Beranda / Romansa / Perfect Secret / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Perfect Secret: Bab 1 - Bab 10

45 Bab

1. Kehidupan Baru

Dengan mata yang bengkak, Kia menatap kertas di tangannya dengan napas yang tertahan. Sepulang dari pemakaman, tangisannya tak kunjung berhenti. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia alami, yaitu menghadiri pemakaman ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki.   Sekarang Kia hanya sendiri, tidak ada yang menemani.   "Ini apa, Pak?" tanya Kia pada Pak Harris, pengacara ayahnya.   "Surat dari Ayah kamu, Kia."   Tangis Kia kembali pecah. Kematian ayahnya benar-benar menjadi pukulan terberat dalam hidupnya. Dia merasa bersalah. Andai saja waktu bisa berputar tentu dia tidak akan pernah mengecewakan ayahnya.   Dear, Azkia.. Anakku tersayang.   Ayah harap kamu nggak lagi nangis sekarang. Kamu kuat, Sayang. Maaf Ayah nggak bisa temenin kamu lebih lama lagi. Tuhan ternyata sayang banget sama Ayah. Saat kamu baca surat ini, ar
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-13
Baca selengkapnya

2. Rumah Neraka

Kia hanya menginginkan satu hal, yaitu hidup sendiri di rumah peninggalan orang tuanya. Selama ini ayahnya selalu mendidiknya agar mandiri dan berani. Kia tidak butuh wali, setidaknya tidak dengan Arfan. Dia benci bergantung pada orang lain, terutama Arfan.   "Ayo, Mbak." Mbok Sum membuka pintu mobil dan meminta Kia untuk keluar.   Kia turun sambil menghentakkan kakinya kesal. Rumah sederhana bergaya modern di depannya tidak membuatnya tertarik. Menurut Kia, rumah ternyaman adalah rumahnya sendiri. Kia mendengkus saat Arfan masuk lebih dulu dengan membawa koper miliknya. Apa pria itu tidak melihat wajah kesalnya? Apa dia bisa bertahan hidup dengan terus bermusuhan seperti ini?   "Masuk," ucap Arfan tanpa menatap wajah Kia. Dia membuka pintu rumahnya lebar.   Dengan sedikit paksaan dari Mbok Sum, akhirnya Kia mulai masuk ke dalam rumah. Hal yang pertama kali ia rasakan saat memasuki rumah ini adalah d
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-13
Baca selengkapnya

3. Hukuman Pertama

Hari jum'at merupakan hari yang ditunggu oleh hampir setiap orang. Di hari inilah gerbang menuju akhir pekan mulai terbuka lebar. Namun apa yang dirasakan orang-orang tidak dirasakan oleh Kia. Dia menyambut hari ini dengan wajah yang cemberut. Demi Tuhan! Dia tidak mau menghabiskan akhir pekannya di rumah, setidaknya tidak berdua dengan Arfan.   Memasuki ruang makan, Kia melihat Arfan sudah tampak rapi dengan pakaian kerjanya. Pria itu makan dengan tenang. Bahkan kedatangan Kia tidak mengganggunya sedikit pun, seolah lupa dengan apa yang ia lakukan semalam.   "Mbak Kia semalem pulang jam berapa? Mbok khawatir loh," tanya Mbok Sum mulai mengambil makanan untuk Kia.   "Kia bisa ambil sendiri, Mbok." Ucapan Arfan membuat gerakan tangan Mbok Sum terhenti. Melihat sesuatu yang tidak beres, akhirnya wanita paruh baya itu memilih untuk berlalu ke dapur.   Kia yang tidak ingin berdebat mulai mengambil makana
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-13
Baca selengkapnya

4. Martabak Manis

Hari ini Arfan terlihat sibuk di kantor. Setelah mengantar Kia ke sekolah, dia langsung menuju kantor. Nadia sudah mengingatkannya jauh-jauh hari jika ada rapat penting yang harus ia hadiri hari ini. Saat jam istirahat seperti ini pun, Arfan memilih untuk makan siang di ruangannya. Dia harus menyelesaikan semuanya agar tidak membawa pekerjaan ke rumah, karena bagi Arfan rumah adalah tempatnya untuk lepas dari semua hal mengenai pekerjaan.   Suara dering telepon memecah fokus Arfan. Dia meraih ponselnya dan melihat nama ibunya yang menghubunginya saat ini. Tanpa menunggu, Arfan langsung mengangkat panggilan itu dan bersandar pada kursinya.   "Halo, Buk?" sapa Arfan.   "Halo, Nak. Denger suara Ibuk nggak?" ucap suara di seberang sana.   "Denger kok, Buk. Ada apa?"   "Enggak, Ibuk cuma mau tanya kabar kamu, Fan."   Arfan tersenyum, "Kabar aku b
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-13
Baca selengkapnya

5. Tukang Palak

Di sabtu sore, Arfan sudah rapi dengan kaos berkerah yang ia pakai. Dia mamakai jam tangannya sambil keluar dari kamar. Hari ini Arfan akan membawa Kia untuk berbelanja kebutuhannya. Meskipun sedikit memperketat ruang gerak Kia, tapi dia juga paham dengan kebutuhan wanita. Sebisa mungkin Arfan akan membuat Kia disiplin tanpa harus merasa kekurangan.   Arfan mengetuk kamar Kia sebentar. Setelah mendapat sahutan, dia masuk dan bersandar pada pintu. Arfan menghela napas kasar saat melihat Kia yang tampak bermalas-malasan di atas kasur. Di depan gadis itu terdapat laptop dan banyak makanan ringan. Arfan yakin jika stok camilan di dapur sudah habis dan ini saatnya dia kembali berbelanja untuk mengisi kekosongan dapur.   "Apa?" tanya Kia menghentikan film yang ia putar.   Tanpa menjawab, Arfan masuk dan mulai melihat meja rias Kia. Dia memperhatian satu persatu alat kecantikan itu dengan lekat. Setelah itu dia bersandar pada m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-13
Baca selengkapnya

6. Chef Arfan

Matahari yang sudah muncul sedari tadi tidak mengganggu tidur Kia. Dia masih betah berada di bawah selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan mata yang terpejam, Kia bergerak untuk mengambil remot AC. Dia mengubah suhu ruangan menjadi lebih dingin dan kembali bergelung di dalam selimut. Hari ini adalah hari minggu, hari di mana Kia bebas untuk bangun siang. Benar saja, tak butuh waktu lama dia sudah kembali ke alam mimpi.   Di luar kamar, Arfan berdiri di depan pintu kamar Kia dengan ragu. Dia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Arfan sudah bangun sejak tadi dan sampai saat ini dia masih belum mendengar suara Kia. Di sinilah dia sekarang, di depan pintu kamar gadis itu.   "Kia?" panggil Arfan mulai mengetuk pintu.   Saat tidak mendengar sahutan, akhirnya Arfan memutuskan untuk masuk. Dia menghela napas kasar saat melihat kamar Kia yang masih gelap, bahkan tirai jendela juga belum dibuka. Akhirnya Arfan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-19
Baca selengkapnya

7. Kekesalan Kia

Langit yang cerah membuat perasaan Kia jauh lebih tenang. Dia keluar dari mobil dan berjalan memasuki area makam. Hari ini adalah hari Jumat, baik dirinya, Arfan, dan Mbok Sum memutuskan untuk mendatangi makam almarhum kedua orang tuanya. Selain itu Kia juga ingin meminta dukungan kedua orang tuanya sebelum melakukan ujian nasional nanti.   Wajah Kia mulai berubah sedih. Dia menatap dua gundukan tanah yang terawat di depannya dengan perasaan sakit. Dia merindukan kedua orang tuanya. Kia merindukan masa kecil di mana keluarganya masih utuh.   "Ayo berdoa." Arfan mulai duduk dan memimpin doa.   Kia tidak banyak berbicara hari ini. Dia lebih banyak menurut karena memang tidak mau berdebat dengan Arfan. Sudah bagus pria itu mengajaknya untuk mengunjungi makan kedua orang tuanya sebelum ujian. Ada rasa syukur, tapi juga ada perasaan sedih karena harus kembali sadar jika dia hanya sendiri di dunia ini.   S
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-19
Baca selengkapnya

8. Meminta Izin

Ujian nasional telah berakhir, Kia dan teman-temannya keluar dari kelas dengan perasaan lega. Rasa kalut dan pusing di kepala langsung lenyap seketika. Seperti prinsip yang dipegang oleh Kia selama ini, kerjakan dan lupakan. Jika terus dipikirkan maka dia bisa gila nantinya.   "Akhirnya selesai juga. Nggak sia-sia gue iku bimbel," ucap Gio.   "Gila ya, gue ngerjain nggak ada yang paham tadi. Masa beda sama yang gue pelajarin semalem." Ganti Sandra yang menggerutu.   Kia terkekeh dan merangkul bahu Sandra, "Lupain, sekarang kita fokus sama tes masuk kampus."   "Ya Allah, pening pala gue!" Gio memukul keningnya keras.   "Sama, gue pikir kalau udah lulus bakal santai ternyata malah banyak pikiran." Vita ikut mengeluh.   "Nongkrong yuk, refreshing. Anak-anak udah nungguin di depan," ucap Gio sambil membaca pesan dari temannya.   "Skuy lah, bu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-19
Baca selengkapnya

9. Liburan

Bersandar di kepala ranjang menjadi pilihan Arfan kali ini. Telinganya masih aktif mendengarkan petuah ibunya di seberang telepon. Mau tidak mau Arfan hanya bisa mengangguk. Dia tidak bisa membantah ibunya.   "Kamu jangan keras-keras sama Kia."   Selalu itu yang ibunya ucapkan saat mereka bertelepon. Meskipun hanya bertemu satu kali, tapi entah kenapa ibu Arfan sangat peduli dengan Kia. Ditambah fakta jika gadis itu sudah yatim piatu sekarang. Hanya Arfan satu-satunya orang yang dia harap bisa menjaga Kia. Seperti wasiat Pak Surya.   "Kalau nggak dikasih ketegasan nanti dia ngelunjak, Buk."   Suara helaan napas terdengar dari mulut ibunya. Wanita paruh baya itu memang paling mengerti anaknya. Arfan adalah tipe orang yang perfeksionis. Bagus memang, tapi tidak semua hal harus sama seperti apa yang ia inginkan. Seharusnya anaknya tahu jika sikap itu tidak bisa diterapkan pada Kia. &nbs
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-19
Baca selengkapnya

10. Selalu Siaga

Sebenarnya sulit bagi Arfan untuk membiarkan Kia pergi. Bukan karena ingin mengekang, tapi dia masih tidak percaya dengan Kia. Memang selama tinggal bersama gadis itu mulai melunak. Kia sudah mulai bisa mengontrol waktu dan keuangan, tapi tidak dengan emosinya. Gadis itu masih sering marah meskipun ujung-ujungnya selalu kalah.   Arfan masih menatap mobil van yang mulai menjauh dari pekarangan rumah. Dia menghela napas kasar dan menunduk. Di sampingnya ada Mbok Sum tampak menatapnya khawatir.   "Mas Arfan nggak papa?"   "Kia nggak bakal aneh-aneh kan, Mbok?" tanya Arfan, "Saya sudah janji sama Pak Surya buat jaga dia."   "Mbok yakin Mbak Kia nggak aneh-aneh, Mas."   "Saya masih kurang percaya sama teman-temannya. Mereka juga yang ajak Kia pergi di malam kecelakaan itu."   "Itu udah takdir, Mas."   Betul, Arfan tahu jika semua itu adalah ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-01-25
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status