NAWAITU: Niat Awal Menuju Ridho Ilahi

NAWAITU: Niat Awal Menuju Ridho Ilahi

Oleh:  litrcse  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Belum ada penilaian
7Bab
30Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Di Pondok Pesantren Nurul Hikmah, di balik suasana religius yang damai, tersembunyi empat pemuda yang dikenal sebagai pengacau yang tak terduga. Arnav Hafizam Rahandika, lebih dikenal dengan nama Hafiz, adalah sosok utama dalam kelompok ini. Dengan nama islami dan reputasi nakal tak berdosa, Hafiz dan tiga sahabatnya—Eri Fadel Al-Furqan, Kaindra Vraka Al-Husaen, dan Erzhan Faruuq Al-Kareem—membentuk tim yang berani menentang ketidakadilan dengan cara-cara yang cerdik dan tak terduga. Meskipun dikenal sebagai pelaku kekacauan, aksi mereka selalu memiliki tujuan mulia. Dalam dunia yang sering kali diselimuti oleh tirai ketidakadilan, mereka menyelinap dengan strategi brilian untuk menegakkan kebenaran dan melawan perlakuan tidak adil. Mereka menggunakan kecerdikan dan keberanian untuk meretas sistem pesantren, bukan untuk merusak, tetapi untuk mengungkap pelaku kejahatan dan mengembalikan keseimbangan ke dalam lingkungan mereka. Nawaitu: Niat Awal Menuju Ridho Ilahi mengisahkan petualangan Hafiz dan teman-temannya dalam menyelidiki ketidakadilan dan melawan kejahatan secara diam-diam. Dalam setiap tindakan mereka, ada niat suci untuk membuat perubahan yang positif dan memenuhi harapan mereka akan ridho Ilahi. Bergabunglah dalam perjalanan mereka yang penuh risiko dan strategi, di mana mereka menggabungkan tekad dan persahabatan untuk menciptakan dunia yang lebih baik di bawah langit Pondok Pesantren Nurul Hikmah. ig? @febbyantii._

Lihat lebih banyak
NAWAITU: Niat Awal Menuju Ridho Ilahi Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
7 Bab

Prolog

Di Pondok Pesantren Nurul Hikmah, malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Langit yang cerah berbintang seolah mengamati rencana besar yang tersusun di benak Hafiz dan teman-temannya. Hafiz, dengan raut wajah serius, memimpin teman-temannya dalam sebuah misi rahasia untuk mengungkap siapa pelaku bullying di kelas mereka.Dengan langkah hati-hati, Hafiz, Eri, Indra, dan Erzhan bergerak menuju ruang administrasi yang terletak di ujung koridor. Mereka tahu bahwa sistem CCTV dan catatan harian berada di sana—kunci untuk membongkar misteri yang telah menghantui mereka. Hafiz membawa sebuah laptop dan beberapa alat hacking sederhana yang telah disiapkan dengan teliti.Saat mereka tiba di depan pintu ruang administrasi, Hafiz mengangkat tangan, memberi isyarat agar mereka berhenti. Jantung mereka berdetak lebih cepat, merasakan bahaya yang bisa muncul kapan saja."Eri, jaga pintu. Indra, Erzhan, bantu gue dengan laptop ini," bisik Hafiz dengan nada tegas, matanya menyapu sekeliling untuk
Baca selengkapnya

Bab 1. Awal dari Dunia Hafiz

Di Minggu pagi yang dipenuhi sinar matahari lembut, ketika udara segar mengajak banyak orang untuk bergerak dan beraktivitas, seharusnya hari ini menjadi waktu yang penuh semangat dan produktivitas. Jalan-jalan dipenuhi dengan orang-orang yang berlari, bersepeda, atau sekadar menikmati angin pagi yang sejuk. Di rumah-rumah, aroma masakan pagi menguar dari dapur, menyebar ke setiap sudut, sementara suara tawa dan obrolan ringan mengisi suasana. Minggu ini adalah hari untuk mereset energi, mengisi ulang semangat setelah satu pekan yang padat.Namun, di salah satu sudut kota yang tenang, di dalam sebuah rumah yang senyap, semua kehangatan dan kehidupan pagi itu seolah tidak memiliki pengaruh.Kamar itu terletak di lantai atas, dengan jendela yang setengah tertutup, membiarkan hanya sedikit cahaya masuk dan menari di atas permukaan yang berantakan. Di tengah kekacauan itu, terhampar seorang pemuda di atas sofa yang telah lama menjadi tempat favoritnya. Matanya tertutup rapat, napasnya tera
Baca selengkapnya

Bab 2. Sambutan di Gerbang Pesantren

Mobil berhenti dengan lembut di depan sebuah masjid besar dan megah, menara-menara tinggi menjulang dengan menara-menara masjid yang berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Hafiz, yang sebelumnya tenggelam dalam dunianya dengan layar laptop yang bersinar, tertegun sejenak. Dia menoleh, matanya menyapu pemandangan menakjubkan yang tak biasa. "Kenapa kita berhenti di sini, Abati?" tanyanya, suaranya perlahan, ketika dia menutup laptopnya dan menaruhnya dengan hati-hati dalam tas di sampingnya. Gerakannya menggambarkan kebiasaan dan rutinitas yang sering dia jalani, namun hari ini tampaknya berbeda. Ayahnya menoleh ke arah Hafiz dengan senyum yang penuh ketenangan, "Abati mau sholat Dhuha dulu. Kamu sudah sholat?" Hafiz menggelengkan kepala dengan pelan, "Belum, Abati." "Kalau begitu, ayo," ajak ayahnya dengan nada yang lembut namun tegas, sambil membuka pintu mobil dan keluar terlebih dahulu. Langkahnya penuh keyakinan, mencerminkan kebiasaan dan kedisiplinan dalam menjalankan ibada
Baca selengkapnya

Bab 3. Jejak Kecurangan

Malam itu, langit menyebar seperti tirai hitam yang dihiasi oleh kerlip bintang, seolah tangan tak terlihat sedang menyusun langit dengan penuh keleluasaan. Bulan bersinar lembut, menerobos celah-celah jendela kamar Hafiz dengan cahaya dingin yang tenang. Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan suasana kamar Hafiz dipenuhi oleh ketenangan malam yang menyelimuti.Setelah pertemuan dengan teman ibunya di pesantren, Hafiz pulang lebih awal dengan alasan ujian tengah semester yang akan dihadapinya keesokan hari. Orang tuanya, percaya bahwa Hafiz ingin belajar, mereka pun pulang sebelum dhuhur. Ujian yang sebenarnya akan dihadapi esok hari memang ada, tetapi alasan utama Hafiz pulang lebih awal adalah keinginannya untuk melarikan diri dari pertemuan yang membosankan itu.Di sofa panjang dekat jendela, Hafiz duduk dengan nyaman, laptop di pangkuannya, layar yang sejak siang tadi terus menyala. Dalam cahaya lembut bulan, Hafiz mengerjakan teknik baru meretas sistem CCTV, sebuah
Baca selengkapnya

Bab 4. Ganjaran

Hafiz masih terpaku, tatapannya terkunci pada layar laptop. Isi file di dalam flashdisk itu membuat dadanya berdegup lebih cepat, campuran antara keterkejutan dan rasa bersalah menghantam dirinya. Tiba-tiba, suara ketukan pintu yang pelan namun tegas membuyarkan fokusnya."Hafiz, anak Ummah udah tidur belum?" Suara lembut ibunya terdengar dari balik pintu, menembus keheningan kamar.Dengan panik, Hafiz melompat dari tempatnya. Sekilas, matanya melirik buku-buku paket yang jarang ia sentuh berada di meja belajarnya. Ia buru-buru mengambilnya dan menyusun beberapa di sofa, berusaha membuat kamarnya terlihat seperti sarang seorang pelajar yang rajin. Buku-buku itu tergeletak asal, tapi cukup untuk memberi kesan. Napasnya ia tarik dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.Hafiz membuka pintu, berusaha tersenyum meski gugup. "Belum, Ummah."Pandangan ibunya menyapu ruangan dengan cepat, dan akhirnya berhenti di sofa penuh buku. Matanya lembut, penuh kasih, seolah menyiratkan bahwa ia tahu se
Baca selengkapnya

Bab 5. Menuju Penebusan

Bel pulang berbunyi, menggema lembut di lorong-lorong sekolah. Ujian tengah semester akhirnya usai. Bagi kebanyakan siswa, ini adalah momen yang ditunggu, saat kebebasan merentang di depan mata. Namun, bagi Hafiz, bel itu bukan tanda kebebasan. Dia hanya bisa menarik napas panjang, menyadari bahwa meskipun sekolah pulang lebih awal, dirinya harus tetap menunggu. Jam dinding kelas menunjukkan pukul dua belas siang. Masih ada empat jam lagi sebelum ayahnya bisa menjemputnya pulang.Hafiz bersandar di kursinya, memejamkan mata sejenak. Kelas yang tadinya ramai kini kosong dan hening. Hanya dirinya yang masih bertahan, dikelilingi meja-meja dan kursi yang terasa dingin dan sepi. Ia mendengus pelan, lalu berdiri, memutuskan untuk mencari ketenangan di musholla. Di sana, setidaknya ia bisa menemukan kedamaian di tengah kesunyian.Langkah-langkahnya menggema di sepanjang koridor, perlahan tapi pasti menuju musholla. Sesampainya di sana, Hafiz melepas sepatu dengan gerakan malas, merasakan lan
Baca selengkapnya

Bab 6. Di Ambang Bahaya

Hari terakhir ujian selalu membawa suasana yang campur aduk. Hafiz duduk di bangkunya, dengan hoodie yang menutupi kepalanya, seolah-olah ingin menjauhkan diri dari hiruk-pikuk sekelilingnya. Udara di kelas terasa sedikit hangat, angin yang masuk dari jendela menggoyangkan tirai tipis, memberikan rasa tenang di tengah pikiran yang masih berkecamuk. Enam hari ini dia lalui dengan perasaan yang berbeda, bukan hanya karena ujian, tetapi karena keputusan sederhana yang mengubah segalanya. Hafiz berhenti menyontek.Kini, ada perasaan yang sulit dijelaskan ketika dia berhasil menyetorkan hafalan Qur’an kepada ayahnya. Setiap malam, ada kehangatan yang dirasakan Hafiz saat mendengar pujian ayahnya, meski hanya lewat telepon. Namun di sisi lain, tuntutan untuk belajar terasa seperti beban yang tak pernah surut. Materi-materi ujian menumpuk di hadapannya seperti dinding tinggi yang sulit ditembus. Hafiz merasa kesulitan, namun ibu tak tinggal diam. Dengan kasih sayang yang tak pernah ia ungkap
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status