Selama 2 tahun pernikahan dengan Romeo Albantara, Suri harus menahan kepedihan karena dianggap sebagai istri cacat yang mandul oleh keluarga suaminya. Namun, ia terus bertahan dalam pernikahan--berharap Romeo mencintainya. Hanya saja, foto mesra sang suami dengan cinta pertamanya membuat Suri sadar akan kebodohannya. Ia memilih menyerah dan meminta cerai untuk kembali menjadi dirinya yang asli: seorang arsitek dan pelukis terkenal! Tapi anehnya, mengapa Romeo justru tak mau melepasnya? IG : inspirasi.riscaame
View MoreSeperti singa yang terluka, Jevandro menuju pintu ruang operasi yang tertutup rapat. Lampu merah masih menyala, pertanda bahwa prosedur sedang berlangsung. Namun, ia tidak peduli sama sekali.Dengan mata memerah dan napas terengah-engah, lelaki itu mengangkat tangan dan menggedor pintu dengan keras."Buka pintunya! Jangan sentuh, Liora!"Jevandro tidak ingin menerima kenyataan ini. Tidak sekarang, maupun selamanya. Amarah bercampur kesedihan membuat Jevandro lepas kendali. Ia mengangkat kakinya, mencoba menendang pintu operasi sekuat tenaga. Buru-buru, Rakyan menariknya ke belakang, menahannya supaya sang kakak tidak berbuat semakin nekat.“Sabar, Kak. Jangan seperti ini.”Namun, Jevandro tetap meronta-ronta. “Tidak boleh ada yang mengambil Liora dariku! Liora masih ….”Kalimatnya terputus oleh isakan. Tiba-tiba, Jevandro terhuyung dan jatuh berlutut di depan pintu ruang operasi, dadanya naik turun, bahunya berguncang hebat. Melihat kondisi Jevandro, Kenzo bergegas mendekat. Ia men
Jevandro menoleh dengan gerakan lambat, tatapan matanya masih kosong. Suaranya bergetar ketika akhirnya satu kata terlontar dari bibirnya, begitu lirih tetapi penuh luka. "Liora.…”Hanya nama itu yang mampu ia ucapkan. Satu nama yang selama ini mengisi hatinya. Satu nama yang selalu ia bayangkan akan menghabiskan sisa hidup bersamanya. Rakyan tertegun. Ia menunduk, mengambil ponsel Jevandro yang masih tergeletak di meja. Layar ponsel itu telah gelap, panggilan sudah terputus. Tanpa banyak berpikir, Rakyan mencari nomor terakhir yang baru saja menghubungi Jevandro, kemudian menghubungi nomor tersebut dengan ponselnya sendiri. Nada sambung terdengar beberapa kali, sebelum suara serak dan penuh kesedihan menyapa dari seberang. "Halo, siapa ini?”"Om Kenzo, saya Rakyan. Apa yang sebenarnya terjadi?" sapa Rakyan sedikit bergetar. Perasaannya dipenuhi oleh firasat buruk.Terdengar helaan napas berat di seberang sana. Ada jeda panjang, seolah kata-kata itu begitu sulit untuk diucapka
"Terima kasih, Bu Marisa. Saya pasti bekerja semaksimal mungkin untuk perusahaan,” balas Serin tak mampu menyembunyikan rasa bahagia. Bisa terpilih di antara sekian banyak pelamar, adalah sebuah karunia yang patut ia syukuri. “Senin nanti, Anda harus membawa fotokopi KTP dan rekening bank atas nama Anda sendiri. Selain itu, datanglah dengan pakaian yang rapi dan profesional, rambut disanggul rapi ke atas, sesuai dengan standar penampilan dari staf call center Verdant Group.”"Baik, Bu. Saya akan menyiapkannya." Serin mengangguk, meskipun ia tahu lawan bicaranya tak bisa melihat.“Kalau begitu, selamat bergabung dengan Verdant Group. Saya tunggu kedatangan Anda Senin nanti.”Begitu panggilan berakhir, Serin menurunkan ponselnya perlahan, masih belum sepenuhnya percaya bahwa apa yang ia dengar adalah kenyataan. Ia diterima bekerja di perusahaan besar.Air mata haru mulai menggenang di sudut mata Serin. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa dunia tak pernah berpihak padanya. Namun, har
Tak terasa, empat hari sudah berlalu sejak Liora pergi untuk menjalankan tugas mulia. Empat hari yang terasa begitu lama bagi Jevandro. Untung saja kepulangan Rakyan ke mansion, bisa sedikit mengisi kekosongan hari-harinya tanpa sang kekasih.Suasana masih begitu sunyi, ketika Jevandro terbangun oleh dering ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dengan mata masih setengah terpejam, ia meraih benda pipih itu, dan melihat nama yang tertera di layar—Liora. Seketika, rasa kantuk Jevandro lenyap. Senyum lelaki itu mengembang, semangatnya bangkit hanya dengan melihat nama calon istrinya. Tanpa berpikir panjang, ia segera menggeser layar untuk menerima panggilan. "Baby," sapa Jevandro dengan suara masih sedikit parau.Dari seberang, terdengar suara lembut Liora, seperti alunan melodi yang sudah lama ingin didengarnya. "Maaf, Sayang, aku mengganggu tidurmu sepagi ini. Aku hanya ingin memberitahu, kalau setengah jam lagi aku akan pulang ke kota Velmora.”Mata Jevandro sontak terbuka leba
Jeandra berjalan dengan langkah tergesa menuju parkiran basement. Setibanya di mobil, ia membuka pintu dengan cepat lalu duduk di kursi pengemudi. Tangannya segera melepas kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungnya, lalu mengurai rambut panjangnya ke bahu.Dengan terampil, Jeandra melepas ikatan rambutnya dan meraih sisir dari dalam tas. Setelah merapikan diri dan membenahi riasan di wajahnya, Jeandra menyalakan mesin dan melajukan kendaraan beroda empat itu meninggalkan gedung Pradipta Group.Perjalanan menuju mansion terasa lebih panjang, mungkin karena ia tidak sabar lagi untuk bertemu dengan sang adik. Begitu gerbang mansion terbuka, Jeandra memarkirkan mobilnya lalu turun dengan langkah ringan. Tujuan utamanya adalah ke ruang makan, di mana aroma makanan yang lezat tercium dari kejauhan. Senyum Jeandra mengembang kala menangkap pemandangan yang begitu akrab—kedua orang tuanya, Jevandro, dan Rakyan yang sedang duduk mengitari meja makan.Tanpa berpikir panjang, Jeandra ber
Sebelum Jeandra sempat menjawab, suara langkah kaki lain terdengar mendekat dari arah belakang. “Kenan, aku baru saja akan mencarimu.”Jeandra menoleh, dan menatap pria berkacamata dengan setelan jas hitam yang berdiri di dekat mereka. Ia menebak bahwa pria tersebut adalah Gavin, asisten Kenan yang akan mewawancarai dirinya sebentar lagi.Gavin tampak sedikit terkejut melihat Jeandra dan Kenan dalam jarak sedekat ini, tetapi ia segera menutupi ekspresi itu dengan profesionalisme. "Ah, Nona Jeandra. Anda sudah datang. Perkenalkan, saya Gavin," katanya dengan sopan, lalu melirik ke arah Kenan sejenak, seperti menunggu reaksi pria itu. Jeandra menelan ludah. Jadi ini benar-benar Kenan, CEO Pradipta Group, target utama dari misi pentingnya.Kenan pun mengalihkan pandangan dari Jeandra, lalu memandang Gavin dengan ekspresi yang sama dinginnya. "Pastikan dia benar-benar memenuhi kualifikasi," titahnya pendek, sebelum melangkah masuk ke lift.Jeandra tetap berdiri di tempatnya, menga
Jeandra melajukan mobilnya perlahan, saat gerbang Pradipta Group tampak di hadapannya. Gedung berlantai sepuluh yang berdiri di tengah pusat bisnis itu, menjulang tinggi dengan struktur beton yang kokoh. Pintu gerbangnya dijaga ketat oleh beberapa petugas keamanan berseragam hitam, menunjukkan bahwa tempat ini bukanlah perusahaan sembarangan. Ketika mobilnya mendekat, salah seorang petugas keamanan melangkah maju, mengangkat satu tangan untuk memberi isyarat agar Jeandra berhenti. "Selamat pagi, Nona. Siapa nama Anda dan ada keperluan apa?" tanya petugas itu. Buru-buru, Jeandra meraih kacamata tebal berbingkai hitam yang sudah ia siapkan sebelumnya. Sekali lagi, ia memastikan bahwa rambutnya tetap rapi dalam kuncir ekor kuda sederhana.Perlahan, ia menurunkan kaca jendela dan menampilkan senyumnya yang ramah. “Saya Jeandra. Kandidat sekretaris yang akan mengikuti wawancara hari ini.”Sambil berkata demikian, Jeandra menyerahkan kartu identitas yang telah dipersiapkan. Petugas ke
Di balik kemudi, Jevandro melirik adiknya yang duduk di kursi penumpang. Rakyan terlihat tidak sabar, sesekali menoleh ke luar jendela, matanya berbinar seperti anak kecil yang akhirnya pulang ke rumah setelah lama merantau. Di luar, matahari semakin meninggi, membingkai cahaya menyilaukan yang terpantul di kaca jendela mobil.Begitu mobil mendekati gerbang besar mansion keluarga Albantara, para penjaga segera bergerak. Salah seorang dari mereka mengenali mobil Jevandro, dan langsung memberi tanda kepada rekannya. Gerbang tinggi itu perlahan bergerak, menciptakan derit lembut yang seolah menyambut kedatangan dua putra keluarga Albantara.Rakyan tersenyum lebar. Matanya menelusuri bangunan megah di depan sana, halaman luas yang rindang dengan ari mancur kecil, tanaman hias dan bunga-bunga yang telah menjadi bagian dari masa kecilnya."Akhirnya, aku pulang juga," gumam Rakyan, lebih kepada dirinya sendiri. Sedangkan, Jevandro yang mendengar hanya tersenyum simpul. Mobil itu terparkir
Jevandro berdiri sendirian di terminal kedatangan. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, sementara matanya terus mengawasi pintu otomatis yang sesekali terbuka, memperlihatkan para penumpang yang baru saja turun dari pesawat. Suasana bandara pagi ini cukup ramai. Orang-orang berlalu lalang dengan koper mereka, beberapa di antaranya bertemu keluarga yang menyambut dengan pelukan hangat.Jevandro menghela napas perlahan. Sudah hampir satu tahun sejak terakhir kali ia melihat adiknya, Rakyan. Waktu itu, mereka hanya bertemu sebentar ketika Rakyan kembali ke kota ini. untuk menghadiri ulang tahun pernikahan orang tua mereka. Ia melirik arlojinya. Setengah jam hampir berlalu, tetapi Rakyan belum juga muncul.Dan tepat pada saat itu, di antara kerumunan yang keluar dari pintu kedatangan, Jevandro menangkap sosok yang begitu familiar.Seorang pria muda tampan dengan jaket cokelat dan kacamata hitam, berjalan santai sambil mendorong koper hitam. Rambut tebalnya sedikit berantakan, teta
"Suri, cepat buatkan kami teh hijau tanpa gula!" Suara sang ibu mertua menggema dari ruang tengah, hingga Suri yang sedang membersihkan meja makan, segera meletakkan lap yang ia pegang dan menuju dapur. Meski ada banyak pelayan di mansion keluarga Albantara, mertuanya itu memang selalu menyuruh Suri melakukan berbagai pekerjaan, seolah-olah dia adalah bagian dari staf rumah tangga. Tapi, Suri tak melawan karena merasa itulah tugasnya di rumah ini. Setidaknya, ia bisa bermanfaat dibandingkan diabaikan seperti tahun pertamanya sebagai menantu di keluarga itu.Tak lama kemudian, Suri pun kembali dengan membawa nampan berisi 2 cangkir teh yang masih mengepul. Hanya saja saat Suri meletakkan cangkir di atas meja, ia baru menyadari ada tante sang suami yang datang bersama kedua putrinya di sofa mewah ruang tamu.“Pagi, Tan–”"Suri, bekas luka di pipimu itu masih ada?" potong Mira menatap Suri dari atas hingga bawah dengan pandangan merendahkan. "Apa Romeo tidak malu memiliki istri yang ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments