Bab 17Nisrina tercenung menatap laki-laki di depannya. Pertanyaan yang tak pernah terpikirkan akan keluar dari mulut mantan kekasihnya."Apa kamu menikahi laki-laki yang benar mencintaimu? Kenapa bisa dia melakukan itu di tempat umum?" Bian menatap Rina dengan tatapan menelisik."Apa ini yang hendak Mas tanyakan padaku hingga harus mencari tempat lain untuk bicara selain di kantor?" tanya Nisrina. Ia enggan menanggapi pertanyaan Bian. Akan tetapi matanya tertancap dalam pada bola mata hitam legam di depannya. Bola mata yang dulu menjadi candu baginya, tapi kini Nisrina harus bisa menenggelamkan semuanya."Iya. Aku masih berharap punya kesempatan untuk bisa bersamamu bagaimana pun kondisinya." Bian membalas tatapan Nisrina, tatapan yang sarat akan sebuah harapan.Sayangnya, sebesar apapun cinta di dalam hati Bian untuknya jika restu orang tua tak tergapai maka Nisrina terpaksa menelan cinta itu tanpa berharap mendapat balasan."Aku tak bisa hidup tanpamu. Jika memang pernikahanmu tida
Bab 18"Ngapain kamu?" tanya Abi saat Nisrina sedang berada di dapur. Suara alat penggorengan yang saling beradu membuat Abi terusik. Beberapa saat menangis daat di perjalanan membuat hati Nisrina membaik. Perasaannya lebih plong dan sesak yang semula kerap menghimpit dada sudah hilang. Meskipun keadaannya masih sama, hati istri Abisatya itu merasa lebih legowo menerima takdir."Masak lah. Mas ngga butuh makan?" balas Nisrina tanpa menoleh. Matanya sibuk menatap sayur yang sedang ia aduk di dalam wajan."Makan sendiri aja. Aku masih kenyang." "Oke. Yang bisa rasain lapar atau enggak kan Mas sendiri. Aku cuma sedang menjalankan kewajibanku aja. Soal dimakan atau enggak, itu urusan Mas." Nisrina menjawab dengan santainya. Mata dan tangannya masih sibuk dengan alat yang ada di depannya.Setelah beberapa hal dilaluinya, Nisrina hanya ingin hidup tenang. Tak lagi mau terbebani dengan masa lalu atau orang ketiga dalam pernikahannya. Ia sudah memutuskan untuk berdamai dengan keadaan, yaitu
Bab 19Rania membaca pesan balasan dari Abisatya dengan dada bergemuruh. Ia mulai kehabisan rasa sabar saat sang kekasih kerap menolak ajakannya untuk menghabiskan waktu bersama.Perlahan rasa khawatir menelusup dalam dadanya. Bagaimana jika Abi menaruh rasa pada perempuan itu? Bagaimana jika hubungan mereka berakhir karena Abi yang tinggal serumah dengan istrinya dan melakukan hubungan suami istri?"Sialan!" umpat Rania kesal. Ia membanting ponsel ke atas sofa empuk yang ada di depan televisi. Tak hanya ponsel, ia juga membanting badannya di samping benda pintar tersebut."Susah banget buat bisa berlama-lama berduaan. Adaa aja acaranya," sungut Rania. Ia memejamkan matanya untuk meredam gemuruh dalam dada.Bel yang berbunyi membuat Rania membuka mata. Suara yang terus saja bersahutan tanpa henti membuat kekasih Abi itu memutar bola matanya malas. "Siapa sih!" kesalnya seraya beranjak dari tempatnya merebahkan diri.Dengan kasar Rania memutar anakan kunci dan membuka pintunya segera.
Bab 20Abi menoleh ke belakang, di mana sang mama berada. Ia menatap wajah ayu wanita paruh baya tersebut dengan tatapan tak setuju."Kenapa lama sekali, Ma? Seminggu saja cukup," protes Abi setelah mendengarkan berita tersebut."Kalian menikah karena perjodohan, butuh waktu lebih lama untuk kalian saling mengenal dan pendekatan. Mama akan sangat senang sekali kalau setelah pulang dari honeymoon itu kalian lebih dekat dan sudah tumbuh benih cinta. Apalagi kalau sudah tumbuh janin, waaah Mama akan sangat bahagia sekali. Kamu juga ingin cepat punya anak kan, Sayang?" ucap Bu Rumaisha pada Nisrina yang sejak tadi hanya diam sambil sesekali meremas jemarinya.Nisrina mengangguk. "Rina ikut apa kata Mama saja."Anak? Wanita mana yang tak berharap bisa punya anak, begitu pula dengan Nisrina. Sayangnya, ia sudah mengubur keinginan itu dalam-dalam sejak hari pertama mereka menikah. Kehadiran Rania membuat Nisrina harus rela menghilangkan keinginan itu.Abisatya seketika mengerutkan dahi mende
Bab 21Dahi Nisrina mengerut. Ia tak mengerti mengapa ada perempuan itu di dalam mobil sang suami setelah sama-sama saling menyetujui sebuah perjanjian pasca nikah.Rania. Ya, Rania yang ada di sana. Ia duduk dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun. Bibirnya mengulum senyum, seolah apa yang ia lakukan adalah hal biasa.Sesama wanita Rania bahkan tak peduli jika hati Nisrina tersakiti sebab tingkahnya yang sudah keterlaluan. Ia hanya mau Abi, tak peduli ada hati lain yang terluka."Kamu? Tidak bisa kah kamu tidak mengganggu kami selama sebulan ini?" ujar Nisrina yang sudah mulai kehilangan kesabarannya. Akan tetapi yang bersangkutan tidak bersuara. Perempuan yang ada di dalam mobil itu lebih memilih diam. Ia tahu berbagai pertanyaan bernada tidak setuju pasti didapatkan dari mulut istri kekasihnya. Akan tetapi ia tidak mau tahu."Bi, kamu gila?" Ferdy tak mau kalah. Ia menatap laki-laki yang baru saja tiba di hadapannya dengan sorot mata tak setuju. Reaksi yang sama dengan Nisrina."Su
Bab 22Nisrina melangkah dengan ragu. Tidak ia dapati sang suami di dalam kamar ini. Akan tetapi terdengar suara di dalam kamar mandi yang ada di sudut ruangan. Sambil menunggu Abi keluar, Nisrina mengambil baju di dalam koper. Baju yang sopan untuk tidur, bukan baju minim bahan seperti pemberian mertuanya.Nisrina terperanjat kaget saat mendapati pintu kamar mandi terbuka dan menampakkan laki-laki yang tengah bertelanjang dada. Ia meremas baju yang ada di dalam genggamannya. Berada dalam satu ruangan dengan lelaki yang berstatus suami dengan benteng besar diantara mereka membuat Nisrina kikuk. Ia tak tahu harus bagaimana bersikap."Aku ... emm ... aku disuruh Mama masuk," ujar Nisrina terbata. Ia tak tahu harus bilang apa. "Biar aku nanti tidur di sofa itu saja," sambungnya lagi masih dengan perasaan salah tingkah."Terserah kamu." Abi mengabaikan istrinya itu. Ia berjalan tanpa rasa bersalah menuju lemari untuk mengambil pakaian.Dengan langkah cepat, Nisrina melangkah menuju kama
Bab 23"Kamu berharap untuk bisa menghabiskan waktu denganku di Bali?" tanya Abisatya dengan nada sinis. "Jangan harap. Karena aku tidak mungkin menyakiti hati Raniaku. Cukup sudah dia banyak mengalah dengan kita, aku tidak mau membuat dia makin terluka." Wajah Abi mengeras. Ia bahkan tak sedikitpun menatap lawan bicaranya. Pandangan Nisrina yang sebenarnya tengah dirasakannya pun tak dihiraukan. Abi tenggelam dalam lautan amarah.Emosi Rania semalam dalam pesan telah berhasil menghilangkan kewarasan Abisatya. Nisrina berusaha mengendalikan rasa terkejutnya. Meskipun di dalam hati ia berharap untuk bisa menghabiskan waktu sekedar saling mengenal dengan sang suami di momen honeymoon itu, tapi sekarang ia harus mengalah dengan keputusan sepihak yang dibuat Abi. Akan ada banyak kesempatan hingga tiga puluh hari ke depan."Tidak masalah. Meskipun tidak di Bali, kita bisa menghabiskan waktu di rumah berdua. Tidak mungkin kan dalam waktu sebulan itu, Mas bersama Rania setiap saat? Kalau M
Bab 24Ferdy pun mengajak Nisrina menuju rumahnya, dari pada harus menunggu di rumah tanpa jelas kapan Abisatya akan datang. "Kamu ngga izin Abi dulu?" tanya Ferdy ragu. Ia khawatir jika apa yang ia lakukan ini membuat masalah baru bagi Nisrina dan suaminya."Nanti aku izin lewat chat, Mas. Toh dia lagi mesra-mesraan sama pacarnya."Dahi Ferdy mengerut. "Kamu santai banget? Ngga cemburu?"Nisrina terkekeh. "Seharusnya, tapi aku sadar diri. Kedatanganku yang baru ini kalah dengan hubungan mereka yang sudah lama itu. Mereka saling mencintai, sementara aku? Jangankan cinta, kenalan saja baru beberapa hari sebelum akad.""Tapi pernikahan kalian ini harusnya cukup jadi bukti bahwa kamu lebih unggul dari dia. Tanpa pacaran kalian menikah, sedangkan dia sudah lama tapi tak kunjung dinikahi.""Itu berlaku bagi yang mau mikir, kalau dia ngga bisa mikir begitu ya sama saja.""Kamu benar. Menasehati orang yang sedang jatuh cinta itu buang-buang waktu saja. Bagi mereka yang bener cuma mereka sen