Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Desa Luang Nyawa begitu aman dalam beberapa tahun terakhir, tapi hari ini desa itu menjadi lautan darah. Terjadi pertarungan besar di desa itu yang melibatkan beberapa pendekar hebat.Entah sudah berapa banyak rumah terbakar karena pertarungan mereka? atau berapa banyak warga yang terkena imbas dari pertarungan tersebut.Kehancuran desa itu, merupakan buah dari keterlibatan mereka menyembunyikan seorang pendekar yang memegang pedang Lintang Kuning, yaitu pendekar Aji Bakas.Galuh Tapa, seorang pemuda yang merupakan sahabat karib Aji Bakas, lahir dan besar di Desa tersebut, melakukan perlawan terhadap Pendekar Aliran Sesat dari perguruan Naga Hitam yang dimpimpin oleh Gambir Rimba. Walaupun saat ini, ilmu kanuragan yang dimilikinya tidak sehebat Aji Bakas."Serahkan Pedang Lintang Kuning itu!" salah satu dari aliran hitam mengancam, "Atau kau akan mati!"Aji Bakas kini berwajah pucat, sesekali dia menatap wajah Galuh Tapa yang berdiri tepat di depanny
Beberapa hari telah berlalu.Di tepi muara sungai yang tenang, terlihat seorang pria muda sedang mencari ikan dengan menggunakan pancing.Sudah dari pagi hari tidak ada satu ikanpun yang menyambar umpannya, membuat pemuda itu mulai kesal.Namun tak lama kemudian, matanya menangkap sosok tubuh di tepian muara dalam ke adaan terlungkup tak bergerak."Apa itu mayat?" gumam pemuda itu.Segera dia melepaskan pancingnya, berlari ke arah -yang dikiranya mayat-, lalu memeriksa denyut nadi di tangan kanan."Pemuda ini masih hidup," gumam dirinya.Dia segera memanggil orang untuk membantunya membawa tubuh malang itu pulang ke gubuk yang terletak tidak jauh dari muara ini.Pemuda yang dimaksud tidak lain adalah Galuh Tapa. Ditangannya masih ada pedang Lintang Kuning yang dicengkram begitu kuat, meski kondisi tubuhnya sudah tidak sadarkan diri, atau dipenuhi oleh banyak luka yang parah.Pemuda penolong dikenal dengan nama Arya
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
Setelah kepergian Galuh Tapa. Bagas Sanjaya adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas Markas Periangan. Dia mengatur segala hal sendirian, kecuali jika Tiran Putih sedang memiliki waktu luang untuk memberikan masukan untuknya.Galingga Tirta memang petarung hebat,tapi dia tidak memiliki otak. Kecualibertarung dan menggoda gadis-gadiscantik di tempat ini, tiada hal lain yangdilakukan pemuda itu.Tidak beberapa lama, derap langkah kakikuda tiba-tiba memasuki gerbang Markas Periangan. Ada sekitar dua puluh orang penunggang kuda, dan salah satu dari mereka jelas dikenali Bagas Sanjaya, Rangga rajasa."Patih Bagas Sanjaya" Rangga Rajasa memberi hormat. "Setelah mendengar kalian berhasil menaklukkan markas ini, aku segera menyusul bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Jangan khawatir, markas kecil di seberang sungai sangat aman terkendali, sekarang Buja Surut beserta pendekar pemanah dan beberapa pendekar lain bertugas mengatur markas itu."Bagas Sanjaya menarik napas lega.
Hingga terang benderang pikiran Pendekar Janggala setelah tiga benda kegelapan itu hilang dari kepalanya. Sekarang pikirannya terasa lebih jernih, kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya.Seperti yang di ketahui, susuk Magalahtidak akan bisa di cabut kecuali penggunanya akan mengalami kematian.Tapi Galuh Tapa bisa melakukan hal itu,mungkin saja karena energi alam yangbercampur dengan berkah batu mustika yang ada, atau pula karena nasib baik Pendekar Janggala untuk menebus dosa-dosannya.Lidah Pendekar Janggala terasa kelu untuk beberapa saat, dia hendak mengatakan rasa syukur dan terima kasih tapi suaranya terasa terhenti di kerongkongan. Hanya air mata yang menjawab perkataan Pemuda Pedang Pusaka Lintang Kuning."Terima kasih...terima kasih..." Merah Jambon Barat sujud tiga kali di telapak kaki Galuh Tapa, lalu buru mengangkat tubuh Janggala."Kau harus merawat gurumu dengan baik, lukanya perlu diobati!" ucap Galuh Tapa."Kami akan mengingat kebaikan ini, suatu saat nanti j
Belum sampai kuku tajamnya di wajahGaluh Tapa, tiba-tiba gerakannyaterhenti seketika. Wajah bangganya mulai menyurut.lima detik kemudian dia berteriak kesakitan, tubuhnya tersungkur di permukaan tanah, kedua tangannya mencengkram dada dengan kuat. Pak tua itu berguling tak karuan, darah segar keluar menodai pakaian.Ketika hal itu terjadi, Galuh Tapa tidakingin menunggu lama, segera dia melesat di udara. Dia melepaskan beberapa serpihan batu mustika sebagai senjata tepat mengenai kaki orang tua itu, hingga tubuhnya terpasak di tanah, lalu dua buah lagi senjata secara bersamaan mengenai bahu kiri dan kanan.Pendekar Janggala dalam kondisiterlentang, serpihan tertancap dalam dan terasa panas membara. Tangannya berusaha melepaskan dua pedang yang menancap di bahunya tapi tidak mampu.Nampak belum menyerah, kilatan ungumemancar sesaat lalu dua larik cahayamelesat menuju Galuh Tapa, tapi kali inipemuda itu dapat menangkisnya.Beberapa saat kemudian, suasana ditempat itu menjadi pa