"Aku sudah memiliki kekasih, dan ... aku tidak bisa meninggalkan wanita itu." Layla tidak pernah menyangka bahwa perjodohannya dengan sang CEO akan berakhir sebagai perjanjian. Kenyataan bahwa Arsen telah memiliki kekasih membuatnya terpaksa menerima tawaran perjanjian pernikahan yang pria itu sodorkan. Hanya setahun dan kemudian keduanya akan resmi berpisah. Tetapi, apakah takdir menginginkan hal yang sama untuk dua insan itu?
Lihat lebih banyakPernikahan itu akan menjadi perubahan besar dalam hidupnya.
Layla menghela napas panjang. Kepalanya disandarkan ke kaca jendela yang dingin. Iris cokelatnya terpaku pada segaris bulan baru yang berpendar.Perasaannya tidak karuan memikirkan pertemuannya dengan calon suaminya.Di umurnya yang baru 19 tahun, ia terpaksa harus menerima perjodohan dari orang tuanya. Layla tidak punya pilihan lain mengingat orang tuanya terlilit banyak hutang.Perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan dan salah satu rekannya mau menolong asal Layla bersedia dijodohkan dengan putranya.Arsen Sergio, adalah nama dari pria itu.Layla tidak tahu seperti apa rupanya, tetapi ibunya bilang, umurnya lima tahun lebih tua darinya. Dia adalah direktur muda yang baru saja dilantik.Sebentar lagi, mereka akan bertemu.Layla menatap keluar jendela untuk waktu yang lama, memikirkan kembali segala rencananya di masa lalu.Layla sengaja menunda setahun sebelum mendaftar kuliah kedokteran melihat perusahaan ayahnya yang bermasalah, tetapi sekarang, kenyataannya justru jauh berbeda.Layla tidak ingin melihat orang tuanya menderita, meskipun di sisi lain, ia tidak siap dengan perjodohan ini."Layla?"Suara ayahnya terdengar di ambang pintu.Layla menoleh dan ayahnya melambaikan tangan. "Kau sudah siap, Nak? Keluarga Arsen akan segera datang.""Ah, tunggu sebentar, Ayah. Ayah duluan saja.""Baiklah."Layla segera berdiri dan mematut diri di depan cermin, memperhatikan refleksinya di sana. Ia masih tidak menyangka akan menikah sebentar lagi. Tidak pernah terbersit dalam pikirannya bahwa ia akan menikah di usia semuda ini, dengan... pria asing.Layla terus bertanya-tanya bagaimana sosok calon suaminya. Ia tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjalin hubungan dengan seseorang.Ia tidak pernah pacaran.Ia terlalu sibuk merencanakan masa depannya yang sempurna, sampai kemudian takdir menjungkir-balikkan segalanya.Apakah Arsen Sergio juga menginginkan perjodohan ini? Bagaimana perilakunya? Apakah dia pria bertempramen lembut? Atau kasar?Ibunya bilang kalau Arsen adalah pria yang baik dan sopan. Tetapi belum pasti sifat aslinya seperti itu.Butuh waktu bertahun-tahun untuk melihat sifat asli seseorang, bahkan terkadang beberapa orang pandai menyembunyikannya dibalik topeng kebaikan dan kesopanan. Bukan berarti Layla menuduh Arsen tidak baik, hanya saja ia ingin berhati-hati.Pernikahan adalah hubungan yang serius. Ia akan tinggal bersama pria itu, berbagi segalanya, jadi sangat penting untuk mengetahui sikapnya.Jika Layla berminat pada bidang bisnis sejak awal, mungkin ia akan mengenal sosok Arsen. Arsen sebelumnya adalah wakil direktur yang beberapa kali melakukan pertemuan dengan ayahnya. Sayangnya, Layla terlalu acuh dan lebih fokus pada hal-hal yang berkaitan dengan kedokteran.Menarik napas panjang, Layla bergegas turun ke lantai bawah. Di sana, ibu dan ayahnya telah menunggu di ruang tamu."Coba lihat penampilanmu, Sayang. Manis sekali," kata ibunya dengan senyum lebar.Layla hanya bisa tersenyum tipis mendengar perkataan ibunya. Yah, ia tidak bisa menebak bagaimana reaksi Arsen nanti."Apa kau gugup?" tanya Melissa ketika Layla duduk di sampingnya. Ia mengusap lembut puncak kepala putrinya."Sedikit," jawab Layla, tersenyum tipis. Meskipun, tidak bisa dipungkiri kalau jantungnya mulai berdebar tidak karuan."Oh tunggu dulu, sebaiknya Ayah cek di gerbang depan. Mungkin saja mereka sudah lupa dengan jalannya." Dirgantara lantas berdiri dari tempatnya dan pergi ke halaman depan."Ibu juga sebaiknya mengecek makanan di dapur," sahut Melissa.Layla terdiam di tempatnya dan meraih ponselnya. Tiba-tiba terpikir untuk mencari tahu beberapa hal yang mungkin bisa ia dapat mengenai kehidupan Arsen.Ketika mengetik nama pria itu, Layla mengernyit melihat foto yang muncul.Layla terpaku memperhatikan foto Arsen yang terpampang di layar ponselnya. Wajahnya entah kenapa terasa familier.Layla memperhatikan dengan saksama dan benar saja, wajahnya mirip dengan seseorang yang ia kenal. Seorang pemuda yang pernah menolongnya empat tahun lalu saat ia jatuh ke selokan.Tetapi mungkinkah?Rasanya tidak mungkin Arsen tinggal di sana. Waktu itu, Layla sedang berlibur ke rumah neneknya yang berada di desa.Layla memperhatikan foto Arsen yang lain, kemudian menggeleng pelan. Mungkin mereka hanya mirip, atau ingatannya yang salah. Ia tidak yakin kalau pria itu dan Arsen adalah satu orang yang sama.Wajah Arsen yang terpampang di artikel terlihat kaku dan dingin. Apakah ia tipe pria yang pendiam? Foto-foto yang diambil memperlihatkan betapa seriusnya ekspresi pria itu. Hanya satu-dua foto yang terlihat tersenyum, itu pun hanya senyum tipis yang tampak dipaksakan.Layla menggeser lebih jauh dan membaca beberapa artikel. Sebagian besar tentang pencapaian Arsen Sergio di usianya yang masih muda. Sisanya adalah wawancara mengenai pelantikannya sebagai direktur baru menggantikan ibunya.Ibu Arsen didiagnosa mengidap kanker darah stadium satu, itu yang Layla tahu dari ibunya. Itu sebabnya Arsen menggantikan posisi ibunya.Jemarinya terus menggeser layar ke bagian bawah, mencari-cari berita lain yang berbeda. Mungkin isu miring atau sebagainya.Dari artikel sebelumnya, pria itu terlihat nyaris sempurna. Tanpa cela. Namun, tidak ada manusia yang sempurna, bukan?'Rumor mengenai hubungan Arsen Sergio dengan sekretarisnya kembali memanas!'Layla mengerutkan kening. Ia menegakkan tubuh dan membaca ulang judul berita yang tertera.Arsen dan sekretarisnya?'Arsen Sergio terlihat bersama sekretarisnya di sebuah restoran mewah!''Apakah pewaris Sergio Industri menjalin hubungan spesial dengan sekretarisnya sendiri?'Apa ini? Gosip semata atau benar-benar terjadi?Layla menggigit bibir bawahnya, ragu-ragu untuk membuka salah satu artikel. Tetapi belum sempat ia membukanya, suara mobil yang masuk ke halaman terdengar di luar. Bersamaan dengan itu, ibunya muncul bersama ayahnya."Mereka sudah datang," sahut Melissa dengan panik sekaligus antusias.Layla refleks berdiri dari sofa, jantungnya terasa melompat keluar dari rongga dadanya. Ya Tuhan, ia rasanya ingin pingsan."Layla, kemari Nak," panggil ayahnya.Layla menarik napas panjang dan mengikuti ayahnya menuju beranda depan. Ibunya sudah membuka pintu lebih lebar ketika dua pasang langkah kaki terdengar mendekat.Pandangan Layla bersirobok dengan sepasang mata rusa yang menawan. Arsen menatapnya dengan ekspresi datar, tetapi kemudian kerutan muncul di keningnya ketika memperhatikan wajah Layla cukup lama."Ah, Layla?" Suara Ibu Arsen mengalihkan atensi Layla. Wanita itu tanpa ragu menarik Layla ke dalam pelukan dan berbisik dengan manis, "Kau sangat cantik, Nak."Layla tersenyum canggung. "Terima kasih, Bibi."Ibu Arsen melemparkan senyum lembut sebelum melangkah melewati pintu dan berbicara dengan orang tuanya.Layla masih berdiri di pintu, bermaksud membiarkan Arsen melangkah lebih dulu, tetapi di luar dugaan pria itu malah berhenti di depannya.Aroma dari parfumnya menguar memenuhi penciuman Layla, perpaduan antara kayu aras dan bergamot. Layla mendongak, baru sadar betapa tingginya pria ini. Puncak kepalanya hanya sebatas dagu Arsen."Kau ..." Arsen berucap, menggantung. Ia memiringkan kepalanya dan menatap Layla dari atas sampai ke bawah. Ekspresinya terlihat seolah ia ingin tertawa.Layla menatap tidak mengerti, tetapi sedetik kemudian, Arsen malah melontarkan kalimat yang membuat pipinya seketika memerah karena malu."Bukankah kau ... gadis yang pernah jatuh di selokan itu 'kan?"Bermain api? Sejak kapan tepatnya?Arsen termangu di tempat, mencoba memikirkan kembali segala hal yang telah Kiran katakan padanya. Bahkan perkataan Layla tentang teman laki-laki Olivia kembali terngiang. Suara-suara aneh yang terdengar saat ia menelepon Olivia... semuanya muncul dalam kepalanya. Membentuk sebuah alur yang saling berhubungan.Apa yang selama ini telah Olivia lakukan ketika tidak bersamanya?Seharusnya Arsen merasa cemburu atau kecewa, tetapi hanya ada perasaan marah yang tertinggal di dadanya. Seolah-olah ia hanya marah karena merasa Olivia telah menipunya, dan bukan karena hubungan keduanya sebagai sepasang kekasih. Arsen bertanya-tanya kenapa ia tidak merasa sedih atau pun terpukul.Rasa cinta itu telah menghilang... atau memang tidak pernah ada?Arsen menghela napas dan meraih map yang Marlon berikan. Itu adalah beberapa foto Olivia yang tengah berada di bar, keluar dari bar, dan dijemput oleh seorang pria yang memakai topi. Wajahnya tidak terlihat di bawah cahaya
“Pelan-pelan saja,” kata Layla, menuntun Arsen untuk berjalan ke kamar. Dokter telah memperbolehkannya untuk pulang, dengan syarat Arsen harus rutin meminum obatnya. Kepalanya tidak lagi berdenyut nyeri, tetapi kakinya masih terasa sakit saat dipakai berjalan. Arsen setidaknya harus berjinjit-jinjit selama tiga hari sampai kakinya bisa ditekan ke lantai. “Pelan-pelan, jangan biarkan kakimu terlipat.” Layla kembali memberi instruksi, dengan hati-hati membantu Arsen untuk duduk di tepi tempat tidur. Layla membungkuk untuk melepaskan lingkaran lengan Arsen di bahunya dan puncak hidung mereka tidak sengaja bertemu. Tatapan mata Arsen terpaku padanya, begitu intens hingga membuat perut Layla bergejolak. Ia menelan ludah dan menjauhkan diri, mendadak merasa gugup. “Apa kau ingin buah potong?” tanya Layla, mengucapkan apa pun yang ada di otaknya. “Kau seharusnya beristirahat, Layla,” ucap Arsen, nada suaranya terdengar khawatir. Tatapannya kini terpaku pada lantai. “Tidak apa-apa. A
"Arsen?! Arsen, sadarlah!"Layla mengguncang keras bahu Arsen dan terdengar erangan kesakitan. Mata Arsen perlahan terbuka, tangannya menyentuh sisi kepalanya yang sempat terbentur. Ia kembali mengerang, merasakan denyutan menyakitkan ketika mencoba bergerak."Apa kepalamu sakit? Apa kau bisa mendengarku?" Layla bertanya dengan panik, ketakutan menjalari tubuhnya. Setelah mobil menghantam pohon, Arsen sempat kehilangan kesadaran. Layla telah mencoba beberapa kali sampai akhirnya Arsen membuka mata. "Aku—aku telah menelepon ambulans. Tolong bertahanlah, Arsen."Alih-alih menjawab, Arsen yang baru menyadari situasi dengan cepat menatap Layla. Gerakan itu membuat kepalanya berdenyut sakit, pamdangannya kabur, dan erangan kesakitan kembali lolos dari bibirnya. Tetapi mengabaikan hal itu, Arsen lebih mengkhawatirkan kondisi Layla. "Apa kau baik-baik saja, Layla? Apa ada yang terluka?" Matanya memindai tubuh sang istri dari atas sampai ke bawah."Tidak, aku tidak apa-apa. Justru kau yang bu
Arsen akan pulang malam ini.Layla tersenyum sambil menentang belanjaannya di kedua tangan. Ia baru saja membeli bahan kue di toko dan berniat untuk membuat kue sebelum Arsen tiba di rumah.Katanya, dia akan tiba sekitar jam sembilan malam.Sinar matahari sore menerpa wajah Layla ketika melangkah ke beranda toko. Gerimis ringan membasahi tanah, dan sepertinya akan berubah menjadi hujan deras.Layla terdiam dan menimbang-nimbang untuk langsung memesan taksi atau singgah di toko buah di seberang jalan. Saat ia tengah berpikir, ponselnya mendadak berdering.Arsen.Layla segera mengangkatnya. "Halo, Arsen?""Layla, kau di mana?"Apakah Arsen sudah tiba di rumah? "Aku—di toko bahan kue. Apa kau sudah sampai?""Ya, aku baru saja sampai dan terkejut karena rumah kosong."Layla tercengang. Ini baru jam enam sore, ia kira Arsen akan tiba pukul sembilan nanti. "Aku tidak tahu, aku minta maaf. Aku kira kau akan tiba malam nanti?""Iya tadinya, tapi penerbangannya tidak ditunda lagi, jadi aku bis
Bulan di balik jendela bersinar terang. Tidak seperti biasanya, malam ini cerah tanpa hujan deras yang mengguyur.Memasuki puncak musim hujan, hari-hari Layla selalu ditemani oleh langit mendung, awan hitam yang menggantung, angin kencang, aroma petrikor dan tanah yang basah, juga air hujan yang mengetuk atap.Musim hujan adalah defenisi dari pernikahannya. Tetapi bukan berarti ia berharap musim panas menjadi awal pertemuannya dengan suaminya.Ia sudah menerima apa yang terjadi dan akan bersabar menghadapinya. Seperti kata ibunya, inilah takdirnya.Layla menarik guling dan berbaring miring menatap pemandangan halaman belakang. Di lantai dua kamarnya, ia membayangkan pohon angsana juga kolam yang tenang di rumahnya.Sekarang sudah hampir tengah malam. Layla bertanya-tanya, apa Arsen sudah tidur? Dia telah sampai dengan selamat bersama ayahnya dan berjanji akan menelepon.Layla menunggunya sejak makan malam, tetapi ia pikir Arsen pasti kelelahan. Ia tidak ingin mengusik pria itu, jadi La
"Terima kasih, Pak. Nanti jemput saya lagi hari Jumat sore, ya.""Baik, Nona."Layla mengangkat tas berisi beberapa pakaiannya dan menyeberangi jalan. Ditatapnya rumah orang tuanya, kemudian senyumnya mengembang.Rasanya sudah lama sejak ia terakhir kali bertemu ibunya secara langsung. Mereka sering bertukar kabar lewat telepon, tetapi sulit untuk bertemu karena jarak yang jauh. Sekarang, ia memilih untuk menemani ibunya selama Arsen dan ayahnya pergi.Layla melangkah melewati pagar ketika ibunya muncul dengan tergopoh-gopoh. "Padahal Ibu berniat menjemputmu, Sayang.""Tapi aku sudah di sini, Ibu. Apa aku harus kembali lagi ke rumah?" kata Layla bercanda dan keduanya tertawa.Melissa menarik satu-satunya anak perempuannya itu ke dalam dekapan, lalu memeluknya erat-erat. Melepaskan kerinduan setelah sekian lama tak bertemu."Bagaimana kabar, Ibu?" Layla membenamkan wajahnya di pundak ibunya."Ibu baik, Sayang. Malah sangat baik setelah ayahmu mendapat proyek dari Nak Arsen. Ibu sangat s
Arsen melangkah cepat menaiki tangga menuju apartemen Olivia. Ia masih memiliki waktu setengah jam sebelum ke bandara dan berniat menemui wanita itu sebentar. Olivia tidak menjawab pesannya dan ia khawatir ada sesuatu yang terjadi.Tetapi begitu tiba di puncak tangga, langkah Arsen sontak terhenti ketika melihat sosok asing di pintu apartemen Olivia. Pria itu memakai topi dan masker, posisinya membelakangi Arsen dan dia tampak membungkuk ke arah Olivia.Apa yang sedang dia lakukan?"Olivia?" panggil Arsen dan pria itu langsung berbalik dengan terkejut.Wajah Olivia bahkan terlihat lebih syok sebelum dia bisa mengontrol ekspresinya. Arsen sempat melihat matanya yang terbuka lebar. Kenapa Olivia begitu terkejut?Olivia mendorong Bryan untuk mundur tatkala Arsen mendekat dengan kening berkerut. Ia berusaha untuk berekspresi senormal mungkin.Sial, kenapa Arsen tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan?"Ah, Arsen... aku kira, bukankah kau sudah harus berangkat ke bandara?""Aku ingin menemuim
Layla meletakkan air minum dan handuk saat Arsen melangkah mendekat. Keringat bercucuran di dahi, leher, dan bahu Arsen, membuat bagian atas kaos yang dipakainya basah.Melihat Arsen yang masih memakai sarung tinju, Layla mengulurkan tangannya dan membantu. Pria itu terus menatapnya dengan mata hitamnya yang dalam, sampai ia meletakkan dua sarung tinju itu di atas meja."Ke-kenapa?" tanya Layla, ingin tahu kenapa tatapan Arsen terus terpaku padanya.Arsen tersenyum tipis dan duduk di bangku. Ia tidak langsung menjawab, melainkan mengelap keringat di tubuhnya. Layla menatapnya, kemudian memalingkan wajah saat Arsen menoleh."Ini benar-benar sangat cocok untukmu. Kau terlihat cantik." Sebuah sentuhan tangan dingin terasa di kepala Layla. Ia mendongak dan Arsen tersenyum manis saat menyentuh ringan jepitan di kepala Layla."Ah itu..." Layla tersipu dan mengangguk pelan. "Kau sudah membeli banyak, jadi tidak mungkin aku hanya menyimpannya. Aku akan terus memakainya."Lagi, Arsen tidak men
Perpustakaan telah selesai hari ini.Layla yang sedang membersihkan dapur setelah sarapan bergegas keluar. Arsen menatapnya dengan senyum sumringah, ikut bahagia melihat betapa antusiasnya gadis itu."Kau terlihat begitu bersemangat." Arsen sengaja berkomentar dengan suara menggoda."Benarkah?" Layla menangkup pipinya dan tidak bisa menahan tawanya. "Padahal aku berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja."Arsen kontan terkekeh. "Kau tidak bisa menyembunyikannya dengan senyum lebar di wajahmu itu."Layla langsung menutup mulutnya dengan tangan, tetapi tetap saja matanya yang menyipit dengan jelas memperlihatkan rasa senangnya.Arsen kembali tertawa dan tanpa basa-basi meraih tangan Layla. "Ayo kita lihat perpustakaannya. Itu adalah hadiah untukmu, jadi aku senang jika kau menyukainya.""Kau memberiku terlalu banyak hadiah Arsen," sahut Layla. "Kemarin jepitan, dan sekarang perpustakaan ini juga selesai lebih cepat.""Sudah kubilang aku ingin membahagiakanmu, Layla," kata Arsen tanpa berp
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen