Dijatah lima belas ribu sehari saat punya suami berpenghasilan tujuh belas juta sebulan? Aku harus melihat bagaimana suamiku menjadikan ibunya ratu dengan membuatku jadi babu. Ini tidak akan bertahan lama, Bang!
View MoreBab 40: Membalas Mertua dan Suamiku Aku dan Qais pulang ke rumah lama kami dengan tergesa-gesa usai mendapatkan kabar dari Bang Agam. Kami tiba setelah mengebut di jalanan dengan perasaan tidak karuan. Di depan pagar, aku terdiam untuk sesaat. Rumah mewah yang dibeli oleh Bang Agam kini ramai dengan orang-orang. Mereka berduyun-duyun masuk, sibuk berbicara tentang ibu mertua yang meninggal di rumah sakit. “Sudah tiga hari di rumah sakit, katanya sejak ngerebut rumah ini dari anak mantunya, tiap malam seperti didatengin setan, Bu. Tidak bisa tidur, malah teriak-teriak kayak kerasukan.” Dua perempuan yang dulu menjadi teman karib ibu mertuaku saling berbisik. “Azab kali, Bu. Duh, saya juga sudah denger dari Bu RT. Selama ini Ima dan Agam difitnah, mereka diperlakukan seperti sapi perah, sampe akhirnya Agam yang minta keluar dari rumah ini. Terus, malah bawa anak keduanya ke sini!” “Betul, Bu. Saya juga dengar. Nauzubillah banget ternyata kelakuannya. Saya kira semua omongann
Bab 39: Membalas Mertua dan Suamiku “Agam!”“Aku minta maaf, Ibu. Aku minta maaf sekali,” lirih Bang Agam. Pria itu memejamkan kedua mata. Dari tempatku berdiri, terlihat penyesalan dan rasa sedih yang begitu dalam, bahkan urat tebal muncul di bawah pelipisnya.Pada akhirnya, hubungan kami jadi semakin rumit. Semua cara yang aku lakukan di masa lalu, termasuk membalas kelakuan Ibu mertua dan menyadarkan Bang Agam tidak membuahkan banyak hasil.“Agam, kamu mau tinggal di mana kalau bukan di rumah itu?” cegah Ibu mertua seraya menarik lengan Bang Agam.Suamiku tidak menjawab. Bibirnya hanya diam, terkatub terlalu rapat.“Bang, kita ....”“Kita bereskan barang, Dek. Bawa semua baju, tas, sepatu, riasan, milikmu, milikku, milik Qais, juga beberapa bungkus
Bab 38: Membalas Mertua dan SuamikuKami tiba di rumah Pak RT beberapa menit kemudian. Bang Agam bahkan tidak sempat berganti pakaian olahraganya hanya untuk mengecek keadaan ibu mertua yang diisukan sudah ada di kota.“Bang, yakin sudah antar Ibu ke desa?” tanyaku dengan suara berbisik.Aku turun dari boncengan motor, kemudian membawa Qais bersamaku. Bang Agam juga memarkirkan motornya agar tidak menghalanginya jalan keluar masuk di rumah Pak RT.“Iya, Dek. Aku juga memberi Ibu uang saku. Tidak mungkin aku membuat Ibu menderita dengan meninggalkannya di jalanan,” balas Bang Agam dengan mata yang membulat.Jika dia saja sekaget ini, aku yakin benar kalau ucapannya tidaklah dusta. Sepertinya, memang ada yang dilakukan oleh ibu mertua usai Bang Agam kembali ke kota semalam.“Kita masuk dulu dan tem
Bab 37: Membalas Mertua dan SuamikuBang Agam tidak gentar meski terus mendengar penolakan. Pria itu sudah mengambil keputusan tegas untuk membawa pulang Ibu dan keluarga Iqmal ke desa.Saat Ibu mertua terus memohon supaya Bang Agam melunak, pria itu malah menelepon taksi agar menjemput sampai ke rumah. Dia menelepon dua taksi, satu untuk keluarga ibu mertua, satunya lagi untuk adikku.“Gam, Ibu enggak mau pulang ke desa. Ibu mau di sini sama kamu,” rintih ibu mertua lagi. Perempuan itu memeluk lengan Bang Agam sekuat mungkin.Sejujurnya, aku terenyuh melihat ibu mertua sampai menangis. Perempuan itu memang sering kali membuat diriku kesal di rumah ini, tapi memaksa mereka kembali di malam hari juga kurang bijak menurutku.Di saat yang bersamaan, aku juga tidak bisa menentang Bang Agam. Pria itu menetapkan keputusan bukan tanpa alasan
Bab 36: Membalas Mertua dan SuamikuBegitulah semuanya selesai. Ibu mertua dan keluarganya yang menghadapi rasa malu jadi enggan beradu tatap denganku. Mereka juga tidak mau makan malam di meja yang sama, malah membawa makanan dan menghabiskannya di kamar bersama-sama.Aku juga tidak memaksa, membiarkan mereka melakukan apa yang mereka suka hingga Bang Agam kembali ke rumah ini. Jangan sampai duniaku yang nyaman dibolak-balik oleh mereka sekali lagi.“Kak, sampai kapan keluarga Bang Agam di sini?” Adikku berujar dengan suara lebih rendah. “Kemarin cuma Ibunya Bang Agam yang tinggal di sini, sekarang semuanya pindah ke sini?”Dia mengusaikan makan malamnya. Pria itu mencuci piring yang dipakai di wastafel lalu menyimpannya kembali di rak piring. Sungguh, aku tidak menduga jika pria muda itu akan punya sikap seperti ini.&ld
Bab 35: Membalas Mertua dan Suamiku “Ya Allah, aku enggak mimpi, kan?” lirihku.Sosok di depanku ini, kenapa dia ada di sini? Kami dipisahkan oleh benua, lautan, dan darat yang sangat luas. Lantas, kenapa tiba-tiba dia ada di rumahku? Tidak ada kabar soal kepulangannya yang selama ini masih menjadi misteri bagiku. Anak ini, dia memilih menetap di negeri orang karena kecewa dengan keputusanku yang tetap memilih untuk menikahi Bang Agam dulu.“Kak Ima, kenapa nangis, sih?” balasnya. Pria itu tidak melirik diriku meski aku yang berbicara dengannya. “Kamu kenapa di sini, Dek?”“Aku pulang, memangnya kenapa lagi?” Pria muda itu masih menatap Qais lebih dalam. Dia juga mengusap pipi gembul anak lelaki itu sebelum kemudian berdiri tegak seperti semula. “Kakak mau ke mana? Bang Agam mana?” tanyanya seray
Bab 34: Membalas Mertua dan Suamiku“Kamu mau ke mana, Gam?” Ibu mertuaku berseru keras saat Bang Agam keluar dari kamar dengan sebuah koper berukuran sedang.Aku di belakangnya hanya diam, memegang tangan Qais yang masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang riuh ini. Tidak berbicara, juga tidak menolehkan muka. Biar Bang Agam saja yang mengurusi keluarganya.“Bu, hari ini aku harus ke Jakarta. Setelah pulang, nanti aku antar Ibu dan Iqmal ke desa!” sahut suamiku sembari menatap perempuan yang sudah melahirkannya itu.Bang Agam menggulung lengan kemeja hitamnya. Dia masih menunggu respon dari ibu mertua yang seperti sedang berpikir keras.“Kapan pulangnya?” Ibu mertuaku bertanya lagi. Perempuan yang memakai daster bermotif daun talas itu melenggang ke depan, dia mulai menghampiri Bang Agam dengan ekspresi riang yang tidak kumengerti alasan
Bab 33: Membalas Mertua dan Suamiku“Tidak perlu sekeras itu dengan adik iparmu, Gam. Kami itu keluargamu, bukan pengemis.” Ibu mertua menyahut. Beliau muncul, berdiri di sampingku dengan wajah penuh kekesalan.Bang Agam terlihat menghela napas, pundaknya naik, kemudian turun. Pria itu tidak berbalik, malah merebahkan tubuhnya di ranjang tepat di sebelah Qais dengan posisi tertelungkup. Sudah tidak ada lagi perkataan dan omelan yang didengarnya, pria itu menutup kepala dengan bantal dan menekannya sekuat mungkin.Ibu mertua langsung mencebik melihat Bang Agam begitu.“Sari, keluarlah! Bang Agam mau tidur,” pintaku seraya menarik tangan Sari yang seperti tidak peka dengan keadaan. Entah siapa yang salah sekarang, semuanya jadi rumit dan panas. Bang Agam juga terlihat tidak nyaman hingga terus meninggikan suara.
Bab 32: Membalas Mertua dan SuamikuKriet ...Aku membuka pintu meski Bang Agam belum membalas pesan. Mengurusi tamu yang datang tanpa diundang itu jauh lebih penting, dari pada kami jadi tontonan tetangga karena kegaduhan yang terus terjadi.“Ima, buka pintu saja lama banget! Kamu mau kami kram berdiri di luar seperti orang bodoh?” Segera, omelan menjadi pembuka pertemuan kami kembali setelah sekian lama.Di hadapanku, perempuan yang kupanggil ibu mertua itu berdiri dengan berkacak pinggang. Ekspresinya tidak ramah, jelas dia kesal. Begitu pula dengan anak dan menantu, hanya dua cucunya yang tersenyum padaku.“Iya, Bu. Da-dari mana, Bu?” balasku masih mencoba mengontrol diri.Ini adalah pertemuan kami setelah sekian lama, jelas aku terkejut. Ibu mertua pergi dengan Iqmal sekeluarga, hilang bak ditelan bumi. Tiba-tiba saja me
"Baju dari mana ini, Dek?”Aku menolehkan muka dengan senyum penuh kebahagiaan. Bang Agam terhenyak melihat ekspresiku saat menatapnya. Penuh kebahagiaan, binar bersuka cita memancar dengan hebatnya. Inilah yang seharusnya kurasakan sebagai seorang wanita."Dek, baju dari mana? Bagus sekali!" puji Bang Agam lagi. Senyumku malah semakin merekah. Bukannya menjawab, aku mengedipkan mata pada pria bertubuh tinggi itu. Setelahnya, kutautkan pandangan di cermin. Cantik sekali pantulan pada bidang datar itu! Gamis panjang dari brand ternama serta jilbab motif yang sangat lembut terpadu sempurna. Riasan sederhana juga membuat wajahku segar dipandang. "Dek?" "Dari mana lagi, Abang. Aku beli, dong!" balasku pada Bang Agam sembari melirik meja rias yang isinya hanya ada beberapa kosmetik murah. "U-u ...."Bang Agam tergugu. Aku tahu benar kata apa yang hendak diucapkan olehnya. "Uangnya dari mana maksud Abang?" Pria itu lekas membuang pandang. Telinganya merona merah, jelas saja merasa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments