Share

07. Fakta tentang hutang itu

Setelah Natan pergi dari rumahnya, Zea yang tadinya masih berpura-pura terlihat baik-baik saja langsung mengubah raut wajahnya menjadi dingin.

Zea menatap Abraham—ayah kandungnya yang ternyata punya hutang banyak tanpa Zea ketahui selama ini.

“Dua ratus juta?” Zea tertawa sumbang dengan kedua tangan terlipat di dada.

Zea terus saja tertawa meskipun matanya sudah berkaca-kaca menahan air matanya agar tidak tumpah di hadapan laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu.

Abraham menatap nanar tawa sang anak yang terlihat begitu sangat menyakitkan, Zea terlihat seperti orang yang hampir hilang akal karena masalah besar yang menimpa keluarga mereka.

“Zea—”

“Apa, Pa? Apa?” Zea menjawab begitu tidak santainya Zea juga tanpa sadar telah meninggikan nada suaranya pada Abraham. “Papa bisa jelasin untuk apa uang dua ratus juta itu?” Zea menuntut penjelasan dari Abraham tentang hutang dua ratus juta tersebut.

Zea harus tau ke mana perginya uang dua ratus juta itu karena sekarang, Zea lah yang harus menjadi jaminan pelunas hutang dua ratus juta tersebut agar sang ayah tidak di penjara.

“Tapi kamu tidak harus tau untuk apa uang itu, Zea. Kamu bisa semakin terluka kalau tau semuanya.”

Abraham tidak ingin Zea semakin mengorbankan diri kalau seandainya ia memberi tau Zea untuk apa ia meminjam uang sebanyak itu dari perusahaan.

Tangan Zea terkepal kuat mendengar jawaban sang ayah.

“Zea harus tau, Pa,” desis Zea tidak ingin di bantah.

“Tapi kamu—”

“ZEA HARUS TAU KARENA SEKARANG MASA DEPAN ZEA YANG JADI TARUHANNYA, PA.”

Zea berteriak sangat kencang membuat Abraham terlonjak kaget, ini baru pertama kalinya Zea berteriak padanya.

“Astaga, Zea. Berani sekali kamu meneriaki papa kamu? Jaga batasan kamu, Zea.” Monic yang tidak ingin Zea menjadi anak yang suka melawan orang tua pun langsung angkat bicara.

“Tante nggak usah ikut campur!” Zea membalikkan tubuhnya sambil menatap tajam Monic yang ia panggil dengan sebutan tente.

“Mama nggak akan ikut campur kalau kamu nggak bentak papa kamu, Zea.”

Zea tersenyum sinis. ‘Siapa juga yang mau manggil dia mama?’ Zea tidak berminat memanggil ibu tirinya itu dengan sebutan mama.

Bagi Zea, orang yang berhak ia panggil mama hanyalah ibu kandungnya yang sudah meninggal.

“Bukannya saya wajib tau uang dua ratus juta itu untuk apa? Di sini masa depan saya yang dipertaruhkan, dan ini juga urusan saya dengan papa saya. Jadi tolong Tante nggak usah ikut campur!” Zea menekankan kata tante agar ibu tirinya itu sadar diri.

Sampai kapanpun, Zea tidak akan memanggil ibu tirinya itu Mama kecuali pintu hatinya sudah terbuka untuk menerima kalau saat ini dia sudah punya keluarga baru.

“Sebelumnya Papa sudah bilang kalau kamu tidak mau menikah dengan Tuan Zibrano, tidak apa-apa, Zea. Papa tidak masalah walaupun harus di penjara asalkan kamu tidak perlu berkorban demi melunasi hutang papa.”

Abraham paham betul seperti apa perasaan Zea, Maka dari itulah Abraham tidak ingin memaksakan kehendaknya pada Zea.

Ia rela meskipun harus menghabiskan masa tuanya di penjara asalkan Zea tidak mengorbankan perasaan dan masa depan demi melihat dirinya tetap bebas.

Menikah dengan seseorang yang tidak kita cintai di usia yang masih begitu muda, apakah Zea bisa bahagia dengan pernikahan seperti itu?

“Anak mana yang tega melihat orang tua satu-satunya yang dia miliki harus mendekam di penjara?”

Pertanyaan Zea sukses membuat Abraham merasa tertohok.

“Maafin Papa, Zea!” Abraham menundukkan kepalanya karena merasa gagal menepati janjinya pada mendiang ibu-nya Zea.

Nyatanya sekarang dialah yang menjadi penyebab hancurnya kebahagiaan Zea, putri kecilnya itu justru harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia cintai karena Abraham gagal membayar hutang-hutangnya pada perusahaan.

Salah Abraham juga, kenapa tidak sejak dulu dia menyicil untuk membayar hutang-hutangnya? Kalau saja Abraham waspada sejak awal, maka sekarang Zea tidak akan terlibat dalam masalah hutangnya.

“Papa nggak perlu minta maaf, yang Zea butuhin dari Papa saat ini cuma satu. Jawab pertanyaan Zea, Pa! Untuk apa Papa meminjam uang sebanyak itu dari perusahaan?” Zea kembali mempertanyakan hal yang sama.

Zea tidak akan berhenti bertanya selama ia belum mendapatkan penjelasan dari sang ayah.

“Tapi papa tidak ingin kamu tau tentang hal itu, Zea.” Abraham kekeh tidak ingin memberitahu Zea.

“Kenapa nggak boleh, Pa? Apa karena uang itu Papa pake buat nyenengin istri sama anak Papa ini?” Ekor mata Zea melirik Monic dan Maizura.

Sejak awal Zea sudah sangat curiga bahwa uang dua ratus juta itu diberikan papa-nya pada ibu tiri dan adiknya itu.

Untuk siapa lagi kalau bukan untuk mereka, ya ‘kan?

“Jaga bicara kamu, Zea! Uang itu bukan untuk mereka, hutang Papa sudah ada jauh sebelum Papa menikahi Mama Monic,” sahut Abraham dengan tegas.

Abraham tidak ingin hubungan istri dan anaknya itu semakin tidak sehat karena adanya kesalahpahaman yang dihasilkan oleh perkara uang dua ratus juta ini.

“Kalau bukan buat mereka mereka terus buat apa, Pa? Rumah gini-gini aja dari dulu, mobil juga punya satu itupun hasil uang tabungan Papa. Tadi juga istri Papa itu bilangnya hutang kita pas di depan bos Papa tadi.”

Aretha tidak menyerah untuk menuntut kejelasan, Aretha mengingat semua percakapan antara papa dan ibu tirinya itu saat di depan Natan tadi.

“Kamu ingin tau uang dua ratus juta itu untuk apa?” tanya Monic dengan mata memerah.

Monic sangat emosi karena mendengar Zea menuduh dirinya dan maizura yang menghabiskan uang dua ratus juta yang dipinjam oleh Abraham.

Monic jelas tidak terima dengan tuduhan Zea tersebut. Jangankan untuk menghabiskan uang dua ratus juta itu, melihatnya saja Monic tidak pernah.

“Oh, jelas saya ingin tau.” Zea menatap Monic dengan mata merah itu.

Entah mata Zea memerah karena menahan tangis atau amarah, yang jelas saat ini Zea sangat hancur dan berada di titik terendah dalam hidupnya.

“Jangan, Monic!” Abraham menggelengkan kepalanya untuk melarang sang istri memberitahu Zea yang sebenarnya.

“Tapi aku nggak rela dituduh seperti itu, Mas. Aku bahkan nggak pernah melihat uang dua ratus juta itu, jadi Zea harus tau untuk apa dulu kamu meminjam uang dua ratus juta itu,” bantahnya.

Monic ikut tersulut emosi karena secara tak langsung Zea menuduh dirinya ini adalah wanita matre yang menikahi Abraham hanya demi uang.

“Yaudah kalau nggak rela saya tuduh, makanya kasih tau saya yang sebenarnya,” balas Zea tak kalah ngegas.

“Uang itu habis untuk biaya pengobatan mendiang ibu kamu.”

Deg

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status