Untuk Melindungi Pedang Lintang Kuning, seluruh Desa Luang Nyawa berkorban jiwa raga agar pusaka yang ditempa dari desa itu, tidak jatuh ke tangan pendekar aliran sesat. Galuh Tapa merupakan pemuda terakhir yang berhasil hidup, dan menyelamatkan pedang Lintang Kuning, bertekad untuk menuntut balas atas kematian seluruh warga desa, dan sahabatnya Aji Bakas.
View MoreDesa Luang Nyawa begitu aman dalam beberapa tahun terakhir, tapi hari ini desa itu menjadi lautan darah. Terjadi pertarungan besar di desa itu yang melibatkan beberapa pendekar hebat.
Entah sudah berapa banyak rumah terbakar karena pertarungan mereka? atau berapa banyak warga yang terkena imbas dari pertarungan tersebut.
Kehancuran desa itu, merupakan buah dari keterlibatan mereka menyembunyikan seorang pendekar yang memegang pedang Lintang Kuning, yaitu pendekar Aji Bakas.
Galuh Tapa, seorang pemuda yang merupakan sahabat karib Aji Bakas, lahir dan besar di Desa tersebut, melakukan perlawan terhadap Pendekar Aliran Sesat dari perguruan Naga Hitam yang dimpimpin oleh Gambir Rimba. Walaupun saat ini, ilmu kanuragan yang dimilikinya tidak sehebat Aji Bakas.
"Serahkan Pedang Lintang Kuning itu!" salah satu dari aliran hitam mengancam, "Atau kau akan mati!"
Aji Bakas kini berwajah pucat, sesekali dia menatap wajah Galuh Tapa yang berdiri tepat di depannya. Tampaknya Galuh Tapa memberi isyarat kepada lawan agar melewati nyawanya terlebih dahulu sebelum mengambil pedang Lintang Kuning dari tangan sahabatnya."Masalah ini tidak ada urusannya denganmu, Galuh Tapa," ucap Gambir Rimba, "kenapa kau dan penduduk desa Luang Nyawa melindungi Aji Bakas?"
Gambir Rimba berniat merebut pedang Lintang Kuning dari tangan Aji Bakas, tapi dihalangi oleh Galuh Tapa dan penduduk desa yang mengtahui rahasia dari pedang tersebut.
Ya, seorang empu hebat pernah hidup di desa Luang Nyawa, dan menciptakan dua pedang sakti mandraguna, yang salah satunya kini berada di tangan Aji Bakas.
Menilik sejarah panjang pedang tersebut, yang pernah digunakan untuk melindungi desa, kini malah menjadi petaka bagi Desa Luang nyawa.
Pertarungan antara Gambir Rimba dan anak buahnya melawan Galuh Tapa dan Aji Bakas telah berlangsung setengah hari lamanya, dan kini dua pemuda itu mulai kehabisan tenaga dalam.
Mereka terpojok ke arah jurang
dalam yang menglilingi Desa Luang Nyawa.Meskipun jelas Galuh Tapa tidak memiliki hubungan apapun dengan pedang Lintang Kuning, tapi dia tidak bisa membiarkan para aliran hitam menguasai pedang tersebut.
Lebih lagi ketika pedang itu berada di tangan sahabatnya, Aji Bakas.
"Galuh tapa," ucap Aji Bakas suaranya terdengar serak dan dalam, sesakali dari mulutnya keluar darah merah karena luka dalam, "Pergilah dari sini, seperti yang mereka bilang, kau tidak ada hubungannya dengan diriku, atau pula dengan Pedang Lintang Kuning."Mendengar peringatan temannya, Galuh Tapa malah tertawa kecil, "Bodoh, apa kau pikir aku akan pergi begitu saja, melihat temannku dibunuh di depan mata?"
"Kau tidak berubah, keras kepala seperti biasanya," timbal Aji Bakas.
"Apapaun yang terjadi, jangan menyarah!" ucap Galuh Tapa. "Pedang Lintang Kuning akan jadi mala petaka jika jatuh di tangan aliran sesat, jika harus berkorban nyawa, maka aku siap melakukannya."
Mendengar tekad kuat Galuh Tapa, Aji Bakas hanya tersenyum pahit. Entah kenapa kali ini dia teringat masa silam ketika mereka masih berumur belasan tahun.
Dahulu, Galuh Tapa hanyalah anak malang tanpa orang tua. Acap kali pemuda itu dihina dan dicaci maki oleh teman-temannya.
Meskipun Aji Bakas acap kali menghajar Galuh Tapa hingga terluka, pada akhrinya Galuh Tapa tetap memaafkan Aji Bakas.
Tanpa orang tua, rupanya membuat hati Galuh Tapa terasa hampa. Dia merindukan pertemanan seperti anak-anak yang lain. Untuk mendapatkan hal itu, Galuh Tapa bahkan relah mendapat caci maki dari teman-temannya, ataupun perlaukan buruk Aji Bakas.
Namun, pada akhirnya mereka berdua menjadi teman baik.
Jika hari ini Aliran Hitam akan merenggut Aji Bakas dari dunia ini, maka jelas Galuh Tapa adalah orang pertama yang akan menentangnya. Dia tidak ingin kehilangan teman dekat. Tidak ingin!"Ini peringatan terkahir," ucap Gambir Rimba, "Menyingkirlah dari hadapanku, Galuh Tapa!"
"Bahkan dalam mimipimu sekalipun, aku tidak akan pergi!" jawab Galuh Tapa.Gambir Rimba mungkin dapat menghadapi Aji Bakas meskipun pemuda itu memiliki pedang pusaka Lintang Kuning, tapi Galuh Tapa dengan Ajian Rentak Bumi benar-benar merepotkan dirinya.
Setiap kali Gambir Rimba hampir membunuh Aji Bakas, Galuh Tapa menghalanginya dengan Ajian Rentak Bumi. Ini benar-benar membuat pria itu kesal.
"Kalau itu maumu, aku akan membunuh kalian berdua!" gambir Rimba berteriak keras, kemudian mengerahkan beberapa muridnya untuk menyerang Galuh Tapa dan Aji Bakas.
Pertempuran sengit terjadi lagi.Beberapa kali serangan lawan hampir dapat membunuh Aji Bakas tapi lagi-lagi dihalau oleh Galuh Tapa.
Sesekali pedang Lintang Kuning diayunkan, mengirim serangan yang begitu kuat ke arah lawan-lawannya.
Beberapa orang mati dalam seketika oleh pedang tersebut, tapi musuh berjumlah cukup banyak.
Menggunakan pedang Lintang Kuning dalam waktu yang cukup lama ternyata menguras tenaga dalam Aji Bakas. Sekarang, tebasan pedang itu tidak sekuat tebasan sebelumnya.
Ketika dua sahabat dekat itu masih bekemelut dengan lawan-lawannya, Gambir Rimba menemukan celah untuk menyerang.
Seberkas cahaya hitam kemerahan menderu menerobos udara kering, dan mendarat tepat di tengah tubuh Aji Bakas.
Pemuda itu tepental beberapa jauhnya, hampir saja jatuh ke dalam jurang.
Darah segar sekali lagi keluar dari mulut Aji Bakas, dan dadanya terlihat melepuh seperti terbakar.
Galuh Tapa bergegas menolong temannya, tapi tidak berhasil.Beberapa murid Gambir Rimba menyerang Galuh Tapa tanpa hanti.
Setelah melihat tubuh Aji bakas yang sudah terbujur kaku dan tak bernyawa, Galuh Tapa mengabil pedang Lintang Kuning.Amarah Galuh Tapa memuncak. Serangan Galuh Tapa tak henti-henti menyerang anak murid Gambir Rimba.
Dia mengeluarkan ajian rentak bumi, musuhpun berhamburan seperti dedaunan yang telah kering.
Akan tetapi jumlah Anak murid Gambir Rimba terlalu banyak hingga tenaga yang dikeluarkan Galuh tapa mulai melemah.
Pertikaian terus berlanjut serangan yang dilakukan Anak murid Gambir Rimba mulai membuat Galuh tapa kualahan, serangan musuh mengenai tubuh Galuh Tapa, pukulan yang keras mengenai perut dan wajahnya, hingga Galuh Tapa terpental.
Galuh Tapa masih tetap berusaha bangun lagi dalam kondisi yang terluka, Galuh Tapa terkepung oleh anak murid Gambir Rimba yang menunjukan ekspresi bringas.
Serangan musuh mulai menghantam lagi, Galuh Tapa mengeluarkan lagi ajian Rentak bumi,musuhpun terpental namun ajian yang dikeluarkan tidak sempurna, dan juga tidak sekuat sebelumnya.
Gambir Rimba murka melihat anak muridnya yang banyak mati, melompat dan mengeluarkan sebuah tendangan yang begitu keras tepat ke tubuh Galuh Tapa.
Galuh Tapa terpental, dan memuntahkan darah segar dari mulutnya.
"Serahkan pedang itu! "ucap Gambir Rimba dengan nada keras
"Tidak akan pernah kuserahkan pedang ini!", jawab Galuh tapa dengan teguh. "Setelah kami mengorbankan nyawa dan raga, kau pikir aku akan menyerahkan pedang ini begitu saja?"
Gambir Rimba tidak terima dengan perkataan yang dilontarkan Galuh Tapa, dia menyerang dengan sebuah pukulan tepat ke arah wajah disusul dengan tendangan yang begitu keras secara bertubi -tubi, sehingga membuat Galuh Tapa terpental ke dalam sebuah jurang yang begitu dalam.
Anak murid Gambir Rimba menelisi jurang mencari Galuh Tapa,namun mereka tidak menemukannya.
Gambir Rimba sangat kesal dengan anak -anak muridnya, karena tidak menemukan keberadaan Galuh Tapa.
Keinginan Gambir Rimba memiliki pedang lintang kuning yang begitu besar untuk menguasai dunia persilatan, tampaknya akan pupus dengan lenyapnya pedang lintang kuning bersama dengan Galuh Tapa.
Galuh Tapa terseret arus sungai yang begitu deras, hingga Gambir Rimba dan anak- anak muridnya sulit menemukan.
"Cari pemuda itu, temukan dirinya!" perintah Gambir Rimba kepada anak muridnya.
Semua murid bekerja keras untuk menemukan Galuh Tapa, hingga menyusuri bagian hilir sungai, tapi apalah daya hendak dikata, Galuh Tapa bak ditelan bumi. Dia tidak ditemukan di manapun."Maaf Guru, kami sudah melakukan yang terbaik ...," salah satu murid sedang melapor kepada Gambir Rimba, dan terlihat ragu dengan ucapannya.
Hal ini dikarenakan Gambir Rimba biasanya akan menghajar murid-muridnya ketika suasana hatinya sedang buruk. Dan benar saja!
"Bodoh! cari dirinya sampai dapat, jangan kembali sebelum pedang itu ada di tanganku!"
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
Setelah kepergian Galuh Tapa. Bagas Sanjaya adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas Markas Periangan. Dia mengatur segala hal sendirian, kecuali jika Tiran Putih sedang memiliki waktu luang untuk memberikan masukan untuknya.Galingga Tirta memang petarung hebat,tapi dia tidak memiliki otak. Kecualibertarung dan menggoda gadis-gadiscantik di tempat ini, tiada hal lain yangdilakukan pemuda itu.Tidak beberapa lama, derap langkah kakikuda tiba-tiba memasuki gerbang Markas Periangan. Ada sekitar dua puluh orang penunggang kuda, dan salah satu dari mereka jelas dikenali Bagas Sanjaya, Rangga rajasa."Patih Bagas Sanjaya" Rangga Rajasa memberi hormat. "Setelah mendengar kalian berhasil menaklukkan markas ini, aku segera menyusul bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Jangan khawatir, markas kecil di seberang sungai sangat aman terkendali, sekarang Buja Surut beserta pendekar pemanah dan beberapa pendekar lain bertugas mengatur markas itu."Bagas Sanjaya menarik napas lega.
Hingga terang benderang pikiran Pendekar Janggala setelah tiga benda kegelapan itu hilang dari kepalanya. Sekarang pikirannya terasa lebih jernih, kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya.Seperti yang di ketahui, susuk Magalahtidak akan bisa di cabut kecuali penggunanya akan mengalami kematian.Tapi Galuh Tapa bisa melakukan hal itu,mungkin saja karena energi alam yangbercampur dengan berkah batu mustika yang ada, atau pula karena nasib baik Pendekar Janggala untuk menebus dosa-dosannya.Lidah Pendekar Janggala terasa kelu untuk beberapa saat, dia hendak mengatakan rasa syukur dan terima kasih tapi suaranya terasa terhenti di kerongkongan. Hanya air mata yang menjawab perkataan Pemuda Pedang Pusaka Lintang Kuning."Terima kasih...terima kasih..." Merah Jambon Barat sujud tiga kali di telapak kaki Galuh Tapa, lalu buru mengangkat tubuh Janggala."Kau harus merawat gurumu dengan baik, lukanya perlu diobati!" ucap Galuh Tapa."Kami akan mengingat kebaikan ini, suatu saat nanti j
Belum sampai kuku tajamnya di wajahGaluh Tapa, tiba-tiba gerakannyaterhenti seketika. Wajah bangganya mulai menyurut.lima detik kemudian dia berteriak kesakitan, tubuhnya tersungkur di permukaan tanah, kedua tangannya mencengkram dada dengan kuat. Pak tua itu berguling tak karuan, darah segar keluar menodai pakaian.Ketika hal itu terjadi, Galuh Tapa tidakingin menunggu lama, segera dia melesat di udara. Dia melepaskan beberapa serpihan batu mustika sebagai senjata tepat mengenai kaki orang tua itu, hingga tubuhnya terpasak di tanah, lalu dua buah lagi senjata secara bersamaan mengenai bahu kiri dan kanan.Pendekar Janggala dalam kondisiterlentang, serpihan tertancap dalam dan terasa panas membara. Tangannya berusaha melepaskan dua pedang yang menancap di bahunya tapi tidak mampu.Nampak belum menyerah, kilatan ungumemancar sesaat lalu dua larik cahayamelesat menuju Galuh Tapa, tapi kali inipemuda itu dapat menangkisnya.Beberapa saat kemudian, suasana ditempat itu menjadi pa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments