Hidup Kia berubah saat surat wasiat dari ayahnya selesai dibacakan. Di dalam surat itu, Kia terpaksa harus tinggal selama empat tahun bersama Arfan, pria yang ditunjuk ayahnya sebagai walinya. Kia yang menyukai kebebasan sangat membenci Arfan yang penuh akan peraturan. Sebisa mungkin dia akan membuat hidup Arfan bagaikan di neraka. Apakah Kia bisa melakukannya? Atau justru Arfan yang akan meluluhkannya? *** Viallynn
Lihat lebih banyakEnam tahun kemudian."Halo, Yah. Apa kabar?" tanya Kia sambil mengusap batu nisan ayahnya."Ayah pasti bahagia di surga sama Ibu." Kia juga mengelus batu nisan ibunya."Ayah sama Ibu nggak perlu khawatir, aku juga bahagia di sini. Mas Arfan jaga aku dengan baik selama ini."Arfan tersenyum sambil mengelus kepala istrinya sayang. Di dalam hatinya, Arfan tidak pernah berhenti mengucapkan terima kasih pada Pak Surya karena sudah mempercayakan dirinya untuk menjaga Kia. Sudah bertahun-tahun berlalu tapi perasaannya masih sama. Arfan masih tetap mengagumi Kia dan rasa itu semakin bertambah setiap harinya."Ayo, Sayang. Sapa Kakek sama Nenek," ucap Kia mengelus kepala anaknya."Halo, Kek," sapa Bima."Halo, Nek," sapa Bian.Arfan tersenyum dan ikut mengelus kepala dua jagoannya. Abimana Putra Ghaisan dan Abiandra Putra Ghaisan, putra kembar Arfan dan Kia yang sudah berumur empat tahun saat ini."Sekarang aku tau gimana perasaan Ayah dulu waktu jaga aku. Maaf karena aku nakal dan sering biki
Kehidupan rumah tangga yang Arfan inginkan sejak dulu sudah bisa ia rasakan sekarang. Dua bulan setelah resepsi, tidak ada penyesalan di hatinya untuk memutuskan hidup bersama Kia. Arfan bersyukur bisa mengenal keluarga Pak Surya yang berakhir menjadi menantu pria itu. Meskipun Kia dengan sifat uniknya sering membuat kepalanya pusing, tapi justru itu yang membuat hari-harinya menjadi menyenangkan.Seperti saat ini, Arfan terbangun saat mendengar suara gaduh dari lantai bawah. Perlahan dia membuka mata dan melihat jam yang tertempel di dinding. Sudah pukul delapan pagi tapi ia baru membuka mata sekarang. Tidak masalah, hari ini adalah hari sabtu. Dia akan menikmati hari liburnya dengan bersantai.Suara gaduh dari lantai bawah tidak kunjung berhenti. Dengan segera Arfan bangkit dan meraih celana pendeknya yang tergeletak di atas lantai. Tak lupa dia juga mengenakan kaosnya sebelum keluar dari kamar. Saat tidak melihat Kia di sampingnya, Arfan yakin jika wanita itu yang membuat kegaduhan
Kia tersenyum saat melihat pasir putih di hadapannya. Dengan segera dia melepas alas kakinya dan berlari ke tepi pantai. Senyumnya semakin merekah saat merasakan air dingin mulai menyentuh kakinya. Dia terus berlarian tanpa mempedulikan Arfan yang berdiri jauh di belakangnya. Dari kejauhan, Arfan bisa melihat Kia yang tampak bahagia. Dengan dress pantai berwarna kuning, wanita itu semakin terlihat cantik. Pemandangan pantai semakin terlihat indah karena ada Kia di sana. Arfan mulai mengeluarkan ponselnya dan memotret Kia berulang kali. Dia kembali tersenyum saat melihat hasil jepretannya. "Cantik," gumamnya. Arfan dan Kia baru sampai di Pulau Lombok siang tadi. Setelah beristirahat sebentar, mereka memutuskan untuk ke pantai sore ini. Tidak begitu jauh, karena pantai terletak di belakang villa yang mereka tempati. Terlihat cukup sepi dan nyaman. Mereka bisa menikmati matahari terbenam tanpa ada gangguan. "Sini, Mas. Ayo berenang!" ajak Kia. Arfan menggeleng dan duduk di salah sat
Hari resepsi pernikahan telah tiba. Senyum bahagia tidak pernah luntur dari dua bintang utama malam ini, Kia dan Arfan. Sedari tadi mereka terus berdiri untuk menyambut para undangan yang datang. Ucapan selamat tak henti berdatangan untuk mereka. Kia membuka mulutnya tidak percaya saat melihat ada rombongan tamu lagi yang datang. Dia yakin jika mereka bukanlah tamunya. Sampai saat ini Kia masih tidak percaya jika pria pendiam seperti Arfan memiliki banyak teman. Mereka memang menyebar banyak undangan tapi tidak pernah terbesit di pikiran Kia jika akan sebanyak ini. "Mas Arfan temennya banyak banget? Aku kira cupu." "Rata-rata temen bisnis sama orang kantor, sisanya temen kuliah," bisik Arfan. "Banyak orang penting dong di sini?" "Banyak banget," jawab Arfan kembali tersenyum saat beberapa tamu mulai menghampiri mereka. "Selamat Arfan, akhirnya nikah juga," ucap salah satu tamu. "Terima kasih, Pak Ricky." "Cantik istri kamu, Fan. Pantes nolak dijodohin sama anak Ibuk." Kali ini
Perjalanan ke Surakarta berlangsung dengan lancar. Selama dua bulan ini Arfan dan Kia sudah mengurus semua hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan mereka. Setelah disibukkan dengan persiapan resepsi yang juga menguras tenaga, waktu, dan pikiran, akhirnya mereka bisa bersantai. Hari ini mereka memutuskan untuk menjemput Ibu Arfan di desa. "Tutup jendelanya, Ki. Nanti masuk angin," ucap Arfan sambil mengelus kepala istrinya. "Nggak mau, seger banget liat sawahnya," ucap Kia tersenyum sambil melihat hamparan sawah hijau di hadapannya. Arfan tersenyum tipis dan kembali fokus pada jalanan desanya yang tidak rata. Kedatangan mereka kali ini dilakukan secara mendadak dan tanpa kabar. Kia yang memintanya karena dia ingin memberi kejutan untuk Ibu Arfan. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan mertuanya. "Sawahnya Bapak yang mana, Mas?" "Di sana, besok aku ajak kamu ke sana." Tunjuk Arfan pada area sawah yang berada jauh darinya. "Ih, nggak sabar!" Kia menutup jendela mobil dan duduk deng
Bereksperimen di dapur adalah hal yang Kia sukai saat ini. Setelah pulang kuliah, dia memutuskan untuk kembali bermain di dapur. Beruntung Mbok Sum tidak berkegiatan di dapur saat ini sehingga Kia bisa bebas memakainya."Kamu siapin warna apa aja, Nduk?" tanya Ibu Arfan.Kia kembali menatap ponselnya untuk melihat Ibu Arfan yang tengah menjahit. Kepalanya bergerak ke segala arah untuk mencari pewarna makanan yang baru saja ia beli. Saat ini Kia memang melakukan panggilan video bersama Ibu Arfan untuk bertanya bagaimana cara membuat cupcake. Lagi-lagi resep andalan keluarga yang ingin ia buat."Warna merah sama hijau, Buk.""Udah beli lilin juga?"Dahi Kia berkerut, "Buat apa, Buk?" tanyanya bingung.Ibu Arfan berhenti menjahit dan mulai melihat Kia."Loh bukannya kamu mau bikin kue buat Arfan?"Kia menggaruk lehernya bingung, "Iya, Buk. Buat Mas Arfan, buat aku, sama Mbok Sum juga. Tapi kenapa pakai lilin?""Kan Arfan ulang tahun hari ini, Ki. Ibuk pikir kamu sengaja mau bikin kue bua
Di depan sebuah cermin, Kia tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Dia kembali memoles bibirnya dengan lip cream yang ia bawa. Sebelum benar-benar keluar dari toilet, dia merapikan penampilannya sekali lagi."Cakep banget gue, pantes Mas Arfan klepek-klepek," gumam Kia terkekeh.Dia keluar dari toilet dan kembali ke mejanya. Dia sana Kia bisa melihat Arfan yang tengah memainkan ponselnya. Dia juga bisa melihat jika makanan yang mereka pesan sudah datang."Wah, kayanya enak nih." Kia duduk sambil mengusap tangannya senang.Arfan memasukkan ponselnya dan menarik piring Kia. Tanpa banyak bicara dia memotong daging di piring Kia menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Melihat itu, Kia tidak bisa menahan senyumnya.Malam ini adalah malam yang istimewa bagi mereka. Setelah disibukkan dengan urusan kantor dan kampus, akhirnya mereka bisa menikmati waktu berdua. Arfan secara mendadak mengajaknya untuk makan malam bersama. Dalam artian benar-benar makan malam romantis dengan lilin di tengah
Arfan tersenyum saat melihat foto tangannya. Dia memasukkan foto itu ke dalam pigura dan meletakkannya di atas meja kerja. Perlahan dia mulai duduk kembali menatap wajah Kia yang saat ini sudah resmi terpajang di meja kerjanya.Sejak malam itu, malam di mana Arfan dan Kia tidur bersama untuk yang pertama kali, hubungan mereka mulai berubah. Arfan yang mulai merobohkan tembok di antara mereka. Jika tidak ada yang bergerak maka hubungan mereka tidak akan berkembang. Keinginan Arfan hanya satu, dia ingin mereka memiliki hubungan suami-istri yang sebenarnya. Sepertinya Kia juga mulai membuka diri dan belajar secara perlahan. Benar kata ibunya, dengan perasaan cinta yang tumbuh di hati mereka, perubahan akan semakin mudah dilakukan.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Arfan. Dia berdeham sebentar dan meminta seseorang di luar sana untuk masuk. Seperti dugaannya, ada Nadia di sana."Selamat pagi, Pak. Saya ingin meminta tanda tangan dan membacakan jadwal Pak Arfan hari ini.""Biar saya
Keadaan dapur malam ini terlihat seperti kapal pecah. Ini karena Kia yang tiba-tiba membantu Mbok Sum untuk memasak. Sebenarnya dia tidak banyak membantu, tapi Mbok Sum menghargai usahanya yang ingin belajar memasak. Jika bersungguh-sungguh, Mbok Sum akan dengan senang hati mengajarinya. "Tambah bubuk kaldunya dikit lagi, Mbak." Kia dengan segera memasukkannya ke dalam sop ayam yang ia buat. "Aduk yang rata." Lagi-lagi Kia menurut. Dia mengikuti perintah Mbok Sum tanpa membantah. Bahkan di sampingnya ada buku catatan yang ia gunakan untuk menulis resep andalan Mbok Sum. "Cobain, Mbok." Kia memberikan sendok berisi kuah pada Mbok Sum. Dia menatapnya dengan harap-harap cemas. "Mantep, Mbak!" "Akhirnya!" Kia bertepuk tangan senang. Sebenarnya tidak sulit untuk membuat sop, hanya saja resep andalan Mbok Sum memiliki bahan tambahan. Kia yang sudah terbiasa dengan masakan Mbok Sum tentu ingin mengetahui resepnya. "Pasti Mas Arfan suka," ucap Mbok Sum. Kia mengangguk dan melepaskan
Dengan mata yang bengkak, Kia menatap kertas di tangannya dengan napas yang tertahan. Sepulang dari pemakaman, tangisannya tak kunjung berhenti. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia alami, yaitu menghadiri pemakaman ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Sekarang Kia hanya sendiri, tidak ada yang menemani. "Ini apa, Pak?" tanya Kia pada Pak Harris, pengacara ayahnya. "Surat dari Ayah kamu, Kia." Tangis Kia kembali pecah. Kematian ayahnya benar-benar menjadi pukulan terberat dalam hidupnya. Dia merasa bersalah. Andai saja waktu bisa berputar tentu dia tidak akan pernah mengecewakan ayahnya. Dear, Azkia.. Anakku tersayang. Ayah harap kamu nggak lagi nangis sekarang. Kamu kuat, Sayang. Maaf Ayah nggak bisa temenin kamu lebih lama lagi. Tuhan ternyata sayang banget sama Ayah. Saat kamu baca surat ini, ar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen