Share

06. Hama perusak kehidupan

“Keputusan bijak, Cantik.”

Mati-matian Zea menahan air matanya yang ingin menetes saat ini saking sesaknya perasaan Zea sekarang.

‘Akas, maafin gue!’ lirih Zea dalam hati.

Zea jadi memikirkan nasib Akas kalau seandainya dia memang harus menikah dengan Natan. Zea sangat mencintai Akas tapi Zea juga jauh lebih menyayangi papa-nya.

Tentu saja Zea akan jauh lebih memilih melindungi sang ayah daripada memilih menyelamatkan hubungannya dengan Akas.

“Saya mau kita menikah malam ini juga!”

Zea tersadar dari lamunannya dan ternganga dengan mata membulat sempurna.

“OM GILA! OM KIRA NIKAH ITU MIE INSTAN YANG KALAU DISEDUH LANGSUNG JADI?” Zea berteriak mengeluarkan suara oktaf-nya membuat Natan spontan menjauhkan telinganya dari Zea.

“Kamu ini kecil-kecil tapi kok suaranya kayak toa rusak,” hinanya dengan ketus, “anggap saja pernikahan ini pernikahan jalur instan, selesai ‘kan? Pokoknya saya mau menikah malam ini juga t-i-t-i-k.” dia menekankan kata titik

“Tapi ‘kan---“

“Menikah dengan saya malam ini juga atau papa kamu saya jebloskan ke penjara?” ancamnya membuat Zea langsung menoleh pada sang ayah.

“Nggak ada pilihan lain selain itu, Om?” Zea memasang tampang memelas agar pria yang bernama Jonathan itu iba.

“Yes or yes?”

Zea hanya bisa mengepalkan tangannya sambil tersenyum paksa pada Natan. “Itu mah namanya bukan pilihan, tapi pemaksaan. Dasar om-om pedofil!” Zea mengatupkan gigi-giginya dan bergumam lirih.

“Kamu bilang apa?” Mata Natan memicing curiga menatap Zea.

Zea menggeleng cepat. “Enggak, saya cuma bilang Om tinggi banget.” Zea menjawab dengan asal sambil memperhatikan dirinya yang hanya setinggi dada Natan.

Natan memilih tak peduli meskipun sejujurnya ia tau bahwa Zea tengah berbohong padanya.

“Saya pergi dulu, kamu tidak boleh lari dari pernikahan ini atau papa kamu akan di penjara.” Natan berdiri sambil merapikan jas yang ia pakai. “Oh ya satu lagi, jangan pernah panggil saya om lagi karena saya tidak pernah menikah dengan tante kamu.” Natan sangat tidak suka dipanggil dengan sebutan itu oleh Zea.

Enak saja dirinya yang masih bujangan, tampan, dan imut-imut ini malah dipanggil om oleh calon istrinya sendiri.

Ingin rasanya Natan berteriak sekencang-kencangnya sambil berkata “UMUR SAYA MASIH DUA PULUH LIMA TAHUN WOI!”

“Suka-suka saya dong mau manggil apa aja, Om.” Zea semakin menjadi dan membantah ucapan Natan tanpa ada takut-takutnya.

Yang ada Zea malah menekankan panggilan om untuk Natan dengan sengaja karena misi Zea mulai sekarang adalah melakukan hal-hal yang tidak disukai Natan agar Natan membencinya dan klau membatalkan pernikahan dengannya.

“Zea tolong jaga sikap pada Tuan Zibrano, Nak!” Abraham memperingati Zea dengan wajah kaku.

Abraham tidak ingin putrinya itu semakin dalam masalah karena telah berani membantah Natan. Abraham tau betul bahwa Natan itu sangat tidak suka dibantah oleh siapa saja apalagi barusan Zea terkesan seperti meledek dan memperolok Natan.

“Sudahlah, dia masih kecil dan biarkan dia melakukan apa saja yang dia mau,” ujar Natan sambil tersenyum tipis.

Sanga---t tipis, tapi senyum itu tak sengaja tertangkap oleh indra penglihatan Abraham sehingga Abraham dibuat terheran-heran.

Ini benar-benar pertama kalinya Abraham melihat Natan tersenyum tulus walaupun begitu tipis. Selma ini Abraham hanya pernah melihat Natan menyeringai atau tersenyum miring saja.

“Saya akan pulang dulu bersiap-siap untuk pernikahan kita malam ini, girl.” Natan mengangkat tangannya lalu mengacak rambut Zea dengan gerakan impulsif.

“Singkirkan tangan Om yang bau terasi itu dari kepala saya!” Zea menepis kasar tangan Natan dari kepalanya.

Zea benar-benar merasa asing dan sangat tidak nyaman melakukan kontak fisik seperti itu dengan Natan.

“Kamu ini ada-ada saja, melihat terasi saja saya belum pernah, bagaimana mungkin tangan saya bisa bau terasi?” Bukannya marah-marah seperti yang biasanya ia lakukan pada siapa saja yang berani mengatainya seperti yang baru saja Zea lakukan.

Natan malah tertawa kecil membalas kalimat ketus Zea, percayalah. Hal itu sangat membuat Darren dan Abraham melongo sekaligus tak percaya bahwa orang yang saat ini sedang mereka lihat adalah Natan yang sama dengan Natan yang biasa mereka kenal di kantor.

Natan terlihat begitu berbeda kalau sedang bersama Zea, pria dingin dan biasa hidup kaku itu lebih banyak bicara dan lebih banyak menunjukkan ekspresi saat berinteraksi dengan Zea.

“Pernikahan akan dilangsungkan tiga jam dari sekarang, saya akan membooking WO terhebat di kota ini untuk mendekor, merias kamu, dan mengurus segala hal tentang pernikahan kita nanti. Saya pastikan semuanya akan selesai dalam tiga jam.” Natan menatap Zea karena kalimat barusan ia tujukan untuk Zea.

Natan bahkan tidak mengajak siapapun untuk berdiskusi tentang urusan pernikahannya dengan Zea karena Natan tau bahwa hanya dirinya saja yang menginginkan pernikahan ini.

Maka dari itu, Natan akan mempersiapkan semuanya sendiri karena hanya untuk mengurus satu pernikahan seperti ini saja bukanlah hal yang sulit untuk Natan lakukan.

Zea hanya melengos dengan kedua tangan terlipat di dada, Zea terlalu malas atau lebih tepatnya Zea tidak berminat untuk menyahut semua perkataan Natan.

Menurut Zea---Natan itu hanyalah hama yang tiba-tiba datang mengganggu dan merusak hidupnya dengan mudahnya.

Jadi coba katakan, apakah Zea harus mau sering-sering berbicara dengan hama seperti Natan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status