Share

Bab 5

Pintu kamar sekali lagi terbuka. Jessica berjalan masuk dan menggoyangkan kunci pintu yang tergantung di jari telunjuknya.

Dia berkata dengan nada bicara yang menghina, "Jika seorang pria bahkan bisa pergi pada saat seperti ini, menurutmu, apakah dia menyukaimu?"

Winnie meliriknya sekilas. Dia turun dari ranjang dan merapikan roknya yang berantakan, lalu memakai sepatunya yang terjatuh di lantai.

Dia berjalan ke hadapan Jessica dan berkata, "Anjingnya Chelsea benar-benar sangat bersemangat, ya. Sepertinya dia menambahkan sedikit daging di tulangmu, ya."

Jessica memelototinya dengan penuh amarah sambil berseru, "Siapa yang kamu bilang anjing?!"

Melihat Jessica marah-marah seperti ini, Winnie tertawa menghina dan berkata, "Siapa pun yang merasa!"

Jessica mengangkat tangannya untuk menampar Winnie, tetapi Winnie meraih pergelangan tangannya dan menepis tangannya dengan sangat kuat.

Jessica terhuyung-huyung ke belakang dan hampir terjatuh di lantai.

"Jessica, aku memang menoleransi perbuatan Julian, tapi nggak berarti aku akan membiarkanmu melakukan apa pun yang kamu mau!" seru Winnie.

Jessica mendengus dan berkata, "Kamu hanya pura-pura lemah di depan kakakku, 'kan? Awas saja! Aku akan beri tahu kakakku! Dasar wanita licik! Kamu menjebak kakakku, lalu memanfaatkan Nenek agar kamu bisa jadi istri kakakku. Kalau nggak, kakakku pasti sudah menikah dengan Kak Chelsea!"

"Kamu hanya wanita penghibur yang bertugas untuk melayani tamu, kamu hanyalah orang yang menjual diri! Kamu kira kamu sangat suci, ya? Kalau kakakku benar-benar mencintaimu, apakah dia rela menunjukkanmu di depan umum?"

Winnie malas meladeni wanita bodoh ini, dia pun berjalan melewati Jessica dan langsung pergi.

Hanya saja, Jessica masih terus mengumpat dari belakang. "Winnie, dasar wanita jalang! Kamu hanya sok suci ...."

Di lantai bawah, Jemma bertanya dengan panik, "Winnie, kenapa Julian pergi begitu saja?"

Winnie tidak ingin membuat Jemma khawatir, jadi dia memaksakan seulas senyuman di wajahnya dan berkata, "Ada masalah mendesak di perusahaan, jadi dia pergi mengurusnya terlebih dahulu."

Jemma mengasihani Winnie, jadi dia bertanya, "Beri tahu Nenek, apakah dia pergi menemui Chelsea lagi?"

"Bukan, Nenek. Tenang saja. Dia benar-benar pergi ke perusahaan," jawab Winnie.

Jemma menggenggam tangan Winnie sambil berkata, "Aku nggak percaya. Winnie, kondisinya sekarang ...."

Winnie juga menggenggam tangannya Jemma dan berkata, "Nenek, Julian bukan orang yang nggak tahu diri. Biar aku papah Nenek ke kamar, ya."

"Khasiat obat itu sangat kuat, aku takut ...."

Winnie memberi isyarat agar Jemma tidak khawatir.

Setelah dia membujuk Jemma untuk tidur, dia baru meninggalkan kamar ini dan menutup pintu kamar dengan pelan.

Begitu dia menoleh, dia melihat Selly yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh simpati. "Nyonya Winnie."

Winnie tidak ingin membahas kejadian tadi, jadi dia memulai topik pembicaraan lain. "Kaki Nenek harus sering dipijat, supaya titik akupunkturnya terbuka, agar kakinya siap untuk dioperasi."

Sepuluh tahun yang lalu, Jemma mengalami kecelakaan mobil, yang menyebabkan kelumpuhan di tubuh bagian bawahnya.

Bahkan dengan tim medis yang secara khusus membantu pemulihannya, hal ini tidak berguna, kedua kakinya malah mengalami atrofi parah.

Di pertemuan tahunan Keluarga Lowie tiga tahun yang lalu, saat Winnie memijat kakinya Jemma, Jemma merasakan aliran panas yang melewati kakinya.

Sejak saat itu, dia sangat memercayai dan menyukai Winnie.

Selly mengangguk dan berkata, "Baik, Nyonya."

"Aku pulang ke Luna Bay dulu, ya. Kalau ada apa-apa, hubungi aku," kata Winnie.

Selly menganggukkan kepalanya.

Sepulangnya ke rumah, Winnie langsung mandi. Kemudian, dia mengeringkan rambutnya dan pergi ke studio.

Pada pukul dua dini hari, ponselnya berdering, menandakan adanya pesan masuk. Hal ini membuat alisnya berkedut.

Kuas di tangannya bergetar, sehingga tahi lalat di sudut mata pria itu miring.

Pada saat ini, nomor telepon yang familier itu lagi-lagi mengirimkan dua foto padanya melalui WhatsApp.

Foto ini adalah foto seorang pria yang sedang berbaring di atas ranjang dengan wajahnya yang merah, tulang selangkanya samar-samar terlihat di balik kerah bajunya.

Foto lainnya adalah foto kalung berlian Golconda di leher seorang wanita. Di leher yang putih ini, terlihat juga jejak merah yang sangat mencolok.

Winnie memegang kuas di tangannya erat-erat.

Sesaat kemudian, dia menghubungi nomor teleponnya Julian dan panggilannya langsung diterima.

Dari ujung telepon lainnya, terdengar suara napas wanita yang agak kasar. "Dia sangat kasar di atas ranjang, aku sampai kesakitan! Kak Julian hebat sekali, ya! Dia bahkan bilang kalau aku hamil, dia akan tinggal di sini denganku!"

Winnie langsung mengakhiri panggilan ini sambil mengerutkan bibirnya.

Dia menarik napas dalam-dalam, lalu meletakkan ponselnya di atas rak dan melanjutkan lukisannya.

Hanya saja, dia sesekali melamun di hadapan lukisannya.

Menjelang pukul enam pagi, dia meninggalkan studionya dan pergi tidur di kamar.

Setelah entah berapa lama, dia merasa seakan-akan tubuhnya ditindih oleh batu besar, membuat napasnya terasa sesak.

Dia mengernyit sambil berusaha untuk mendorong beban di atas tubuhnya, tetapi dia tiba-tiba mendengar suara seorang pria.

"Jangan gerak, biar aku cium dulu sebentar," kata pria itu.

Winnie seketika membuka matanya dan melihat wajah pria yang familier itu. Dia tercengang sesaat, lalu langsung mendorong pria itu.

Julian langsung terlempar ke sisi wanita itu. Dia tidak menyangka bahwa Winnie akan bereaksi seperti ini, jadi dia bertanya dengan kesal, "Kamu ngapain?!"

Melihat kumis pria itu mulai muncul dan bekas merah di leher dan tulang selangka pria itu, Winnie menggertakkan giginya.

Dia melompat turun dari ranjang, tetapi karena kekuatannya terlalu besar, pergelangan kakinya terasa sakit.

Dia mengernyit sambil berkata, "Julian, kalau Chelsea tahu kamu mau tidur denganku setelah kamu tidur dengannya, apa yang akan dia katakan?"

"Omong kosong apa itu?!" seru Julian sambil mengernyit.

"Pak Julian mungkin nggak pilih-pilih, tapi aku sangat pemilih!" seru Winnie dengan ekspresi dingin. Kemudian, dia langsung berbalik dan meninggalkan kamar ini.

Julian merasa agak heran karena selama tiga tahun terakhir, ini pertama kalinya Winnie menunjukkan ketidaksenangannya.

Dia pun turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi dengan kesal. Saat dia melihat bekas merah di lehernya, dia mendecakkan lidahnya. "Kenapa aku bisa alergi separah ini?"

Semalam, dia hendak pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi Chelsea. Tak disangka, efek obat itu bekerja terlalu cepat, sehingga dia tidak bisa pergi ke rumah sakit dalam kondisi seperti itu. Namun, dia tidak ingin terlibat dalam skandal apa pun, jadi dia menghubungi Charles dan meminta Charles untuk membawakan obat penawar ke hotelnya.

Entah dari mana Chelsea mendengar kabar ini, dia malah langsung pergi menemani Julian di hotel itu.

Saat efek obat itu sudah menghilang, sudah lewat tengah malam.

Julian menyadari bahwa ada beberapa rumor yang tersebar, jadi dia langsung membiarkan Charles menangani hal tersebut.

Kemudian, dia meminta Charles untuk membuka kamar sebelah untuk Chelsea.

Saat dia bangun tidur, dia menyadari bahwa lehernya dipenuhi akan bekas merah. Saat dia menanyakan hal ini pada Charles, Charles menjelaskan bahwa itu mungkin reaksi alergi terhadap obatnya.

Setelah mandi, dia mengenakan pakaian kasual dan pergi ke dapur, tetapi dia malah melihat Siti yang sedang memasak.

Jika Winnie berada di rumah, dialah yang selalu memasak untuk Julian. Oleh karena itu, Julian pun bertanya, "Nyonya di mana?"

Siti menjawab dengan takut-takut, "Nyonya pergi dengan mobilnya."

Pergi?

Winnie pergi dari rumah ini?

Julian memicingkan matanya, dia merasa bahwa dia sudah terlalu menoleransi perbuatan Winnie.

Awalnya, Winnie melukai Chelsea, lalu dia bersekongkol dengan neneknya Julian untuk menaruh obat di makanan Julian. Sebelum Julian bisa menginterogasi Winnie, wanita ini malah sudah marah-marah padanya.

Julian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Winnie, tetapi Winnie tidak menerima panggilannya.

Dia pun mengirimkan pesan suara pada Winnie.

Pada saat ini, Winnie menginjak rem mobil dan berhenti di persimpangan jalan.

Dia memegang setir mobil erat-erat sambil berlinang air mata.

Dia menekan pesan suara itu dan mendengar suara pria yang dingin itu.

"Kalau kamu nggak pulang dalam waktu sepuluh menit, kita langsung cerai."

Winnie menatap lurus ke depan. Tanpa disadari, matanya berkabut, lalu akhirnya air matanya terjatuh ke gaun tidurnya yang berwarna putih.

Pada saat ini, terdengar suara klakson mobil dari belakang.

Dia mengusap wajahnya dan melihat sekilas ke kaca spion. Sudah ada banyak mobil yang menunggu di belakang mobilnya, sedangkan lampu merah di depan sudah berubah menjadi lampu hijau.

Dia membuang napas, lalu membalikkan arah mobilnya untuk pulang ke rumah.

Dalam waktu sepuluh menit, dia tiba di Luna Bay.

Saat dia berjalan masuk ke dalam vila, dia melihat Julian yang sedang duduk di sofa dengan kaki tersilang.

Tanpa melihatnya sama sekali, Julian langsung berdiri dan naik ke lantai atas.

Winnie mengetahui apa yang diinginkan pria itu. Dia pun mengepalkan tangannya dan mengikuti pria itu.

Di dalam kamar, Julian duduk di sofa di samping jendela dengan kakinya yang agak terbuka. Dia mengambil kotak rokok yang berada di atas meja bundar yang terbuat dari kayu mahal, mengeluarkan sebatang rokok, meletakkan rokok itu di mulutnya dan menyalakan rokok tersebut.

Cahaya api dari rokok itu menyinari matanya yang mendalam. Dia mengisap rokok itu dalam-dalam, hingga pipinya menjadi cekung, membuatnya terlihat sangat menggoda.

Kemudian, dia mengembuskan asap rokok yang mengepul dan menatap Winnie dengan tatapan dingin. Sambil memegang rokok di ujung jarinya, dia berkata, "Sini, lepaskan baju tidurmu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status