Share

Bab 3

Saat Julian melihat wajah Chelsea yang tergores dan berdarah, dia menoleh dan menatap Winnie yang terjatuh di lantai dengan tatapan dingin.

Dia langsung menuduh Winnie. "Winnie, tahukah kamu apa yang sedang kamu lakukan?"

Winnie bertopang di lantai sambil berdiri secara perlahan. Kemudian, dia mengangkat kepalanya dan berkata, "Aku sama sekali nggak menyentuh dirinya."

Julian langsung menarik Winnie, membuat Winnie mengernyit karena rasa sakit di pergelangan kakinya.

"Memangnya dia melukai dirinya sendiri?" kata Julian.

Winnie melirik sekilas ke tangan yang mencengkeram pergelangan tangannya. Kekuatan pria ini sudah membuktikan betapa marahnya pria ini pada saat ini.

Sambil melihat tatapan Julian yang dingin, seulas senyuman sinis tersungging di bibirnya Winnie. "Bukankah kamu sudah memecahkan kasus ini? Julian, akhirnya kamu nggak buta lagi, ya."

Julian mengerutkan bibirnya dan berkata, "Winnie, semalam, aku sudah mengingatkanmu, jangan macam-macam lagi. Hari ini, kamu lagi-lagi melakukan kesalahan."

Winnie melirik sekilas ke Chelsea yang berlinang air mata dan berkata, "Lapor polisi saja. Kalau itu perbuatanku, pasti ada sidik jariku di jarum itu. Setelah kasus ini diselidiki, kita akan tahu siapa yang sedang berbohong."

Chelsea seketika menciut. Dia menarik lengan bajunya Julian sambil berkata, "Kak Julian, dia istrimu. Aku juga nggak ingin bersikap begitu nggak berperasaan. Biarkan saja dia pergi! Aku nggak ingin melihat dia lagi!"

Dengan tatapan penuh penghinaan, Winnie berkata, "Kamu bukan nggak ingin bersikap nggak berperasaan, tapi kamu takut ketahuan."

Julian memicingkan matanya dan berseru, "Keluar!"

Winnie pun berbalik dan berjalan ke arah pintu.

Meskipun pergelangan kakinya makin sakit, dia tetap berjalan dengan baik.

Baru saja dia membuka pintu ruangan, dia mendengar suara pria itu dari belakang.

"Kamu masih belum minta maaf atas kejadian kemarin," kata pria itu.

Winnie menegakkan badannya, pegangannya di gagang pintu pun makin erat.

Saat dia hendak pergi begitu saja, pria itu berseru lagi, "Sudah kubilang, kalau kamu nggak minta maaf, kita cerai!"

Winnie menoleh dan menatap pria itu sambil berkata, "Julian, bisakah kamu memercayaiku sekali saja?"

Julian tidak menjawab pertanyaan ini, jawabannya sudah sangat jelas.

Winnie menatap lekat-lekat pada wajah pria yang membuatnya melepaskan semua harga dirinya itu, lalu mengalihkan tatapannya dan berkata, "Chelsea, maaf, ya."

Kemudian, dia meninggalkan ruangan itu. Dia menundukkan kepalanya sambil menyeret kakinya yang agak pincang dengan sekuat tenaganya di sepanjang koridor.

Di dalam ruangan.

Julian menekan bel pemanggil perawat. Dokter dan perawat pun bergegas datang dan mengobati luka di wajahnya Chelsea.

Untung saja, jarum itu sangat tipis, jadi lukanya kecil dan pendarahannya berhenti dengan cepat.

Dokter itu berkata pada Julian dengan sopan, "Luka di wajah Nona Chelsea nggak dalam, jadi seharusnya nggak akan meninggalkan bekas."

Julian mengangguk, lalu para petugas medis itu pun meninggalkan ruangan.

Dia melihat mata Chelsea yang merah, lalu mengambil jarum di samping ranjang dan mengamati luka di wajahnya Chelsea. Ucapan Winnie terulang lagi dalam benaknya.

"Julian, bisakah kamu memercayaiku sekali saja?"

Dia pun berkata, "Winnie selalu keras kepala. Jarum ini seharusnya diperiksa, supaya dia nggak bisa berdalih lagi."

Chelsea tercengang sejenak, lalu berkata dengan sedih, "Kak Julian, kamu mencurigai ucapanku, ya? Aku bisa bersumpah, demi hidupku, kalau aku berbohong, aku akan langsung meninggal ditabrak mobil begitu aku keluar! Kondisi ginjalku juga nggak baik. Kata dokter, cepat atau lambat, ginjalku tetap harus diganti. Kalau aku nggak menemukan ginjal yang cocok untukku, aku hanya bisa menunggu kematian! Kalau kamu nggak percaya padaku, lebih baik aku mati saja!"

Julian memegang bahu Chelsea dan berkata, "Aku bukan nggak percaya padamu. Tenang saja, aku akan menemukan ginjal untukmu."

Chelsea menggenggam tangan pria ini sambil berkata, "Kak Julian, selain kamu, aku nggak punya apa-apa lagi."

Julian melihat cincin polos di jari manisnya dan menarik kembali tangannya sambil berkata, "Berbaringlah dengan baik. Aku harus pergi meninjau beberapa dokumen. Kalau ada apa-apa, panggil aku, ya."

"Bisakah kamu menemaniku?" tanya Chelsea.

"Biar kubawa dokumenku ke sini," jawab Julian sambil mengangguk.

Pada saat ini, sepulangnya ke rumah, Winnie pergi ke studio. Dia melepaskan penutup kanvasnya dan melihat wajah pria di lukisan itu.

Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh tahi lalat di sudut mata pria itu.

Sambil berlinang air mata, dia berkata, "Jacob, dia tetap bukan kamu. Bisakah kamu pulang? Aku sangat merindukanmu ...."

...

Selama lima hari berturut-turut, Winnie sama sekali tidak melihat Julian.

Dia hanya mengetahui berita tentang pria ini melalui internet.

Karena berita itu bukan skandal tentang hubungan pria dan wanita, Departemen Humas tidak menanganinya.

Keluarga Lowie adalah keluarga kaya yang paling terkenal di Kota Juvana. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas Perusahaan Lowie, Julian bukan hanya sering muncul di berita keuangan, tetapi lebih sering masuk berita di industri hiburan.

Julian bukan hanya memiliki banyak uang, tetapi juga memiliki penampilan yang bisa menandingi para bintang pria papan atas dalam negeri. Oleh karena itu, dia pernah menjadi topik yang hangat dibicarakan di dunia hiburan.

Kabarnya, semalam, Julian memenangkan satu set perhiasan batu zamrud dan kalung berlian Golconda di sebuah acara lelang.

Hari ulang tahun Jemma, neneknya Julian, akan segera tiba, jadi perhiasan batu zamrud itu tentu saja dibelikan untuknya.

Adapun pendapat semua orang tentang kalung berlian itu berbeda-beda.

Pernikahan Winnie dengan Julian sudah hampir berlangsung selama tiga tahun. Meskipun Julian membenci cara Winnie menjadi istrinya, dia sama sekali tidak pernah memperlakukan Winnie dengan buruk dalam hal materi.

Akhir-akhir ini, pakaian, tas dan perhiasan baru dari berbagai merek terkenal akan langsung dikirimkan ke Luna Bay, tempat tinggalnya.

Hanya saja, tidak ada satu pun dari barang-barang ini yang dipilih secara pribadi oleh Julian.

Oleh karena itu, Winnie tahu bahwa kalung ini bukan untuknya.

Namun, Winnie sama sekali tidak memedulikan hal-hal ini.

Baru saja dia ingin melewati berita ini, dia menerima panggilan dari Jemma.

"Nenek."

"Winnie, sudah sembilan hari kamu nggak datang mengunjungi Nenek. Pekerjaan di perusahaan sangat sibuk, ya?" tanya Jemma.

"Bukan, Nenek. Pergelangan kakiku terkilir, jadi aku harus istirahat di rumah. Maaf, Nek," jawab Winnie.

"Astaga, lukanya parah, nggak?" tanya Jemma lagi.

"Sudah jauh baikan, kok," jawab Winnie.

"Kenapa Julian nggak bilang apa-apa saat dia pulang dua hari yang lalu?" Jemma mengernyit dan berkata, "Jangan-jangan bocah itu sama sekali nggak pulang untuk melihatmu? Jangan-jangan dia main-main lagi dengan aktris muda itu? Winnie, aku akan menyuruh sopir untuk menjemputmu pulang ke rumah lama! Julian si bajingan itu benar-benar keterlaluan! Nanti malam, aku akan mendidiknya dengan baik!"

Baru saja Winnie ingin menolak, panggilan ini sudah dimatikan.

Dia melihat sekilas ke arah jam, sekarang sudah jam lima sore.

Jemma adalah orang yang sangat tepat janji, jadi sopirnya akan tiba pada pukul 5.40.

Winnie pun mandi, lalu berdandan agar dia tidak terlihat terlalu pucat.

Di Keluarga Lowie, hanya Jemma-lah orang yang memperlakukannya dengan tulus. Oleh karena itu, dia tidak boleh membuat Jemma khawatir.

Sopir itu tiba tepat pada waktunya dan membawa Winnie ke rumah lama Keluarga Lowie.

Jemma yang duduk di kursi roda sedang menunggunya di depan pintu. Setelah turun dari mobil, Winnie langsung berjalan cepat menghampiri Jemma.

"Nak, kenapa kamu buru-buru? Pelan-pelan saja!" seru Jemma.

Winnie berjalan ke hadapan Jemma dan berkata dengan pelan, "Nenek, tenang saja, aku sudah hampir pulih."

"Cedera tulang memerlukan waktu lama untuk pulih, nggak akan pulih secepat itu. Ayo kita bicara di dalam," kata Jemma.

"Baiklah." Winnie pun mendorong Jemma ke dalam vila.

"Aku sudah menelepon Julian. Sebentar lagi, dia akan tiba," kata Jemma sambil menggenggam tangannya Winnie. "Katakanlah pada Nenek. Akhir-akhir ini, apakah Julian selalu bersama wanita licik itu?"

Pada saat ini, terdengar suara rendah seorang pria dari arah pintu. "Pantas saja telingaku gatal, ternyata Nenek lagi-lagi membicarakanku, ya."

Julian melangkah masuk dan menatap sekilas ke arah Winnie. Kemudian, dia meletakkan jas luarnya di sandaran sofa, kemejanya yang mahal terkancing dengan rapi.

Dia duduk dengan santai di sofa dan mengangkat alisnya sambil bertanya, "Winnie, kamu lagi-lagi mengadu pada Nenek, ya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status