Suri menghela napas.
Kenapa ia harus bertahan selama ini? Romeo jelas tidak mencintainya dan akan selalu memilih Diva. Tanpa bisa dicegah, air matanya akhirnya kembali mengalir.
Akan tetapi, Suri menahan diri agar tak bersuara. Ia takut tangisannya didengar oleh orang-orang di mansion yang justru akan menertawakan kelemahannya.
Tapi ia berjanji....
Setelah ini, ia tak akan menangis lagi.
Kriet!
Pintu kamar mendadak terbuka, menampilkan Romeo di sana. Suri sontak berdiri dan mendekatinya–berharap bisa menyelesaikan semua masalah malam ini.
Hanya saja, suara berat Romeo mengisi ruangan lagi-lagi mengecewakannya. “Aku akan mengantar Diva pulang ke apartemennya karena sudah malam. Aku akan kembali secepatnya ke sini.”
“Tapi, aku ingin membicarakan perceraian kita segera,” tuntut Suri.
"Apa maksudmu?" Romeo menyipitkan matanya, “apa kau cemburu dengan Diva?”
Suri menarik napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian yang tersisa. "Bukan hanya itu. Yang jelas, aku sudah menghubungi pengacaraku," katanya tanpa ragu. "Beberapa jam lagi, kita akan menandatangani surat cerai.”
Romeo tampak terpaku. Mata laki-laki itu membesar, bibirnya setengah terbuka. “Apa kamu ingin membuat lelucon untuk menarik perhatianku?”
"Kita akan bercerai, Romeo," ulang Suri dengan tegas. "Aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan ini."
Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan. Lalu,
tiba-tiba Romeo melangkah cepat ke arah Suri, matanya penuh amarah. Sebelum Suri sempat bereaksi, Romeo telah meraih lengannya dan menekannya ke dinding dengan kuat. Tubuh Suri yang ringkih terhantam pelan di dinding, membuat dadanya terasa sesak.
"Berani sekali kamu minta cerai dariku. Apa kamu sudah punya laki-laki lain yang bisa memberimu kepuasan, hah?"
Deg!
Suri terperangah mendengar tuduhan sepihak itu. Matanya mulai mengembun akibat penghinaan yang dilontarkan Romero. Dengan suara serak, ia membalas perkataan pria itu. "Bukankah kamu yang mencintai wanita lain? Kenapa kamu menuduhku?"
Pria bermata hazel itu melepaskan genggamannya pada lengan Suri, tetapi tatapan marah masih terpancar dari wajahnya.
Romeo melangkah mundur, mencoba mengendalikan emosinya yang meledak-ledak. "Kamu pikir bisa meninggalkan aku begitu saja?"
Suri menegakkan tubuhnya, berdiri kaku di hadapan Romeo meski hatinya terasa hancur. Meski demikian, pandangannya tajam, tak goyah oleh tatapan murka suaminya.
Setiap kata terasa berat, tetapi sudah terlampau lama ia menahan semuanya. "Aku tidak perlu persetujuan darimu, Romeo," kata Suri dengan bibir bergetar. "Kita harus mengakhiri pernikahan yang penuh sandiwara ini.”
Romeo tertawa sinis, lalu memandang Suri dengan tatapan menghunus. "Apa kamu mampu bertahan sendiri di luar sana tanpa bantuan dariku?"
"Aku bisa hidup mandiri. Lagi pula, kamu akan menikahi Diva dan sudah menghabiskan malam bersamanya. Tidak ada gunanya kamu menahanku di sini," kata Suri sambil memandang Romeo dengan tatapan yang penuh luka.
Romeo mendengus, matanya menyipit tajam, penuh amarah yang hampir tak terkendali. Ia kembali mendekat, langkahnya terlihat mantap dan berbahaya.
Lelaki itu tersenyum sinis, lalu merengkuh erat pinggang Suri dengan lengan kekarnya. "Kamu pikir aku meniduri Diva?" Suaranya merendahkan, hampir seperti hinaan.
Setiap kata dari Romeo seperti racun yang menyusup ke dalam jiwanya. Namun, ia menolak untuk bereaksi dengan emosi yang serupa. “Aku tidak peduli. Entah kamu menyentuhnya atau tidak, itu tidak penting. Kamu bebas bersama Diva, atau siapapun yang kamu inginkan.”
“Tidak peduli?” desis Romeo. Wajahnya kini begitu dekat hingga napas hangatnya menerpa kulit Suri. “Kalau kamu ingin disentuh, maka memohonlah. Mungkin, aku akan merasa kasihan padamu dan mengabulkannya.”
Suri membeku sejenak, merasa harga dirinya runtuh oleh kata-kata Romeo.
Namun, dia mengepalkan tangan, berusaha mengendalikan diri.
Suri tidak ingin menunjukkan kelemahan di hadapan pria yang selama ini ia cintai dalam diam.
Hanya saja, Suri tak menyangka bila Romeo justru meraih pinggangnya dan menghapus jarak antara keduanya.
“Emmmph ….”
Pria itu langsung meraup bibir Suri dengan paksa sembari menatapnya tajam penuh kemarahan.
Bahkan, tangan dingin pria itu mulai masuk dan menyentuh punggung telanjang Suri!
Sensasi yang tak pernah dirasakan Suri membuatnya merinding.
Namun sekuat tenaga, wanita itu menolaknya.
Bahkan, Suri sampai menggigit bibir Romeo hingga ciuman mereka terlepas.
Tak ayal, darah segar pun mengalir dari bibir Romeo. "Kau---"
Hanya saja, Suri tak menyia-nyiakan kesempatan itu.Ia segera melarikan diri dari kamar yang telah menjadi saksi bisu penderitaannya selama ini.Bingung harus ke mana, Suri berlari ke bagian belakang mansion, menuju kamar pelayan.Hanya tempat itu yang aman bagi dirinya saat ini. Tidak mungkin ia menuju ke depan mansion karena di sana masih ada Diva, ibu mertua, dan adik iparnya. Dengan tubuh yang gemetar, Suri berhenti di depan kamar Bi Wina. Selama ini, hanya wanita tua yang sudah bertahun-tahun bekerja di mansion keluarga Albantara itu yang pernah menunjukkan rasa simpati padanya. “Bi Wina,” suara Suri terdengar pecah, ia menahan isak. “Bolehkan aku bermalam di sini? Aku tidak ingin kembali ke kamarku.”Bi Wina terkejut dan menatap Suri penuh kebingungan. Namun, melihat mata Suri yang sembap dan memerah, ia bisa merasakan kepedihan yang sedang ditanggung perempuan muda itu. Dengan lembut, Bi Wina mempersilakan Suri duduk di atas tempat tidur kecil di sudut kamarnya.“Nona Suri,
Ck!Ucapan Yonas itu membuat Suri mendengus sinis.Sudah jelas, bukan? Romeo lebih memilih menghabiskan waktu bersama Diva daripada pulang dan menyelesaikan masalah rumah tangganya. "Sampaikan pada Romeo," kata Suri dengan nada tajam, "aku hanya minta sepuluh menit waktunya. Sepuluh menit saja untuk menandatangani surat cerai." Yonas terdiam sesaat, lalu berkata hati-hati, "Baik, Nona Suri. Nanti saya sampaikan." Suri tahu, tak ada gunanya berharap banyak.Romeo pasti akan mencari alasan untuk terus mengabaikannya, lalu memadu kasih dengan Diva tanpa rasa bersalah. Tut!Dengan gerakan tegas, Suri memutus sambungan telepon dan meletakkan ponselnya di meja.Ia lalu membuka kopernya sekali lagi.Tangannya terulur, menyentuh sebuah gaun merah anggun yang sudah lama tidak ia pakai.Gaun itu pernah menjadi favoritnya—simbol keberanian dan kekuatan.Namun sejak kehidupannya dengan Romeo berubah menjadi penjara, gaun itu hanya berdiam dalam gelap, seperti dirinya.Suri melepas pakaian
Begitu tiba, Suri berjalan cepat memasuki lobi Hotel Orion.Gaun merah yang ia kenakan berayun mengikuti gerakan tubuhnya, menarik perhatian tamu dan staf hotel.Namun, Suri tidak peduli. Hanya satu hal yang ada dalam pikirannya malam ini—mengakhiri pernikahan dengan Romeo. Ia langsung menuju meja resepsionis dan bertanya, “Di mana letak restoran?” “Di sebelah kanan lobi, Nyonya.”Setelah mendapat arahan dari sang resepsionis, Suri mengayunkan langkah. Begitu sampai di depan pintu restoran, ia berhenti sejenak, mengatur napas. Dari celah pintu kaca, Suri langsung menangkap sosok Romeo yang duduk di meja besar bersama seorang pria berjas hitam. Ia menebak pria itu adalah Tuan Thomas. Sementara di samping Romeo, ada Diva yang terlihat cantik dengan gaun model sabrina berwarna hitam. Suri mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyergap hatinya. Ia melihat mereka berbincang akrab, seperti tak ada beban. Sejenak, ia ingin berbalik dan pergi, tetapi ia sudah terlalu jauh. Ini buka
Suri terkejut dan mencoba melawan, tetapi Romeo menggenggam tangannya lebih erat. Ia menyeret Suri keluar dari restoran tanpa menghiraukan tatapan heran para tamu. “Romeo, kamu gila!” Suri berteriak.Romeo terus menariknya menuju lift, lalu menekan tombol ke lantai tujuh dengan terburu-buru. Pintu lift tertutup, mengurung mereka berdua dalam ruang sempit yang penuh dengan ketegangan. “Kenapa kamu melakukan ini?” Suri berbisik, suaranya bergetar antara marah dan takut. Romeo menatapnya dengan mata yang penuh emosi. “Kamu ingin kebebasan, Suri? Kamu akan mendapatkannya setelah kita selesaikan semuanya malam ini.” Suri menelan ludah, hatinya berdegup kencang. Ia merasa terperangkap dalam situasi yang tak terduga. Meski begitu, ia tidak akan membiarkan Romeo menang. Begitu lift sampai di lantai yang dituju, Romeo menarik Suri keluar dan membawanya ke depan pintu kamar. Dengan satu gerakan cepat, lelaki itu menyeret Suri masuk lalu menutup pintu dengan keras. Bunyi pintu yang te
Entah berapa lama, Suri tak tahu.Romeo benar-benar tak dapat dicegah sama sekali.Pria itu benar-benar keras, panas, dan tak tertahankan.Tapi begitu memaksa di saat bersamaan.Hal ini sungguh berbeda dari bayangan Suri sebelumnya.Ia selalu membayangkan malam pertamanya dengan sang suami akan begitu hangat dan lembut. Bukan kemarahan seperti ini.Perlahan, Suri merasakan kantuk.Ia terlalu lelah, hingga menyerah.Dibiarkannya Romeo menguasai tubuhnya.***"Arrgh..." erang Suri kala terbangun dengan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya, seolah-olah ia baru saja dilindas truk.Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya lemas, seperti kehilangan seluruh energi dan harapannya.Di kamar hotel yang mewah itu, matanya mengerjap beberapa kali kala menyadari kenyataan pahit yang menimpanya—Romeo sudah tidak ada.Suri meremas selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Napasnya terasa berat, seolah-olah ada beban tak terlihat yang menekan dadanya. Ia memaksa dirinya turun dari tempat tidur denga
Selama perjalanan, Suri menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Ia memikirkan semua kenangan buruk dan perasaan terperangkap yang ia alami bersama Romeo semalam. Pria itu, yang tidak pernah menyentuhnya selama pernikahan, justru mengambil kesuciannya secara paksa di saat-saat terakhir mereka bersama. Betapa ironisnya cinta yang dulu ia pikir akan membuatnya bahagia, kini hanya menyisakan luka mendalam.Suri mengepalkan tangan di atas pangkuan. Romeo boleh mengambil surat cerai mereka, tetapi pria itu tidak akan bisa menghentikan niatnya untuk pergi. Apapun risikonya, ia akan menggugat Romeo secara hukum untuk mengakhiri pernikahan mereka.Saat taksi berhenti di tempat tujuan, Suri menghela napas sepenuh dada. Dengan langkah gontai, ia keluar dari taksi. Gaun merah yang ia kenakan tampak kusut, dan wajahnya terlihat begitu pucat, membuat aura kerapuhan menyelimuti dirinya. Meski tubuhnya serasa tak bertenaga, Suri tahu bahwa langkah pertama menuju kebebasan sudah dimulai. Kini
"Suri, cepat buatkan kami teh hijau tanpa gula!" Suara sang ibu mertua menggema dari ruang tengah, hingga Suri yang sedang membersihkan meja makan, segera meletakkan lap yang ia pegang dan menuju dapur. Meski ada banyak pelayan di mansion keluarga Albantara, mertuanya itu memang selalu menyuruh Suri melakukan berbagai pekerjaan, seolah-olah dia adalah bagian dari staf rumah tangga. Tapi, Suri tak melawan karena merasa itulah tugasnya di rumah ini. Setidaknya, ia bisa bermanfaat dibandingkan diabaikan seperti tahun pertamanya sebagai menantu di keluarga itu.Tak lama kemudian, Suri pun kembali dengan membawa nampan berisi 2 cangkir teh yang masih mengepul. Hanya saja saat Suri meletakkan cangkir di atas meja, ia baru menyadari ada tante sang suami yang datang bersama kedua putrinya di sofa mewah ruang tamu.“Pagi, Tan–”"Suri, bekas luka di pipimu itu masih ada?" potong Mira menatap Suri dari atas hingga bawah dengan pandangan merendahkan. "Apa Romeo tidak malu memiliki istri yang
“Suri, saya harus jujur padamu. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kamu memiliki tumor di dalam hidungmu. Tumor ini cukup berbahaya, dan harus segera diangkat melalui pembedahan,” ucap Dokter Adrian setelah Suri duduk di hadapannya.“Jika dibiarkan terlalu lama, tumor ini dapat berubah menjadi ganas dan bisa mengancam nyawamu.”Deg!Suri merasa napasnya tercekat.Selama ini ia sudah terbiasa dengan penderitaan fisik dan emosional, tetapi kabar ini membuat semua masalah lain tampak kecil.“Kita perlu segera menjadwalkan operasi, Suri,” kata dokter Adrian. “Apakah kamu perlu membicarakan ini dengan suamimu?”Mendengar pertanyaan itu, Suri merasa hatinya semakin berat.Apa Romeo peduli? Selama ini, dalam rumah tangganya ia berdiri sendirian. Keberadaan Romeo di sisinya lebih seperti bayangan daripada kenyataan. Terlebih, Diva sudah kembali.Tidak ada tempat untuknya.“Tidak, Dok. Saya tidak perlu izin dari siapapun,” jawab Suri berusaha tegar.Dokter Adrian memandang Suri dengan tatapan hera
Selama perjalanan, Suri menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Ia memikirkan semua kenangan buruk dan perasaan terperangkap yang ia alami bersama Romeo semalam. Pria itu, yang tidak pernah menyentuhnya selama pernikahan, justru mengambil kesuciannya secara paksa di saat-saat terakhir mereka bersama. Betapa ironisnya cinta yang dulu ia pikir akan membuatnya bahagia, kini hanya menyisakan luka mendalam.Suri mengepalkan tangan di atas pangkuan. Romeo boleh mengambil surat cerai mereka, tetapi pria itu tidak akan bisa menghentikan niatnya untuk pergi. Apapun risikonya, ia akan menggugat Romeo secara hukum untuk mengakhiri pernikahan mereka.Saat taksi berhenti di tempat tujuan, Suri menghela napas sepenuh dada. Dengan langkah gontai, ia keluar dari taksi. Gaun merah yang ia kenakan tampak kusut, dan wajahnya terlihat begitu pucat, membuat aura kerapuhan menyelimuti dirinya. Meski tubuhnya serasa tak bertenaga, Suri tahu bahwa langkah pertama menuju kebebasan sudah dimulai. Kini
Entah berapa lama, Suri tak tahu.Romeo benar-benar tak dapat dicegah sama sekali.Pria itu benar-benar keras, panas, dan tak tertahankan.Tapi begitu memaksa di saat bersamaan.Hal ini sungguh berbeda dari bayangan Suri sebelumnya.Ia selalu membayangkan malam pertamanya dengan sang suami akan begitu hangat dan lembut. Bukan kemarahan seperti ini.Perlahan, Suri merasakan kantuk.Ia terlalu lelah, hingga menyerah.Dibiarkannya Romeo menguasai tubuhnya.***"Arrgh..." erang Suri kala terbangun dengan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya, seolah-olah ia baru saja dilindas truk.Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya lemas, seperti kehilangan seluruh energi dan harapannya.Di kamar hotel yang mewah itu, matanya mengerjap beberapa kali kala menyadari kenyataan pahit yang menimpanya—Romeo sudah tidak ada.Suri meremas selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Napasnya terasa berat, seolah-olah ada beban tak terlihat yang menekan dadanya. Ia memaksa dirinya turun dari tempat tidur denga
Suri terkejut dan mencoba melawan, tetapi Romeo menggenggam tangannya lebih erat. Ia menyeret Suri keluar dari restoran tanpa menghiraukan tatapan heran para tamu. “Romeo, kamu gila!” Suri berteriak.Romeo terus menariknya menuju lift, lalu menekan tombol ke lantai tujuh dengan terburu-buru. Pintu lift tertutup, mengurung mereka berdua dalam ruang sempit yang penuh dengan ketegangan. “Kenapa kamu melakukan ini?” Suri berbisik, suaranya bergetar antara marah dan takut. Romeo menatapnya dengan mata yang penuh emosi. “Kamu ingin kebebasan, Suri? Kamu akan mendapatkannya setelah kita selesaikan semuanya malam ini.” Suri menelan ludah, hatinya berdegup kencang. Ia merasa terperangkap dalam situasi yang tak terduga. Meski begitu, ia tidak akan membiarkan Romeo menang. Begitu lift sampai di lantai yang dituju, Romeo menarik Suri keluar dan membawanya ke depan pintu kamar. Dengan satu gerakan cepat, lelaki itu menyeret Suri masuk lalu menutup pintu dengan keras. Bunyi pintu yang te
Begitu tiba, Suri berjalan cepat memasuki lobi Hotel Orion.Gaun merah yang ia kenakan berayun mengikuti gerakan tubuhnya, menarik perhatian tamu dan staf hotel.Namun, Suri tidak peduli. Hanya satu hal yang ada dalam pikirannya malam ini—mengakhiri pernikahan dengan Romeo. Ia langsung menuju meja resepsionis dan bertanya, “Di mana letak restoran?” “Di sebelah kanan lobi, Nyonya.”Setelah mendapat arahan dari sang resepsionis, Suri mengayunkan langkah. Begitu sampai di depan pintu restoran, ia berhenti sejenak, mengatur napas. Dari celah pintu kaca, Suri langsung menangkap sosok Romeo yang duduk di meja besar bersama seorang pria berjas hitam. Ia menebak pria itu adalah Tuan Thomas. Sementara di samping Romeo, ada Diva yang terlihat cantik dengan gaun model sabrina berwarna hitam. Suri mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyergap hatinya. Ia melihat mereka berbincang akrab, seperti tak ada beban. Sejenak, ia ingin berbalik dan pergi, tetapi ia sudah terlalu jauh. Ini buka
Ck!Ucapan Yonas itu membuat Suri mendengus sinis.Sudah jelas, bukan? Romeo lebih memilih menghabiskan waktu bersama Diva daripada pulang dan menyelesaikan masalah rumah tangganya. "Sampaikan pada Romeo," kata Suri dengan nada tajam, "aku hanya minta sepuluh menit waktunya. Sepuluh menit saja untuk menandatangani surat cerai." Yonas terdiam sesaat, lalu berkata hati-hati, "Baik, Nona Suri. Nanti saya sampaikan." Suri tahu, tak ada gunanya berharap banyak.Romeo pasti akan mencari alasan untuk terus mengabaikannya, lalu memadu kasih dengan Diva tanpa rasa bersalah. Tut!Dengan gerakan tegas, Suri memutus sambungan telepon dan meletakkan ponselnya di meja.Ia lalu membuka kopernya sekali lagi.Tangannya terulur, menyentuh sebuah gaun merah anggun yang sudah lama tidak ia pakai.Gaun itu pernah menjadi favoritnya—simbol keberanian dan kekuatan.Namun sejak kehidupannya dengan Romeo berubah menjadi penjara, gaun itu hanya berdiam dalam gelap, seperti dirinya.Suri melepas pakaian
Hanya saja, Suri tak menyia-nyiakan kesempatan itu.Ia segera melarikan diri dari kamar yang telah menjadi saksi bisu penderitaannya selama ini.Bingung harus ke mana, Suri berlari ke bagian belakang mansion, menuju kamar pelayan.Hanya tempat itu yang aman bagi dirinya saat ini. Tidak mungkin ia menuju ke depan mansion karena di sana masih ada Diva, ibu mertua, dan adik iparnya. Dengan tubuh yang gemetar, Suri berhenti di depan kamar Bi Wina. Selama ini, hanya wanita tua yang sudah bertahun-tahun bekerja di mansion keluarga Albantara itu yang pernah menunjukkan rasa simpati padanya. “Bi Wina,” suara Suri terdengar pecah, ia menahan isak. “Bolehkan aku bermalam di sini? Aku tidak ingin kembali ke kamarku.”Bi Wina terkejut dan menatap Suri penuh kebingungan. Namun, melihat mata Suri yang sembap dan memerah, ia bisa merasakan kepedihan yang sedang ditanggung perempuan muda itu. Dengan lembut, Bi Wina mempersilakan Suri duduk di atas tempat tidur kecil di sudut kamarnya.“Nona Suri,
Suri menghela napas.Kenapa ia harus bertahan selama ini? Romeo jelas tidak mencintainya dan akan selalu memilih Diva. Tanpa bisa dicegah, air matanya akhirnya kembali mengalir.Akan tetapi, Suri menahan diri agar tak bersuara. Ia takut tangisannya didengar oleh orang-orang di mansion yang justru akan menertawakan kelemahannya. Tapi ia berjanji....Setelah ini, ia tak akan menangis lagi. Kriet!Pintu kamar mendadak terbuka, menampilkan Romeo di sana. Suri sontak berdiri dan mendekatinya–berharap bisa menyelesaikan semua masalah malam ini.Hanya saja, suara berat Romeo mengisi ruangan lagi-lagi mengecewakannya. “Aku akan mengantar Diva pulang ke apartemennya karena sudah malam. Aku akan kembali secepatnya ke sini.”“Tapi, aku ingin membicarakan perceraian kita segera,” tuntut Suri."Apa maksudmu?" Romeo menyipitkan matanya, “apa kau cemburu dengan Diva?”Suri menarik napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian yang tersisa. "Bukan hanya itu. Yang jelas, aku sudah menghubungi pengac
Suri tertawa miris.Tepat setelah ia mengatakannya, ia dapat melihat pintu mobil mewah milik suaminya terbuka.Seperti biasa, Romeo terlihat tampan dengan setelan jas abu-abu tua yang membalut tubuh tegapnya.Namun, kemejanya sama dengan yang ada di foto yang diterimanya tadi.Terlebih, ia melihat Romeo berjalan ke sisi lain mobil, membukakan pintu penumpang untuk Diva. Sesuatu yang bahkan tak pernah suaminya itu lakukan selama pernikahan mereka. Mungkin karena wajahnya yang buruk rupa tak menyenangkan dipandang, dibanding Diva yang seorang artis terkenal yang memang rupawan?Hati Suri kembali berdenyut pedih. Dia juga dapat melihat sang mertua dan ipar menyambut cinta pertama suaminya itu dengan senyuman hangat, seolah mereka baru saja bertemu dengan seorang ratu. “Diva, Sayang, kamu semakin cantik saja,” puji wanita paruh baya itu.Aira, yang selalu suka ikut campur, menambahkan, “Aku tidak sabar untuk makan malam bersamamu, Kak Diva. Aku sudah bilang pada teman-temanku bahwa aku a
“Suri, saya harus jujur padamu. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kamu memiliki tumor di dalam hidungmu. Tumor ini cukup berbahaya, dan harus segera diangkat melalui pembedahan,” ucap Dokter Adrian setelah Suri duduk di hadapannya.“Jika dibiarkan terlalu lama, tumor ini dapat berubah menjadi ganas dan bisa mengancam nyawamu.”Deg!Suri merasa napasnya tercekat.Selama ini ia sudah terbiasa dengan penderitaan fisik dan emosional, tetapi kabar ini membuat semua masalah lain tampak kecil.“Kita perlu segera menjadwalkan operasi, Suri,” kata dokter Adrian. “Apakah kamu perlu membicarakan ini dengan suamimu?”Mendengar pertanyaan itu, Suri merasa hatinya semakin berat.Apa Romeo peduli? Selama ini, dalam rumah tangganya ia berdiri sendirian. Keberadaan Romeo di sisinya lebih seperti bayangan daripada kenyataan. Terlebih, Diva sudah kembali.Tidak ada tempat untuknya.“Tidak, Dok. Saya tidak perlu izin dari siapapun,” jawab Suri berusaha tegar.Dokter Adrian memandang Suri dengan tatapan hera