Baik, tampan, dan bertanggung jawab ternyata masih tak cukup untuk wanita yang haus akan uang, uang, dan uang. Wildan dikhianati Ratih–sang istri–karena ia miskin, tak seperti mantan kekasih Ratih yang bisa membelikan apa yang diinginkan wanita. Namun, siapa sangka jika status Wildan yang sesungguhnya malah terkuak ketika ia telah menyandang status duda dan bekerja sebagai seorang sopir pribadi. Ternyata ia bukan sopir biasa. Ia adalah ....
Lihat lebih banyak"Jadi apa pekerjaanmu sampai harus pulang Subuh begini, Ratih?”
Wanita dengan baju kurang bahan itu terkejut. Ia mulai merapatkan jaketnya dan menutup pintu kembali.“Kau anggap apa aku selama ini?”“Aku ini suamimu. Aku masih suamimu, Ratih!” Suara Wildan tampak bergetar. “Apa nafkah yang kuberikan kurang? Nafkah lahir? Nafkah batin? Apa semua itu tidak cukup?!”Ratih selalu bersikap tenang walau ketahuan pulang subuh dengan baju minim. Hal yang sudah biasa baginya dalam dua bulan belakangan ini. Ia mendekat ke hadapan sang suami dengan dagu terangkat.“Apa? Coba diulang, Mas?” tantang Ratih dengan pongah. “Kamu tanya, nafkah yang kamu berikan kurang? Sangat kurang, Mas. Amat sangat kurang!” lanjut wanita dengan rambut hitam lurus karena rebonding itu.“Berapa kau memberiku uang dalam sehari? Hanya dua lembar uang warna biru. Seratus ribu.”“Tapi uang segitu harusnya sudah cukup untuk kita berdua, Ratih. Kita hidup di desa. Anak juga belum ada, kan?”“Nah, itu dia. Anak.” Telunjuk Ratih menuding wajah suaminya dengan sedikit berayun. “Kamu tadi juga tanya, kan, Mas. Apa nafkah batin darimu kurang? Aku jawab, k-u-r-a-n-g. Amat sangat kurang. Kamu kurang per*kasa.Tiga tahun kita menikah, kenapa tak kunjung juga kita mendapat keturunan? Ha?!”Urat di wajah tegas Wildan mulai mengencang. Harga dirinya seakan-akan tercecer di lantai saat istrinya berucap soal kurang perkasanya ia.“Kamu kira aku enggak kesepian sendirian di rumah saat kamu ngojek? Aku butuh hiburan, Mas! Aku pingin punya anak!”“Tapi bukan lantas kamu keluar rumah, bekerja malam, dan pulang subuh-subuh begini sebagai alasan hiburan! Apa kata tetangga? Mereka bahkan bilang kalau kamu menjajakan diri!”“Peduli apa sama mereka, Mas? Mereka itu hanya netizen yang bisanya mengomentari hidup orang.”“Sekarang aku tanya baik-baik, aku tanya kamu sekali lagi. Apa pekerjaan kamu di luar sana?”“Aku kerja di kafe, Mas. Jadi pelayan kafe. Udah berapa kali aku ngomong begitu?”“Kafe apa yang tutup sampai subuh begini?”“Kafenya ada di pinggiran kota. Ya jelaslah tutup dini hari.”Wildan bukannya tak tahu. Bahkan, tanpa sepengetahuan istrinya, ia membuntuti Ratih sampai ke tempatnya bekerja. Benar, Ratih memang berhenti dan masuk ke sebuah kafe yang cukup besar dan ramai ketika selimut gelap telah membentang. Namun, di kanan bangunan itu berdiri sebuah rumah karaoke, dan di sebelah kirinya merupakan rumah pijat terapi yang sering didatangi para pria. Tentu saja karena para terapis adalah wanita-wanita cantik nan menggoda.Wildan mengamati tubuh istrinya dari atas sampai bawah. Ratih memang cantik dengan kulit bersih dan tubuh padat berisi di bagian-bagian tertentu. Ia risi melihat istrinya harus bekerja malam hari dengan pakaian tak sopan.“Dan tolong jelaskan, kafe apa yang menuntut seorang pramusajinya berpakaian layaknya wanita penggoda seperti ini?” lanjut Wildan dengan pandangan menyapu.Ratih tersenyum miring. Sepertinya sang suami mulai sadar jika ia memang bukan bekerja sebagai pelayan kafe biasa. Ratih hanya menunggu waktu yang tepat untuk memberikan suaminya sebuah kejutan.“Udahlah, Mas. Aku capek, mau istirahat.”Ia berlalu meninggalkan suaminya yang sudah rapi dengan pakaian koko, sarung, dan peci hitam. Wildan memang pria taat. Namun, ia seperti gagal mendidik istrinya menjadi wanita baik-baik dan terhormat.Sungguh, pria tinggi tegap dengan kulit hitam manis itu tak mau menaruh curiga pada istrinya. Ia sangat mencintai Ratih sang istri. Namun, belakangan ini, Ratih memang tak mau diajak beribadah suami istri. Jika siang sebelum Wildan berangkat mengojek, ia akan beralasan capek dan harus tidur karena bekerja malam. Dan saat sore atau malam hari Wildan meminta haknya, Ratih juga selalu beralasan harus bersiap-siap bekerja.Ia tak mau curiga. Namun, Wildan harus membuktikan sendiri rasa resah yang mulai bercokol di hatinya. Belum lagi desas-desus para tetangga yang mengatakan jika Ratih bekerja sebagai crew pijat terapi. Wildan tahu, istrinya tak ada bakat turunan untuk menjadi tukang pijat, kecuali ... Wildan menggeleng. Mengucap istigfar dengan lirih dan segera berlalu ke masjid, karena suara ikamah untuk salat Subuh berjamaah sudah memanggil.Usai salat Subuh, pria yang lumayan good looking itu segera mengayun langkah agar segera sampai rumah. Ia ingin menggoda istrinya dan berbicara baik-baik agar ranjang mereka kembali hangat. Namun, tiba-tiba sandal jepitnya putus. Wildan menunduk untuk melihat apa masih bisa dibetulkan atau tidak.“Eh, To, lu ngapain salat, sih, kalau masih hobi maksiat?”“Ya biar imbanglah, Bro. Habis maksiat terus hapus sama salat.”Wildan tercekat. Bukankah itu suara Dito? Pria seusianya yang hobi gonta-ganti pasangan.“Emang boleh se-PD itu?” tanya pria yang sedang berbincang dengan Dito. “Dosa itu diampuni kalau lu bener-bener tomat. Tobat mak*siat. Nah, elu?”Wildan memang menunduk di samping mobil mewah milik salah satu orang terkaya di desanya, dan Dito adalah putra tunggal dari orang kaya tersebut. Ya, itu suara Dito. Pria seumuran Wildan yang masih betah melajang. Bahkan, pria tampan itu tadi juga ikut salat Subuh berjamaah di masjid.“Ya gimana, ya? Candu banget itu istri orang.”“Eh? Lu main sama istri orang, To?”“Iya. Tetangga kita juga.”“Hah? Serius? Siapa, siapa?”“Jangan ngobrol di sini. Yuk, masuk!”Wildan gagal mendapatkan informasi lengkap. Ia semakin gelisah dengan ucapan Dito. Pasalnya, Dito adalah mantan pacar Ratih saat masih SMA. Apa jangan-jangan ....Pria dengan janggut tipis itu segera berlalu dari samping rumah Dito yang sepi. Pria itu memang tinggal sendiri. Rumah orang tuanya ada di gang lain.Cepat-cepat pria bersarung itu menuju rumahnya. Niat hati yang ingin membujuk sang istri untuk melayaninya sudah pupus. Rasa curiga, gelisah, dan marah semakin tumpang tindih.“Ratih! Ratih!” Suara Wildan memanggil tak sabar setelah menutup pintu.Hening. Tak ada jawaban. Segera ia menuju kamarnya. Suara dengkuran halus sang istri terdengar berirama. Terlihat sekali wajah lelahnya hingga mungkin suara Wildan tak masuk ke gendang telinga Ratih.Wildan meneguk ludah. Ratih sudah berganti pakaian. Baju tipis itu mengekspos kulit putihnya yang tanpa noda. Namun, ia membelakangi posisi suaminya yang tengah berdiri menahan has*rat.Sebagai pria normal, tentu ia ingin. Apalagi Ratih adalah istrinya yang lama tak tersentuh. Kecurigaannya mulai menguap. Ia gadaikan sebentar rasa marahnya. Wildan mulai membuka pakaiannya hingga tinggal celana pendek saja. Ia ingin membujuk Ratih agar mau melayaninya pagi ini. Harus! Tidak boleh tidak!Perlahan, Wildan mulai menc*umbu tengkuk sang istri. Ratih menggeliat dan melenguh pelan. Wanita itu berbalik hingga membuat suaminya leluasa menciumi lehernya yang wangi.“Mhhh ... Dito ... ge*li, Sayang ....”Deg! Wildan tercekat.'Apa aku tak salah dengar?'(*)Rabbani menepuk-nepuk pipi istrinya, tetapi Adiba tak merespons. Bani langsung keluar dari kamarnya dan memberitahu papa mamanya. Sarah langsung datang ke kamar Bani dan mengecek kondisi menantunya, sementara Ibrahim langsung mengeluarkan mobil untuk membawa Adiba ke rumah sakit. “Ada apa, Bani? Istrimu kenapa?” Sarah pun tak kalah panik. “Enggak tahu, Ma. Tiba-tiba aja Diba menggigil. Bani minta tolong bawakan ponsel dan dompet Bani, ya, Ma.” Bani langsung membopong Adiba ke mobil. Kondisi istrinya benar-benar mendadak. Membuat Bani benar-benar diserang panik dan mulai tak tenang. Begitu sampai di rumah sakit, Adiba langsung dilarikan ke ruang IGD untuk dilakukan pemeriksaan awal. Kebetulan di koridor depan bertemu dengan istri dari dokter Malik, dokter senior yang merupakan teman baik Ibrahim. “Loh? Pak Ibra? Bu Sarah? Siapa yang sakit?" "Menantu saya, Dok?" "Adiba? Sakit apa?” “Entah, Dok. Tiba-tiba badannya panas dingin dan menggigil.” Dokter dengan name tag Khadijah i
Kumandang azan Subuh terdengar samar-samar hingga akhirnya jelas menyapa telinga. Adiba menggeliat, lalu sedikit terkejut melihat seorang pria di sebelahnya. Namun, beberapa detik senyumnya terbit. Ia kembali menenggelamkan kepalanya di balik selimut putih tebal. Aksi semalam kembali terbayang. Membuat Adiba malu sekaligus bahagia. Ia tak menyangka bahwa malam pertamanya benar-benar dilakukan di hari yang sama lepas akad dan resepsi dilaksanakan. Adiba yang sudah sangat menginginkan atau Bani yang memang tak sabaran? Ah, sepertinya sama saja. Rasa ingin sudah menjadi pahala yang sangat besar nilainya. Bahkan Bani tak henti membuat istrinya berteriak menyebut namanya saat pelepasan. Benar-benar malam yang sangat dahsyat. Kepala Adiba menyembul dari selimut. Ia tersenyum. Rasanya seperti mimpi bisa bersama dan menyatukan cinta dengan orang yang kita pinta dalam doa. “Kenapa senyum-senyum?”“Eh?”Adiba terkejut melihat wajah bantal Bani yang tetap terlihat tampan dan akan selalu tamp
“Saya terima nikah dan kawinnya Adiba Khumairo binti Daud Abdullah dengan mas kawin tersebut, tunai!”“Bagaimana para saksi?”“Sah!”Rabbani memejam dengan lirih bibirnya mengucap hamdalah. Diusapkannya kedua telapak tangan ke wajah dan ia pun sibuk mengamini doa barakah yang dibacakan seorang penghulu. Tak hanya Bani, para undangan yang ikut menjadi saksi pernikahan sepasang anak Adam dan Hawa itu pun juga ikut melangitkan pinta atas doa yang dipimpin. Di ruangan lain, Adiba menahan air mata harunya. Pernikahan yang ia impikan telah terhelat dengan cukup sempurna. Pria yang diinginkan, kini telah sah berstatus suami. Hatinya sedikit gerimis mengingat Salman. Namun, jodoh dan maut memang rahasia Sang Pemilik Kehidupan. Doa selesai.Sarah tak bisa membendung air mata bahagianya. Ia memeluk sang menantu tanpa mengucap sepatah kata pun. Air matanya cukup mewakili bahasa bahagia yang membuncah hingga kata-kata lenyap dengan sendirinya. “Ayo, Nak. Kita ke depan,” ucap Fatimah.Dua wanit
Rizal baru saja keluar dari rumahnya dan hendak pergi ke balai desa karena suatu urusan. Namun, langkahnya terhenti kala sebuah bunyi notif pesan masuk ke ponselnya. “Pak, Ibu sekalian antar ke pasar, ya. Berangkatnya aja, nanti pulangnya Ibu bisa pakai ojek pangkalan.” Suara Murti yang dibawa dari belakang hingga ke depan teras hanya samar-samar di telinga Rizal. Ketua RW tersebut kaget dan juga mengucapkan hamdalah dengan lirih. “Pak, lihat apa, to? Ucapan Ibu malah gak ditanggepin?” gerutu Murti sambil mengunci pintu rumah. Rizal menoleh pada istrinya. “Bu, Ratih ketemu.” Murti langsung membalik badan. “Subhanallah, yang bener, Pak?” Rizal menyodorkan ponselnya kepada Murti. Seketika wajah Murti langsung berubah sendu, bibirnya bergetar, dan air matanya mulai berjatuhan. “W-Wildan yang ngabarin Bapak? Dia yang nemuin Ratih, Pak?” Pria berkemeja lengan pendek itu mengangguk. “Iya, Bu. Itu pesan dari Wildan. Ternyata Ratih ke Jakarta.” “Ya Allah ....” Murti terduduk
Dito menarik kembali kepalanya. Kini, Bani bisa kembali menatap wajah Dito yang terlihat sangat serius, sementara Bani sendiri masih berusaha biasa saja. Tak terlalu terkejut walau ada sedikit guratan tanda tanya di antara kedua alisnya. “Apa kali ini ucapanmu bisa aku percaya?”Lagi-lagi Dito mengembuskan napas panjangnya. Ia lebih dulu menatap sekeliling. Memastikan jika posisinya dan Bani cukup jauh dari beberapa orang. “Aku tak akan meminta maaf atas apa yang sudah aku perbuat padamu dan juga Ratih di masa lalu. Bukan aku sombong dan tak tahu diri. Aku hanya merasa ... tak pantas untuk mendapat maaf darimu, Bani. Kamu juga tak perlu memaafkanku. Dosaku sudah sangat besar dan banyak hingga membuat kalian bercerai.”Hening. Jika seorang sahabat berbuat jahat itu membahayakan, maka seorang rival yang berbuat baik itu cukup mencurigakan. Namun ... apa iya seorang Dito masih merencanakan kejahatan part dua pada Bani? “Katakan saja!” pinta Bani dengan nada datar. Kali ini Dito benar
“Pa?”Ibrahim menoleh. “Ya?”“Bani masih belum terlalu paham dengan perusahaan. Papa yakin mau resmiin Bani buat jadi pimpinan?”Sang ayah mengulas senyum. Tak lain halnya Sarah sang istri yang semakin hari semakin semangat menjalani hari, pun dengan Ibrahim yang semakin terlihat berwibawa dengan ketegasan yang ia miliki. Kehadiran Rabbani mampu mengembalikan cahaya dalam keluarga sang presdir. “Apa Papa akan setega itu melepasmu terjun sendiri tanpa bimbingan, Nak? Om Felix dan Papa sendiri yang akan mendampingimu mengelola kerajaan bisnismu sendiri. Rabbani Corp itu amanah untukmu. Kamu hanya perlu meyakinkan kami, bahwa seorang penerus tak akan mengecewakan para pendahulunya.”Rabbani mengangguk samar. Beberapa hari belajar tentang perusahaan milik keluarganya, Bani baru tahu jika Madava Grup dan Rabbani Corp bukan perusahaan kecil. Ada ribuan karyawan di beberapa perusahaan cabang yang menggantungkan harapan pada perusahaan milik keluarganya. “Jangan risau. Kamu tetap bisa belaj
“Kay, kenapa harus ke sini, sih?”Kayla hanya tersenyum dengan tangan hendak membuka pintu mobil. Namun, satu tangannya lagi berhasil Dito genggam. “Mas Dito, bukannya kamu yang maksa buat ngantar aku dan mau ikut apa pun kegiatan aku?”“Iya, tapi ... mana aku tahu kalau kamu mau ke tempat beginian?”“Mas Dito nyesel? Mau balik? It's oke. Nanti aku bisa pulang pakai GoCar.”Kayla pun langsung turun tanpa memedulikan Dito yang tengah mengembuskan napas kasar. Akhir-akhir ini mood-nya sedang tidak baik. Tepatnya, setelah tahu jika mantan suami dari mantan kekasihnya, orang yang dia hina sedemikian rupa, pria yang ia pandang sebelah mata karena berprofesi sebagai sopir, ternyata dia adalah putra seorang presdir. Apalagi tak lama setelah ini ia dan keluarga besarnya mendapat undangan resmi dari sang presdir Madava Grup. Undangan pesta tasyakuran dan juga peresmian pengangkatan Rabbani Asraf Madava sebagai CEO Rabbani Corp. Tentu tak hanya keluarga Dandi, tetapi juga keluarga Daud dan be
Kabar soal menghilangnya Ratih yang sempat disembunyikan dari Marni sampai juga di telinga wanita itu. Sebagai seorang ibu, tentu saja Marni ikut panik walau ia tak bisa berbuat apa-apa. Ke mana putri semata sayangnya itu pergi? “Ibuk kenapa sampai kecolongan, sih, Buk?” Rizal terlihat frustrasi. “Maafin Ibuk, Pak. Ibuk panik saat dengar suara benda pecah. Ibuk masuk buat memastikan. Ternyata benar Mbak Marni butuh bantuan.”Sampai jam dua belas malam, beberapa warga yang ikut mencari keberadaan Ratih juga tak menemukan tanda-tanda. “Ibuk juga enggak tahu kalau gembok pasungnya Ratih lepas, Pak. Makanya Ibuk enggak khawatir waktu ninggalin pintu dalam keadaan sudah terbuka.”“Sudah, Pak Rizal. Jangan salahkan Bu Murti. Dia bukan lalai, hanya saja situasi dan kondisinya tidak pas. Benar kata Pak Rizal, kita kecolongan,” sela Pak RT menengahi. Rizal menghela napas panjang dan meminta maaf kepada sang istri. “Apa perlu lapor polisi?” usul salah satu warga. “Tidak bisa, Pak. Seseora
Kali ini Rabbani benar-benar merasa terkepung rasa bahagia. Diantar oleh kedua orang tua kandungnya untuk meminta sang belahan jiwa. Bidadari bermata bening yang sudah pernah ia lihat, kini akan kembali memperlihatkan keindahan parasnya sebelum berlanjut ke meja akad. Heuh? Akad? Bani tersenyum saat pikirannya sudah berkelana ke pelaminan. Senyum itu pun kian merekah saat raut hangat Daud, Fatimah, dan Adnan menyambut di dalam ruang keluarga. Sementara Adiba masih ada di kamarnya bersama Aisyah, sang kakak ipar. “Selamat datang, Kawan!” Daud memeluk erat Ibrahim. Ibrahim pun menyambut. “Semoga sebentar lagi kita akan resmi menjadi besan,” sambut Ibrahim dengan berbisik. Daud hanya tersenyum sembari menepuk-nepuk bahu teman karibnya itu. Tak lain halnya dengan Fatimah dan Sarah. Kiya juga disambut dengan sangat hangat. Begitu tiba giliran Bani, pria tampan itu pun sedikit kikuk saat bersalaman dengan Daud. “Om?” Daud tersenyum dan mendekap Bani. Ada rasa haru yang menyeruak.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen