author-banner
litrcse
litrcse
Author

Novel-novel oleh litrcse

About Me: Alshameyzea

About Me: Alshameyzea

Pernah merasa terluka tapi tetap memilih bertahan? Itulah Alsha, gadis yang sekuat cahaya, namun juga sering tenggelam dalam bayang-bayang. Alshameyzea Afsheena yang memiliki arti "cahaya yang memancarkan keanggunan" seolah menjadi takdirnya. Cahaya yang selalu hadir, meskipun kadang terselubung oleh awan-awan kelabu. Seperti matahari yang tetap bersinar meski kadang tak terlihat, begitu pula Alsha. Dia pernah berharap, pernah mencintai, pernah menggenggam mimpi yang kemudian berubah menjadi abu kenangan. Namun, seperti arti namanya, dia tetap bersinar. Keanggunannya bukan dari sempurna, tapi dari caranya bangkit meski jatuh berkali-kali. Dia pernah menyukai seseorang yang membuatnya merasakan hangatnya mentari, tapi juga pernah merasakan dinginnya bayangan. Semua luka dan kenangan itu, hanya menambah sinarnya, semakin kuat dan anggun. Karena Alsha tahu, tak ada yang lebih indah dari cahaya yang tetap bersinar meski di tengah badai. Masa lalu, baginya, mungkin menyakitkan, namun di sanalah ia belajar tentang keanggunan. Keanggunan dalam menerima, dalam merelakan, dan dalam terus bersinar, tanpa pernah kehilangan jati dirinya. Jangan lupa follow dulu sebelum baca. Semoga betah sampai di akhir kisah Alsha! Jazakumullah khayran Katsir yang sudah mau baca ceritaku. Salam hangat dari author.
Baca
Chapter: Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 7)
“E-eh, Kak, itu mau dipasang di mading sama Yara...” protes si siswi, namun Aline tak peduli, tangannya gemetar ketika ia mulai membaca, matanya bergerak cepat melintasi kalimat-kalimat di selebaran itu. Aku berdiri di sampingnya, dan perlahan-lahan judul berita di koran itu terlihat jelas di mataku, seolah-olah huruf-huruf itu melompat keluar dari halaman dan menghantam dadaku dengan keras. ~"Tragedi di Laut Mediterania: Pesawat XYZ345 Jatuh, 7 Siswa Indonesia Jadi Korban"Penerbangan internasional XYZ345 dari Indonesia menuju Spanyol yang membawa total 162 penumpang mengalami kecelakaan tragis di perairan dekat Laut Mediterania. Pesawat tersebut membawa 7 siswa Indonesia yang terpilih untuk mengikuti lomba tingkat Internasional ke Spanyol, bersama dengan penumpang umum dan kru pesawat. Berdasarkan laporan sementara, sebagian besar korban telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Namun, terdapat satu jasad siswa Indonesia yang hingga saat ini belum ditemukan. Berikut adalah da
Terakhir Diperbarui: 2024-10-07
Chapter: Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 6)
Tiba-tiba Aline menepuk lenganku, memutuskan lamunan yang mulai merasuk. "Hey, Al! Kok malah ngelamun? Udah sana, lanjutin belajarnya. Aku mau tidur," katanya dengan ringan sebelum berbalik dan menuju tempat tidurnya.Aku sedikit terkejut, lalu tersadar dan mengangguk. "Iya, iya," jawabku sambil kembali menatap layar laptop, mencoba fokus lagi pada tugas yang harus kuselesaikan. Aku menggulir pelan halaman pada laptopku, membaca artikel tentang ketentraman jiwa manusia. Di tengah keheningan malam, pikiranku melayang pada nasihat lembut seorang ustadz di pengajian kecil. Suaranya penuh keyakinan, wajahnya teduh di bawah sorotan lampu masjid, saat ia berbicara tentang hati dan perasaan perempuan."Perempuan," katanya lembut, "jika tidak disibukkan dengan ilmu dan agamanya, dia akan gila karena perasaannya."Kalimat itu seperti sayatan tajam, menggugah kesadaran yang dalam. Aku memejamkan mata, mencoba merenungkan kata-katanya. Mungkin ini jawabannya—aku perlu mengalihkan perasaanku ke
Terakhir Diperbarui: 2024-10-07
Chapter: Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 5)
Jemariku gemetar sedikit saat menemukannya, dan aku membuka halaman demi halaman, hingga kutemukan kutipan yang selalu berulang dalam buku itu. Bibirku membaca pelan kata-kata yang pernah memberiku kekuatan."Dalam perpaduan bulan dan bintang, langit malam mengungkap keindahan, menghapus segala beban hidup yang memandang."Aku mengulangi kalimat itu, berbisik, "Bulan dan bintang... langit malam... keindahan... menghapus beban hidup yang memandang."Mataku tak lepas dari langit di luar jendela. Bulan bersinar dengan tenang, bintang-bintang di sekelilingnya berkelip, seolah menyapa. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang hampir kupegang. Aku merasakan denyut ide yang perlahan mulai terbangun di kepalaku."Keindahan... langit malam..." gumamku lagi, lebih dalam, mencoba merangkai makna di antara kata-kata itu. Aku menutup mataku sejenak, membiarkan bayangan langit malam menari-nari di dalam pikiranku, berharap bisa memunculkan sesuatu yang nyata. Dan tiba-tiba.. seperti kilatan cahaya, 'aku t
Terakhir Diperbarui: 2024-10-07
Chapter: Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 4)
Aku berbalik dan memandangnya dengan lelah. "Sebentar lagi, Lin," jawabku singkat, suaraku nyaris tenggelam."Aku mau ngaji dulu, sambil nunggu adzan isya'," tambahku, berharap Aline tak lagi mendesakku.Namun, dia tetap mendekat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. "Al, minum obat dulu, ya? Jangan ditunda-tunda," katanya sambil meraih kotak obat yang sudah kusiapkan di kamar untuk keadaan darurat. Dia menyodorkan obat itu kepadaku, seakan tak ingin memberi ruang bagi penolakan.Aku menatap pil-pil di tangannya, lalu mengangguk lemah. Perlahan, aku mengambil obat tersebut dan segera menelannya. Perasaan sedikit tenang menyelimuti, meski tidak sepenuhnya menghapus rasa sakit yang ada di dalam dada."Nah, gitu dong. Kalau gini kan aku bisa lebih tenang. Kamu lupa ya? Tadi Kafka nitip kamu ke aku," ucap Aline, mencoba mencairkan suasana.Kafka. Nama itu membuatku terdiam sejenak. Masih ada banyak hal yang harus kupertanyakan padanya, namun, malam ini, aku terl
Terakhir Diperbarui: 2024-10-07
Chapter: Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 3)
Aline mengangguk pelan, "Iya," jawabnya lembut, tak pernah sekalipun melepaskan rangkulannya di pundakku.Abhi yang biasanya ceria terlihat lebih serius. "Cepet sembuh ya, neng Alsha," ucapnya dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kebingungan di matanya.Nevan menambahkan, "Iya, cepet sembuh, Al, biar Keenan nanti nggak kepikiran pas tanding." Kalimat terakhir itu terasa seperti belati yang menusuk langsung ke hatiku. Air mataku yang sedari tadi kutahan semakin deras mengalir, namun aku tetap diam. Mereka tidak tahu. Tidak tahu bahwa sakit yang kurasakan bukan hanya karena pusing, tetapi karena pengkhianatan yang baru saja kulihat. Keenan. Orang yang mereka banggakan, orang yang mereka kira akan peduli padaku, ternyata sudah bersama orang lain. Gadis lain. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, aku memohon agar mobil berhenti. "Mampir ke masjid dulu... sholat Maghrib," pintaku dengan suara pelan, hampir tak terdengar.Aline mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, dan su
Terakhir Diperbarui: 2024-10-07
Chapter: Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 2)
Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki yang semakin mendekat membawaku kembali ke kenyataan. Aline tiba lebih dulu, diikuti oleh Kafka, Nevan, dan Abhi. Wajah mereka penuh kecemasan saat mereka menghampiriku. Aline duduk di sampingku, tanpa ragu langsung merangkulku dengan erat. Pelukan hangatnya seolah mencoba menarikku keluar dari keterpurukan yang tengah melingkupiku."Al, tiba-tiba banget sakitnya?" tanyanya lembut, suaranya bergetar samar dengan kekhawatiran.Aku hanya mengangguk pelan, masih menutupi wajah dengan kedua tanganku. Air mata yang membasahi pipiku tidak bisa kutahan lagi, dan aku tidak ingin mereka melihat betapa hancurnya aku saat ini."Bentar, gue telfon supir gue dulu biar cepet kesini," Kafka berkata, suaranya terdengar seperti dari kejauhan, bergema di antara pikiranku yang kacau. Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh sedikit, mungkin untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik, tapi fokusku tak bisa sepenuhnya tertuju padanya.Aline menghela napas dalam
Terakhir Diperbarui: 2024-10-07
About Keenan

About Keenan

Di tengah riuhnya sorakan penonton, Keenan berdiri tegak, sorot matanya tetap fokus meski di sekelilingnya gemuruh tak henti-henti. ISF Basketball World Schools Championship, ajang ini adalah puncak dari segala kerja kerasnya. Bola di tangannya terasa begitu familiar, seolah bagian dari dirinya. Dengan lincah, ia menggiring, melewati setiap lawan yang mencoba menghalangi. Setiap langkahnya ringan, tapi penuh arti, membawa ingatan pada kerja keras yang tak terhitung. Saat ia mendekati garis tiga angka, seluruh dunia seakan menahan napas. Keenan melompat, bola melayang sempurna di udara, dan saat bola itu menembus jaring dengan mulus, sorak-sorai membahana. Tapi, di tengah semua itu, Keenan tetap tenang. Dia tidak mencari kemenangan demi sorak penonton. Ada sesuatu yang lebih berharga dari sekadar poin. Matanya menyapu kerumunan, mencari wajah yang selama ini selalu ada untuknya, meski tanpa suara. Dan di sana, di antara lautan orang, gadis itu. Gadis yang selalu ada, yang dengan diamnya telah menjadi kekuatan terbesar baginya. Keenan tersenyum kecil, hanya sekejap, lalu dalam hati dia berbisik, lembut tapi penuh makna, "Thanks a lot for always having my back. You have no idea how much your support means to me. This win is ours, not just mine." --- Urutan Baca: 1. About Me: Alshameyzea 2. About Keenan
Baca
Chapter: BAB 23. Badai yang Terkendali
Ketika bel istirahat berdering, suara riuh siswa yang berlomba-lomba meninggalkan kelas terdengar menggema. Namun, di salah satu bangku, Keenan tetap duduk diam, tak beranjak. Tatapan matanya terpaku pada Alsha, mengamatinya dalam diam, seolah setiap gerakan gadis itu adalah misteri yang tak ingin ia lepaskan begitu saja."Ayo, Al, ke kantin," suara Aline terdengar, lembut, penuh semangat, ia menggenggam tangan Alsha, mengajak sahabatnya pergi. Alsha sempat melirik ke arah Keenan, namun cowok itu segera mengalihkan pandangan, menyembunyikan ekspresi di wajahnya yang sulit diartikan. "Al!" panggil Aline lagi, kali ini sedikit lebih mendesak. Akhirnya, Alsha mengangguk kecil, menerima ajakan Aline, dan mereka pun akhirnya melangkah keluar bersama.Keenan hanya bisa memandang punggung gadis itu yang semakin menjauh, menyisakan jejak perasaan yang tak terucap. Tak lama, tiga sosok temannya muncul, memperhatikan wajah ketua mereka yang tampak menyiratkan amarah yang sulit ia sembunyikan.
Terakhir Diperbarui: 2024-11-14
Chapter: Bab 22. Penakluk Hati Keenan (Part 2)
Setelah Athala menghilang dari pandangan, suasana kembali tenang. Mereka semua duduk kembali, meneruskan obrolan yang seakan tak terganggu oleh apa pun yang baru saja terjadi.Keenan menatap Abhi dengan tatapan tajam, seolah mengingat sesuatu yang tertunda. "Lo tadi mau ngomong apa?" tanya Keenan. Dia pergi ke markas, berharap mendengar kabar soal Alsha, namun sepertinya Abhi masih belum memberi informasi yang dicari. Abhi menggaruk kepala yang tak gatal, matanya sedikit menghindar. "E-eh," jawabnya ragu, suara serak yang keluar dari mulutnya menunjukkan dia sedang kebingungan. "Sorry, Pak Ketu, gue lupa mau ngomong apa tadi," lanjutnya, jelas merasa kikuk karena tidak tahu bagaimana melanjutkan percakapan. Keenan mendengus pelan, ekspresinya datar, namun gerakannya cepat. Tanpa peringatan, ia merampas snack dari tangan Abhi, menikmati keripik itu dengan lahap."Eh, Pak Ketu," ujar Abhi terkejut melihat tingkah Keenan yang tiba-tiba. Keenan hanya melotot ke arah Abhi, matanya menyip
Terakhir Diperbarui: 2024-11-13
Chapter: Bab 22. Penakluk Hati Keenan
Keenan dan Athala tiba di markas. Malam itu sunyi, tapi suasana langsung berubah begitu Abhi dan Nevan melihat mobil putih milik Athala memasuki halaman. Teman-teman Keenan, yang sedang asyik bercanda, langsung bergegas berdiri. Mereka saling bertugas pandang dengan senyum kecil yang penuh arti. Bagi mereka, Athala bukan sekadar kakak bagi Keenan, tapi juga sosok kakak yang selalu hadir untuk mereka semua.Abhi yang langsung menyambut Athala dengan lambaian tangan. "Hey, Bang Athala! Tumben nongol malam-malam gini! Mau gabung sama kita?"Athala turun dari mobil dengan langkah tenang, melemparkan senyum tipis pada mereka. "Lagi kosong aja," jawabnya sambil menepuk bahu Abhi. "Gue kangen ngeliat kalian semua. Udah lama, kan, nggak ngobrol bareng?""Bukan sekadar lama, Bang! Kita udah hampir lupa kapan terakhir kali Abang nongkrong di sini," canda Nevan sambil tertawa.Athala terkekeh pelan, menatap mereka satu per satu. Rasanya hangat, kembali berada di tengah-tengah mereka. Dia tahu, d
Terakhir Diperbarui: 2024-11-13
Chapter: Bab 21. Rasa dan Rahasia (Part 6)
Keenan melajukan motornya, membelah jalanan malam yang sepi dengan kecepatan yang menggila. Pikiran-pikirannya berserakan, berkelindan dengan bayangan wajah ibunya yang tulus, penuh ketidakmengertian, dan ayahnya yang terbungkus kepalsuan dan dusta. Kekecewaan semakin membakar dadanya, membuat tangannya refleks memutar gas lebih kencang, seolah berharap kecepatan bisa menghapus segalanya.Di tengah kesibukannya melawan pikirannya, tiba-tiba, dari kejauhan, segerombolan orang berdiri menghadang di tengah jalan. Davin dan teman-temannya, berdiri dalam bayang malam yang samar, seolah sudah menunggu kedatangannya. Keenan ngerem mendadak, membuat roda motornya berdecit keras, meninggalkan bekas yang panjang di aspal. Matanya menatap tajam ke arah mereka, tanpa rasa takut sedikit pun. Tanpa ragu, ia turun dari motor dan berjalan mendekat, tatapannya penuh kemarahan yang tersimpan.Davin tersenyum licik, wajahnya tampak puas melihat Keenan mendekat. "Wah, lihat siapa yang muncul, guys," ucapn
Terakhir Diperbarui: 2024-11-03
Chapter: Bab 21. Rasa dan Rahasia (Part 5)
Keenan tetap diam, namun tatapannya tidak berubah, tajam dan penuh kekecewaan. Ini bukan kali pertama ia merasakan ancaman dari sang ayah, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Rasa takut yang dulu menghantuinya perlahan tergantikan oleh keberanian untuk melawan.Ayahnya melangkah maju, mendekati Keenan hingga jarak mereka hanya beberapa sentimeter. "Ingat ini baik-baik, Keenan. Kamu cuma anak kecil yang nggak tahu apa-apa tentang hidup. Kalau kamu masih berani buka mulut soal ini ke Mama, atau ke siapa pun, Papa akan pastikan hidupmu nggak akan nyaman di rumah ini." ucapnya dengan suara yang begitu rendah, namun jelas mengandung ancaman yang serius.Keenan menahan napas, merasakan amarahnya semakin membara. "Silahkan, Pa. Kalau itu yang Papa mau. Tapi itu nggak akan mengubah fakta kalau Papa salah, kalau Papa sudah menghancurkan kepercayaan orang-orang yang sayang sama Papa."Mata ayahnya semakin menyipit, napasnya terengah-engah seolah sedang menahan diri agar tidak meledak lebih
Terakhir Diperbarui: 2024-11-03
Chapter: Bab 21. Rasa dan Rahasia (Part 4)
Suasana rumah begitu hening saat malam telah sepenuhnya turun, hanya suara napas lembut Kavin yang terlelap di tempat tidur Keenan yang mengisi keheningan. Keenan menghela napas, menyelimutkan kain lembut hingga menutupi bahu kecil adiknya, lalu melangkah pelan-pelan keluar dari kamar, bersiap menuju markas sesuai janjinya dengan Abhi. Tapi ketika dia sampai di pintu depan, langkahnya terhenti.Ayahnya baru saja pulang, berdiri di ruang tamu dengan tubuh yang tampak kelelahan. Setelan kerjanya masih rapi, namun leher kemejanya terlihat sedikit berantakan, dan mata Keenan tak sengaja tertuju pada satu hal yang merusak semuanya, bekas kecupan lipstik yang samar namun jelas di kerah kemeja ayahnya. Seketika, detak jantungnya terasa lebih keras, menambah tekanan dalam dirinya. Bayangan masa kecilnya seketika muncul, saat dulu, ketika ia tak sengaja menemukan ayahnya bersama wanita lain. Dan saat itu juga, hanya ancaman yang ia dapat.Keenan menatap sang ayah dengan tatapan yang sulit diba
Terakhir Diperbarui: 2024-11-02
NAWAITU: Niat Awal Menuju Ridho Ilahi

NAWAITU: Niat Awal Menuju Ridho Ilahi

Di Pondok Pesantren Nurul Hikmah, di balik suasana religius yang damai, tersembunyi empat pemuda yang dikenal sebagai pengacau yang tak terduga. Arnav Hafizam Rahandika, lebih dikenal dengan nama Hafiz, adalah sosok utama dalam kelompok ini. Dengan nama islami dan reputasi nakal tak berdosa, Hafiz dan tiga sahabatnya—Eri Fadel Al-Furqan, Kaindra Vraka Al-Husaen, dan Erzhan Faruuq Al-Kareem—membentuk tim yang berani menentang ketidakadilan dengan cara-cara yang cerdik dan tak terduga. Meskipun dikenal sebagai pelaku kekacauan, aksi mereka selalu memiliki tujuan mulia. Dalam dunia yang sering kali diselimuti oleh tirai ketidakadilan, mereka menyelinap dengan strategi brilian untuk menegakkan kebenaran dan melawan perlakuan tidak adil. Mereka menggunakan kecerdikan dan keberanian untuk meretas sistem pesantren, bukan untuk merusak, tetapi untuk mengungkap pelaku kejahatan dan mengembalikan keseimbangan ke dalam lingkungan mereka. Nawaitu: Niat Awal Menuju Ridho Ilahi mengisahkan petualangan Hafiz dan teman-temannya dalam menyelidiki ketidakadilan dan melawan kejahatan secara diam-diam. Dalam setiap tindakan mereka, ada niat suci untuk membuat perubahan yang positif dan memenuhi harapan mereka akan ridho Ilahi. Bergabunglah dalam perjalanan mereka yang penuh risiko dan strategi, di mana mereka menggabungkan tekad dan persahabatan untuk menciptakan dunia yang lebih baik di bawah langit Pondok Pesantren Nurul Hikmah. igee? @febbyantii._
Baca
Chapter: Bab 8. Misi Darren
Hafiz melangkah keluar dari rumahnya dengan penuh kehati-hatian, seolah setiap derap langkahnya harus sepelan bisikan. Dari balik pintu, ia mengintip ke arah dapur, melihat ibunya yang sedang sibuk mencuci piring. Rasa gugup berdesir di dadanya, namun Hafiz tetap nekat, berharap langkahnya tak tertangkap oleh suara atau pandangan. Setelah meyakinkan dirinya, Hafiz melangkah perlahan, menutup gerbang dengan hati-hati hingga hanya terdengar suara lembut besi yang saling bertemu. Saat gerbang itu tertutup sempurna, ia menarik napas dalam dan mulai berjalan cepat, menyusuri jalan kecil yang sepi menuju bangunan tua di dekat sekolahnya.Bangunan itu tampak terbengkalai, dikelilingi rerumputan liar yang tumbuh tak terurus, sementara temboknya berwarna kelabu dengan bercak-bercak cat yang memudar, seperti bekas luka yang mulai terlupakan. Pintu kayunya yang besar hampir roboh, miring, seakan hanya digantung oleh sisa-sisa engsel yang berkarat. Gedung ini dulunya adalah sekolah tua, penuh sej
Terakhir Diperbarui: 2024-11-02
Chapter: Bab 7. Dalam Pencarian, Ada Panggilan
"Baiklah, mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi." batin Hafiz.Setelah beberapa menit, Hafiz akhirnya berhasil masuk ke dalam sistem CCTV. Di layar, berbagai sudut sekolah mulai muncul. Dia memeriksa satu per satu, mencari tanda-tanda bahwa CCTV masih aktif. Semua kamera terlihat berfungsi dengan baik, menunjukkan suasana kelas yang sudah kosong karena para siswa telah pulang setelah ujian terakhir. Tidak ada yang mencurigakan sejauh ini.Namun, Hafiz tidak berhenti di situ. Dia memutuskan untuk mengakses rekaman beberapa jam yang lalu, tepat setelah Darren berbicara di kelas. Jemarinya kembali menari di atas keyboard, kali ini lebih cepat. Gambar demi gambar melintas di layar. Hafiz mempercepat putaran waktu di rekaman, mencari sosok Darren.Dan di situlah dia. Hafiz melihat Darren, berdiri di depan gerbang sekolah bersama seorang pria yang tidak ia kenal. Darren berbicara dengan serius, sementara pria itu mengangguk. Namun sayangnya, tidak ada suara dari rekaman CCTV itu."Mati
Terakhir Diperbarui: 2024-09-30
Chapter: Bab 6. Di Ambang Bahaya
Hari terakhir ujian selalu membawa suasana yang campur aduk. Hafiz duduk di bangkunya, dengan hoodie yang menutupi kepalanya, seolah-olah ingin menjauhkan diri dari hiruk-pikuk sekelilingnya. Udara di kelas terasa sedikit hangat, angin yang masuk dari jendela menggoyangkan tirai tipis, memberikan rasa tenang di tengah pikiran yang masih berkecamuk. Enam hari ini dia lalui dengan perasaan yang berbeda, bukan hanya karena ujian, tetapi karena keputusan sederhana yang mengubah segalanya. Hafiz berhenti menyontek.Kini, ada perasaan yang sulit dijelaskan ketika dia berhasil menyetorkan hafalan Qur’an kepada ayahnya. Setiap malam, ada kehangatan yang dirasakan Hafiz saat mendengar pujian ayahnya, meski hanya lewat telepon. Namun di sisi lain, tuntutan untuk belajar terasa seperti beban yang tak pernah surut. Materi-materi ujian menumpuk di hadapannya seperti dinding tinggi yang sulit ditembus. Hafiz merasa kesulitan, namun ibu tak tinggal diam. Dengan kasih sayang yang tak pernah ia ungkap
Terakhir Diperbarui: 2024-09-18
Chapter: Bab 5. Menuju Penebusan
Bel pulang berbunyi, menggema lembut di lorong-lorong sekolah. Ujian tengah semester akhirnya usai. Bagi kebanyakan siswa, ini adalah momen yang ditunggu, saat kebebasan merentang di depan mata. Namun, bagi Hafiz, bel itu bukan tanda kebebasan. Dia hanya bisa menarik napas panjang, menyadari bahwa meskipun sekolah pulang lebih awal, dirinya harus tetap menunggu. Jam dinding kelas menunjukkan pukul dua belas siang. Masih ada empat jam lagi sebelum ayahnya bisa menjemputnya pulang.Hafiz bersandar di kursinya, memejamkan mata sejenak. Kelas yang tadinya ramai kini kosong dan hening. Hanya dirinya yang masih bertahan, dikelilingi meja-meja dan kursi yang terasa dingin dan sepi. Ia mendengus pelan, lalu berdiri, memutuskan untuk mencari ketenangan di musholla. Di sana, setidaknya ia bisa menemukan kedamaian di tengah kesunyian.Langkah-langkahnya menggema di sepanjang koridor, perlahan tapi pasti menuju musholla. Sesampainya di sana, Hafiz melepas sepatu dengan gerakan malas, merasakan lan
Terakhir Diperbarui: 2024-09-16
Chapter: Bab 4. Ganjaran
Hafiz masih terpaku, tatapannya terkunci pada layar laptop. Isi file di dalam flashdisk itu membuat dadanya berdegup lebih cepat, campuran antara keterkejutan dan rasa bersalah menghantam dirinya. Tiba-tiba, suara ketukan pintu yang pelan namun tegas membuyarkan fokusnya."Hafiz, anak Ummah udah tidur belum?" Suara lembut ibunya terdengar dari balik pintu, menembus keheningan kamar.Dengan panik, Hafiz melompat dari tempatnya. Sekilas, matanya melirik buku-buku paket yang jarang ia sentuh berada di meja belajarnya. Ia buru-buru mengambilnya dan menyusun beberapa di sofa, berusaha membuat kamarnya terlihat seperti sarang seorang pelajar yang rajin. Buku-buku itu tergeletak asal, tapi cukup untuk memberi kesan. Napasnya ia tarik dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.Hafiz membuka pintu, berusaha tersenyum meski gugup. "Belum, Ummah."Pandangan ibunya menyapu ruangan dengan cepat, dan akhirnya berhenti di sofa penuh buku. Matanya lembut, penuh kasih, seolah menyiratkan bahwa ia tahu se
Terakhir Diperbarui: 2024-09-15
Chapter: Bab 3. Jejak Kecurangan
Malam itu, langit menyebar seperti tirai hitam yang dihiasi oleh kerlip bintang, seolah tangan tak terlihat sedang menyusun langit dengan penuh keleluasaan. Bulan bersinar lembut, menerobos celah-celah jendela kamar Hafiz dengan cahaya dingin yang tenang. Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan suasana kamar Hafiz dipenuhi oleh ketenangan malam yang menyelimuti.Setelah pertemuan dengan teman ibunya di pesantren, Hafiz pulang lebih awal dengan alasan ujian tengah semester yang akan dihadapinya keesokan hari. Orang tuanya, percaya bahwa Hafiz ingin belajar, mereka pun pulang sebelum dhuhur. Ujian yang sebenarnya akan dihadapi esok hari memang ada, tetapi alasan utama Hafiz pulang lebih awal adalah keinginannya untuk melarikan diri dari pertemuan yang membosankan itu.Di sofa panjang dekat jendela, Hafiz duduk dengan nyaman, laptop di pangkuannya, layar yang sejak siang tadi terus menyala. Dalam cahaya lembut bulan, Hafiz mengerjakan teknik baru meretas sistem CCTV, sebuah
Terakhir Diperbarui: 2024-08-25
Anda juga akan menyukai
Sincerity of Love
Sincerity of Love
Fiksi Remaja · litrcse
1.8K Dibaca
ARABELLA
ARABELLA
Fiksi Remaja · litrcse
1.8K Dibaca
Be My Friend
Be My Friend
Fiksi Remaja · litrcse
1.8K Dibaca
LOVE FROM KOREA
LOVE FROM KOREA
Fiksi Remaja · litrcse
1.8K Dibaca
Good Girl
Good Girl
Fiksi Remaja · litrcse
1.8K Dibaca
DMCA.com Protection Status