Share

04. WHAT?

Natan menggerakkan lehernya untuk menoleh ke samping karena suara itu berasal dari sampingnya.

Natan tertegun melihat seorang gadis berambut panjang yang dibuat Curly di ujungnya sedang menutup pintu kamarnya lalu berjalan mendekat ke arh Natan.

“Masya Allah! Ini bidadari turun dari mana?” Darren ternganga sambil menatap gadis yang masih memakai name tag dari salah satu universitas ternama itu tanpa berkedip.

Sedangkan Natan juga masih memperhatikan gadis cantik itu tanpa berkedip, baru kali ini seorang Jonatan Zeondra Zibrano dibuat pangling melihat kecantikan yang gadis itu miliki.

Tubuh tinggi dengan body bak gitar spanyol membuatnya terlihat seperti model internasional meskipun hanya mengenakan pakaian formal kampus, rambut panjang yang ia buat Curly di ujungnya, kulit putih bersih bak susu, hidung mancung, bibir tipis berwarna merah muda alami, dan bola matanya yang berwarna abu-abu membuat gadis itu lebih layak disebut bidadari dibandingkan manusia biasa.

Dia Adalah Zea Veronica Alghatama---putri sulung Abraham dari istri pertamanya yang sudah meninggal karena gagal ginjal kronis.

Natan berhasil dibuat terpesona pada pandang pertama oleh gadis kecil yang saat ini sudah berada tepat di dekatnya.

“Kenapa natapnya gitu banget, Om? Om suka sama saya? Saya tau kok kalau saya ini cantik, tapi maaf ya, Om! Selera saya bukan, Om.” Zea mengibaskan rambut panjangnya dan bergaya sok cantik meskipun sebenarnya Zea memang cantik.

‘Menarik.’ Natan tersenyum penuh makna saat sebuah ide cemerlang mampir di otak cerdasnya.

Kecerewetan Zea benar-benar sangat lucu di mata Natan.

Natan masih terus menatap Zea dengan pandangan yang sangat kentara akan rasa tertarik, dan semua itu tak luput dari pantauan Darren.

‘Dasar pedofil! Ternyata anak kuliahan speak anaknya Abraham ini tipe predator yang satu ini,’ cibir Darren dalam hati.

Darren benar-benar tak menyangka bahwa tipe pengusaha sukses seperti Natan ini adalah gadis kecil yang sepertinya akan sangat merepotkan kalau dijadikan pasangan apalagi teman hidup.

‘Kalau saya sih ogah suka sama anak kecil, mana manggilnya Om lagi? Kalau ada yang sama-sama dewasa ngapain harus sama bocah yang pastinya bakal bikin ribet.’ Secara tak langsung Darren mengatakan bahwa anak kuliahan sama sekali bukan tipe dia.

Darren terus memperhatikan wajah Zea lamat-lamat dengan alis berkerut saat menyadari sesuatu. “Kayaknya gue nggak asing sama muka cewek ini, kira-kira gue pernah ketemu atau liat dia di mana, ya?” Darren bergumam lirih tanpa ada seorangpun yang mendengar suaranya.

Sampai beberapa saat setelahnya, mata Darren membulat sempurna saat ia sudah bisa mengingat di mana ia pernah melihat Zea. Daren merogoh saku celananya lalu mengeluarkan handphone mahalnya dari sana. Darren melihat sebuah foto lalu membandingkan gadis yang ada di dalam ponselnya itu dengan wajah Zea.

‘Fiks dia orang yang sama dengan yang di foto ini,’ batin Darren yang sejujurnya masih setengah percaya dengan kenyataan yang ada, ‘ini memang sebuah kebetulan yang sangat menguntungkan buat Natan,’ lanjutnya sambil menyembunyikan senyumannya.

“Nat!” Darren mencolek pundak Natan untuk mengalihkan perhatian Natan dari gadis kecil yang sepertinya akan berpengaruh besar dalam hidup Natan untuk ke depannya.

Natan menatap Darren dengan sebelah alis terangkat seakan bertanya ada apa, tapi karena si bos kaya raya yang satu ini sangat anti berbicara karena menurutnya berbicara itu hanya akan membuang-buang air liur saja. Maka dari itu, Natan hanya bertanya lewat bahasa isyarat saja.

“Coba kamu lihat gadis yang di foto ini!” pinta Darren.

Meskipun sejujurnya Natan bingung kenapa Darren tiba-tiba meminta untuk melihat ponsel sahabatnya itu, Natan tetap mengarahkan matanya ke layar benda canggih milik Darren.

Dahi Natan berkerut melihat foto sepasang remaja di depan gerbang universitas yang tersenyum manis ke arah kamera. Kalau dilihat dari pose foto mereka yang terlihat begitu romantis, sepertinya mereka itu adalah pasangan yang saling mencintai.

“Dia gadis yang sama dengan yang di foto ini,” beritahu Darren.

“Dari mana kamu dapat foto ini?” Tangan Natan terkepal erat karena merasa tak suka melihat gadis yang telah membuatnya tertarik itu berpose se-mesra itu dengan pria lain.

Bisa dikatakan Natan cemburu melihat foto itu.

“Ini foto anak Aseng yang dikirim oleh mata-mata kita, gadis itu adalah kekasih anak Aseng.”

Natan menunjukkan wajah kaget selama beberapa saat sebelum akhirnya Natan kembali menyeringai penuh makna.

‘Semakin menarik, sambil menyelam minum air. saya bisa dapat dua keuntungan sekaligus dari kasus ini.’ Rencana di otak Natan semakin tersusun dengan matang dan sempurna.

“Jawab atuh, Om! Kenapa malah diskusi, sih? Memangnya papa saya punya utang berapa sampai harus di penjara segala?” Zea masih melayangkan pertanyaan yang sama pada Natan karen tak kunjung mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

Sedangkan Abraham dan Monic kembali saling pandang melihat sifat Zea yang tidak seperti biasanya. Zea begitu banyak bicara dan terlihat seperti gadis ceria, tidak seperti Zea yang dingin seperti Zea yang mereka lihat di rumah selama ini.

Apa seperti itu sifat asli Zea? Pikir keduanya.

“Pertama, jangan panggil saya Om karena saya bukan adik ayah atau ibu kamu! Kedua, kalau saya beritahu pun kamu tidak akan bisa membayar hutang papa kamu,” ujar Natan begitu arogan membuat Zea mendelik.

“Sombong amat mentang situ bos-nya, apa susahnya sih kasih tau nominalnya? Walaupun gue nggak bisa bayar seenggaknya ‘kan gue bisa tau jumlah hutang bokap gue itu berapa.” Karena terlampau kesal, akhirnya ke luar sudah bahasa gaul Zea yang sejak tadi ia sembunyikan.

“Kak! Emang utang papa saya berapa, sih? Saya muak nanya sama orang arrogant itu.” Zea memilih bertanya pada Darren yang ia yakini adalah sekutu dari si pak CEO arrogant ini.

Zea begitu berani menunjuk Natan dengan dagunya tanpa rasa takut sedikitpun.

Untuk apa takut? Toh si Natan juga makan nasi sama seperti dirinya. Hanya kasta si kaya dan si miskin yang menjadi pembeda di antara mereka.

Natan hanya bisa mendelik sinis melihat kelakuan Zea.

‘Dia manggil Darren Kakak? Tapi kok dia manggil gue Om, padahal wajah gue sama wajah Darren juga tuaan wajahnya Darren. Atau dia itu sengaja?’ batin Natan melayangkan protes karena merasa terganggu dengan panggilan Zea untuknya.

“Kira-kira sekitar lima ratus jutaan lah,” Jawab Darren sembari mengingat-ingat.

“WHAT? KAKAK SERIUS?” pekik Zea.

Keluar sudah suara delapan oktaf Zea. Mata Zea melotot setelah mendengar nominal yang disebutkan oleh Darren.

“Jaga suara kamu, Zea! Nggak enak sama atasan Papa,” tegur Abraham yang merasa tidak enak pada Natan dan Darren karena suara Zea yang melengking itu.

‘Oh, jadi namanya, Zea? Nama yang cantik, sama seperti orangnya,’ puji Natan dalam hati.

Zea sama sekali tidak menghiraukan teguran papa-nya, Zea justru sibuk dengan isi pikirannya yang sedang melayang ke mana-mana.

Yang Zea pikirkan adalah, ke mana perginya uang dua ratus juta yang dipinjam oleh papa-nya?

Rumah gini-gini aja bentuknya dari dulu, mobil cuma punya satu. Itupun uangnya dari hasil nabung papa-nya selama bertahun-tahun.

Lantas untuk apa papa-nya meminjam uang sebanyak itu dari perusahaan?

“Saya nggak mungkin bohong soal hal se-serius ini. Kalau Pak Abraham tidak bisa melunasi semua hutangnya hari ini juga, maka dengan berat hari pihak perusahaan harus melaporkan Pak Abraham ke polisi.”

Zea benar-benar dibuat tidak bisa berkata-kata mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut Darren.

“Apa nggak ada cara lain selain memenjarakan papa saya?” Wajah Zea berubah serius.

Sepertinya posisi papa Zea benar-benar terancam sekarang.

“Ada,” balas Natan begitu singkat dengan muka datarnya.

“Gimana caranya, Om? Kalau saya bisa maka akan saya lakukan asalkan papa sayanggak di penjara.”

“Menikah dengan saya maka semua hutang papa kamu akan saya anggap lunas.”

“WHAT!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status