Home / Pernikahan / Kontrak Pernikahan Sang CEO / 03. Kontrak Pernikahan Sang CEO

Share

03. Kontrak Pernikahan Sang CEO

Author: rainaxdays
last update Last Updated: 2024-02-24 16:35:54

Layla berdiri diam di samping orang tuanya yang melambaikan tangan dengan bahagia. Ia hanya menatap Mercedes Benz milik Arsen yang melaju keluar dari gerbang rumahnya, tanpa berniat untuk mengatakan apa pun.

Perasaan bahagia yang memenuhi hatinya sebelumnya, telah berubah menjadi ombak yang mengacaukan segalanya.

Layla tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat ini. Ia hanya merasa kecewa.

Tetapi, pantaskah ia merasa kecewa? Keluarganyalah yang membutuhkan bantuan. Lagi pula, seharusnya Layla tidak terkejut mengingat keduanya dijodohkan. Jika Arsen punya pilihan lain, ia tidak akan mungkin menerima perjodohan keduanya.

Layla mendesah lelah dan bergegas menuju kamarnya. Ia mematikan lampu dan melempar tubuhnya ke atas kasur. Wajahnya dibenamkan ke seprai yang lembut, lalu ia menghirup napas dalam-dalam di sana. Aroma bunga mawar yang menguar sedikit menenangkan perasaannya.

Arsen bilang, dia tidak bisa meninggalkan kekasihnya, sekalipun keduanya telah menikah.

Seperti yang tersebar di internet, Arsen memang menjalin hubungan spesial dengan sekretarisnya sendiri.

Olivia Reagan.

Apakah Layla harus tertawa dengan kenyataan itu? Atau menangis?

Padahal setelah menikah, ia berniat untuk mempercayai Arsen sepenuhnya. Ia ingin berusaha mencintai pria itu selayaknya seorang istri mencintai suaminya, tetapi niatnya itu sepertinya harus dikubur dalam-dalam.

Bagaimana bisa ia mencintai Arsen jika pria itu justru mencintai wanita lain?

Layla tidak pernah menyukai siapa pun, hanya Arsen satu-satunya pria yang berhasil menarik perhatiannya. Tetapi kenyataan tidak selalu semanis madu. Layla hanya mendapat sengatan menyakitkan pada hatinya yang terlanjur berharap.

Arsen bercerita kalau hubungannya dengan Olivia sudah terjalin selama empat tahun. Dari sahabat menjadi cinta. Kisah yang sangat indah.

Kemudian, Layla datang di tengah-tengah keduanya. Walaupun ia akan menikah dengan Arsen dan menjadi istri sah, kenapa ia malah merasa menjadi perusak hubungan? Orang ketiga yang tidak diinginkan.

Rasanya menyedihkan.

Layla menarik selimut dan mengubah posisinya menjadi telentang. Ia sudah terlalu malas untuk mengganti dress-nya.

Dipandanginya bulan sabit yang bersinar terang dibalik jendela, kemudian berpikir kalau ia mungkin bisa menjalani kehidupan pernikahannya dengan Arsen, meskipun pria itu mencintai wanita lain.

Apakah semudah itu?

Seharusnya Layla bisa menebak dari awal kalau pria seperti Arsen tidak mungkin single. Tetapi pikirannya terlalu positif, sehingga ia tidak memikirkan kemungkinan buruk apa pun.

Keduanya akan bertemu lagi besok sore.

Di sebuah restoran, hanya berdua. Sebuah alibi untuk membicarakan lebih lanjut mengenai pernikahan keduanya. Entah apa yang Arsen rencanakan, Layla harap itu tidak menyakiti orang tua mereka.

***

"Ah, hujan."

Layla menatap muram hujan deras yang mengguyur sore ini. Memasuki awal musim hujan, Layla seharusnya selalu membawa payung untuk berjaga-jaga. Ia kira, ia bisa tiba di restoran sebelum langit menumpahkan air matanya, tetapi perkiraannya salah.

Layla segera membayar biaya taksinya dan menimbang-nimbang untuk menerobos hujan atau tidak. Tetapi menunggu rasanya percuma saja, hujan tidak akan reda dalam waktu dekat.

Jadi, dengan menggunakan tas kulitnya sebagai payung, Layla berlari melintasi halaman restoran yang luas. Agak menjengkelkan melihat bagaimana restoran bintang lima menyediakan halaman super luas, tetapi taksi bahkan tidak bisa lewat.

Layla berdiri di luar pintu restoran sejenak untuk menormalkan napasnya yang tidak teratur. Ia mengibaskan tasnya yang basah dan menepuk-nepuk pakaiannya. Matanya melirik ke dalam restoran, bertanya-tanya apa Arsen sudah tiba?

Layla mendorong pintu restoran yang ramai. Pandangannya menyapu sekitar ruangan saat seorang pelayan menghampirinya.

"Nona Layla?" Tanyanya. Layla mengangguk dengan terkejut. Pelayan itu tersenyum sopan dan mengarahkan tangannya ke arah timur restoran. "Tuan Arsen sudah menunggu Anda. Silakan."

Layla mengikuti pelayan wanita itu menuju bagian restoran yang lebih dalam. Sejujurnya, ia jarang datang ke restoran berkelas seperti ini. Ia lebih suka memasak makanannya sendiri.

Keduanya berbelok menuju sisi lain restoran dan Layla langsung melihat presensi Arsen di meja dekat jendela. Tidak ada siapa pun di ruangan itu, hanya meja Arsen yang terisi.

Layla memperhatikan kalau sebagian besar pengunjung memakai dress dan setelan jas rapi. Tidak terkecuali Arsen yang kini menggulung lengan kemejanya hingga siku. Dasinya sudah dilepas dan dua kancing teratas bajunya sengaja dibuka.

Mungkin hanya Layla yang tidak memakai pakaian formal, hanya kardigan biru langit, celana jins putih, dan sepatu kets.

Ya, sudahlah, pikirnya. Lagi pula, ini bukan pertemuan istimewa. Mereka hanya akan berdiskusi mengenai rencana Arsen.

Layla berjalan mendekat dan Arsen mendongak dari mejanya. Ekspresinya tertutup, tetapi matanya tampak kalut.

Layla memalingkan pandangan, kemudian duduk di kursi yang berada di hadapan Arsen. Pria itu menatapnya dalam diam, memperhatikan bajunya yang agak basah.

Mereka hanya saling diam hingga akhirnya Layla tidak tahan lagi. "Jadi apa yang akan kita bicarakan?" Tanyanya, menatap Arsen yang berdehem pelan.

"Sebaiknya, kita pesan makanan dulu," katanya. Ia mengangkat tangannya dan memanggil pelayan.

Layla membuka buku menu dan melihat beberapa makanan yang populer. "Apa yang paling enak di sini?"

"Udang bakarnya, Nona."

"Dia alergi udang," sahut Arsen. "Kami pesan cumi panggang saja, dua porsi. Dan strawberry curd satu untuknya."

Layla menatap terkejut. Dari mana Arsen tahu alerginya pada udang dan kesukaannya pada rasa stroberi?

"Aku mendengarnya dari ibumu," jelas Arsen ketika pelayan pergi. Senyum kecil terbit di bibirnya.

Layla mengangguk pelan. Walaupun ia masih merasa kecewa, tetap saja ia tidak bisa menyalahkan Arsen atas apa yang terjadi. Namun, ia lebih suka jika Arsen bersikap datar padanya, alih-alih begitu perhatian seperti sekarang.

Layla mengalihkan pandangannya ke luar jendela, menatap hujan deras yang mengguyur. Dari sudut matanya, ia bisa melihat tatapan Arsen yang tertuju padanya.

Apa yang sebenarnya pria itu pikirkan ketika menatapnya?

Pelayan datang tidak lama kemudian sambil membawa pesanan keduanya. Mereka makan dalam diam. Layla sebenarnya tidak terlalu berselera, tetapi ibunya mengajarnya untuk selalu menghabiskan makanan. Ketika ia hendak mencoba kuenya, ia menatap Arsen yang tidak memesan pencuci mulut apa pun.

"Kita bisa makan berdua," ucap Layla, mendorong piringnya ke tengah.

Di luar dugaan, Arsen malah tertawa. Ia mendorong kembali piring kue itu dengan lembut. "Aku memesannya untukmu. Aku tidak terlalu suka yang manis."

"Ah, aku akan bayar sendiri kalau begitu."

Arsen menggeleng. "Tidak apa-apa. Memangnya salah aku membayar milikmu?"

'Tidak salah, tetapi tolong jangan terlalu perhatian seperti ini', batin Layla.

Ia menatap Arsen yang sepertinya tidak ingin dibantah dan memilih mengalah. "Baiklah," gumamnya.

Senyum Arsen melebar. Ia membiarkan Layla makan, sementara irisnya teralih untuk memandang hujan yang semakin deras. Angin bertiup kencang dan udara dingin berembus melalui celah jendela.

Layla bergidik dan diam-diam menggosok tangannya di bawah meja. Ketika Arsen melirik, Layla berhenti dan memasang ekspresi normal meski tubuhnya menggigil. Ia melanjutkan makannya dan menatap ke arah lain ketika aroma parfum Arsen mengusik penciuman.

"Pakailah," ucap Arsen.

Layla menoleh, keningnya berkerut melihat jas Arsen di sisi meja. "Ya?"

"Pakailah," ulang pria itu seraya menunjuk jasnya. "Kau kedinginan."

Dia tahu?

Layla mengerjapkan mata dan mengambil jasnya, pipinya merona samar. Ia tidak menyangka Arsen akan sepeka itu, padahal ia sudah berusaha agar tidak ketahuan. "Te-terima kasih," ucapnya. Ia memakai jasnya dan aroma parfum Arsen yang menenangkan seketika memenuhi penciumannya.

Arsen mengangguk. "Sama-sama."

Layla menghabiskan kuenya dengan lebih tenang. Tidak ada percakapan yang berlangsung.

Barulah ketika Layla menggeser piringnya, Arsen mengeluarkan sebuah kertas dari map yang berada di sampingnya.

Atmosfer menenangkan yang sebelumnya Layla rasakan seketika berubah. Ia meremas jemarinya di atas pangkuan dan menarik napas.

"Aku sudah memikirkan hal ini matang-matang dan kupikir yang terbaik untuk kita berdua adalah sebuah kontrak."

Kontrak?

Arsen mendorong kertasnya ke hadapan Layla. "Kontrak satu tahun pernikahan. Setelah itu, kita bisa berpisah secara baik-baik agar keluarga kita tidak berselisih. Kita menikah tanpa cinta, dan aku tidak bisa meninggalkan kekasihku. Kau juga tidak akan bahagia dengan pria sepertiku, jadi inilah jalan yang kuputuskan. Aku sudah membicarakan ini dengan Olivia," jelas Arsen, nada suaranya begitu berhati-hati. "Aku akan memikirkan alasan kenapa kita harus berpisah. Kau bisa membuat aku sebagai pihak yang bersalah."

Layla tercenung, dadanya bergemuruh. Ia menatap Arsen dan berkasnya secara bergantian, kemudian memikirkan kembali perkataan pria itu.

Ia tidak punya pilihan lain. Ia tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

"Kau bebas melakukan apa pun yang kau inginkan, Layla. Aku tidak akan mengekangmu asal itu bukan hal yang buruk. Aku akan menghargai keinginanmu. Aku akan menjalankan tanggung jawabku sebagai suami dengan memberimu nafkah, bahkan setelah kita berpisah."

"Aku mengerti, tapi kau tidak perlu menafkahiku setelah kita resmi berpisah. Olivia pasti akan merasa sakit hati. Aku tidak ingin menyakiti siapa pun," ucap Layla.

Arsen terdiam. Layla tersenyum pahit dan menarik berkasnya untuk membubuhkan tanda tangannya.

Ia tahu kalau Arsen bukan pria yang jahat, ia hanya tidak memiliki pilihan lain. Arsen tidak bisa menolak perjodohan keduanya atas keinginan ibunya yang sakit, lalu di sisi lain, dia tidak bisa meninggalkan kekasihnya.

Layla mendorong kembali kertasnya dan memalingkan pandangan. Menarik napas dalam-dalam, entah kenapa hatinya terasa sakit. Dadanya bergemuruh seperti petir yang datang menyambar.

"Aku minta maaf, Layla."

"Tidak, tidak perlu. Aku bisa mengerti. Lagi pula, keluargaku membutuhkan bantuan dan inilah caranya. Bukan salahmu," balas Layla cepat. Ia menatap hujan yang mulai mereda, lalu melirik jam di ponselnya. Pukul 07.15. Tidak terasa sudah satu setengah jam berlalu. "Kurasa aku harus pulang sekarang."

Ia berdiri dari kursinya dan Arsen ikut berdiri.

"Mari kuantar," tawarnya.

Layla buru-buru menolak. "Tidak perlu. Aku tidak ingin merepotkan."

Lagi pula, situasinya mungkin akan terasa canggung.

Tetapi Arsen menggeleng dan tetap bersikeras. "Sama sekali tidak. Biarkan aku mengantarmu pulang. Kau menolak untuk dijemput, jadi biarkan aku mengantarmu. Aku hanya ingin memastikan kau kembali dengan selamat."

Layla berpikir untuk menolak, tetapi sepertinya tidak ada gunanya. "Baiklah."

Arsen tersenyum lega. "Mari."

Layla mengikuti pria itu menuju tempat parkir yang berada di belakang restoran. Arsen membukakan pintu mobilnya dengan sopan, lalu berputar menuju sisi pengemudi.

Sepanjang perjalanan, Layla hanya terus menatap keluar jendela. Keheningan melanda keduanya. Tidak ada yang bicara, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Layla memikirkan kembali kontrak pernikahannya dengan Arsen.

Hanya setahun. Dan kemudian, keduanya akan resmi berpisah.

Ketika mobil berhenti, Layla segera membuka sabuk pengamannya. "Terima kasih untuk tumpangannya," ucapnya sebelum membuka pintu.

Arsen mengangguk. "Tidak masalah."

Layla keluar dari mobil dan menatap Arsen untuk terakhir kali. "Selamat malam dan hati-hati."

"Selamat malam," balas Arsen seraya membunyikan klakson. Layla mengangguk dan Arsen berlalu pergi.

Layla melangkah ke dalam rumahnya dengan perasaan tumpah tindih. Sekali lagi, Arsen bukan pria yang jahat.

Tetapi, apakah ia bisa menjalani pernikahan mereka selama setahun dengan baik? Tanpa melibatkan perasaannya? Ia menatap jas Arsen yang membalut tubuhnya dan perasaan aneh itu kembali datang menghampiri.

"Jangan jatuh cinta," bisiknya pada diri sendiri. "Jangan pernah jatuh cinta padanya."

Related chapters

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   04. Olivia

    "Wahhh semuanya sangat cantik. Bagaimana kalau kau pakai yang ini saja? Ah, tidak! Yang ini juga bagus—eh ya ampun, yang ini lebih manis lagi!"Layla menghela napas menatap ibunya yang kelewat antusias. Pagi ini, Ibu Arsen mengirim paket berisi sepuluh lembar gaun sebagai hadiah untuk Layla. Salah satunya harus Layla pakai saat berangkat menemui nenek Arsen yang tinggal di desa.Jadi, rencananya Layla diajak untuk berkunjung ke rumah nenek Arsen minggu depan. Tetapi semalam, ibu Arsen tiba-tiba menelepon dan meminta agar kunjungannya dipercepat saja, begitu pula dengan pernikahan Layla dan Arsen.Alasannya, karena Layla dan Arsen sepertinya sudah sangat cocok melihat bagaimana keduanya pergi 'berkencan' di restoran.Sungguh sebuah ironi sebab mereka menganggap pertemuan kemarin sebagai kencan romantis antar calon suami-istri. Apalagi Arsen ternyata telah menceritakan pertemuan awal mereka empat tahun yang lalu—secara tidak sengaja. Ibunya pasti mengira keduanya sudah akrab dan pernika

    Last Updated : 2024-02-24
  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   05. Pendapat Kiran

    "Kau cantik sekali, Nak. Persis seperti yang dikatakan Arinda. Sangat manis."Senyum Layla merekah. Bukan karena pujian yang diberikan oleh nenek Arsen, melainkan tatapan hangat yang diberikan oleh wanita tua itu. Layla jadi ingat dengan neneknya sendiri. Ia ingin berkunjung ke makamnya sebelum pernikahannya diselenggarakan."Terima kasih, Nek."Nenek Arsen tersenyum lebih lebar dan beralih menggenggam tangannya. Ia kemudian meraih tangan Arsen yang duduk di samping Layla. "Semoga pernikahan kalian lancar. Hubungan kalian langgeng, bertahan sampai kalian tua seperti nenek, ya," ucapnya sungguh-sungguh.Layla melirik calon suaminya yang hanya bisa mengangguk kaku. Ia mendadak merasa bersalah dengan kontrak pernikahan yang telah ia setujui. Ia telah membohongi semua orang. Tetapi membatalkan pernikahan pun bukan pilihan yang bisa Layla ambil."Terima kasih atas doanya, Nek." Hanya itu yang bisa Layla katakan."Sama-sama, Nak. Kau perempuan yang baik, Nenek bisa melihat itu. Arsen sangat

    Last Updated : 2024-03-08
  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   06. Perasaan yang Berseberangan

    Layla tidak bisa tidur.Iris cokelatnya terpaku menatap bulan yang bersembunyi di balik awan. Ia terdiam di tepi tempat tidurnya, menimbang-nimbang untuk keluar atau tidak. Matanya melirik jam, sudah hampir tengah malam.Semua orang mungkin sudah tidur sejak tadi, pikirnya.Suasana rumah ini begitu hening sejak beberapa jam yang lalu. Layla beranjak dari tempatnya dan mengintip keluar. Kamar yang ditempatinya langsung terhubung ke halaman belakang.Tempat itu sepi dan hanya ditemani oleh lampu jalan yang bersinar redup. Tetapi pemandangan kolam ikan dan bunganya tampak menenangkan. Mungkin jika Layla menghabiskan waktunya di sana sebentar, ia bisa mengantuk.Layla membuka pintu dengan sangat perlahan, tidak ingin membangunkan siapa pun. Ia berbelok menuju halaman belakang dan udara dingin seketika menerpa wajahnya. Ia bergidik dan mengeratkan jaketnya sebelum duduk di salah satu kursi.Suasana pedesaan memang sangat berbeda dengan suasana di kota. Biasanya, di jam seperti ini, jalanan

    Last Updated : 2024-03-09
  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   07. Perhatian yang Tidak Diinginkan

    Pagi-pagi sekali, mereka akhirnya akan berangkat kembali ke kota.Nenek Arsen memeluk Layla untuk terakhir kali dengan begitu hangat dan lembut. "Lain kali kalau tidak sibuk, kau dan Arsen harus berkunjung ke sini lagi, ya?""Iya, Nek."Nenek Arsen tersenyum bahagia dan rasa bersalah itu kembali muncul di hati Layla. Mungkin setelah menikah, ia harus meluangkan waktu untuk mengunjungi nenek Arsen sebelum kontrak pernikahan mereka berakhir. Tidak bisa dibayangkan betapa bahagianya kedua belah pihak keluarga, tetapi calon suaminya telah memiliki rencana lain.Layla menghela napas pendek dan mundur ke belakang ketika Arsen maju untuk menerima pelukan dari neneknya."Jaga Layla baik-baik, ya. Nenek akan memukulmu dengan sapu kalau kau sampai menyakitinya."Arsen mengangguk dan tertawa kecil. Sebuah tawa hambar yang dipaksakan. Ia membalas dekapan neneknya dan melirik Layla yang terdiam di tempat.Semua orang tentu saja berharap yang terbaik untuk pernikahan keduanya. Tetapi harapan itu ra

    Last Updated : 2024-03-09
  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   08. Fitting Baju Pernikahan

    Layla memperhatikan refleksi wajahnya di cermin, lalu gaun pengantin yang membalut tubuhnya. Ia merasa seperti melihat ibunya sewaktu muda.Terlebih dengan fitur wajah Layla yang sangat mirip dengan ibunya: mata bulat, hidung kecil, bibir tipis, dan kulit putih pucatnya. Sekarang, ia juga memilih gaun pengantin dengan desain yang mirip dengan pakaian pengantin ibunya di album foto keluarga.Ia akan menikah seminggu lagi.Hal itu masih agak mengejutkan. Dan walaupun ia menikah di usia yang sangat muda, nyatanya pernikahannya tidak seindah yang ia bayangkan. Tetapi tetap saja, Layla tidak ingin menunjukkan perasaan kecewanya di depan semua orang.Ia akan berusaha untuk bahagia. Ia akan membahagiakan dirinya sendiri. Meskipun pada akhirnya, ia dan Arsen akan tetap berpisah.Beberapa hari terakhir, Layla terus merenungkan kehidupan pernikahannya dengan Arsen, bertanya-tanya bagaimana ia bisa menjalaninya selama setahun. Mereka akan tinggal bersama dan bertemu setiap hari, tidak mungkin m

    Last Updated : 2024-03-10
  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   09. Pergi Bersama

    Layla termenung di sudut kamarnya yang gelap. Pandangannya terpaku pada gaun pengantin yang digantung di dekat jendela, tampak bersinar di bawah cahaya bulan. Ia hanya terus menatapnya sambil memikirkan pernikahan yang akan dilangsungkan lima hari lagi.Setelah fitting baju pernikahan tiga hari yang lalu, ia tidak pernah bertemu Arsen lagi. Dia berusaha menyelesaikan beberapa pekerjaan penting karena ingin mengambil cuti. Semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan, sementara ia mencoba menenangkan diri.Layla memeluk lututnya dan merebahkan kepalanya di sana. Ia meraih ponselnya, menimbang-nimbang untuk menghubungi Arsen atau tidak. Beberapa menit lagi tepat jam lima pagi dan ia takut mengganggu.Tetapi ia perlu menanyakan satu hal.Layla telah membaca ulang kontrak pernikahan keduanya. Pembahasannya hanya seputar hubungan yang berlangsung selama setahun, di mana Arsen akan menafkahi Layla selayaknya istri. Arsen tidak akan berbuat kasar, apalagi menyakitinya secara mental maupun fisi

    Last Updated : 2024-03-10
  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   10. Teman Lama

    Keduanya tidak bisa hanya terus diam seperti ini, apalagi setelah menikah.Layla berinisiatif untuk memulai pembicaraan dan mencoba dengan pertanyaan sederhana, "Emm, ngomong-ngomong, apa pekerjaanmu masih banyak? Apa mungkin ada sesuatu yang bisa kubantu?"Arsen tampak terkejut dengan pertanyaan itu. Apakah membantunya adalah sesuatu yang berlebihan? Atau karena Layla mengajaknya mengobrol terlebih dahulu?Arsen kemudian tampak mengontrol ekspresinya dan tersenyum kecil. "Tidak perlu, tinggal sedikit lagi," jawabnya. "Tapi terima kasih untuk tawaranmu.""Sama-sama," balas Layla. Ia memutar otak untuk mengajukan pertanyaan lain ketika Arsen kembali bicara."Kau ingin membeli buku apa sampai ke toko di pusat kota? Pasti buku penting, ya?"Layla menggigit bibir bawahnya dan gelagapan sendiri. "Ah, itu—buku psikologi, kejiwaan. Ya, bacaan semacam itu. Iya, begitu," ucapnya dengan terbata-bata. Ia hampir menepuk dahinya karena malu. Kenapa lidahnya harus terlipat segala? Sejujurnya ia bi

    Last Updated : 2024-03-11
  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   11. Topik tentang Bayi

    Layla menatap Randy dengan wajahnya yang dipenuhi keterkejutan. Ia memperhatikan penampilan Randy dari atas sampai ke bawah, tampak sangat berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Teman masa SMP-nya itu telah tumbuh menjadi pemuda dewasa yang keren."Kau di sini?! Bagaimana—bukankah—?" Layla kesulitan melanjutkan kata-katanya.Layla ingat Randy harus ikut ke luar negeri bersama ibunya setelah perceraian kedua orang tuanya. Ia kehilangan kontak Randy saat ponselnya hilang dan keduanya tidak pernah berkomunikasi lagi.Lalu pagi ini, melihat presensinya di hadapannya, ia tidak menyangka mereka akan bertemu lagi setelah sekian lama."Aku ingin menemui pamanku," jawab Randy, terkekeh. Matanya ikut memperhatikan penampilan Layla dari ujung rambut hingga ujung kaki—takjub. "Kau tahu, dia akan menikah lagi bulan depan.""Benarkah?" Layla tidak bisa menahan tawanya, teringat dengan masa lalu. Paman Randy, dengan umur yang sudah memasuki usia 40 tahun, masih saja tidak bisa belajar dari kesal

    Last Updated : 2024-03-11

Latest chapter

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   84. Pengakuan dari Hati

    Bermain api? Sejak kapan tepatnya?Arsen termangu di tempat, mencoba memikirkan kembali segala hal yang telah Kiran katakan padanya. Bahkan perkataan Layla tentang teman laki-laki Olivia kembali terngiang. Suara-suara aneh yang terdengar saat ia menelepon Olivia... semuanya muncul dalam kepalanya. Membentuk sebuah alur yang saling berhubungan.Apa yang selama ini telah Olivia lakukan ketika tidak bersamanya?Seharusnya Arsen merasa cemburu atau kecewa, tetapi hanya ada perasaan marah yang tertinggal di dadanya. Seolah-olah ia hanya marah karena merasa Olivia telah menipunya, dan bukan karena hubungan keduanya sebagai sepasang kekasih. Arsen bertanya-tanya kenapa ia tidak merasa sedih atau pun terpukul.Rasa cinta itu telah menghilang... atau memang tidak pernah ada?Arsen menghela napas dan meraih map yang Marlon berikan. Itu adalah beberapa foto Olivia yang tengah berada di bar, keluar dari bar, dan dijemput oleh seorang pria yang memakai topi. Wajahnya tidak terlihat di bawah cahaya

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   83. Terungkapnya Olivia

    “Pelan-pelan saja,” kata Layla, menuntun Arsen untuk berjalan ke kamar. Dokter telah memperbolehkannya untuk pulang, dengan syarat Arsen harus rutin meminum obatnya. Kepalanya tidak lagi berdenyut nyeri, tetapi kakinya masih terasa sakit saat dipakai berjalan. Arsen setidaknya harus berjinjit-jinjit selama tiga hari sampai kakinya bisa ditekan ke lantai. “Pelan-pelan, jangan biarkan kakimu terlipat.” Layla kembali memberi instruksi, dengan hati-hati membantu Arsen untuk duduk di tepi tempat tidur. Layla membungkuk untuk melepaskan lingkaran lengan Arsen di bahunya dan puncak hidung mereka tidak sengaja bertemu. Tatapan mata Arsen terpaku padanya, begitu intens hingga membuat perut Layla bergejolak. Ia menelan ludah dan menjauhkan diri, mendadak merasa gugup. “Apa kau ingin buah potong?” tanya Layla, mengucapkan apa pun yang ada di otaknya. “Kau seharusnya beristirahat, Layla,” ucap Arsen, nada suaranya terdengar khawatir. Tatapannya kini terpaku pada lantai. “Tidak apa-apa. A

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   82. Lebih Dekat

    "Arsen?! Arsen, sadarlah!"Layla mengguncang keras bahu Arsen dan terdengar erangan kesakitan. Mata Arsen perlahan terbuka, tangannya menyentuh sisi kepalanya yang sempat terbentur. Ia kembali mengerang, merasakan denyutan menyakitkan ketika mencoba bergerak."Apa kepalamu sakit? Apa kau bisa mendengarku?" Layla bertanya dengan panik, ketakutan menjalari tubuhnya. Setelah mobil menghantam pohon, Arsen sempat kehilangan kesadaran. Layla telah mencoba beberapa kali sampai akhirnya Arsen membuka mata. "Aku—aku telah menelepon ambulans. Tolong bertahanlah, Arsen."Alih-alih menjawab, Arsen yang baru menyadari situasi dengan cepat menatap Layla. Gerakan itu membuat kepalanya berdenyut sakit, pamdangannya kabur, dan erangan kesakitan kembali lolos dari bibirnya. Tetapi mengabaikan hal itu, Arsen lebih mengkhawatirkan kondisi Layla. "Apa kau baik-baik saja, Layla? Apa ada yang terluka?" Matanya memindai tubuh sang istri dari atas sampai ke bawah."Tidak, aku tidak apa-apa. Justru kau yang bu

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   81. Kecelakaan

    Arsen akan pulang malam ini.Layla tersenyum sambil menentang belanjaannya di kedua tangan. Ia baru saja membeli bahan kue di toko dan berniat untuk membuat kue sebelum Arsen tiba di rumah.Katanya, dia akan tiba sekitar jam sembilan malam.Sinar matahari sore menerpa wajah Layla ketika melangkah ke beranda toko. Gerimis ringan membasahi tanah, dan sepertinya akan berubah menjadi hujan deras.Layla terdiam dan menimbang-nimbang untuk langsung memesan taksi atau singgah di toko buah di seberang jalan. Saat ia tengah berpikir, ponselnya mendadak berdering.Arsen.Layla segera mengangkatnya. "Halo, Arsen?""Layla, kau di mana?"Apakah Arsen sudah tiba di rumah? "Aku—di toko bahan kue. Apa kau sudah sampai?""Ya, aku baru saja sampai dan terkejut karena rumah kosong."Layla tercengang. Ini baru jam enam sore, ia kira Arsen akan tiba pukul sembilan nanti. "Aku tidak tahu, aku minta maaf. Aku kira kau akan tiba malam nanti?""Iya tadinya, tapi penerbangannya tidak ditunda lagi, jadi aku bis

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   80. Dua Sisi

    Bulan di balik jendela bersinar terang. Tidak seperti biasanya, malam ini cerah tanpa hujan deras yang mengguyur.Memasuki puncak musim hujan, hari-hari Layla selalu ditemani oleh langit mendung, awan hitam yang menggantung, angin kencang, aroma petrikor dan tanah yang basah, juga air hujan yang mengetuk atap.Musim hujan adalah defenisi dari pernikahannya. Tetapi bukan berarti ia berharap musim panas menjadi awal pertemuannya dengan suaminya.Ia sudah menerima apa yang terjadi dan akan bersabar menghadapinya. Seperti kata ibunya, inilah takdirnya.Layla menarik guling dan berbaring miring menatap pemandangan halaman belakang. Di lantai dua kamarnya, ia membayangkan pohon angsana juga kolam yang tenang di rumahnya.Sekarang sudah hampir tengah malam. Layla bertanya-tanya, apa Arsen sudah tidur? Dia telah sampai dengan selamat bersama ayahnya dan berjanji akan menelepon.Layla menunggunya sejak makan malam, tetapi ia pikir Arsen pasti kelelahan. Ia tidak ingin mengusik pria itu, jadi La

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   79. Menunggu Cinta itu Datang

    "Terima kasih, Pak. Nanti jemput saya lagi hari Jumat sore, ya.""Baik, Nona."Layla mengangkat tas berisi beberapa pakaiannya dan menyeberangi jalan. Ditatapnya rumah orang tuanya, kemudian senyumnya mengembang.Rasanya sudah lama sejak ia terakhir kali bertemu ibunya secara langsung. Mereka sering bertukar kabar lewat telepon, tetapi sulit untuk bertemu karena jarak yang jauh. Sekarang, ia memilih untuk menemani ibunya selama Arsen dan ayahnya pergi.Layla melangkah melewati pagar ketika ibunya muncul dengan tergopoh-gopoh. "Padahal Ibu berniat menjemputmu, Sayang.""Tapi aku sudah di sini, Ibu. Apa aku harus kembali lagi ke rumah?" kata Layla bercanda dan keduanya tertawa.Melissa menarik satu-satunya anak perempuannya itu ke dalam dekapan, lalu memeluknya erat-erat. Melepaskan kerinduan setelah sekian lama tak bertemu."Bagaimana kabar, Ibu?" Layla membenamkan wajahnya di pundak ibunya."Ibu baik, Sayang. Malah sangat baik setelah ayahmu mendapat proyek dari Nak Arsen. Ibu sangat s

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   78. Hampir Ketahuan

    Arsen melangkah cepat menaiki tangga menuju apartemen Olivia. Ia masih memiliki waktu setengah jam sebelum ke bandara dan berniat menemui wanita itu sebentar. Olivia tidak menjawab pesannya dan ia khawatir ada sesuatu yang terjadi.Tetapi begitu tiba di puncak tangga, langkah Arsen sontak terhenti ketika melihat sosok asing di pintu apartemen Olivia. Pria itu memakai topi dan masker, posisinya membelakangi Arsen dan dia tampak membungkuk ke arah Olivia.Apa yang sedang dia lakukan?"Olivia?" panggil Arsen dan pria itu langsung berbalik dengan terkejut.Wajah Olivia bahkan terlihat lebih syok sebelum dia bisa mengontrol ekspresinya. Arsen sempat melihat matanya yang terbuka lebar. Kenapa Olivia begitu terkejut?Olivia mendorong Bryan untuk mundur tatkala Arsen mendekat dengan kening berkerut. Ia berusaha untuk berekspresi senormal mungkin.Sial, kenapa Arsen tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan?"Ah, Arsen... aku kira, bukankah kau sudah harus berangkat ke bandara?""Aku ingin menemuim

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   77. Momen

    Layla meletakkan air minum dan handuk saat Arsen melangkah mendekat. Keringat bercucuran di dahi, leher, dan bahu Arsen, membuat bagian atas kaos yang dipakainya basah.Melihat Arsen yang masih memakai sarung tinju, Layla mengulurkan tangannya dan membantu. Pria itu terus menatapnya dengan mata hitamnya yang dalam, sampai ia meletakkan dua sarung tinju itu di atas meja."Ke-kenapa?" tanya Layla, ingin tahu kenapa tatapan Arsen terus terpaku padanya.Arsen tersenyum tipis dan duduk di bangku. Ia tidak langsung menjawab, melainkan mengelap keringat di tubuhnya. Layla menatapnya, kemudian memalingkan wajah saat Arsen menoleh."Ini benar-benar sangat cocok untukmu. Kau terlihat cantik." Sebuah sentuhan tangan dingin terasa di kepala Layla. Ia mendongak dan Arsen tersenyum manis saat menyentuh ringan jepitan di kepala Layla."Ah itu..." Layla tersipu dan mengangguk pelan. "Kau sudah membeli banyak, jadi tidak mungkin aku hanya menyimpannya. Aku akan terus memakainya."Lagi, Arsen tidak men

  • Kontrak Pernikahan Sang CEO   76. Cinta itu Luka

    Perpustakaan telah selesai hari ini.Layla yang sedang membersihkan dapur setelah sarapan bergegas keluar. Arsen menatapnya dengan senyum sumringah, ikut bahagia melihat betapa antusiasnya gadis itu."Kau terlihat begitu bersemangat." Arsen sengaja berkomentar dengan suara menggoda."Benarkah?" Layla menangkup pipinya dan tidak bisa menahan tawanya. "Padahal aku berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja."Arsen kontan terkekeh. "Kau tidak bisa menyembunyikannya dengan senyum lebar di wajahmu itu."Layla langsung menutup mulutnya dengan tangan, tetapi tetap saja matanya yang menyipit dengan jelas memperlihatkan rasa senangnya.Arsen kembali tertawa dan tanpa basa-basi meraih tangan Layla. "Ayo kita lihat perpustakaannya. Itu adalah hadiah untukmu, jadi aku senang jika kau menyukainya.""Kau memberiku terlalu banyak hadiah Arsen," sahut Layla. "Kemarin jepitan, dan sekarang perpustakaan ini juga selesai lebih cepat.""Sudah kubilang aku ingin membahagiakanmu, Layla," kata Arsen tanpa berp

DMCA.com Protection Status