Mendengar perkataan Lisa, Satya mengangkat kepala kecilnya."Bibi Lisa?"Lisa yang tadinya masih mengganggu Alya untuk pergi keluar, dalam sekejap tertangkap oleh wajah Satya yang menggemaskan ketika anak itu mendongak. Lisa pun tak dapat menahan dirinya dan berubah menjadi seorang bibi yang aneh."Hehehe, sini Bibi Lisa cium."Alya tak bisa berkata-kata.Pada sore hari, ketika Alya sedang memasak, Lisa datang setelah mengganti baju. Dia berencana untuk membantu Alya di dapur.Saat melewati ruang tengah, dia pun melirik ke dalam.Dengan tidak sengaja, dia melihat Satya yang sedang duduk di depan meja kecil. Langkahnya pun seketika terhenti.Malam hampir tiba dan langit di luar jendela sudah mendekati senja. Cahaya sore menyinari wajah samping Satya yang indah dan tampan.Satya yang kecil duduk di sana dan sedang memeriksa tugas sekolahnya dengan serius. Di wajahnya yang masih tampak kekanak-kanakan, juga ada kedewasaan dan ketidakacuhan yang tidak cocok dengan usianya.Lisa berdiri di
"Sudah mati."Secara tiba-tiba dan tak terduga, kedua kata itu menghantam Lisa.Lisa bahkan belum menyelesaikan pertanyaannya.Dia tercengang di tempat dan menatap Alya dengan sangat kaget."Hah?"Alya mengangkat kepalanya, dia menatap temannya dengan tak acuh dan dengan tenang berkata, "Kenapa?""Ma ... mati?"Lisa sama sekali tidak menduga jawaban ini. Setelah mengulang perkataannya, dia seketika merasa malu dan bersalah.Setelah mendengar bahwa seseorang telah meninggal dunia, bagaimana bisa dia masih mengulangi perkataan Alya dan menyentuh luka lamanya?Astaga.Dalam sekejap Lisa pun menyalahkan dirinya, menyesali dirinya yang tidak bertanya mengenai Irfan saja.Dia tadinya ingin bertanya kenapa Alya selalu menutupi masa lalunya. Sementara itu ketika bertanya pada Citra, Citra selalu tampak ragu untuk menjawabnya. Akhirnya Citra hanya bisa menghela napas panjang dan berkata padanya, "Hal ini adalah hal yang menyedihkan bagi Alya, sebaiknya kamu jangan bertanya."Sekarang Lisa akhir
Di dalam kamar hotel.Tirai yang menghalangi cahaya itu pun ditarik terbuka dan seketika ruangan menjadi terang.Cahaya yang menyilaukan menyinari wajah tampan seorang pria yang sedang terbaring di tempat tidur.Orang yang tadinya terbaring diam seperti mayat itu akhirnya sedikit bereaksi, mengerutkan kening dan membuka matanya."Sudah bangun?"Sebuah suara pria yang jernih terdengar dari sofa.Rizki yang baru saja terbangun hanya membutuhkan beberapa detik untuk mengenali pemilik suara tersebut, itu adalah suaranya Andi.Cahaya yang menyilaukan membuat Rizki memejamkan matanya lagi dengan tidak nyaman. Dia masih berbaring di tempat tidur dan tidak bergerak.Akan tetapi Andi tahu bahwa dia sudah bangun. Melihat bahwa temannya ini tidak mau berbicara dengannya, dia pun melanjutkan sendiri, "Mau sampai kapan kamu seperti ini?"Orang yang terbaring di tempat tidur itu masih mengabaikannya.Tampaknya Andi sudah menebak bahwa Rizki tidak akan menjawabnya. Bahkan tanpa menunggu jawaban, sete
Meskipun dia telah berkata seperti itu, Rizki tidak lagi sama seperti dulu. Dulu, setelah mengetahui bahwa dia merasa sedih, Rizki akan menjelaskan padanya dengan suara yang lembut. Namun, sekarang Rizki hanya berdiri di tempat dengan tak acuh dan menatapnya dengan sangat tenang.Hingga akhirnya, tatapan tersebut membuat sekujur tubuh Hana terasa tidak nyaman.Hana terpaksa mengganti topik pembicaraan."Aku bercanda, bagaimana mungkin kamu nggak ingin mengangkat teleponku? Omong-omong, di mana Andi? Kemarin malam saat aku menelepon, dia bilang kamu terlalu banyak minum. Kamu nggak apa-apa, 'kan? Apa kepalamu sakit?"Walaupun Hana telah berbicara panjang lebar, Rizki hanya menjawabnya dengan singkat, "Nggak apa-apa."Kemudian dia berbalik dan masuk ke kamarnya untuk memakai baju.Hana berdiri diam di tempat sambil memandang punggung tenang pria itu, hatinya terasa sangat gelisah.Sejak 5 tahun yang lalu, saat Rizki dan Alya telah sukses bercerai, Alya pun langsung pergi meninggalkan neg
Selama dia bersedia untuk menunggu, ditambah dengan keunggulannya sebagai penyelamat Rizki, pada akhirnya pria itu pasti akan tersentuh olehnya.Selama bertahun-tahun ini, bahkan orang tua Rizki telah tersentuh olehnya. Awalnya, mereka tidak mau dan enggan untuk menerimanya. Mereka hanya memperlakukannya sebagaimana mereka memperlakukan penyelamat mereka, sama sekali tidak ada keakraban. Hana tidak bisa mendapatkan apa pun dari mereka.Seiring berjalannya waktu, dia tidak berhasil membuat hati Rizki tergerak. Akan tetapi, dia berhasil menggerakkan hati orang tua Rizki.Contohnya adalah lelang ini. Barang yang diincar oleh Sinta kebetulan ada di antaranya, sehingga Sinta mendapatkan dua undangan untuk Hana dan Rizki.Hana tahu bahwa ibunya Rizki sedang menciptakan kesempatan untuk dirinya dan Rizki.Memikirkan hal tersebut, Hana berjalan ke pintu kamar tidur dan mengetuknya, tetapi dia tidak berani untuk masuk. Dia hanya berdiri di pintu dan berkata, "Rizki, apa kamu akan pergi ke lelan
Hana tidak menyangka bahwa Rizki bisa berpikir untuk menyuruhnya pergi.Bibirnya pun memucat, lalu dia refleks menggeleng."Nggak, aku nggak mau kembali. Aku sudah bersusah payah untuk mendapatkan kesempatan menemanimu ke sini. Rizki ... aku sudah lama sekali nggak pergi keluar denganmu, jangan suruh aku pergi, ya?"Air mata seketika menggenang di matanya, dia menatap Rizki dengan ekspresi sedih.Rizki tidak berekspresi melihatnya."Aku tahu bahwa fakta aku telah menyelamatkanmu selalu membuatmu merasa tertekan, tapi sekarang, bisakah kamu coba untuk melupakanku sebagai penyelamatmu? Aku hanya seorang wanita biasa yang ingin mengejarmu, oke?"Saat dia mengucapkan hal ini, dia menggunakan kepandaian berbicaranya.Dari luar, dia terlihat meminta Rizki untuk tidak memperlakukannya sebagai seorang penyelamat. Namun, sebenarnya dia secara halus mengingatkan bahwa dirinya adalah penyelamat Rizki.Dia tidak berniat untuk memainkan kartu emosional ini.Hanya saja sekarang, dia tidak punya apa-
"Apa kita bawa payung?" tanya Alya yang duduk di kursi belakang bersama kedua anaknya.Mendengar pertanyaannya, Hasan menggeleng."Nggak, aku nggak mengira kalau hari ini akan hujan."Alya melihat ke sekeliling mereka, lalu dia membuat keputusan."Di depan sana sepertinya ada minimarket 24 jam. Pak Sopir, bisakah nanti kita ke pinggir sebentar?"Awalnya hujan ini hanya gerimis, tetapi kemudian, hujannya berubah menjadi deras.Karena visibilitas yang rendah di perjalanan, ketika mereka sampai di tempat acara, mereka sudah telat.Orang di tempat acara sangat sedikit.Hasan mengeluarkan surat undangan mereka, sikap orang-orang di pintu masuk pun seketika menjadi penuh hormat."Silakan ikuti kami."Kali ini, Alya sebenarnya mewakili Irfan berpartisipasi dalam lelang amal. Tentu saja status Irfan adalah VIP.Oleh karena itu, staf pun hendak mengantar Alya dan Hasan ke area VIP.Namun, karena mereka datang terlambat dan lelangnya sudah dimulai, bila mereka masuk sekarang, artinya mereka akan
Alya tidak membalas perkataannya lagi.Setelah 10 menit, Hasan dengan canggung menggosok hidungnya.Mungkin barusan dia sudah terlalu santai saat mengobrol, sehingga kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.Mengingat apa yang dikatakan dirinya tadi membuat Hasan sangat menyesal.Untungnya beberapa menit kemudian, Alya berinisiatif untuk memecah keheningan dan kecanggungan ini."Pak Hasan, untuk barang lelang yang selanjutnya, tolong bantu aku menawarnya.""Barang yang selanjutnya?" Hasan segera membuka katalog dan melihatnya, menemukan bahwa barang selanjutnya adalah sebuah gelang dengan kualitas sempurna."Nona Alya suka ini?"Hasan agak agresif ketika bertanya, jelas dia tidak melakukan persiapan apa pun.Lagi pula, sebelumnya dia tidak pernah mendengar bahwa Alya menyukai perhiasan.Namun, untungnya, Irfan sudah menginstruksikan dari awal bahwa bila Alya menyukai sesuatu dalam lelang, maka Hasan harus membantunya menawar. Berapa pun harganya, Irfan akan membayarnya.Alya ters
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang