"Ben, menantumu telah menghianatimu!""Apa? Apa maksudmu?" tanya Benigno tak mengerti.Ethan yang sedari tadi mendiamkan saja Andrew mengatakan segala macam hal di telepon kepada Benigno, kini mulai hilang kesabaran. Ethan berniat ingin merebut ponsel itu, tetapi sayangnya oleh Andrew mengelak, iya menjauhkan diri dari jangkauan Ethan."Eits! Santai, Bro! Ethan, kau kenapa?"Lagi, Ethan berusaha mengambil ponsel Crystal dari tangan Andrew."Andrew, apa yang sedang kau katakan kepada mertuaku? Kau ingin memprovokasi aku dan Papa Ben?" tuduh Ethan tak sabar."Memprovokasi apa? Aku benar kan?""Apanya yang benar? Kau sebelum bicara tolong dipikirlah terlebih dahulu!" kesal Ethan.Di seberang sana Benigno mendengar perdebatan antara Andrew dan Ethan."Hei, sebenarnya apa yang terjadi? Andrew, katakan dengan jelas apa maksudmu kalau Ethan sudah mengkhianatiku?""Begini, Ben. Apa kau tidak punya anak buah atau siapa pun untuk bisa kau cari tahu apa yang terjadi di Palermo tadi malam? Oh ...
" .... temanmu yang bernama Paulo itu ada ditanganku. Kau kenal dia?" Ethan yang telah berbalik badan dengan Crystal yang sedang menggamit lengannya kemudian kini menghentikan langkah kakinya. Oh, ternyata anak buahnya Alfonso itu telah membawa Paulo pada Andrew, batin Ethan.Andrew yang melihat Ethan menghentikan langkahnya semakin yakin kalau Ethan mengenal Paulo, pria yang dibawa oleh Jacob padanya."Paulo, siapa?" bisik Crystal pada Ethan.Ethan tidak menjawab, melainkan menoleh pada Andrew."Paulo siapa?" tanyanya balik."Jangan berpura-pura padaku, Ethan. Aku tahu kalau kau sebenarnya mengenalnya. Kalau kalau ingin tahu bagaimana kondisinya, biar aku beri tahu padamu. Kondisinya tidak baik. Sepertinya dia mengalami penyiksaan dan penganiayaan sebelum dibawa padaku. Kau tidak ingin menyelamatkannya? Atau kau ingin meminta bantuan pada Capo dei Capi lebih dulu?" kekeh Andrew.Ethan berjalan mendekati Andrew."Andrew, aku benar-benar tidak tahu apa yang kau katakan. Tetapi aku me
"Tak bisakah kau memanggilku ayah sekali saja?"Ethan yang mendengar pertanyaan itu diucapkan oleh Diego Bosseli padanya tiba-tiba saja terdiam. Tangannya sedikit mengepal dan gigi gemeretak menahan geram."Ayah? Siapa yang kau maksud ayah? Dirimu? Dan kau berharap aku memanggilmu seperti itu? Tuan Bosseli, aku sudah pernah mengatakan padamu, jangan pernah menganggap aku atau Alessandro adalah putramu. Bukankah kau yang telah mencampakkan aku, ibuku dan kakakku? Bahkan saat aku masih dalam kandungan ibuku. Saat kakakku Alessandro masih sangat butuh-butuhnya figur seorang ayah. Dan yang paling menyedihkan adalah kau dan demone del cielo juga adalah penyebab dirinya tewas, anak kandungmu sendiri! Setelah semua itu, kau masih ingin kupanggil ayah?" Amarah dalam diri Ethan begitu meletup-letup seakan ingin keluar membuncah dari dalam dirinya. Dan Diego Bosseli hanya bisa menahan napas, rasanya sulit meraup oksigen kala kenyataan pahit itu dibeberkan kembali oleh darah dagingnya sendiri.
Benigno termangu setelah beberapa saat sambungan telepon antara dia dan putrinya Crystal terputus setelah ia berbicara dengan Andrew Bosseli tentunya.Kata-kata Andrew itu masih terngiang-ngiang di telinganya. Semua yang dijabarkan oleh Andrew tentang kecurigaannya terhadap Ethan dan capo dei capi itu membuatnya antara percaya dan tidak percaya."Tuan Ben, apa kita berangkat sekarang?" teguran Jordy membuatnya tersadar dari lamunannya."Ah, ya! Sebelumnya kita datangi dulu Arabella, Jordy. Aku mengkhawatirkannya," kata Benigno sambil berdiri dari tempat duduknya."Baik, Tuan." Jordy pun berjalan mengikuti Benigno menuju mobil yang sudah siap berangkat dari tadi. Benigno tanpa perlu dibukakan pintu mobil pun langsung masuk dan duduk di kursi depan, samping kemudi."Jadi kita ke Via Denaro sekarang, Capo?" tanya Jordy."Hem." jawab singkat dari Benigno.Lalu mobil yang disetir oleh Jordy itupun melaju di jalanan kota C menuju ke Via Denaro, tempat orang tua angkat Arabella berada.Di p
"Arabella mengandung?" gumam Benigno.Pria berusia jelang kepala enam itu terperangah mendengar kata-kata Margaretha.Margaretha mengangguk."Arabel, kenapa kau tak mengatakan apa-apa padaku?" tanya Benigno pada Arabella yang sedang duduk sambil memalingkan wajahnya."Memangnya apa yang harus kukatakan?" tanya Arabella. "Meski aku mengatakannya memangnya akan ada yang berubah? Anakku tetap saja tak pantas menyandang nama belakang Mensina."Arabella terlihat sedih mendengar ucapannya sendiri."Hei, kenapa kau berkata seperti itu?""Karena memang begitulah adanya. Aku ini bukan perempuan baik-baik, Ben. Mana mungkin aku berani menuntutmu untuk mengakui anak ini, hmmm? Crystal pasti akan membunuhku. Aku yakin itu!" "Crystal tidak seburuk itu, Arabella. Yah, walaupun untuk beberapa hal aku sepakat kalau sering kali memang kata-katanya terlalu kasar padamu. Aku sebagai ayahnya meminta maaf padamu. Aku tidak bisa mendidiknya dengan baik. Kau tahu sendiri dia ditinggalkan oleh ibunya ketika
"Apa maksud anak itu, Arabel?" tanya Benigno pada kekasih sekaligus calon istrinya itu.Arabella memutar keras otaknya untuk berpikir."Organisasi Ethan apa yang dimaksud oleh gadis itu?" tanya Benigno.Arabella mengangkat pundaknya."Entahlah. Aku pikir anak itu mungkin hanya salah paham pada Ethan," kata Arabella berdalih.Ia telah berjanji tidak akan mengatakan rahasia besar Ethan kepada siapa pun, meski itu kepada Benigno."Salah paham bagaimana?" desak Benigno. Dan mau tidak mau sambil berjalan menuju ke bawah, ke tempat mobil Benigno diparkir, Arabella pun terpaksa menceritakan kejadian saat Ethan mengantarnya beberapa waktu yang lalu. "Jadi Ethan berkelahi dengan orang-orang yang menganggu anak itu dengan ayahnya?" tanya Benigno.Arabella mengangguk."Ya, begitulah. Mungkin itu sebabnya Diana mengira kalau Ethan juga memiliki organisasi mafia. Ya, itu dikarenakan orang-orang yang dilawan Ethan waktu itu adalah orang-orang dari kelompok mafia juga," kata Arabella memberi tahu.
Crystal melempar tasnya ke ranjang dengan hati dongkol. Jangan ditanya bagaimana kesalnya dia saat ini. Mengetahui kalau ayahnya membawa lagi Arabella ke rumah ini, itu saja sudah menjadi satu alasan bagi Crystal untuk marah-marah.Apalagi dengan berita terrrr ... terrr .... menggelikan sekaligus mengesalkan seperti ini, Crystal pun auto jengkel, dongkol yang tak bisa diungkapkannya seperti saat ini."Bagaimana bisa? Bagaimana bisa?" kesalnya sambil bersungut-sungut. Ethan yang menyusul masuk ke kamar mereka yang berada di lantai dua itu, hanya bisa melihat dan mendengar Crystal uring-uringan tak jelas. Wanita itu berjalan mondar-mandir di sepanjang kamar sambil menggerutu dan mengomel. "Ya Tuhan, ini tidak mungkin!!" ratap Crystal seperti seseorang yang baru saja mendapat musibah terbesar dalam hidupnya.Ethan berusaha tidak mempedulikan tingkah laku istrinya itu. Sebab Ethan tahu, jika dia mengajak Crystal untuk berbicara apalagi mencoba membujuknya alhasil itu adalah sesuatu yang
"Arabella, sebaiknya mulai sekarang kurangi aktivitasmu di luar rumah. Kau harus lebih banyak beristirahat. Jangan sampai kau kelelahan," nasihat Benigno pada calon istrinya itu.Arabella mengangguk dengan hati yang sangat bahagia. "Iya, Ben. Aku akan di rumah saja," kata wanita itu."Pagi ini aku ingin menemui beberapa orang tamu dari Sirakusa. Mungkin itu bisa menghabiskan waktu hingga 2 atau 3 jam, sepulang dari sana aku akan langsung ke sini untuk mengantarmu ke dokter kandungan," kata Benigno pada Arabella."Benarkah? Kau akan meluangkan waktumu untuk membawaku ke dokter? Untuk melihat calon putra kita?" tanya Arabella dengan sangat antusias."Ya, tentu saja. Selain itu kalau kau tidak lelah, kita mungkin bisa sekalian pergi ke salah satu event organizer untuk mempersiapkan pesta pernikahan kita. Kamu mau, kan?" Lagi-lagi Arabella mengangguk dengan sangat antusias. Dia benar-benar bahagia. Sungguh anak dalam perutnya sangat membawa keberuntungan. Biasanya Benigno tidak akan se-
"Crys, kenapa?" tanya Ethan terkejut mendengar pekikan Crystal.Bukannya menjawab, Crystal malah termundur ke belakang sampai dia terjatuh. Wajahnya pucat pasi sambil ia geleng-geleng kepala."Kenapa? Crys??!" Ethan yang tidak mengerti langsung gerak cepat mendekati istrinya itu. Ia ingin menolong Crystal bangun."Kenapa? Kenapa, Crys? A-apa yang terjadi?!" "I-itu, Anna, Ethan ... Anna ....," tunjuk Crystal ke arah kamar mandi yang terbuka.Spontan Ethan ke arah kamar mandi. Dan sama terkejutnya, Ethan sampai membelalakkan matanya. Lalu ia pun dengan cepat menutup mata Clarissa yang sedang dia gendong."Astaga, apa yang terjadi?!"Crystal menatap Ethan dengan kaki dan tangan gemetar. Ia benar-benar pucat saat ini. "Ethan ... Anna, Ethan. Anna ...."Ethan segera meraih lengan Crystal dan membantunya untuk berdiri. Sementara sebelah tangannya yang lain masih menggendong Clarissa."Ayo bangun, Crys! Bangun ...." Ethan hampir sempoyongan membantu Crystal berdiri dan menggeretnya ke
"Sebenarnya sangat lucu menginap di hotel yang satu kota dengan rumah sendiri. Mana aku tidak bawa baju ganti. Anna juga sama. Kalau Clarice perlengkapannya ada saja di dalam mobilmu. Terus bagaimana? Apa kita pulang sekarang saja?" usul Crystal pada Ethan."Besok saja, Crys. Aku sedang ingin di sini dulu. Aku sudah lama tidak menginap di sini. Yah, sejak seseorang wanita mengikatku dalam ikatan pernikahan," cibir Ethan."Hei!! Apa kau bermaksud menyalahkan aku?" omel Crystal."Ya, dan karena kau yang menyebabkan semua ini jadi kau bertanggung jawab mengurusku seumur hidup," jawab Ethan.Crystal hanya geleng-geleng kepala."Kalau itu sih kau sendiri yang ingin memanfaatkan aku. Ckckck," decak Crystal."Di lemari putih di ruang situ ada banyak baju kaos dan beberapa celana pendek. Bahkan ada yang belum pernah di pakai sama sekali. Mungkin kau dan Anna bisa memakai itu dulu," kata Ethan sambil memonyongkan bibirnya menunjuk ke arah walk in closet yang menyambungkan ruangan kamar dengan
"Jadi benar Diego adalah ayahmu?" tanya Crystal tak percaya.Rasanya dia tak bisa menerima kenyataan ini meski kali ini Ethan sendiri yang mengatakannya dengan mulutnya sendiri.Ethan menarik napas panjang mendengar pertanyaan Crystal yang sepertinya tidak percaya padanya itu."Sudah kubilang kau mungkin tidak akan percaya padaku," kata Ethan, masih menghela dan membuangnya berkali-kali.Kali ini Crystal yang terdiam. Dia tahu sebagai seorang istri, tugasnya sekarang adalah men-support suami, terlepas dari percaya atau tidak percayanya dia terhadap pengakuan suaminya itu."Aku sebenarnya tahu belum terlalu lama ini. Alessandro malah sebaliknya. Dia belum tahu siapa sebenarnya ayah kami, orang yang telah menelantarkan kami ketika usianya bahkan masih balita dan aku masih dalam kandungan ibuku saat itu," cerita Ethan dengan sendu.Ethan menceritakan kisah masa lalunya."Aku mungkin sudah menerima dan tak mempermasalahkan hidup dan takdirku yang hanya seorang anak yatim. Tak ingin mencar
"Kita pulang nanti saja," kata Ethan yang saat ini sedang berada di dalam lift bersama Crystal, Anna dan Clarissa ke lantai sembilan gedung Mare Nostrum Hotel.Meski Crystal tak begitu paham apa tujuan Ethan tak mau langsung pulang ke Golden Time Residence, namun Crystal tetap menurut untuk ikut dengan Ethan, bersama Anna dan Clarissa tentu saja.Sesampainya di lantai sembilan, mereka pun keluar dari lift dan langsung menuju kamar bernomor 909. Ethan mengambil dompet dari kantong celananya lalu dari dalam dompet ia mengeluarkan sebuah kartu dan menempelkannya pada alat detektor yang berada di gagang pintu kamar.Ceklek!!!Pintu itu pun terbuka."Masuk!" kata Ethan mempersilahkan.Tanpa canggung sama sekali seolah itu adalah rumahnya, Ethan langsung masuk begitu saja dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa."Kau check-in di sini?" tanya Crystal melongo. Tak berminat untuk duduk, Crystal malah lebih penasaran untuk melihat-lihat. Ia memperhatikan sekeliling ruangan kamar hotel ini. Ru
"Sebelah sini, Nyonya!" Security itu mengantar Crystal, Anna dan Clarissa ke cafe hotel yang berada di lantai tiga. Sesampainya di sana, petugas keamanan itu memanggil salah seorang pelayan cafe untuk datang menghampiri mereka.Sedikit mengherankan juga bagi Crystal. Bagaimana mungkin staf keamanan yang tadi sangat kekeuh ingin memeriksanya sesuai prosedur hotel, setelah menerima telepon dari orang yang katanya adalah rekannya itu, kini malah mengantarkannya ke kafe seperti seorang tamu hotel yang diistimewakan.Staf keamanan itu membawa pelayan cafe itu sedikit menjauh sekitar dua, tiga langkah dan berbisik."Dia adalah Nyonya, istrinya Capo. Maksudku wanita yang berpakaian gaun biru itu. Tolong layani mereka dengan baik. Jangan sampai ada keluhan, apalagi jika itu sampai pada Capo. Kau tentu tak mau dianggap oleh Capo sebagai pekerja yang tidak becus, kan?" jelas security keamanan itu.Pelayan itu mengangguk."Baiklah, Tuan. Akan saya lakukan," jawabnya.Setelah itu security itu
Crystal menatap Mare Nostrum Hotel, tempat dimana ia ditinggalkan oleh Marlon dengan Anna dan juga Clarissa. Hotel berlantai lima belas itu terlihat tinggi di antara bangun-bangunan lainnya. Maklumlah di kota C ini, bangunan pada umumnya hanya sampai setinggi tiga lantai saja. Hal ini dikarenakan karena Sisilia adalah kepulauan yang di kelilingi oleh lautan sehingga pemerintah setempat menetapkan standar aman bangunan umum hanya sampai tiga lantai. Jika ada yang ingin membangun gedung dengan banyak tingkatan, itu harus memerlukan izin khusus dari pemerintah untuk ditinjau tingkat keamanannya bagi bangunan di sekitarnya. Itu sebabnya Mare Nostrum Hotel ini ramai di kunjungi para pengunjung karena gedungnya yang lebih tinggi dari pada hotel lainnya."Nyonya, apa kita akan masuk ke dalam?" tanya Anna mana kala Crystal hanya bisa bengong begitu mereka sampai di depan hotel."Ehmm ... entahlah, Anna. Aku juga bingung untuk apa kita berada di sini. Sialan Marlon itu benar-benar sangat meny
"Oh, ya? Kau tahu dari mana? Jangan sok tahu! Memangnya kau dan Ethan saling mengenal sebelumnya?" balas Crystal. Marlon tersenyum miring mendengar kata-kata balasan dari Crystal yang tidak percaya padanya."Untuk tahu aktivitas seseorang tidak harus mengenal orang itu secara dekat, bukan?" "Maksudnya?" Crystal arti apa yang dimaksud oleh Marlon."Maksudku, aku bekerja di bidang yang sama dengan Paman Ben dan Ethan. Yah, mungkin Paman Ben sudah tua, jadi dia kurang begitu tahu tentang siapa sebenarnya menantunya itu. Tetapi aku tahu banyak hal tentang Ethan. Dan aku ragu kau mungkin tidak tahu sebanyak yang ku tahu tentang suamimu sendiri," kata Marlon lagi."Apa?" Crystal terlihat tidak senang pada setiap kata-kata yang diucapkan oleh Marlon."Hei, kenapa harus melotot seperti itu melihatku? Apa yang aku katakan benar kan? Memangnya ada yang salah?" kekeh Marlon sambil menatap krystal dari kaca spion mobil."Yang pertama, aku katakan padamu. Kau tidak tahu apa-apa tentang aku dan
Sharon dan Marlon saling tatap sejenak mendengar tujuan Crystal memanggilnya."Ya, tentu saja bol ..."Sharon ingin mengiyakan, tak keberatan dengan permintaan tolong Crystal, namun tidak dengan Marlon."Tidak boleh!" sela Marlon cepat.Crystal sampai membelalakkan matanya mendengar penolakan Marlon yang tanpa basa basi itu. Demikian pula dengan Sharon."Hei, Marlon, kenapa kau harus seperti itu, hmm?" protes Sharon pada saudara kembarnya itu. "Crys, jangan dengarkan kata-kata Marlon, ikutlah bersama kami!" ajaknya.Marlon menatap Crystal dengan pandangan aneh, yang Crystal tidak tahu tatapan seperti apa itu. "Tetapi sepertinya saudaramu tidak mengijinkan kami untuk menumpang. Kalau memang tidak boleh ya sudah, cih! Menyebalkan, baru juga punya mobil jelek seperti itu sudah sombong. Bagaimana kalau punya super car seperti milikku?" pamer Crystal.Yah, begitulah Crystal. Sikapnya memang sering kali kekanak-kanakan. Tadi dia sendiri yang ingin meminta tolong agar diberi tumpangan. Eeh,
"Apa? Bercerai?!"Crystal membelalakkan matanya mendengar Benigno mengucapkan kalimat itu. Andai di awal-awal pernikahannya Benigno mengucapkan kata-kata itu, mungkin Crystal dengan senang hati akan mengiyakannya. Tapi setelah hatinya berlabuh pada Ethan selama beberapa bulan terakhir ini, baru mendengarnya saja hatinya sudah diiris sembilu."Ya, bercerai. Kalau kau masih belum jelas dengan kata-kata itu akan Papa perjelas. Berpisah, mengakhiri hubungan pernikahan dengannya. Apa kata-kata itu belum cukup membuatmu mengerti?" kata Benigno dengan tegas pada Crystal.Crystal cukup syok mendengar kata-kata dari ayahnya. Ia sampai geleng-geleng tak percaya terhadap apa yang dia dengar"Papa sepertinya sedang tidak sehat. Sudahlah, sebaiknya aku dan Clarissa pulang saja. Terus terang saja aku menyesal datang ke pesta pernikahan Papa ini. Kalau aku tahu akan ada kejadian seperti ini, aku tidak akan datang!" kata Crystal sambil meraih tas tangannya yang sedari tadi tergeletak di atas meja.Be