JEJAKA. Anak seorang dewa yang terlahir di muka bumi. Kelahirannya diiringi amukan badai petir yang maha dahsyat. Terlahir bersama seekor Naga Emas yang kemudian menitis dan menyatu kedalam raganya hingga akhirnya menjadi rajah naga emas melingkar di lengan kirinya. Lengan yang akan memiliki kekuatan Kuasa Dewa ‘Tinju Penggetar Bumi’. Dan memiliki senjata ajaib yang bernama 10 Gelang Dewa, warisan sang ayah. Jejaka memiliki takdir yang akan menjadi ujian bagi dirinya untuk naik kelangit dan menjadi seorang dewa. Jika langit sudah berkehendak maka manusia hanya mampu menjalaninya. Mampukah Jejaka memenuhi takdirnya untuk bisa naik ke langit dan menjadi seorang Dewa ?
View MoreGUNUNG Asmoro terlihat berdiri dengan angkernya malam itu, sebuah gerobak yang ditarik kuda berbulu putih belang coklat itu berhenti di depan bangunan besar yang mirip candi diatas puncak gunung asmoro. Saat itu di penghujung malam menjelang pagi. Perempuan tua yang duduk di samping pemuda sais gerobak melompat turun. Gerakannya gesit dan enteng. Di pinggangnya tergantung satu bungkusan besar. Di depan pintu bangunan dia hentikan langkah, memandang pada lelaki yang keluar menyambutnya.
Perempuan tua itu ludahkan gumpalan sirih dan tembakau di dalam mulutnya lalu bertanya.
"Apa aku datang terlambat Barata?"
"Belum mak. Keadaannya gawat sekali. Aku khawatir”
Perempuan tua itu tidak menunggu sampai lelaki bernama Barata menyelesaikan ucapannya. Dengan cepat dia masuk ke dalam bangunan, langsung menuju ke sebuah kamar dari dalam mana terdengar suara erangan berkepanjangan.
Di ambang pintu kamar si nenek mendadak hentikan langkah. "Barata! Kegilaan apa yang aku lihat ini! Siapa yang mengikat tangan dan kakinya!"
"Tidak ada jalan lain Nek! Dia selalu berontak. Memukul dan menendang. Melihat aku sepertinya dia hendak membunuhku!"
"Gila dan aneh! Perempuan yang hendak melahirkan bisa bersikap seperti itu!" Nenek dukun beranak masuk ke dalam kamar yang diterangi dua buah obor besar. Tiga langkah dari ranjang kayu kembali gerakannya tertahan.
Di atas tempat tidur kayu itu tergeletak menelentang seorang perempuan. Wajahnya yang cantik tertutup oleh keringat serta kerenyit menahan sakit.
Dari mulutnya yang terbuka keluar erangan ditingkahi desau nafas yang membersit dari hidung. Perempuan ini memiliki perut besar dan tertutup sehelai rajutan rumput kering. Ketika pandangannya membentur sosok si nenek, dua matanya membeliak besar dan dari mulutnya keluar suara menggereng seperti suara babi hutan.
"Tua bangka buruk! Siapa kau?!"
Barata cepat mendekat dan berkata. "Hai istriku Ratri Kumala, nenek ini adalah dukun beranak yang akan menolongmu melahirkan”
"Menolong aku melahirkan?!" Sepasang mata perempuan di atas ranjang kayu semakin membesar dan Wajahnya tambah beringas. "Siapa yang akan melahirkan?! Aku tidak akan melahirkan!"
"Tenanglah Ratri Kumala. Orang ini akan menolongmu”
"Aku tidak akan melahirkan! Aku tidak butuh pertolongan! Tidak akan ada apapun yang keluar dari perutku! Tidak akan ada bayi keluar dari rahimku! Kau dengar Barata?! Kau dengar nenek buruk dukun beranak celaka?!" Habis membentak seperti itu Ratri Kumala tertawa panjang.
Si nenek dukun beranak jadi merinding. Dia dekati Barata dan berbisik. "Suara istrimu kudengar lain. Tawanya kudengar aneh”
Baru saja Nenek dukun beranak berkata begitu tiba-tiba dari perut besar Ratri Kumala terdengar suara gerengan dan bersamaan dengan itu di kejauhan terdengar suara lolongan anjing hutan. Nenek dukun beranak tarik rumput kering yang menutupi tubuh Ratri Kumala. Begitu perut yang hamil besar itu tersingkap, si nenek langsung tersurut. Barata sendiri keluarkan seruan tertahan lalu mundur dua langkah.
Lazimnya perut perempuan hamil, biasanya meng-gembung besar dan licin. Namun yang dilihat oleh Nenek dukun beranak dan Barata adalah satu perut yang di dalamnya penuh tonjolan-tonjolan dan tiada hentinya bergerak-gerak mengerikan.
"Jagat Dewa Barata.'" ujar Barata dengan suara bergetar. "Apa yang terjadi dengan istriku mak!"
Nenek dukun beranak angkat tangan kirinya. "Barata, istrimu akan segera kutangani. Harap kau cepat keluar dari kamar ini."
"Mak, kalau boleh aku ingin menungguinya sampai dia melahirkan..." kata Barata pula.
"Keluar!" teriak si Nenek dukun beranak membentak. Mau tak mau Barata keluar juga dari kamar itu. Si nenek segera membanting pintu. Ketika dia melangkah mendekati tempat tidur kembali Ratri Kumala perlihatkan tampang beringas.
"Nenek celaka! Kau juga harus keluar dari kamar ini!"
"Ratri Kumala, aku akan menolongmu melahirkan! Aku akan melepaskan ikatan pada dua kakimu! Jangan kau berbuat yang bukan-bukan!"
"Kau yang berkata dan akan berbuat yang bukan bukan!" sentak Ratri Kumala. "Aku tidak hamil! Aku tidak akan melahirkan! Tak ada bayi dalam perutku! Tak ada bayi yang akan keluar dari rahimku! Hik... hik... hik!"
"Tenang Ratri Kumala. Kau jelas hamil besar dan siap melahirkan. Kau akan melahirkan seorang bayi hasil hubungan sebagai suami istri dengan Barata”
Si nenek mendekati kaki tempat tidur. Dengan hati-hati dia lepaskan ikatan pada dua kaki Ratri Kumala. Begitu dua kaki lepas, kaki yang kanan bergerak menendang.
"Bukkk!"
Si Mak terpekik dan terpental ke dinding.
Di luar Barata berteriak. "Mak! Ada apa?!"
Nenek dukun beranak usap-usap perutnya yang tadi kena tendang. "Tidak apa-apa Barata! Kau tak usah khawatir!" Lalu si nenek memandang pada Ratri Kumala dan berkata. "Sebagai dukun aku berkewajiban menolongmu melahirkan. Apapun yang akan keluar dari rahimmu aku tidak perduli!" Lalu dengan cepat si nenek kembangkan dua kaki Ratri Kumala. Dengan dua tanganya dia menekan perut perempuan itu.
Ratri Kumala meraung keras. Dari dalam perutnya keluar suara menggereng. Di kejauhan kembali ter-dengar suara lolongan anjing hutan.
"Jangan sentuh perutku! Pergi!"
Si nenek dukun beranak tidak perdulikan teriakan Ratri Kumala. Dua tangannya menekan semakin kuat. Ratri Kumala menjerit keras.
Hoaaghh!
Sebuah desis kecil terdengar, nenek dukun beranak terpekik ketika ada sesuatu yang melesat dan menyambar wajahnya. Kalau saja si Nenek tidak cepat mundur terhuyung-huyung terjatuh. Mungkin kepalanya sudah terkena sambaran mahluk yang baru saja keluar dari lubang lahir itu.
"Braaakkk!"
Pintu kamar terpentang hancur. Barata melompat masuk. Dia tidak perdulikan si nenek dukun beranak yang masih terduduk dilantai. Dia melangkah ke arah ranjang. Namun gerakannya serta merta tertahan. Dua kakinya seperti dipantek ke lantai. Matanya membeliak besar. Sosok istrinya tergeletak tidak bergerak. Mata mendelik mulut menganga.
"Ratri Kumala!" teriak Barata.
“Istrimu hanya pingsan” kata sinenek lagi seraya mulai bangkit dari tempat terjatuhnya. Barata memandang seputar kamar. Begitu melihat si nenek dia kembali berteriak. "Mak! Mana anakku?!"
Sambil sandarkan punggungnya ke dinding kamar si nenek angkat tangan kirinya. Dengan gemetar dia menunjuk ke sudut kamar. "Itu... Mahluk yang di sudut sana. Itulah anakmu. Kuharap kau bisa menabahkan diri menghadapi kenyataan ini Barata”
Barata berpaling ke arah yang ditunjuk. Karena tidak tersentuh cahaya api obor, sudut kamar yang ditunjuk si nenek agak gelap. Namun Barata masih bisa melihat satu benda bergelimang darah tergeletak di sana.
"Anakku..." desis Barata. Dia mendatangi dan membungkuk.
Hoaaghh! Terdengar suara desisan halus itu lagi. Barata semakin berdebar. Belum lagi Barata menyadari apa yang terjadi, sesuatu telah terbang kearahnya, lagi-lagi Barata tersurut mundur dan jatuh terjengkang kebelakang. Keduanya matanya mendelik besar seakan ingin keluar dari tempatnya. Bagaimana tidak ? Kini Barata dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri, seekor ular naga berukuran lengan bayi kini tampak terbang berputar-putar diatas kepalanya.
“Se..e..seekor naga” ucap Barata gugup, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Barata, Itu anakmu. Itu bayimu!" Terdengar nenek dukun beranak berucap. Barata masih terkesiap memandang tak percaya dengan naga kecil yang berwarna keemasan itu yang kini sudah tampak terbang mengelilingi kamar kecil itu.
Hugh!
Sebuah jeritan tertahan terdengar dari atas ranjang kayu itu, rupanya Ratri Kumala sudah tersadar dari pingsannya. Ratri Kumala terlihat tiba-tiba saja bangkit terduduk dengan mata mendelik.
Hugh!
Terlihat bagaimana Ratri Kumala mengedan dengan seluruh tenaganya, hal ini tentu saja mengejutkan sinenek dukun beranak dan Barata yang kemudian saling pandang satu sama lain.
“Sepertinya istrimu akan melahirkan kembali Barata” kata sinenek dengan cepat mendekati ranjang kayu itu.
“Kakang!” terdengar Ratri Kumala memanggil Barata, Barata dengan cepat mendekati tepian ranjang. Begitu Barata ada disebelahnya, Ratri Kumala terlihat langsung menggenggam tangannya dengan erat. Terlihat bagaimana bulir-bulir keringat sebesar jagung keluar dari wajah Ratri Kumala.
Hugh!
Ratri Kumala kembali mengejan.
-o0o-
Klanggg...!"Hugh...!?"Tubuh Jejaka Emas terjengkang ke belakang beberapa tombak jauhnya. Selintas tadi terlihat Algojo Hijau menempelkan kedua tapak tangannya di punggung Ratu Bulan, begitu Jejaka memapak serangan tusukan tombak berujung bulan sabit. Melihat hal ini Jejaka Emas terperanjat. Dia tahu kalau kakek berkepala gundul itu tengah menyalurkan tenaga dalam. Tenaganya disatukan dengan tenaga nenek itu, lalu bersama-sama menghadapi tenaga Jejaka.Tak pelak lagi, perpaduan dua tenaga dalam dahsyat itu tidak dapat ditahan Jejaka Emas. Untung saja beradunya tenaga dalam tadi terjadi secara tidak langsung melainkan melalui perantara. Sehingga akibatnya tidak terlalu berarti bagi Jejaka Emas. Pemuda berpakaian merah keemasan ini hanya merasa sedikit sesak pada dadanya.Dengan bantuan gelang dewanya, gerakan sesulit apa pun akan sama seperti gerakan biasa. Sehingga walaupun Jejaka berada dalam keadaan kritis, dan serangan Ratu Bulan kembali menyambar cep
Sekali mengelak, Jejaka Emas telah berada di belakang Ratu Bulan. Tapi sebelum pemuda itu sempat melepaskan serangan, Algojo Hijau telah terlebih dulu menyerangnya. Terpaksa Jejaka mengurungkan niat untuk menyerang Ratu Bulan. Dan dengan cepat pula dielakkannya serangan kakek itu. Dan belum juga sempat membalas, kembali serangan Ratu Bulan telah mengancam. Tentu saja hal ini membuat Jejaka Emas kewalahan menghadapi hujan serangan dahsyat yang saling susul.Tak tanggung-tanggung, Jejakapun langsung menggunakan jurus-jurus gelang dewanya untuk menyerang lawannya. Tapi rupanya kedua lawannya sangat tangguh, sehingga dalam beberapa gebrak kemudian, ketiga orang ini pun sudah terlibat sebuah pertarungan berat sebelah. Jejaka Emas terus-menerus didesak lawannya, tanpa mampu balas menyerang.Untunglah pemuda bermata biru ini memiliki jurus 'Naga Pamungkas' yang sangat aneh sehingga dapat mengelakkan serangan yang bagaimanapun sulitnya. Dan berkat jurus inilah Jejaka Emas mamp
Algojo Hijau manggut-manggut."Bisa kuterima alasanmu, Jejaka Emas""Terima kasih, Kek!""Jangan'terburu-buru berterima kasih, Jejaka Emas!" sergah Ratu Bulan cepat. "Urusan kami denganmu kini tidak hanya satu macam!" Jejaka mengerutkan keningnya."Apa maksudmu, Nek?""Tidak usah berpura-pura, Jejaka Emas!Bukankah kau yang telah membunuh majikan kami!”"Membunuh majikan kalian"! Aneh"! Kalau boleh kutahu, siapa majikan kalian?" tanya Jejaka. Kerut pada dahinya pun semakin dalam."Seorang pemuda bersenjata sepasang kapak warna perak mengkilat!""Dia majikan kalian?" tanya Jejaka Emas Nada suaranya mengandung keheranan yang besar. "Ya! Karena begitulah bunyi perjanjian antara kami dengannya!" selak Algojo Hijau. "Kami bertemu dan bertempur. Dengan licik dia memancing kami ke dalam suatu perjanjian. Yaitu, apabila dalam tiga puluh jurus kami tidak berhasil merobohkannya, dia akan menjadi majikan kami! Jadi, terpaksa
Tapi untuk yang kesekian kalinya, dengan mempergunakan jurus 'Naga Pamungkas' Jejaka berusaha menghindarinya. Dan tahu-tahu tubuh Jejaka telah berada di belakang Darba. Sebelum pemuda berbaju coklat itu sadar, Jejaka sudah melancarkan serangan baliknya.Wuuut..! Hantaman tangan Jejaka melayang ke arah kepala Darba. Murid Ki Jatayu ini terperanjat kaget Maka sedapat dapatnya dirundukkan kepalanya untuk menghindari sambaran tangan lawan.Wusss...! Usaha untung-untungannya berhasil juga. Tangan itu lewat di atas kepalanya. Tapi, Jejaka tidak tinggal diam. Segera dilancarkan serangan susulan.Bukkk...!"Huakkk...!"Telak sekali pukulan tangan kiri Jejaka Emas mendarat di punggung Darba. Keras bukan main, sehingga tubuh pemuda itu terjerembab ke depan.Cairan merah kental terlontar keluar dari mulutnya. Jelas pemuda berbaju coklat itu terluka dalam!Namun kekuatan tubuh murid Ki Jatayu ini memang patut dipuji. Sekalipun sudah terluka parah
Jejaka terpaku sesaat. Tapi tak lama kemudian amarahnya melonjak."Hiyaaa...!"Sambil berteriak melengking nyaring memekakkan telinga, Jejaka Emas menerjang Darba.Wut...! Ketika serangan gelang dewa Jejaka Emas terayun deras ke arah kepala Darba, pemuda berbaju coklat itu menarik kepalanya ke belakang tanpa menarik kakinya.Wusss...! Gelang dewa itu meluncur deras beberapa rambut di depan wajah Darba. Begitu kerasnya tenaga yang terkandung dalam serangan itu, sehingga rambut berikut seluruh pakaian Darba berkibar keras. Dan cepat-cepat pemuda berbaju coklat itu memberi serangan balasan yang tidak kalah berbahayanya.Wuuut...! Cepat bagai kilat kakinya melesat ke arah dada Jejaka Emas. Sadar akan bahaya besar mengancam, Jejaka segera menangkis serangan itu dengan tangan kirinya disertai tetakan ke bawah.Takkk...! Tubuh Darba melintir. Memang bila dibanding Jejaka Emas, posisi pemuda berbaju coklat itu lebih tidak menguntungkan.Namun
Sementara itu pertarungan antara Cakar Garuda menghadapi pengeroyokan anak buah Darba, berlangsung tidak seimbang. Kepandaian Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas itu, memang terlalu tangguh untuk para pengeroyoknya. Setiap kali besi berbentuk cakar di tangannya bergerak, setiap kali pula ada satu nyawa melayang. Jerit kematian terdengar saling susul."Aaa...!"Pekik nyaring melengking panjang, mengiringi rubuhnya orang terakhir para pengeroyok itu. Cakar Garuda memandangi tubuh-tubuh yang terkapar itu sejenak, baru kemudian beralih pada pertarungan antara Jejaka Emas menghadapi Darba. Terdengar suara bergemeletuk dari gigi-gigi Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas ini. Amarahnya langsung bangkit ketika melihat orang yang dicari-carinya, karena telah membasmi perguruannya."Hiyaaa...!"Diiringi pekik kemarahan laksana binatang terluka, Cakar Garuda melompat menerjang Darba, ketika pemuda itu tengah melentingkan tubuhnya ke belakang untuk menghindari serangan Je
Bergegas Jejaka berlari menghampiri. Sesaat kemudian Jejaka Emas telah berada dalam jarak tiga tombak dari arena pertempuran. Dari sini dapat terlihat jelas, siapa orang yang tengah dikeroyok itu. Dan ini membuat pemuda berbaju merah keemasan ini menjadi agak terkejut.Orang yang tengah dikeroyok itu berusia sekitar empat puluh tahun. Tubuhnya tegap dan kekar. Pada baju hitam bagian dada sebelah kiri terdapat sulaman cakar burung garuda dari benang emas. Di tangannya tergenggam sebuah baja hitam berbentuk cakar baja hitam dikibas-kibaskan dengan ganas. Ke mana saja cakar baja hitam bergerak, di situ pasti ada sesosok tubuh yang rubuh."Cakar Garuda...," desah Jejaka.Tapi pemuda ini tidak bisa berlama-lama mengamati pertarungan. Ternyata Darba yang memang ada di situ dan tengah dicarinya, bergerak menghampiri."Heh"! Kau lagi, Jejaka Emas" Rupanya kau tidak kapok juga. Atau, kali ini bersama-sama temanmu akan mengeroyokku?" ejek Darba memanas-manasi. Sepa
Seketika berubah wajah Jejaka."Maksud, Kakek?" tanya Jejaka Emas.Wajah Algojo Hijau berubah serius."Sejak puluhan tahun yang lalu, kami adalah sepasang tokoh yang tidak terkalahkan. Kami pun gemar bertanding, sehingga tak terhitung lawan yang rubuh di tangan kami. Sampai akhirnya, kami bertemu dengan Begawan Tapa Pamungkas. Melalui suatu pertarungan yang sengit, kami berhasil dikalahkannya. Tentu saja hal ini membuat penasaran, di samping malu yang besar. Maka kami katakan padanya, bahwa sepuluh tahun lagi kami akan datang menantang untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Tapi rupanya kami sedang sial, karena lagi-lagi berhasil dikalahkan gurumu. Semenjak itu kami pun kembali giat berlatih, memperdalam ilmu-ilmu kesaktian. Tapi siapa sangka, di waktu kami telah merasa yakin akan dapat mengalahkannya, Begawan Tapa Pamungkas telah lebih dulu pergi ke alam baka. Siapa yang tidak kesal. Untunglah ada dirimu yang menjadi muridnya. Tapi tentu saja kau akan kami b
Nenek berpakaian putih itu menganggukkan kepalanya. "Aku juga tahu. Kalau tidak salah, pemuda itu berjuluk Jejaka Emas!"“Tepat” Ratu Bulan termenung."Dan ciri-ciri Jejaka Emas mirip pemuda ini!" sambung Algojo Hijau lagi."Ahhh...! Kau benar!" nenek tinggi kurus ini mulai teringat. Sementara itu, Jejaka juga terkejut melihat nenek berpakaian serba putih itu. Kelihaian nenek ini sudah dirasakannya. Sekarang dia datang berdua dengan kawannya yang sekali lihat saja diketahui kalau kepandaiannya tidak rendah.Larasati memegang pundak Jejaka dengan lembut agar Jejaka bisa meredam amarahnya. Jejaka sekarang tengah dilanda kemarahan yang meluap-luap. Tapi, tentu saja sebagai seorang pendekar menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, pemuda ini tidak meluapkan amarahnya secara sembarangan. Maka Jejaka yang memang tidak ingin mencari permusuhan, mencoba bersikap tenang. Ditunggu bagaimana tindakan Ratu Bulan terhadapnya. Jelas terlihat kalau nenek it
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments