Bab 14"Sayang, aku pengen banget makan seafood. Kita beli ya?" ajak Rania setelah beberapa lama berada di dalam apartemen. Ia merasa lapar dan bosan sebab sejak tadi hanya di rumah bermesraan dengan sang kekasih. Perutnya sudah meronta untuk minta diisi."Seafood? Apa ngga ada yang lainnya? Aku ngga bisa makan seafood." Abi mengelak. Ia tak mau kejadian yang sama terulang lagi."Kenapa ngga mau? Aku lagi pengen banget.""Pengen banget macam orang ngidam saja kamu." Abi tersenyum miring. Tumben sang kekasih pilih-pilih makanan. Tidak biasanya.Rania tersentak untuk sepersekian detik. Akan tetapi ia segera menguasai diri agar Abi tak banyak bicara soal ngidam. "Apaan sih. Namanya juga pengen. Ini tuh gara-gara kemarin aku lihat video diaplikasi berlogo not balok. Dia lagi makan lobster, dari tampilannya menggoda banget." Mata Rania berbinar, seolah ia sedang merekaulang gaya konten kreator tersebut.Abi terkekeh. Ia merasa lucu dengan ekspresi Rania. "Ya sudah kita beli. Tapi kamu saj
Bab 15Pagi hari yang segar, Nisrina sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk sang suami juga untuk dirinya. Pagi ini ia harus segera pergi ke kantor untuk mengurus kepindahannya agar tak perlu lagi berjumpa dengan sahabat dan mantan kekasihnya itu.Seharusnya Abi menemani Nisrina, tapi kondisinya yang masih kurang enak badan membuat Nisrina terpaksa pergi sendirian. Sekesal apapun pada sang suami, Nisrina tak tega jika harus memaksa orang yang sedang tidak enak badan untuk sekedar mengantarnya yang sebenarnya dia bisa pergi sendiri.Semalam sebelum tidur, Nisrina menyempatkan diri untuk melihat kondisi sang suami. Diam-diam Abi meminum obat tersebut dan itu membuat Nisrina merasa lega."Mas, obat dan sarapannya sudah kusiapkan di meja makan. Mas nanti makan sendirian sebab aku harus segera ke kantor. Aku udah bikin janji sama admin pagi ini," ucap Nisirina yang tidak dijawab sedikitpun oleh Abisatya.Suami Nisrina itu masih asyik memejamkan matanya, mengabaikan sang istri yang sedang b
Bab 16Nisrina berjalan dengan langkah gontai. Meskipun sadar bahwa cintanya tak direstui dan sudah ada Abisatya di dalam hidupnya, tidak mudah baginya untuk melupakan Bian begitu saja. Banyak kenangan yang sudah terukir antara keduanya yang sudah melekat di dalam ingatan.Bukan tidak bisa melupakan, hanya saja Nisrina butuh waktu untuk terbiasa dengan keadaan yang dijalani sekarang ini. Pindah kerjaan adalah salah satu support system agar pikiran dan hatinya tidak lagi dipenuhi oleh kisahnya dengan Bian. Juga untuk menghindari Ratih yang makin tak karuan.Nisrina membuang napas kasar sebelum tangannya membuka pintu masuk kantor. Raut sedih harus dihilangkan dari wajahnya sebab ia tak mau rekan-rekannya menaruh iba pada dirinya. Meskipun bukan dari mulutnya sendiri, kabar kandasnya hubungannya dengan Abian jelas sudah menyebar di seluruh kantor dan seisinya. Di kantornya, tembok saja bisa bicara. Kabar apapun akan mudah sekali menyebar."Pagi, Bu," sapa satpam penjaga pintu masuk. Sen
Bab 17Nisrina tercenung menatap laki-laki di depannya. Pertanyaan yang tak pernah terpikirkan akan keluar dari mulut mantan kekasihnya."Apa kamu menikahi laki-laki yang benar mencintaimu? Kenapa bisa dia melakukan itu di tempat umum?" Bian menatap Rina dengan tatapan menelisik."Apa ini yang hendak Mas tanyakan padaku hingga harus mencari tempat lain untuk bicara selain di kantor?" tanya Nisrina. Ia enggan menanggapi pertanyaan Bian. Akan tetapi matanya tertancap dalam pada bola mata hitam legam di depannya. Bola mata yang dulu menjadi candu baginya, tapi kini Nisrina harus bisa menenggelamkan semuanya."Iya. Aku masih berharap punya kesempatan untuk bisa bersamamu bagaimana pun kondisinya." Bian membalas tatapan Nisrina, tatapan yang sarat akan sebuah harapan.Sayangnya, sebesar apapun cinta di dalam hati Bian untuknya jika restu orang tua tak tergapai maka Nisrina terpaksa menelan cinta itu tanpa berharap mendapat balasan."Aku tak bisa hidup tanpamu. Jika memang pernikahanmu tida
Bab 18"Ngapain kamu?" tanya Abi saat Nisrina sedang berada di dapur. Suara alat penggorengan yang saling beradu membuat Abi terusik. Beberapa saat menangis daat di perjalanan membuat hati Nisrina membaik. Perasaannya lebih plong dan sesak yang semula kerap menghimpit dada sudah hilang. Meskipun keadaannya masih sama, hati istri Abisatya itu merasa lebih legowo menerima takdir."Masak lah. Mas ngga butuh makan?" balas Nisrina tanpa menoleh. Matanya sibuk menatap sayur yang sedang ia aduk di dalam wajan."Makan sendiri aja. Aku masih kenyang." "Oke. Yang bisa rasain lapar atau enggak kan Mas sendiri. Aku cuma sedang menjalankan kewajibanku aja. Soal dimakan atau enggak, itu urusan Mas." Nisrina menjawab dengan santainya. Mata dan tangannya masih sibuk dengan alat yang ada di depannya.Setelah beberapa hal dilaluinya, Nisrina hanya ingin hidup tenang. Tak lagi mau terbebani dengan masa lalu atau orang ketiga dalam pernikahannya. Ia sudah memutuskan untuk berdamai dengan keadaan, yaitu
Bab 19Rania membaca pesan balasan dari Abisatya dengan dada bergemuruh. Ia mulai kehabisan rasa sabar saat sang kekasih kerap menolak ajakannya untuk menghabiskan waktu bersama.Perlahan rasa khawatir menelusup dalam dadanya. Bagaimana jika Abi menaruh rasa pada perempuan itu? Bagaimana jika hubungan mereka berakhir karena Abi yang tinggal serumah dengan istrinya dan melakukan hubungan suami istri?"Sialan!" umpat Rania kesal. Ia membanting ponsel ke atas sofa empuk yang ada di depan televisi. Tak hanya ponsel, ia juga membanting badannya di samping benda pintar tersebut."Susah banget buat bisa berlama-lama berduaan. Adaa aja acaranya," sungut Rania. Ia memejamkan matanya untuk meredam gemuruh dalam dada.Bel yang berbunyi membuat Rania membuka mata. Suara yang terus saja bersahutan tanpa henti membuat kekasih Abi itu memutar bola matanya malas. "Siapa sih!" kesalnya seraya beranjak dari tempatnya merebahkan diri.Dengan kasar Rania memutar anakan kunci dan membuka pintunya segera.
Bab 20Abi menoleh ke belakang, di mana sang mama berada. Ia menatap wajah ayu wanita paruh baya tersebut dengan tatapan tak setuju."Kenapa lama sekali, Ma? Seminggu saja cukup," protes Abi setelah mendengarkan berita tersebut."Kalian menikah karena perjodohan, butuh waktu lebih lama untuk kalian saling mengenal dan pendekatan. Mama akan sangat senang sekali kalau setelah pulang dari honeymoon itu kalian lebih dekat dan sudah tumbuh benih cinta. Apalagi kalau sudah tumbuh janin, waaah Mama akan sangat bahagia sekali. Kamu juga ingin cepat punya anak kan, Sayang?" ucap Bu Rumaisha pada Nisrina yang sejak tadi hanya diam sambil sesekali meremas jemarinya.Nisrina mengangguk. "Rina ikut apa kata Mama saja."Anak? Wanita mana yang tak berharap bisa punya anak, begitu pula dengan Nisrina. Sayangnya, ia sudah mengubur keinginan itu dalam-dalam sejak hari pertama mereka menikah. Kehadiran Rania membuat Nisrina harus rela menghilangkan keinginan itu.Abisatya seketika mengerutkan dahi mende
Bab 21Dahi Nisrina mengerut. Ia tak mengerti mengapa ada perempuan itu di dalam mobil sang suami setelah sama-sama saling menyetujui sebuah perjanjian pasca nikah.Rania. Ya, Rania yang ada di sana. Ia duduk dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun. Bibirnya mengulum senyum, seolah apa yang ia lakukan adalah hal biasa.Sesama wanita Rania bahkan tak peduli jika hati Nisrina tersakiti sebab tingkahnya yang sudah keterlaluan. Ia hanya mau Abi, tak peduli ada hati lain yang terluka."Kamu? Tidak bisa kah kamu tidak mengganggu kami selama sebulan ini?" ujar Nisrina yang sudah mulai kehilangan kesabarannya. Akan tetapi yang bersangkutan tidak bersuara. Perempuan yang ada di dalam mobil itu lebih memilih diam. Ia tahu berbagai pertanyaan bernada tidak setuju pasti didapatkan dari mulut istri kekasihnya. Akan tetapi ia tidak mau tahu."Bi, kamu gila?" Ferdy tak mau kalah. Ia menatap laki-laki yang baru saja tiba di hadapannya dengan sorot mata tak setuju. Reaksi yang sama dengan Nisrina."Su