"Lalu, kalau begitu apa yang harus kukerjakan?" tanya Ethan.
"Jordy!" panggil Beniqno pada anak buahnya. "Ya, Bos!" Jordy segera mendekat. "Aku menyuruhmu untuk menjelaskan pada Ethan tentang seluk beluk kasino kita yang berada di dekat pelabuhan! Mulai sekarang kau harus membimbing dia agar bisa menjadi penggantiku memimpin The Black Roses, pimpinan mafia terhebat sepanjang masa!" kata Benigno dengan penuh kebanggaan. Ethan terlihat menganga. Bukannya apa-apa, mertuanya bilang dia akan dibimbing untuk menjadi mafia terhebat sepanjang masa. Yang benar ... "Maaf, Papa Ben! Bolehkah aku menolak? Aku rasa aku lebih cocok menjadi seorang mekanik," tolak Ethan dengan hati-hati. "Kau tidak boleh menolak! Aku menikahkanmu dengan putriku Crystal bukan agar kau bebas melakukan pekerjaan tak berguna itu! Cukup sekali aku memiliki menantu tak berguna. Jangan menjadi Alessandro kedua! Selain itu kalau bukan kau yang akan meneruskan kepemimpinan The Black Roses, lalu siapa lagi?" Ethan sampai menganga di buatnya. "Kau sendiri tahu aku hanya memiliki seorang putri, yaitu Crystal. Dan juga seorang cucu perempuan. Tidak akan mungkin aku akan menempatkan anak dan cucuku dalam bahaya. Sudah! Sebaiknya jangan banyak protes. Kau boleh menolak, kalau kau ingin kutendang dari kehidupan Crystal dan Clarissa," ancam Benigno. "Baiklah," jawab Ethan dengan patuh. Ethan sangat paham apa maksud mertuanya itu. Benigno Mensina yang adalah seorang gembong mafia The Black Roses itu adalah orang terkaya di kota ini. Berkecimpung dalam dunia hitam, Benigno juga pastinyamemiliki banyak musuh. "Kau tahu Ethan? Kenapa aku tidak menyukai kakakmu, Alessandro? Itu karena dia selalu bertentangan denganku. Sangat bebal dan tidak bisa diberi tahu," kata Benigno dengan nada tajam dan dingin. Ethan terdiam. Dia juga paham dengan situasi yang dimaksud oleh Benigno. Alessandro, mendiang sang kakak yang adalah polisi biasa mana mungkin punya kecocokan dengan seorang mafia kelas kakap. "Oleh karena itu aku berharap kau tidak bodoh seperti Alessandro. Dia nekad berbuat seperti itu pada putriku hingga Crystal mengandung Clarissa, tetapi dia bahkan tidak mau meninggalkan pekerjaan rendahannya itu!" umpat Benigno. "Tidak ada yang salah dengan pekerjaannya. Itu pilihan hidupnya. Sedari kecil dia memang ingin menjadi polisi," kata Ethan membela sang kakak. "Tak ada yang salah katamu? Dia sendiri tahu kalau profesinya adalah musuh bagi kelangsungan bisnis dan keselamatan mertuanya. Apanya yang tak ada salah? Kalau dia memang tak mau meninggalkan profesinya itu, harusnya dari awal jangan berpikir untuk berani mengganggu putri seorang ketua mafia!" "Tapi Alessandro tidak pernah mengusikmu, Papa Ben. Setidaknya dia tidak pernah menggunakan profesinya untuk membuatmu susah, kan? Dan dia juga bertanggung jawab pada anak dan istriku!" "Mengusikku? Memangnya dia pikir dia bisa?" Seringai sinis mengembang di bibir Benigno. "Ya, bisa saja kan? Andai dia berpikir sesuatu yang menguntungkan dirinya, dia pasti akan menggunakan predikatnya sebagai menantu Benigno Mensina untuk naik jabatan. Aku benar kan?" Mendengar itu Benigno tertawa terbahak. "Hei, anak muda! Maksudmu Alessandro akan menjualku sebagai tangkapan besar untuk kepolisian agar dia naik jabatan?" Tawa meremehkan terdengar hampir seantero ruangan itu. Lalu tiba-tiba tawa itu terhenti mendadak. "Kau kira seorang polisi rendahan akan semudah itu menangkap Benigno Mensina?" Sebagai seorang mafia Benigno memiliki banyak bisnis. sebagian besarnya adalah merupakan bisnis ilegal yang meliputi perdagangan narkoba, pencucian uang, serta perdagangan senjata api. Dan jangan lupakan bisnis prostitusi sebagai penyumbang terbesar untuk pemasukannya yang mencapai total hampir ratusan ribu euro atau jika dikonversi ke rupiah hampir mencapai belasan milyar setiap bulannya. Belum lagi dengan setoran para pejabat pemerintahan yang merupakan anggota terselubung dari mafia The Black Roses ini. Semua itu membuatnya semakin kaya raya dan berpengaruh di kota C ini. "Kau benar-benar berpikir kakakmu itu punya kemampuan untuk menjeratku? Ethan, kau jangan naif!" Ethan menghela napas. Tinggal di kota berbeda dengan jarak yang lumayan jauh, sebenarnya Ethan tak banyak tahu tentang kehidupan sang kakak. Bahkan dengan Crystal pun ia baru pertama kali bertemu di depan pengacara Alessandro untuk membicarakan hak asuh putrinya yang diwasiatkan Alessandro pada Ethan. "Kami sebagai ibu dan kakeknya Clarissa masih hidup, tetapi kalian ingin kami menyerahkan anak dan cucu kami pada orang asing? Yang benar saja!" gerutu Benigno kala itu. "Itu adalah permintaan mendiang Alessandro, Tuan Benigno. Dalam surat ini jelas tertera kalau Tuan Alessandro menginginkan agar hak asuh atas putrinya Clarissa diberikan pada adiknya, Tuan Ethan Trovatelli!" jawab pengacara itu. "Apa kalian gila? Kau lihat aku baik-baik! Ada aku di sini dan masih hidup. Kau ingin kami menyerahkan Clarissa padanya?" Benigno menuding Ethan dengan jari telunjuknya. "Bukan begitu, Tuan Ben. Masalahnya wasiat ini berkekuatan hukum. Tuan Alessandro menandatangani ini di depan beberapa saksi. Dan ia membuat ini dengan sangat sadar tanpa intervensi dari pihak mana pun. Jika Tuan Benigno dan Nyonya Crystal keberatan, kalian bisa mengajukan banding ke pengadilan. Saya hanya menjalani tugas saja," kata pengacara itu memberi pengertian. Benigno mendengus kesal dan berpaling pada Ethan. "Hei, kau! Aku memintamu baik-baik! Katakan pada pengacara ini kalau kau akan melepas hak asuh cucuku dan berhenti memperjuangkan hal yang tidak masuk akal ini!" Ethan menggeleng. "Maaf, Tuan Benigno. Aku tidak bisa. Ini adalah wasiat kakakku. Dan Clarissa adalah satu-satunya keponakanku. Aku tetap akan menerima Clarissa sebagai putriku dan akan menjadi ayah untuk menggantikan posisi kakakku," tolak Ethan. "Tidak bisa bagaimana? Dia hanya keponakanmu! Kau akan menyesal kalau kau tak mau melepas hak asuh Clarissa! Aku tak akan tinggal diam!" "Kalau memang Tuan Benigno keberatan, bagaimana kalau kita bertemu berjanji saja di pengadilan. Biar hakim yang memutuskan. Clarissa akan ikut denganku atau dengan ibunya." Benigno menggeram. Dia bukannya tidak mau memperjuangkan hak asuh atas cucunya di pengadilan, namun saat ini dia sedang menghindar dari sorotan media yang selalu mendapatkan cara untuk menjatuhkan namanya untuk mencari-cari kesalahannya. "Aku bilang lepaskan hak asuh atas Clarissa, atau ...." "Kita ke pengadilan saja," tantang Ethan. "Kakakku bilang ia tidak mau Clarissa dibesarkan di lingkungan yang beresiko. Entahlah apa maksudnya itu." '"Bajingan!!" umpat Benigno. Dia tahu apa maksud kata-kata Ethan. Ethan bermaksud mengatakan kalau profesi Benigno sebagai mafia tidak baik untuk tempat tumbuh kembang cucunya. "Astaga, Tuan Benigno. Kenapa wajahmu terlihat marah begitu? Aku hanya mengatakan apa alasan yang ditulis kakakku di surat wasiat kenapa dia menyerahkan hak asuh Clarissa padaku. Lalu enapa kau marah padaku?" "Kau memang ..." Hampir saja Benigno memukul Ethan andai pengacara itu tak buru-buru menengahi. "Ah, Tuan Benigno. Sabar, sabar ... ini masih bisa dibicarakan! Tolong bersabarlah!" lerai pria itu. "Apa yang harus dibicarakan? Dia ingin mengambil cucuku! Sialan ini!!" maki Benigno. Pengacara itu menghela napas sesaat. Lalu kemudian dia mengusulkan ide yang membuat semua yang ada di sana membelalakkan matanya. "Kalian mungkin bisa mengasuh Clarissa bersama-sama." "Mengasuh Clarissa bersama-sama? Bagaimana caranya itu?" tanya Crystal sambil memasang wajah sinis pada Ethan. Crystal yang sedari tadi banyak diam, buka suara. "Kalian mungkin bisa mencoba mengasuh Clarissa secara bergantian. Empat hari untuk Nyonya Crystal merawat Clarissa, lalu tiga hari berikutnya Clarissa bisa ikut dengan Tuan Ethan," saran pengacara itu, mencoba menjadi mediator. "Ya Tuhan, yang benar saja, aku harus merelakan putriku dibawa oleh pria ini selama tiga hari? Bagaimana kalau dia melakukan sesuatu pada Clarissaku?" Crystal memicingkan matanya dengan pandangan menuduh pada Ethan. "Hei! Apa maksudmu aku akan melakukan sesuatu pada Clarissa? Kau kira aku akan melakukan apa pada keponakanku sendiri?" balas Ethan tak terima. "Ya, mana kutahu apa yang kau bisa lakukan? Pokoknya aku tidak bisa mempercayakan putriku padamu!" Ethan mengusap wajahnya kasar. "Oh, Tuhan ... kau mengatakan itu seolah aku adalah orang yang membahayakan untuk keponakanku sendiri. Begini saja, aku rasa tak ada keputusan yang lebih tepat selain membawa ini ke pengadilan." "Tidak! Jangan!" cegah Benigno cepat. Dia tidak mau berurusan dengan hukum saat ini. "Baiklah, kita bisa mengasuh Clarissa bersama-sama." "Papa!" protes Crystal. *****"Papa?" pekik Crystal tertahan."Sebaiknya kalian berdua menikah saja," usul Benigno."Tidak! Aku tidak mau! Apa-apaan Papa mengusulkan hal seperti itu. Aku tidak mau menikah dengannya!" tolak wanita itu tegas."Crys ....""Apa Papa masih sehat? Papa ingin aku menikah dengannya? Hah! Buat apa! Itu ide paling konyol dan paling gila yang pernah ku dengar!" umpat wanita itu lagi."Crys, ikut Papa sebentar!"Setelah meminta ijin pada pengacara itu, Benigno pun menarik Crystal ke luar sebentar. "Crys, tolong mengerti! Kau setujui saja permintaan Papa untuk kau menikah dengannya. Ini hanya untuk sementara, Crys!"Crystal geleng-geleng kepala."Tidak, tidak, tidak ... ini gila! Aku tidak mau menuruti inginnya Papa. Itu tidak lucu sama sekali.""Hanya sementara, Crys. Sampai Papa menemukan satu alasan kuat untuk menendang dia dari kehidupanmu dan Clarissa. Kau tahu kan kalau Papa tidak bisa berurusan dengan hukum dulu akhir-akhir ini?""Tapi aku mana mungkin menikah dengan orang itu. Dia adi
"Ethan, antar ini ke meja nomor delapan!" seru kepala pelayan pada Ethan yang baru saja datang dari mengantar minuman di meja dua belas. "Okay! Aku datang!" seru Ethan seraya menghampiri kepala pelayan yang segera menyambutnya dengan nampan yang di atasnya telah disusun beberapa kaleng minuman bersoda siap minum. Segera keduanya bertukar nampan kosong dengan nampan yang harus diantar oleh Ethan pada pengunjung tamu yang berada di meja nomor delapan. Mensina Grand Casino adalah kasino terbesar di wilayah kota C dan sekitarnya. Sebanyak 500 mesin judi dan 100 meja judi poker dan meja judi lainnya ada disitu. Bukan hanya itu, Mensina Grand Casino juga memiliki hotel dengan jumlah kamar 590 kamar serta memiliki 8 restoran di dalamnya. Untuk para wanita yang senang bermain judi, di sini juga mereka bisa menggunakan jasa salon pribadi. Dan untuk kaum pria para petualang cinta satu malam, Mensina Grand Casino juga menyediakan ada banyak wanita
"Taruhanmu yang sebenarnya adalah €500 bukan €15. Silahkan dibayar, Tuan!" Semua terkejut akan penemuan Ethan. Sungguh mereka tidak menyangka kalau orang yang mereka kira selama ini sebagai raja judi ternyata tak lebih dari seorang pecundang yang suka bermain curang."Breng sek!! Apa-apaan ini? Kau membodohi kami semua di sini?" teriak salah seorang dengan emosi. Bagaimana tidak emosi? Selama beberapa kali bertaruh dalam satu hari ini di meja judi ia selalu saja kalah. Bahkan kekalahannya di putaran terakhir ini adalah satu-satunya uang terakhir yang ia punya. Sekarang ada orang yang dengan seenaknya bermain curang. Siapa yang bisa dengan mudah menerima hal itu?"Aku tidak bermain curang! Pelayan ini bohong! Kalian kalah makanya kalian ini padaku. Itu sebabnya kalian menyuruh pelayan ini untuk berpura-pura menangkap basah aku. Padahal aku tidak berbuat curang sama sekali!" sangkal Mark.Mark masih saja ingin membantah. Ia tidak mau meng
Crystal seperti biasa bangun setelah jarum jam menunjukkan di atas pukul 08.00 pagi. Rutinitas pagi hariannya begitu ia bangun adalah membuka jendela kamarnya yang berada di lantai dua rumah ini. Lalu seperti hari-hari sebelumnya iapun akan keluar ke balkon dan menikmati udara pagi sekaligus matahari pagi untuk ia sedikit berjemur. Katanya sinar matahari pagi dibawah jam 9 pagi sangat bagus untuk kesehatan kulit dan tulang. Oleh karena itu wanita itu selalu menyempatkan diri untuk berjemur di pagi hari.Mungkin semua akan terasa biasa, andai pagi ini ia tidak melihat dan merasakan sesuatu yang sedikit berbeda seperti saat ini ia melihat si bo-doh Ethan itu sedang berada di depan kap mobil terbuka milik ayahnya. Ethan terlihat serius sedang memperbaiki mobil itu. Dengan kain lap dan kunci-kunci di tangannya serta hitam oli yang sedikit belepotan di wajahnya membuat ia terlihat tampan dan eksotik. Setidaknya demikianlah penilaian pribadi Crystal sekilas pandang kepadanya.
Kau berani memanggilku apa?" tanya Crystal marah.Ethan tidak menghiraukan kemarahan Crystal. Sekarang ia malah membawa Clarissa di gendongannya menuju mobil Benigno berwarna merah dengan bak terbuka."Ethan!! Apa maksudmu berkata seperti itu padaku?!" kesal Crystal berusaha menghadang Ethan yang membawa Clarissa ke mobil. Namun oleh Ethan, ia sengaja didorong sehingga meminggir dan tak menghalangi jalan pria itu."Kau pikirkan saja sendiri! Ayo, Clarice! Papa akan bawa kau jalan-jalan!" "Hum!" Clarissa pun mengangguk mengiyakan.Apa? Papa katanya?! Dasar pria tidak punya malu! Bisa-bisanya dia mengajari Clarissa untuk memanggilnya papa.Tanpa perlu membuka pintu mobil, Ethan pun mendudukkan Clarissa di kursi samping kemudi. Lalu ia pun memasang sabuk pengaman yang melintang miring pada bocah kecil berusia 2,5tahun itu.Melihat putrinya siap dibawa pergi oleh Ethan, maka Crystal pun tidak mau berdiam diri. Segera ia me
"Kau belum ingin jujur padaku tentang siapa kau sebenarnya?" tanya Crystal kepada Ethan. Ethan yang sedang berbaring begitu saja di rumput tanpa alas itu menatap wajah Crystal dengan pandangan malas. "Ethan!!!" Dengan tak sabar, Crystal pun mengguncang-guncangkan bahu Ethan. "Astaga!! Perempuan ini?! Tidak bisakah kau sedikit tenang? Sehari saja mulutmu itu tidak berisik, apa tidak bisa?!" umpat Ethan dengan sebal. "Makanya kamu jawab pertanyaanku! Siapa sebenarnya kau?" tanya Crystal dengan sedikit memaksa, berharap ia mendapat jawaban lain selain dari identitas yang ia dan ayahnya ketahui. "Kamu sungguh-sungguh ingin tahu siapa aku?" tanya Ethan. "Kau yakin tidak akan menyesalinya nanti jika kau sudah tahu siapa aku?" Crystal memasang wajah ketus. "Untuk apa aku menyesalinya? Aku bahkan tidak mencintaimu. Dan hanya orang yang mencintai kekasihnya dengan sungguh-sungguh lah yang
Setelah mengantar Crystal dan Clarissa kembali ke kediaman Benigno, Ethan berpamitan ingin buru-buru pergi."Hei, kau masih ingin kemana lagi?" tanya Crystal kepada Ethan.Ethan yang sudah membuka pintu mobil siap berangkat kembali, kini berbalik dan menatap Crystal."Apa kau sedang bersikap seperti istri posesif yang sedang mencurigai suaminya?" selorohnya.Mendengar selorohan Ethan, tak urung membuat Crytal menjadi kesal karenanya."Terserah kau saja, Breng sek!" umpatnya sambil geleng-geleng kepala.Crystal benar-benar tak habis pikir kenapa Ethan memiliki sifat yang luar biasa tidak tahu diri cenderung ke tak tahu malu.Kemudian pria itu pun pergi dengan tawa berderai karena berhasil membuat Crystal menjadi kesal karenanya."Mama, Papa kemana?" tanya Clarissa.Crystal mengernyitkan keningnya kesal. Lihatlah! Bahkan putrinya saat ini benar-benar telah terpengaruh oleh kehadiran Ethan. "Saya
"Kau baru pulang?" Ethan yang baru saja membuka pintu cukup terkejut melihat siapa yang kini sedang berbaring di ranjangnya. "Apa yang kau lakukan disini, Crys?" Crystal yang sedari tadi menunggu di kamar Ethan melihat pria itu hanya berdiri di ambang pintu, kini memiringkan tubuhnya sambil menopang kepalanya dengan pose yang uhhh, cukup menggoda! Bagaimana tidak menggoda? Wanita itu menunggu di kamarnya hanya dengan menggunakan lingerie satin berwarna hitam yang walaupun tidak minim dan terbuka, tetapi gaun malam itu cukup kooperatif membentuk tubuh Crystal hingga terlihat lekuk-lekuk sekali lagi ohhh, sangat menggoda iman. Entah apa maksud wanita itu bersikap seperti itu, tetapi yang jelas Ethan cukup merasa terganggu karenanya. Bagaimana pun dia pria normal, you know? Dan Crystal entah dengan niat apa sengaja menunggunya di kamar dengan pose seperti itu. "Wow, garang sekali kau, Ethan? Apa kau tidak tergoda melihatku? Apa bertemu dengan ja lang di hotel sudah membuat ga
"Sesuatu yang besar? Tadi malam? Apa maksudnya itu?" tanya Ethan pura-pura tidak tahu.Andrew memasang senyum sinis pada Ethan."Owh, ayolah! Jangan berpura-pura padaku. Aku tahu kau sangat peduli pada ayah mertuamu, Benigno Mensina. Dan kau ingin membantunya diam-diam dengan menangkap perampok itu. Aku benar, kan?" kata Andrew dengan nada berbisik meskipun sebenarnya bisikannya itu masih bisa didengar oleh orang-orang yang ada di sana.Ethan melirik pada orang-orang yang sedang berada di sana. Sebagian dari mereka lagi-lagi penasaran pada apa yang sedang di dibicarakan oleh Ethan dan tamu yang baru datang itu. Dan apa kata orang itu tadi? Dia tahu siapa pelakunya? Kalau benar dia tahu siapa pelaku perampokan itu, bukankah itu akan menjadi suatu yang sangat menarik untuk diketahui? Terlebih-lebih bagi seorang Ricardo. Rasanya apapun yang berhubungan dengan Ethan, selama itu adalah hal yang yang berkonotasi negatif dan berpotensi untuk membuat pria itu ditendang dari kasino ini, selam
Ethan baru tiba dari Palermo. Ia pun langsung menuju Mensina Casino. Ia tak ingin mendengar ocehan Crystal jika dia masih harus pulang ke rumah Benigno Mensina terlebih dahulu. Karena Ethan yakin itu akan berlangsung lama jika masih mendengar ceramah Crystal dan belum lagi dengan proses membujuk istrinya itu nanti. Ckckck ..."Selamat pagi, Tuan Ethan," sapa bodyguard yang berjaga di depan."Selamat pagi, Eric!" sahut Ethan pada bodyguard bernama Eric itu.Kedua orang bodyguard bertubuh besar yang tingginya melebih Ethan itu melihat pada General Manager Mensina Casino ini dengan tatapan aneh dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Ethan hanya memakai kaos berwarna hitam, celana jeans dan sepatu kets."Hei, kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh?" Ethan memperhatikan tubuhnya sendiri dan akhirnya sadar apa yang membuat dua orang bodyguard itu menatapnya heran."Owh, kalian heran melihat penampilanku? Ah, aku akan mandi dan berganti pakaian di dalam nanti. Baju kerjaku
Di pagi hari di kediaman keluarga Bosseli, Diego sedang menikmati sarapannya ketika Andrew baru datang. "Kau baru pulang?" tanya Diego pada Andrew.Bukan hal yang baru jika putranya itu baru pulang sepagi ini. Sebagai anak muda yang walaupun tidak lagi terlalu muda, Andrew sama saja dengan pria lajang lainnya yang suka menghabiskan waktu malamnya bersama Angelica, baik itu di hotel maupun di apartemen milik kekasihnya itu. Dan ia baru kembali setelah pagi hari."Yap," jawab Andrew sambil menarik sebuah kursi dan duduk berhadapan dengan ayahnya.Seorang pelayan yang melihat kedatangan Andrew segera bergegas menyiapkan sarapan untuk anak majikannya itu."Ayah, katakan padaku sebenarnya Capo dei Capi itu siapa? Tolong beri tahu aku identitasnya sebenarnya," pinta Andrew tiba-tiba.Diego Bosseli sang ayah, mengernyitkan kening dan menghentikan aktivitasnya sejenak mengunyah sarapannya. Ia heran kenapa di pagi hari seperti ini Andrew lagi-lagi menanyakan itu. Andrew selama beberapa waktu
"Rodrigo, kau lihat di sana? Sepertinya mereka ingin melarikan diri dari kita," seru Moreno.Rodrigo yang sedang menyetir mobil menyipitkan matanya melihat tiga mobil berderet baru saja keluar dari gedung yang menjadi markas The Monster itu"Baiklah kita kejar mereka sekarang. Berpegangan, Teman-teman!" seru Rodrigo sambil menginjak pedal gas dan melajukan mobil sekencang-kencangnya.Moreno dan beberapa orang lainnya yang berada di kursi bagian belakang mobil, segera berpegangan. Tak lupa Moreno menghubungi dan memberi instruksi pada teman-temannya yang berada di mobil lain yang berada di belakang."Target kita sepertinya akan melarikan diri. Kalian yang berada di tim Pietro ikut kami mengejar mereka. Dan yang berada di tim Massimo kalian masuk ke dalam gedung dan periksa situasi seperti apa yang ada di sana. Jika masih ada orang di sana, tolong kalian atasi," kata Moreno menginstruksikan."Baiklah, kami akan masuk ke dalam markas The Monster," kata Massino menjawab komando dari Moren
"Paulo?" Spontan Ethan menyahuti anak buah The Monster yang sedang meneleponnya itu."Ya. Ehmm .... kau siapa? Dimana Capo?" Tiba-tiba anak buah The Monster yang bernama Jacob itu tersadar kalau orang yang mengangkat teleponnnya bukanlah bosnya.Ethan tidak menjawab, melainkan malah memberondong Jacob dengan bertanya balik."Paulo di mana?"Jacob mengernyitkan keningnya saat mendengar orang yang menerima panggilannya pada sang bos malah bertanya tentang Paulo."Kau siapa? Di mana bosku? Kenapa ponselnya ada padamu?" tanya Jacob bertubi-tubi.Ethan mendengus. Dia sedang lelah saat ini tapi ada saja orang yang masih ingin bermain-main dengannya."Bosmu aman bersamaku, sekarang katakan di mana Paulo?" Jacob segera tanggap tentang apa yang terjadi. Apalagi beberapa waktu yang lalu ada beberapa orang yang datang mengatasnamakan SMG (Sicilian Mafia Guild) dan membuat rusuh markas mereka "Aku ingin berbicara dengan Capoku," pintanya."Dia sedang tidak bisa berbicara dengan siapa pun saat i
Ethan menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada di ruang utama Nido di Aquila Nera. Tubuhnya sedikit lelah karena berkejar-kejaran dengan Alfonso tadi. Ah, sungguh pria yang sangat menyusahkan."Bagaimana misinya? Sukses?" Suara Julia terdengar bertanya padanya dengan nada malas.Sebenarnya Julia sangat ingin diikutkan dalam misi ini. Rasa-rasanya dia ingin ikut menghajar Alfonso yang telah berani mengaku-ngaku menjadi Capo dei capi dan membuat kerusuhan tak hanya bagi korban perampokan, namun juga bagi kaum mafioso yang lain. Tetapi sayangnya Ethan tidak mau melibatkan Julia dalam misinya lagi. Sangat menyebalkan! Walaupun Ethan juga tidak mengusirnya pergi dari Aquila Nera."Ya, begitulah," jawab Ethan."Di mana orangnya?" tanya Julia penuh minat.Ia yang sedari tadi berdiri di tangga kini melangkah turun ke bawah."Mereka ada di bawah, Ju.""Oh, astaga. Kenapa kau tidak membunuh sampah tak berguna itu saja, Ethan? Dia ada di sini hanya menambah jumlah para prigionieri. Lama-lama tem
"Uh, Capo? Bukankah kau terlalu kejam padanya?" Rivaldo menatap Alfonso yang saat ini sedang dijinjing oleh Ethan kerah bajunya. Di mulut pria itu tersumpal pistol dalam kondisi sudah terkokang dan siap tertarik pelurunya."Jangan banyak bicara, Rivaldo. Kita harus secepatnya ke Nido (sarang) sebelum keberadaan kita di sini menarik perhatian lebih banyak orang," kata Ethan."Oke, baiklah! Kalau begitu kalian naik saja!" kata Rivaldo mempersilahkan. Ia sedikit memajukan duduknya di sepeda motor matic yang dia pakai untuk menjemput Ethan dan orang yang mereka tangkap."Naik!" Ethan memerintahkan Alfonso untuk naik ke sepeda motor yang sedang ditunggangi oleh Rivaldo itu. "Kau yakin kita bisa naik bertiga di sepeda motor ini?" tanya Ethan."Tenang, Capo. Ini hanya sampai keluar gang. Nanti di depan juga ada mobil yang dibawa oleh anggota AN (Aquila Nera) yang lain," kata Rivaldo menenangkan."Oke, aku paham, Rivaldo. Alfonso, kau dengar itu? Silahkan naik dan duduklah di tengah!" kat
"Apa kau anak buahnya Capo dei Capi?" tanya Alfonso.Ethan terdiam. Dari sudut bibir pria itu tersungging sebuah senyuman tipis yang mungkin bisa jadi dilihat oleh Alfonso namun bisa juga tidak."Atau kau justru ... adalah capo dei capi?" tanya Alfonso ragu.Entah mengapa sekarang dia memiliki firasat tak enak soal Ethan. Alfonso berpikir, Ethan bersusah payah ke Palermo dan merencanakan segalanya termasuk membawa cukup banyak sniper di Celcius kasino untuk menangkapnya, tak mungkin hanya karena demi mertuanya. Tak mungkin juga dia berepot-repot mengejar pelaku perampokan sendiri alih-alih melaporkan dan. menyerahkan semuanya ke kantor polisi.Hanya ada satu kemungkinan yang masuk akal kenapa Ethan mengejarnya bahkan memburunya hingga sampai ke tempat ini. Mungkinkah karena dia berkaitan dengan capo dei capi? Ethan adalah anak buahnya yang disuruh capo dei capi atau sebaliknya malah dia adalah capo dei capi itu sendiri?"Kau benar-benar adalah capo dei capi?" Lagi-lagi Alfonso menyipi
"Capo! Kita sepertinya terjebak!" keluh Matt pada Alfonso.Sungguh mereka tak menyangka kalau orang yang memburu mereka akan sampai secepat ini ke jalan ini. Padahal tinggal sedikit lagi Ape taxi yang akan mereka tumpangi akan mencapai pos The Monster cabang Palermo, dan mereka bisa menghilangkan jejak di sana. Padahal harusnya akan butuh waktu lama bagi mereka terkejar mengingat mereka yang mengejarnya harus berkeliling jauh memutar melewati jalan besar lainnya. Sialan!"Mundurkan, ape taxi-nya!" kata Alfonso. memerintahkan.Namun belum sempat Matt mengikuti perintah sang Bos, seseorang dari dalam mobil itu telah keluar dengan menggenggam senjata api di tangannya.Alfonso mengernyitkan keningnya. Dia kenal pria itu. Tunggu, tunggu, tunggu ... bukankah dia adalah pria yang bertemu dengan Alfonso saat di pernikahannya dengan Christina? Dan bukankah dia adalah pria yang bertemu dengan Andrew Bosseli ketika berada di Mare Nostrum hotel waktu itu. Yang kata Christina adalah sahabat istr