Masa Iddah yang Ternoda

Masa Iddah yang Ternoda

last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-20
Oleh:  Queeny  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
20 Peringkat. 20 Ulasan-ulasan
33Bab
60.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Annisa harus menelan pil pahit saat masa iddahnya belum selesai, harga dirinya harus hancur oleh perbuatan Bima, adik ipar yang dulu adalah mantan kekasihnya. Bagaimanakah kisah mereka?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Awal Bermula

Annisa tersentak saat pintu kamarnya terbuka, padahal rasanya tadi sudah di kunci dengan rapat. Apa dia lupa? Lalu, wanita itu terkejut saat melihat siapa yang masuk. "Kamu mau apa, Bima?" tanya wanita itu kepada adik iparnya saat laki-laki itu berjalan mendekat. "Mau melepas kangen sama kamu, Nisa. Sudah lama kita gak ketemu," ucap Bima disertai dengan senyuman licik. Benar, dia memang merindukan Annisa, ipar yang dulu adalah kekasihnya. Sayang, wanita itu malah memilih menikah dengan Rahman, kakak kandungnya, saat dia bersekolah ke luar negeri. Hati Bima sakit dan kecewa menerima kenyataan itu. Sehingga dia memilih tidak datang ke pernikahan mereka dengan alasan sibuk. "Keluar dari kamarku, sekarang!" teriak Annisa. Kini, posisinya mulai terpojok di sudut, sementara Bima berjalan semakin mendekat. "Aku sudah terlanjur masuk, Nisa. Biar aja aku di sini main-main sebentar." Tanpa malu, Bima membuka kaus da

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
MOON
ya ampun baca sampe ending, rasanya gak karu2an. bagus kakak, ceritanya compact dan gak bertele2. menyentuh bgt kisahnya sampe usia senja
2023-07-25 00:50:33
2
user avatar
liza sarah
enak dibaca.
2022-11-29 10:19:40
1
user avatar
Kimberlin Tan
bagus ceritnya
2022-04-29 23:55:44
1
user avatar
fahrul razi
masyaallah ceritanya kakak keren ... jika berkenan silahkan mampir di Deadline Cinta Akira yh
2021-12-01 22:17:31
1
user avatar
Rara Aprilia
keren ceritanya
2021-09-22 16:27:55
1
user avatar
mira apriani
maa syaa allah ta barakallah
2021-08-29 15:10:01
1
user avatar
Dara Fitria
Terbuat dari apa hati Annisa sehingga bisa sekuat itu
2021-08-20 14:42:22
1
user avatar
riasani
anjir, ceritanya bagus banget
2021-08-17 19:41:28
1
user avatar
Shyfaa
cerita ini sangat bagus
2021-08-14 07:17:35
1
user avatar
DiMong-kmvrt
sampe kupa jam baca ini
2021-08-12 18:45:14
1
user avatar
Crystal
Bima ngeselin banget ...
2021-08-07 09:04:46
3
user avatar
jhopestan00
banyak sekali pelajaran yg bs d ambil dri cerita ini. bgus bgt
2021-07-11 15:23:14
2
user avatar
Yenita Windi
kak kk g dilanjut lagi..kapan up lagi
2021-06-15 10:14:45
3
user avatar
unie
semangat kk author,,,
2021-06-02 06:19:32
1
user avatar
Hanif
kereeen bgt ceritany tdk biasa
2021-05-27 10:40:07
1
  • 1
  • 2
33 Bab

Awal Bermula

Annisa tersentak saat pintu kamarnya terbuka, padahal rasanya tadi sudah di kunci dengan rapat. Apa dia lupa? Lalu, wanita itu terkejut saat melihat siapa yang masuk.  "Kamu mau apa, Bima?" tanya wanita itu kepada adik iparnya saat laki-laki itu berjalan mendekat. "Mau melepas kangen sama kamu, Nisa. Sudah lama kita gak ketemu," ucap Bima disertai dengan senyuman licik. Benar, dia memang merindukan Annisa, ipar yang dulu adalah kekasihnya. Sayang, wanita itu malah memilih menikah dengan Rahman, kakak kandungnya, saat dia bersekolah  ke luar negeri.  Hati Bima sakit dan kecewa menerima kenyataan itu. Sehingga dia memilih tidak datang ke pernikahan mereka dengan alasan sibuk.  "Keluar dari kamarku, sekarang!" teriak Annisa. Kini, posisinya mulai terpojok di sudut, sementara Bima berjalan semakin mendekat.  "Aku sudah terlanjur masuk, Nisa. Biar aja aku di sini main-main sebentar." Tanpa malu, Bima membuka kaus da
Baca selengkapnya

Benci

Dengan tertatih, Annisa berjalan menuju kamar mandi. Sementara itu, Bima terbaring lemas setelah mendapatkan apa yang diinginkannya. Annisa menggosok seluruh tubuh dengannya kuat karena bekas sentuhan Bima masih terasa dan membuatnya jijik. Air mata wanita itu mengalir deras, bersamaan dengan tetesan air yang turun dari lubang-lubang shower. Setelah selesai membersihkan diri, Annisa mengintip dari balik pintu. Kamarnya kosong. Itu berarti Bima sudah keluar sejak dia mandi tadi. Dengan cepat wanita itu berlari dan mengunci pintu. Lalu, tubuhnya luruh ke lantai dengan  tangis yang kembali tumpah ruah."Maafkan Nisa, Mas," lirihnya ketika teringat kepada mendiang sang suami. Betapa baiknya perlakuan Rahman selama mereka menjani rumah tangga. Pantaslah kiranya dia menolak untuk menikah dengan Bima. Benar sesuai dugaan, laki-laki itu sekarang begitu kasar dan bersikap semaunya. Annisa segera berdiri dan mengambil tas di lemari, l
Baca selengkapnya

Pulang

Mobil travel berhenti di depan sebuah rumah sederhana dengan lantai kayu dan cat berwarna hijau. Suasana terlihat sepi, hanya kicauan burung yang terdengar dari beberapa pohon mangga yang tumbuh di pekarangannya. Makhluk itu hinggap ke sana kemari sesukanya tanpa mengenal lelah. Ketika pintu rumah itu terbuka, muncullah sesosok laki-laki paruh baya dengan memakai sarung dan kaus putih serta peci di kepala."Nisa?" Mata tuanya seakan tak percaya saat sang putri kesayangan turun dari mobil dengan membawa sebuah koper. "Bapak." Annisa memeluk ayahnya dengan erat sembari meneteskan air mata. "Alhamdulillah. Akhirnya kamu pulang juga." Pandu memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang. Dia mengira, Annisa akan pulang bulan depan karena sesuai hitungan masa iddahnya belum selesai. "Nisa sudah kangen sama Bapak. Jadi, minta izin sama Ibu pulang lebih cepat. Lagi pula, adiknya Mas Rahman sudah datang. Jadi, ibu ndak sendirian lagi," jelas
Baca selengkapnya

Kedatangan

"Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.Laa ilaaha illallaah."Suara azan Subuh yang menggema dari speaker masjid membangunkan Annisa dari tidur lelapnya. Wanita itu perlahan membuka mata dan merasakan kepalanya begitu berat. Dia mencoba duduk dan bersandar di ranjang sembari memijat pelipis. Setelah dirasakan cukup nyaman, Annisa bangun dari tempat tidur hendak keluar menuju kamar mandi. Ketika pintu terbuka, tiba-tiba saja tubuhnya terasa limbung dengan kepala seperti berputar.  "Kenapa, Nduk?" tanya Pandu saat melihat putrinya bersandar di depan pintu. "Pusing, Pak," jawab Annisa dengan bibir gemetaran. "Sini Bapak bantu." Pandu m
Baca selengkapnya

Niat Baik

Empat pasang kaki itu melangkah pelan menyusuri jalan paling fenomenal di kota Yogyakarta. Bima bersisian dengan Pandu, sedangkan Annisa bergandengan tangan dengan Ratih. Mereka memarkir mobil sedikit jauh, sehingga bisa menikmati pemandangan di sekitar jalan.Bima menyewa mobil untuk perjalanan kali ini. Mereka juga memesan penginapan untuk beristirahat. Dia ingin mengajak ibunya liburan, sekaligus mengambil hati Pandu agar menyetujui niatnya untuk menikahi Annisa. Laki-laki itu tidak peduli, jika nanti lamarannya diterima atau tidak. Baginya, yang paling penting adalah usaha."Mama mau sarapan nasi gudeg. Pagi-pagi begini sudah ada gak, ya?" tanya Ratih. "Ada, Mbakyu. Di sebelah sana," tunjuk Pandu. Suasana pagi itu cukup ramai karena hari libur, tetapi udara terasa begitu segar sehingga menambah selera makan. Setelah memesan empat porsi gudeg dengan teh hangat dan kopi panas, mereka duduk menunggu sembari berbincang.Annisa hanya terdiam
Baca selengkapnya

Pilihan

Annisa menatap ayahnya dengan perasaan gamang dan memilih diam. Wajahnya sejak tadi hanya tertunduk, tetapi mendengarkan semua penuturan itu dengan serius. "Bagaimana, Nduk? Apa kamu mau?"Sudah dari setengah jam yang lalu Pandu mengutarakan keinginan Ratih untuk melamar Annisa, tetapi tak bersuara. Sehingga membuat laki-laki itu bingung dan tak tahu harus berkata apa lagi. "Rasanya ini terlalu cepat, Pak. Lagi pula masa iddahku belum selesai," jawab Annisa lirih. Ada banyak wanita di luar sana yang hingga akhir hayatnya, tetap memilih untuk tetap sendiri karena kelak ingin berkumpul kembali bersama mendiang sang suami di surga."Tapi kamu lagi hamil, Nduk. Apa nanti sanggup membesarkan anakmu sendirian?" tanyanya lagi. Pandu tak mau memaksakan kehendak, karena dia sendiri juga belum menikah hingga sekarang. Hanya saja baginya Bima adalah sosok yang baik, shingga pantas jika bersanding dengan sang putri. Mencari pe
Baca selengkapnya

Bingkisan

Derap langkah Bima saat memasuki kantor membuat beberapa pasang mata menoleh. Bisik-bisik dari karyawan mulai terdengar, terutama dari para wanita. Ketampanannya, juga posisi yang bagus sebagai seorang manager IT di perusahaan, membuat laki-laki itu kerap menjadi bahan perbincangan. Ada beberapa karyawan wanita yang diam-diam menyimpan rasa, tetapi tak berani mengungkapkan. Namun, ada juga yang berani dan terang-terang. Seperti pagi itu, saat dia sedang mengantre di depan finger print."Pagi, Bim. Udah sarapan?" tanya Nadine, sekretaris direktur utama yang berwajah blasteran dan juga cantik menggoda. "Udah," jawabnya singkat. Bukannya Bima tak mau berbasa-basi, tetapi penampilan Nadine yang seronok dengan pakaian seksi membuatnya risih. Apalagi wanita itu suka menempel kepadanya. "Kamu ini dingin banget. Gak suka sama cewek, ya?" ucap Nadine manja sembari mendekatkan diri. Sikapnya justru membuat Bima menjadi jengah. Dengan cepat
Baca selengkapnya

Kembali

Langit hari itu terlihat mendung dengan awan yang beriring, seperti saling berlomba ingin menurunkan air untuk membasahi bumi. Hawa yang sejak satu minggu lalu terasa panas, seketika menjadi sejuk. Para petani akan bersorak girang jika hujan turun dengan deras, karena padi mereka akan terendam air untuk menumbuhkan bulirnya. Begitu pula dengan Pandu yang sudah berangkat sejak pagi menuju sawah bersama motor bututnya. Annisa berjalan tertatih menuju dapur karena kaki yang terasa nyeri. Semakin besar kehamilannya, semakin sulit baginya untuk bergerak. Jika beberapa tetangga yang sedang mengandung tampak baik-baik saja berpergian bebas membawa perut yang membuncit, itu tak berlaku untuknya. Si jabang bayi yang sedang bersemayam itu ternyata cukup manja dan tak mengizinkan ibunya untuk bergerak bebas layaknya orang lain. Sehingga Annisa hanya bisa berdiam di rumah atau duduk di teras untuk mengusir kebosanan. Tak terasa waktu berlalu, kini
Baca selengkapnya

Selamat Datang Ke Dunia

Hari kedua mereka berada di Jakarta. Cuaca sedikit panas, sehingga Annisa merasa malas ke luar kamar dan memilih tetap di penginapan, sekalipun ibu mertuanya sudah menelepon meminta datang. Dia mengatakan bahwa mereka akan berkunjung ke sana dengan menggunakan taksi online. "Bapak mau ke depan beli makanan. Kamu jangan ke mana-mana, Nduk. Tunggu saja di kamar," pesan Pandu ketika menyambangi putrinya. Bima hanya memesankan satu kamar untuk mereka, sehingga Pandu mengeluarkan biaya pribadi untuk membayar kamarnya sendiri. Annisa akan bertemu ayahnya di pagi hari saat sarapan. Untuk makan siang, mereka akan mencari di sekitar penginapan karena jika memesan makanan di sana harganya cukup tinggi. "Bapak jangan lama. Perutku gak enak," keluhnya."Bapak cuma mau menyebrang ke depan. Ada yang jualan nasi campur," jelas Pandu ketika melihat wajah putrinya yang terlihat khawatir. "Aku mau ayam goreng, Pak. Aku ingin makan enak di sini," p
Baca selengkapnya

Pahit

Suara percakapan yang sayup-sayup terdengar, membuat Annisa membuka kedua kelopak matanya. Wanita itu mencoba menggerakkan tubuh, tetapi justru merasakan nyeri di bagian perut. Dia mengangakat kedua lengan, lalu mendapati bahwa ada sebuah selang infus yang telah terpasang di tangan kanannya. "Bapak," lirih Annisa ketika menoleh ke samping dan mendapati sang ayah sedang duduk di sofa sembari berbincang dengan ibu mertuanya. "Nisa sudah sadar." Pandu menoleh dan segera menghampiri ranjang pasien untuk melihat kondisi putrinya.Annisa terlihat begitu lemah dan pucat, sehingga sempat mendapatkan transfusi darah. Untunglah, golongan darahnya mudah ditemukan sehingga stok di PMI mencukupi. "Aku kenapa?" Wanita itu bertanya dengan bingung. Kepalanya terasa sakit, juga nyeri di perut yang terus mendera. "Operasi, Nduk. Kamu tadi dibawa ke sini karena jatuh di penginapan," jelas Pandu pelan. "Jatuh?" Annisa mencoba mengingat a
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status