suruh dia mencuri telur ularku! Dasar nggak tahu malu!"Mencuri telur ular? Dafin memang masih muda, tetapi tidak mungkin mencuri. Dia dididik dengan sangat baik. Apa yang sebenarnya terjadi?Maudy dan Ammar sedang bersembunyi di balik batu untuk mengamati. Maudy menemukan 2 butir telur ular di samping kaki wanita itu. Salah satunya pecah dan mengeluarkan cairan berwarna putih. Dafin benar-benar mencuri telu
Ammar pun bersembunyi dengan patuh karena dilarang istrinya untuk maju. Dalam hatinya, dia mendoakan keselamatan adiknya.Di sisi lain, Dafin yang bersikap keras kepala telah ditampar 2 kali oleh Berma. "Kamu menghancurkan telur ularku, tapi masih menolak untuk bersujud?"Dafin menyahut, "Aku bisa minta maaf, tapi aku nggak bakal bersujud ataupun mati!""Ka ... kamu ini! Kamu benar-benar nggak masuk akal! Pantas saja, kakekku bilang semua pria di Gunung Hulam biadab!" bentak Berma."Kamu yang nggak masuk akal! Pantas saja, orang-orang bilang wanita sulit diatur!" timpal Dafin."Kalau kamu menolak bersujud lagi, aku akan menyuruh Merah membuangmu ke jurang!" ancam Berma."Silakan! Kalau kakak-kakakku menemukan jenazahku nanti, mereka pasti akan membalas dendam!" balas Dafin.Keduanya terus berdebat. Maudy menonton dengan seru. Tiba-tiba, dia merasakan ada sesuatu yang bergerak di tanah.Maudy termangu sesaat. Sebuah firasat buruk tiba-tiba muncul. "Apa kamu merasakan sesuatu tadi? Seper
"Ibu, awas!" seru Amar dengan tatapan dipenuhi kecemasan.Detik berikutnya, Maudy berkelebat dan menarik Laksmi. Bam! Batu besar itu mendarat dan memunculkan lubang besar di tanah.Laksmi menoleh dan melihat lubang besar itu. Dia sontak ketakutan hingga terduduk lemas di tanah. Setelah lebih tenang, Laksmi meraih tangan Maudy dan Ammar sambil bertanya, "Kalian sudah kembali? Kalian baik-baik saja?""Kamu baik-baik saja. Di mana Nirina?" tanya Maudy sambil menyerahkan caping kepada Laksmi. Kemudian, dia mengamati ke sekeliling dan menemukan Nirina di tumpukan batu kerikil. Untungnya, Nirina hanya terjatuh dan kakinya tergores sedikit.Maudy segera menghampiri untuk memapah Nirina. Nirina langsung melemparkan diri ke pelukan Maudy dan menangis tersedu-sedu. "Kak, akhirnya kalian kembali! Aku kira kita nggak bakal ketemu lagi! Huhuhu ....""Jangan nangis lagi. Ini bukan saatnya mengobrol dan menangis. Gunung berapi meletus. Kita harus segera cari tempat sembunyi," hibur Maudy. Kemudian, d
Di belakang, letusan gunung berapi makin kuat. Maudy langsung membawa sekelompok orang masuk tanpa ragu sedikit pun.Setelah masuk, mereka baru mendapati gua yang terlihat kecil ini ternyata sangat luas dan dalam. Ujungnya sampai tidak terlihat. Selain itu, masih terdapat sungai di sini.Maudy awalnya masih memikirkan cara untuk membersihkan abu vulkanik dari tubuh mereka. Sekarang, dia tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Dengan sumber air ini, mereka tidak akan kelaparan ataupun kehausan di sini."Ibu, Nirina, cepat bersihkan abu vulkanik di tubuh kalian dulu. Cuci wajah kalian juga," ujar Maudy.Penglihatan Nirina memang menjadi agak kabur dan matanya terasa perih karena abu vulkanik. Dia segera mencuci wajahnya dengan air. Orang lainnya juga menuju ke sungai untuk membersihkan diri.Saat ini, Petra menghampiri Maudy dan Ammar. "Kalian nggak terluka, 'kan?"Maudy tahu Petra mencemaskan mereka. Dia menggeleng. "Kami baik-baik saja. Terima kasih sudah menunggu kami.""Sudah seharusny