Dia mendongak menatap Darren Pradipta---asisten pribadi, orang kepercayaan, sekaligus satu-satunya sahabat yang yang Natan miliki.
“Katakan!” titahnya begitu singkat dan dingin seperti karakter dirinya yang dingin dan irit bicara. “Saya sudah selidiki dan ternyata benar, Aseng Elludra yang berada dibalik kecelakaan orang tua kamu,” beritahu Darren membuat rahang Natan seketika mengeras. “Kamu sudah selidiki sampai tuntas?” Meskipun sebenarnya tengah dikuasai amarah karena Natan paling sensitif kalau sudah membahas orang tuanya yang sudah meninggal, Natan berusaha untuk tetap tenang karena itulah Natan. Terlihat tenang seperti tengah lautan, namun sebenarnya menyimpan ombak besar di dasarnya.Natan atau Jonatan Zeondra ZIbrano sangat pintar menyembunyikan apa yang dia rasakan lewat ekspresi datar yang selalu ia tunjukkan.
Karena itu juga, CEO muda itu ditakuti saingan bisnisnya.
Tangganya juga dingin, hingga berhasil membuat perusahan peninggalan orang tuanya kembali berjaya setelah mengalami kebangkrutan dan menjadi salah satu perusahaan terbesar se-Asia hingga sekarang.
Sementara itu.... Zea tak sadar bahwa hidupnya akan berubah sebentar lagi.Gadis itu bahkan tersenyum manis dengan hati berbunga-bunga karena akan diantar pulang oleh sang kekasih.“Alea, kayaknya gue nggak jadi pulang bareng lo deh. Akas nggak jadi latihan hari ini, jadi gue pulangnya sama dia aja,” ucapnya. “Ngeri gue liat lo senyum sampe segitunya, Ze.” Alea bergerak menjauh dari Zea yang menurutnya selalu lebay kalau sudah membahas Akas. “Yee … biarin, namanya juga orang lagi seneng.” Zea masih saja senyum-senyum sambil memeluk tangannya sendiri dan percayalah, hal itu sangat terlihat menggelikan di mata Alea. Zea sengaja bertingkah seperti itu supaya Alea---sekaligus sepupunya itu merasa kesal. Sebenarnya Zea bukan gadis lebay seperti itu, Zea itu aslinya cuek, tangguh, walau terkadang suka berbuat licik demi kebaikan. Sesuai motto hidup seorang Zea, berbuat jahat demi kebaikan itu dosanya tidak akan dicatat oleh malaikat. Benar-benar sinting, enatah darimana Zea mendap
“Papa … ada tamu.” Si kecil Maizura berlari menuju kamar orang tuanya sambil berteriak memanggil ayah-nya “Jangan lari-lari, Zura! Papa denger kok, Nak. Nanti kalau Zura jatoh gimana?” Abraham langsung keluar dari dalam kamarnya sambil menyuruh anak bungsunya untuk berhenti berlari. “Jangan teriak-teriak juga, Zura! Kak Zea lagi tidur kayaknya, Zura mau dimarahin sama Kak Zea lagi?” Monic---ibu kandung Maizura, atau ibu tirinya Zea menegur putrinya sehingga Maizura langsung diam dengan wajah ngeri. “Keep silent, Ma,” bisik Maizura sambil menggerakkan tangannya seolah tengah mengunci mulutnya membuat kedua orang tuanya tertawa karena merasa gemas. Maizura benar-benar takut kalau kakak-nya yang cuek dan galak seperti kakak Upin Dan Ipin itu memarahi dirinya lagi. Tak jarang Zea akan menatap tajam Maizura kalau Maizura mengganggu dirinya. Tapi meskipun sering cuek dan tidak menganggap bahwa Maizura itu ada, tidak pernah sekalipun Zea membentak Maizura karena Zea masih memikirkan men
Natan menggerakkan lehernya untuk menoleh ke samping karena suara itu berasal dari sampingnya. Natan tertegun melihat seorang gadis berambut panjang yang dibuat Curly di ujungnya sedang menutup pintu kamarnya lalu berjalan mendekat ke arh Natan. “Masya Allah! Ini bidadari turun dari mana?” Darren ternganga sambil menatap gadis yang masih memakai name tag dari salah satu universitas ternama itu tanpa berkedip. Sedangkan Natan juga masih memperhatikan gadis cantik itu tanpa berkedip, baru kali ini seorang Jonatan Zeondra Zibrano dibuat pangling melihat kecantikan yang gadis itu miliki. Tubuh tinggi dengan body bak gitar spanyol membuatnya terlihat seperti model internasional meskipun hanya mengenakan pakaian formal kampus, rambut panjang yang ia buat Curly di ujungnya, kulit putih bersih bak susu, hidung mancung, bibir tipis berwarna merah muda alami, dan bola matanya yang berwarna abu-abu membuat gadis itu lebih layak disebut bidadari dibandingkan manusia biasa. Dia Adalah Zea Ve
“WHA? JANGAN BERCANDA DEH, OM! SAYA INI MASIH DI BAWAH UMUR,” pekik Zea dan secara spontan menjauhkan dirinya dari Natan. “Saya tidak bercanda, kalau Pak Abraham tidak bisa melunasi hutang-hutangnya maka saya akan menjebloskan Pak Abraham ke penjara.” Natan sengaja menjeda kalimatnya lalu maju satu langkah dan berhenti setelah jaraknya dengan Zea tersisa beberapa senti saja. “Kecuali kalau kamu mau menikah dengan saya gadis kecil.” Glek! Zea menelan ludahnya yang terasa kelu, Zea dibuat kehabisan kata-kata karena pilihan dari Natan sangat sulit untuk Zea pilih. “Ma-maaf, Tuan Zibrano. Tolong jangan libatkan putri saya.” Abraham memberanikan diri untuk bicara walaupun terbata. “Saya rela di penjara asalkan jangan libatkan Zea dalam urusan melunasi hutang saya.” “MAS!” bentak Monic tanpa disengaja. Saat melihat Natan menoleh padanya, Monic menggelengkan kepalanya pertanda bahwa ia tidak setuju dengan keputusan sang suami. Zea melirik Monic lalu mendelik dan mencibir dengan
“Keputusan bijak, Cantik.” Mati-matian Zea menahan air matanya yang ingin menetes saat ini saking sesaknya perasaan Zea sekarang. ‘Akas, maafin gue!’ lirih Zea dalam hati. Zea jadi memikirkan nasib Akas kalau seandainya dia memang harus menikah dengan Natan. Zea sangat mencintai Akas tapi Zea juga jauh lebih menyayangi papa-nya. Tentu saja Zea akan jauh lebih memilih melindungi sang ayah daripada memilih menyelamatkan hubungannya dengan Akas. “Saya mau kita menikah malam ini juga!” Zea tersadar dari lamunannya dan ternganga dengan mata membulat sempurna. “OM GILA! OM KIRA NIKAH ITU MIE INSTAN YANG KALAU DISEDUH LANGSUNG JADI?” Zea berteriak mengeluarkan suara oktaf-nya membuat Natan spontan menjauhkan telinganya dari Zea. “Kamu ini kecil-kecil tapi kok suaranya kayak toa rusak,” hinanya dengan ketus, “anggap saja pernikahan ini pernikahan jalur instan, selesai ‘kan? Pokoknya saya mau menikah malam ini juga t-i-t-i-k.” dia menekankan kata titik “Tapi ‘kan---“ “Menik
Setelah Natan pergi dari rumahnya, Zea yang tadinya masih berpura-pura terlihat baik-baik saja langsung mengubah raut wajahnya menjadi dingin.Zea menatap Abraham—ayah kandungnya yang ternyata punya hutang banyak tanpa Zea ketahui selama ini.“Dua ratus juta?” Zea tertawa sumbang dengan kedua tangan terlipat di dada.Zea terus saja tertawa meskipun matanya sudah berkaca-kaca menahan air matanya agar tidak tumpah di hadapan laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu.Abraham menatap nanar tawa sang anak yang terlihat begitu sangat menyakitkan, Zea terlihat seperti orang yang hampir hilang akal karena masalah besar yang menimpa keluarga mereka.“Zea—”“Apa, Pa? Apa?” Zea menjawab begitu tidak santainya Zea juga tanpa sadar telah meninggikan nada suaranya pada Abraham. “Papa bisa jelasin untuk apa uang dua ratus juta itu?” Zea menuntut penjelasan dari Abraham tentang hutang dua ratus juta tersebut.Zea harus tau ke mana perginya uang dua ratus juta itu karena sekarang, Zea lah yang haru
Zea tertegun dengan jantung bertalu-talu kuat di dalam sarangnya.“Ma-mama,” lirih Zea seiring dengan air matanya yang mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.“Zea, maafin Papa, Nak!” Abraham merasa gagal membahagiakan putrinya saat melihat air mata Zea secara langsung.Zea menggeleng kuat sambil menghapus kasar air matanya.“Zea makin yakin but nikah sama bos Papa itu kalau memang dulu uang itu untuk pengobatan Mama,” tutur Zea membuat Abraham semakin merasa bersalah.Meski saat ini Zea tengah berusaha menghalau air matanya, namun Abraham yakin bahwa putrinya itu tengah merasakan kehancuran terbesar dalam hidupnya.“Padahal Papa udah berencana miminjam uang sama Daddy kamu agar kamu tidak perlu menikah dengan Tuan Zibrano.”“Jangan, Pa!” Zea tidak setuju dengan keputusan papa-nya. “Dari mama masih hidup sampai sekarang, daddy udah banyak berkorban buat kita. Zea mau menikah sama bos Papa asalkan jangan libatin daddy lagi.”Daddy yang Zea maksud adalah ayah kandung Alea atau kakak kan
“Halo!” sapa Zea begitu judes sesuai dengan perasaan Zea yang terasa nano-nano saat ini.Zea dengan sangat tidak santainya menyahut panggilan suara dari nomor yang tidak dikenal itu.Sebenarnya tadi ingin Zea abaikan saja nomor tidak dikenal yang tiba-tiba menghubunginya, tapi karena takut kalau saja ada yang penting jadilah Zea tetap menjawab meskipun malas. “Kamu dari mana saja? Ngangkat telpon saja kok selama itu?” DegZea mematung mendengar suara itu, Zea menatap layar ponselnya dengan wajah cengo sampai beberapa saat setelahnya Zea mendelik tak suka pada layar ponselnya sendiri.“Ini pasti Om arogan itu ‘kan? Om dapet nomer saya dari mana?” tanya Zea begitu tidak santainya.“Good, kamu ternyata sudah hapal sama suara saya. Saya jadi makin cinta sama kamu.”“Hah?” Zea ternganga mendengar ucapan Om pedofil-nya yang makin ke sini makin ngelantur omongannya. ‘Gue baru tau ternyata kayak gini