Natan patuh saat dipanggil oleh seorang petugas WO untuk duduk di posisinya.Dan di sinilah Nathan sekarang, duduk di atas kursi yang sudah dihiasi dengan bunga-bunga berwarna putih berhadapan langsung dengan penghulu dan juga Abraham selaku ayah kandung Zea yang akan menjadi wali nikah untuk Zea.Wajah Natan memucat diiringi dengan keringat dingin.“Kok saya deg-degan ya? Mana panas pula, apa di ruangan ini nggak ada AC nya?” Natan merasa jantungnya jedag jedug dan kegerahan.Natan sampai mengira ruangan yang sudah full AC ini tidak ada penyejuk ruangannya sama sekali.Darren yang tak sengaja mendengar gumaman Natan dibuat mati-matian menahan tawa.“Wajar kalau kamu deg-degan, Nat. Itu tandanya kamu sedang gugup karena akan menikah dengan gadis yang kamu cintai, kalau kamu nggak deg-degan mah itu tandanya kamu nggak ada rasa sama calon istri kamu,” bisik Darren pada Natan yang terlihat sekali sedang sangat gugup sampai mengeluar
Alea menahan untuk tidak menjerit sambil menunjuk Natan yang duduk di hadapan penghulu dan Papa Abraham dengan dagunya.Zea hanya menjawab dengan anggukan kecil mengingat saat ini mereka tengah menjadi pusat perhatian semua tamu undangan.“Kehilangan seribu Akas sekalipun demi cowok seganteng dia mah nggak masalah kali, Zea,” celetuk Anes dengan mata berbinar menatap ketampanan calon suami Zea.Untuk pertama kalinya Alea setuju dengan ucapan si polos Anes.Zea melirik Anes dengan tatapan yang tidak bersahabat. Anes berbicara seperti itu karena ia tidak merasakan se-cinta apa Zea pada Akas.“Itu mah namanya bukan om-om, orang masih muda banget begitu. Haduh paket komplit ini mah, Zea. Udah gantengnya jauh berkali-kali lipat dibanding Akas, pinter, bisa jadi COE yang mimpin banyak perusahaan di usia muda lagi.”Berbagai kalimat pujian dari Alea dan Anes tertuju pada Natan membuat Zea merasa tak suka dan kuping Zea terasa sanga
‘Dan pada akhirnya masa remaja gue benar-benar udah berakhir di tangan om-om brengsek ini,’ lirih Zea di dalam hati.Tak lupa, Zea menyematkan kalimat umpatan untuk pria yang baru saja mengikat dirinya dengan kalimat ijab qobul.Sekarang, Zea sudah resmi menyandang status sebagai Nyonya Zibrano. Posisi yang sangat diincar dan idam-idamkan oleh para wanita mana saja, tapi Zea justru menganggap posisi tersebut sebagai malapetaka.Zea tidak bisa membayangkan akan seperti apa hari-harinya selanjutnya hidup bersama pria dingin seperti Natan.“Selamat, kalian sudah resmi menjadi pasangan suami istri!” Pak penghulu mengucapkan kata selamat yang pertama.Hati Zea semakin terasa teriris saat penghulu mengatakan selamat karena sekarang Natan sudah resmi menjadi suaminya.Zea merasa, orang-orang akan mengucapkan selamat karena Zea sudah berdiri di depan gerbang kehancurannya karena Zea sama sekali tidak merasa senang dengan pernikahan ini.
“Hayo atuh Abang ipar, dicium kening si Zea! Bukannya malah bisik-bisik romantis begitu, bikin saya yang jomblo ini makin sirik aja.” Alea merasa gemas melihat pengantin itu malah bisik-bisik bukannya melaksanakan apa yang diminta pak penghulu. Apa mereka tidak tau bahwa ia dan semua orang yang ada di sini tengah menunggu Natan mencium kening Zea sambil memegang kamera untuk merekam momen romantis tersebut? Namun sebenarnya, Alea dan semua tamu undangan yang melihat sepasang pengantin itu bisik-bisik dibuat merasa baper karena mereka terlihat begitu manis dan romantis. Mereka tidak tau saja, kalau yang terlihat sedang romantis-romantisan itu sebenarnya sedang adu mulut dengan situasi yang memanas. “Jangan bertingkah yang membuat orang-orang tau kalau kamu hanya terpaksa menikah dengan saya!” bisik Natan. ‘Emang kenapa kalau orang-orang tau gue ini cuma terpaksa? Toh kenyataannya emang gitu ‘kan?’ balas Zea di dalam hati. Sampai akhirnya Zea terlonjak kaget saat Natan merengkuh
Mata Darren melotot menatap gadis kecil yang kini menetap dirinya dengan mata berbinar. Bahkan Darren sudah menjauhkan wajahnya yang baru saja menjadi sarana empuk tangan nakal gadis kecil itu.“Kenapa menjauh? A’a mau ya nggak jadi suami Anes?” Anes menunjukkan wajah cemberut sambil terus berusaha berdekatan dengan Darren.“Jangan macem-macem gadis kecil! Kamu bisa apa aja buat jadi istri saya? Saya ini yatim piatu loh.” Darren berucap sembarangan karena terlalu terkejut mendengar penawaran tak biasa dari sahabat istri Natan.“Aku emang nggak bisa masak sama nyuci baju. Tapi kalau nyapu, ngepel, sama nyuci piring aku bisa kok. Oh, ya satu lagi, aku pasti jago ngabisin duit suami kalau udah nikah nanti,” ucap Anes dengan mata berkedip polos.Darren menatap cengo gadis kecil di hadapannya, sedangkan Natan mati-matian menahan tawa.Kata-kata Anes yang terlalu jujur, ditambah lagi dengan ekspresi polos gadis itu berhasil membuat Darren seper
Natan merasa, Zea seperti membawanya terbang tinggi ke angkasa lalu gadis kecilnya itu menghempaskan dirinya begitu saja dari ketinggian.Benar-benar menyakitkan, pikir Natan.“Kau memang paling bisa membuatnya mati gaya, Nyonya Zibrano.” Darren terbahak melihat muka merah Natan yang seperti orang menahan berak padahal aslinya sendang menahan rasa kesal.Percayalah, Natan dibuat semakin jengkel saja melihat tawa mengejek yang Darren berikan untuk dirinya.Panggil Nyonya Zibrano yang diselipkan Darren untuk dirinya membuat Zea menggerutu merasa tak suka.Bugh!“Asu! Kenapa kamu malah memukul saya?” Darren mengumpat sambil mengusap kepala belakangnya yang baru saja mendapatkan tampolan sayang dari Natan.“Itu hadiah untuk kau yang suda berani mengejek saya.” Natan dan Darren malah adu bacot disaksikan oleh tiga gadis yang sejak awal sudah menonton aksi mereka.“Kaku amat ya bahasa mereka, nggak ada gaul-gaulnya sa
Reni mengusap lembut wajah cantik Zea. “Mommy nggak bakal banyak berpesan karena semuanya sudah diwakilkan oleh deddy kamu.” Reni memeluk singkat Zea.“Makasih, Mom," ucap Zea dijawab anggukan kepala oleh Reni.“Saya yakin Anda adalah laki-laki yang baik dan bermartabat, Tuan Zibrano. Jadi cukup buktikan itu dengan menjaga baik-baik putri kami, Zea tidak butuh harta berlimpah karena yang dia butuhkan hanyalah kasih sayang. Hidup Zea tidak seberuntung yang Anda lihat.”Setelah Reni pergi, Natan mengerutkan alisnya.‘Tidak seberuntung yang terlihat? Apa maksudnya?’ Natan menatap Zea tanpa berkedip karena ia penasaran seperti apa hidup yang dijalani istri kecilnya itu selama ini.Hari semakin larut, waktu sudah menunjukan jam satu malam dan itu artinya acara pernikahan Natan dan Zea sudah berada di penghujung acara.Akhirnya, Zea bisa duduk dengan tenang kembali di atas kursi pelaminan setelah tadi ia sempat dibuat kesal s
Satu Minggu kemudian Waktu terus berjalan sesuai dengan semestinya, hari ini genap satu Minggu usia pernikahan Natan dan Zea.Dan hari ini juga adalah hari yang paling berat bagi Zea.Kenapa?Karena hari ini Natan akan membawa Zea pulang bersamanya setelah satu Minggu lamanya Natan membiarkan Zea tetap tinggal di rumah orang tuanya setelah mereka menikah.Di malam pertama mereka memang tidur satu ranjang, tapi Natan menahan diri untuk tidak meminta haknya karena takut Zea akan semakin membenci dirinya.Besok paginya, Natan malah harus berangkat ke luar kota demi mengurus pekerjaan yang sangat penting yang tidak bisa diwakili dan tidak bisa ia tinggalkan.Alhasil, rencana Natan untuk cuti selama seminggu gagal total. Natan malah harus meninggalkan Zea di rumah orang tua gadis itu selagi dirinya berada di luar kota.Sekarang Natan sudah kembali membawa banyak oleh-oleh untuk Zea dan juga keluarga istrinya itu.