Beranda / Romansa / Perfect Secret / 4. Martabak Manis

Share

4. Martabak Manis

Penulis: Viallynn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-13 20:51:29

Hari ini Arfan terlihat sibuk di kantor. Setelah mengantar Kia ke sekolah, dia langsung menuju kantor. Nadia sudah mengingatkannya jauh-jauh hari jika ada rapat penting yang harus ia hadiri hari ini. Saat jam istirahat seperti ini pun, Arfan memilih untuk makan siang di ruangannya. Dia harus menyelesaikan semuanya agar tidak membawa pekerjaan ke rumah, karena bagi Arfan rumah adalah tempatnya untuk lepas dari semua hal mengenai pekerjaan.

Suara dering telepon memecah fokus Arfan. Dia meraih ponselnya dan melihat nama ibunya yang menghubunginya saat ini. Tanpa menunggu, Arfan langsung mengangkat panggilan itu dan bersandar pada kursinya.

"Halo, Buk?" sapa Arfan.

"Halo, Nak. Denger suara Ibuk nggak?" ucap suara di seberang sana.

"Denger kok, Buk. Ada apa?"

"Enggak, Ibuk cuma mau tanya kabar kamu, Fan."

Arfan tersenyum, "Kabar aku baik. Ibuk sama Bapak gimana?"

Ibu Arfan tersenyum di seberang sana, "Ibuk baik, keadaan Bapak juga udah mendingan, Fan. Tadi pagi juga ikut senam di lapangan."

"Syukurlah."

Cukup lama keheningan terjadi sampai akhirnya Ibu Arfan kembali berbicara, "Gimana keadaan kamu, Fan?"

"Udah dijawab tadi, Buk. Aku baik."

"Kamu tau kalau bukan itu yang Ibuk maksud."

Arfan tersenyum kecut, "Baik-baik aja kok, Buk. Beneran."

"Gimana sama Nak Kia?"

Arfan menghela napas kasar, "Kia juga baik, cuma agak bandel aja."

Tanpa diasangka Ibu Arfan tertawa, "Kan Kia masih muda, Fan. Masih remaja, masa di mana lagi seneng-senengnya itu."

"Tapi dia badung banget, Buk."

"Kamu yang sabar ya, pasti lama-lama juga bakal terbiasa. Kamu udah janji sama Pak Surya buat jagain Kia. Jangan buat Pak Surya kecewa."

Arfan mengangguk paham, "Aku ngerti, Buk. Pelan-pelan aku akan ajarain Kia nanti."

"Kapan kamu pulang? Ajak Kia main-main ke sini. Suka main ke sawah nggak?" tanyanya.

Arfan lagi-lagi hanya bisa tersenyum kecut. Kia dan sawah adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Kia adalah gadis kota yang menyukai hal-hal modern. Arfan yakin jika gadis itu tidak akan betah jika berada di desa.

"Kia lebih milih ke club dari pada ke sawah," jawab Arfan.

"Ih, kan belum cukup umur. Kamu ingetin dia."

"Iya, Buk. Ya udah aku mau kerja lagi. Ibuk sama Bapak sehat-sehat ya, nanti kalau ada libur panjang aku pulang."

"Iya, Nak. Kamu sehat-sehar ya di sana. Jagain Kia, jangan galak-galak. Kasian dia."

"Iya, Buk. Aku matiin dulu ya. Assalamualaikum."

Arfan memang bukan asli Jakarta. Dia hanyalah orang rantau yang datang ke Jakarta setelah lulus kuliah. Dia asli Surakarta dan orang tuanya masih tinggal di sana hingga saat ini. Kehidupan yang sederhana tapi cukup itu membuat Arfan nekat merantau ke Jakarta untuk mendapatkan peruntungan yang lebih besar.

Meskipun memiliki beberapa petak sawah dan kebun, Arfan tetap harus bertanggung jawab untuk hidup kedua orang tuanya yang pasti akan menua nanti. Sebagai anak tunggal, hanya dirinya yang bisa mengubah nasib orang tuanya. Tidak selamanya Arfan akan membiarkan orang tuanya bekerja di sawah, apalagi dengan penyakit jantung ayahnya.

Arfan kembali meraih map-map di hadapannya dan mencoba untuk fokus. Dia menghela napas sebentar sambil memijat pangkal hidungnya. Saat masih membaca, tiba-tiba matanya tertuju pada satu foto yang berada di atas meja. Terdapat foto Pak Surya bersama Kia kecil di sana. Sejak menggantikan posisi Pak Surya sebagai pemimpin perusaaan, Arfan memang menempati ruangan beliau. Dia tidak merubah apapun yang ada di ruangan itu, termasuk foto-foto keluarga Pak Surya.

Mata Arfan tertuju pada foto berukuran cukup besar di belakangnya. Tepat di belakang mejanya, ada foto Pak Surya beserta istri dan Kia yang masih bayi. Arfan memang hanya mengetahui istri Pak Surya dari foto, karena sejak pertama kali bekerja di sini, Pak Surya sudah berstatus duda dengan satu anak. Kesetiaan Pak Surya yang membuat Arfan kagum. Uang tidak membutakan segalanya. Bahkan hidup Pak Surya hanya untuk membahagiakan anaknya, Kia.

***

Masih berada di ruang kerjanya, Arfan melirik ponsel dan jam dinding berkali-kali. Dia menggaruk keningnya sebentar dan kembali menatap ponselnya. Nadia yang berada di depannya mulai bingung.

"Kenapa, Pak?"

"Saya harus jemput Kia di sekolah," ucap Arfan pelan.

"Tapi ini belum selesai, Pak. Kalau Pak Arfan mau, ini bisa diselesaikan nanti." Nadia memberi saran.

Arfan menghela napas lelah dan mulai meraih ponselnya. Dia malas jika membawa pekerjaan ke rumah. Lebih baik dia lembur dan pulang setelahnya lalu beristirahat dengan tenang sampai pagi kembali datang.

"Saya minta supir kantor untuk jemput Kia aja."

"Biar saya yang telpon, Pak." Nadia berlalu pergi untuk menghubungi supir kantor.

Arfan bergumam terima kasih dan mulai mengetik pesan untuk Kia.

"Kia, maaf saya nggak bisa jemput sekarang. Saya udah minta Pak Anwar buat jemput kamu di sekolah. Kamu tunggu aja."

Nadia kembali masuk bertepatan dengan Arfan yang sudah mengirim pesan pada Kia. Lima menit lagi jam sekolah gadis itu akan berakhir. Arfan mulai kembali lega dan fokus pada pekerjaannya dibantu dengan Nadia, sekretaris Pak Surya yang sekarang sudah menjadi sekretarisnya.

"Makasih ya, Nad." Arfan menatap Nadia yang kembali duduk.

"Sama-sama, Pak."

***

Kia keluar dari kelas dengan dahi yang berkerut. Dia berjaan pelan sambil membaca pesan dari Arfan. Perlahan senyum manis mulai muncul di bibirnya. Dia berteriak dan menggerakkan tubuhnya senang.

"Lo kenapa, Ki?" tanya Sandra bingung.

"Mas Arfan nggak jemput gue," ucapnya senang.

"Bisa jalan dong kita? Nongki yuk?" ajak Vita semangat.

"Skuy lah." Gio datang dan merangkul bahu Vita dan Kia.

"Ke mana? Gue nggak punya duit. Lagian Mas Arfan udah minta Pak Anwar buat jemput." Kia berucap sedih.

"Dih, kayak nggak punya temen aja lo. Ada duit gue, santai aja yang penting kita happy dulu sebelum UN," ucap Vita.

"Tapi kan—"

"Yaelah, Ki. Kita nongkrongnya kan cuma beli kopi, tapi duduknya setengah hari, sambil main wifi," ucap Gio terkekeh.

"Terus Pak Anwar gimana?" tanya Kia bingung.

"Belum dateng kan? Kita berangkat dulu aja. Gue kabarin yang lain." Gio dengan cepat berlalu ke tempat parkir untuk mencegah teman-temannya untuk pulang. Kapan lagi mereka sekelas bisa kumpul bersama seperti ini?

"Tapi nanti pulangnya jangan malem-malem ya, ngeri gue sama Mas Arfan," ucap Kia.

"Iya, gue juga nggak boleh pulang malem. Aman lah pokoknya." Vita kembali menarik Kia ke tempat parkir, mengabaikan Pak Anwar yang bisa saja sudah berangkat untuk menjemputnya.

Sebelum itu Kia juga sudah mengirim pesan untuk Arfan. Dia berkata jika akan pulang dengan temannya agar Pak Anwar tidak perlu menjemputnya. Tidak ada balasan dari Arfan dan itu membua Kia yakin jika pria itu mengizinkannya. Setidaknya jalan-jalannya kali ini tidak meninggalkan beban pikiran. Beruntung Kia memiliki teman-teman yang loyal dan mengerti akan kondisinya.

***

Tepat pukul tujuh malam, motor Gio berhenti tepat di depan rumah Arfan. Kia turun dan bergumam terima kasih.

"Makasih ya, Yo. Besok duit lo gue ganti," ucap Kia sambil mengangkat martabak manis yang ia bawa. Dia sengaja membeli itu untuk Arfan, sebagai bentuk pereda hati jika pria itu marah padanya nanti.

"Yaelah, masih bahas itu aja. Santai aja kali."

"Oke, hati-hati ya." Kia melambaikan tangannya.

"Gue duluan kalau gitu." Gio menyalakan motornya dan berlalu pergi.

Kia mengambil kunci pagar dan berusaha membukanya. Saat sudah masuk, langkah kakinya terhenti saat melihat Arfan tengah berdiri di teras sambil membawa secangkir kopi. Pria itu hanya menatapnya lekat dan tidak ada senyum sama sekali. Kia menelan ludahnya gugup dan mulai menutup. Dengan pelan dia berjalan menghampiri Arfan. Entah kenapa Kia mulai merasakan aura yang mencengkam.

"Mas Arfan," sapa Kia.

"Dari mana?" tanya Arfan begitu singkat. Pria itu masih berdiri dengan bersandar di pilar rumah.

"Habis main," jawab Kia menunduk.

"Kenapa nggak bilang?"

"Kan aku udah bilang pulang sama temen." Kia menatap Arfan kesal.

"Tapi kamu nggak bilang kalau mau main."

Kia berdecak kesal. Baginya tidak ada yang perlu dipermasalahkan tentang ini tapi kenapa Arfan selalu punya cela untuk memulai pertengkaran di antara mereka?

"Ya udah sih. Kan aku juga nggak pulang malem."

"Pulang sama siapa kamu tadi?"

"Sama Gio," jawab Kia singkat.

"Pacar kamu?"

Kia mendongak dan menatap Arfan kesal. Dia berjalan mendekat dan memberikan bungkusan martabak manis yang ia bawa. Arfan menatap makanan itu bingung.

"Apa itu?"

"Martabak manis," jawab Kia.

"Saya nggak suka manis."

Mata Kia membulat mendengar itu. Dia maju selangkah dan menatap Arfan tajam, "Ya udah, nanti makannya sambil liat kaca biar ada pait-paitnya!"

Setelah itu dia berlalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Arfan yang menatap martabak manis di tangannya dengan bingung. Perlahan senyum tipis menghiasi wajahnya. Dia menggeleng pelan dan ikut masuk ke dalam rumah.

***

TBC

Bab terkait

  • Perfect Secret   5. Tukang Palak

    Di sabtu sore, Arfan sudah rapi dengan kaos berkerah yang ia pakai. Dia mamakai jam tangannya sambil keluar dari kamar. Hari ini Arfan akan membawa Kia untuk berbelanja kebutuhannya. Meskipun sedikit memperketat ruang gerak Kia, tapi dia juga paham dengan kebutuhan wanita. Sebisa mungkin Arfan akan membuat Kia disiplin tanpa harus merasa kekurangan. Arfan mengetuk kamar Kia sebentar. Setelah mendapat sahutan, dia masuk dan bersandar pada pintu. Arfan menghela napas kasar saat melihat Kia yang tampak bermalas-malasan di atas kasur. Di depan gadis itu terdapat laptop dan banyak makanan ringan. Arfan yakin jika stok camilan di dapur sudah habis dan ini saatnya dia kembali berbelanja untuk mengisi kekosongan dapur. "Apa?" tanya Kia menghentikan film yang ia putar. Tanpa menjawab, Arfan masuk dan mulai melihat meja rias Kia. Dia memperhatian satu persatu alat kecantikan itu dengan lekat. Setelah itu dia bersandar pada m

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-13
  • Perfect Secret   6. Chef Arfan

    Matahari yang sudah muncul sedari tadi tidak mengganggu tidur Kia. Dia masih betah berada di bawah selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan mata yang terpejam, Kia bergerak untuk mengambil remot AC. Dia mengubah suhu ruangan menjadi lebih dingin dan kembali bergelung di dalam selimut. Hari ini adalah hari minggu, hari di mana Kia bebas untuk bangun siang. Benar saja, tak butuh waktu lama dia sudah kembali ke alam mimpi. Di luar kamar, Arfan berdiri di depan pintu kamar Kia dengan ragu. Dia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Arfan sudah bangun sejak tadi dan sampai saat ini dia masih belum mendengar suara Kia. Di sinilah dia sekarang, di depan pintu kamar gadis itu. "Kia?" panggil Arfan mulai mengetuk pintu. Saat tidak mendengar sahutan, akhirnya Arfan memutuskan untuk masuk. Dia menghela napas kasar saat melihat kamar Kia yang masih gelap, bahkan tirai jendela juga belum dibuka. Akhirnya Arfan

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19
  • Perfect Secret   7. Kekesalan Kia

    Langit yang cerah membuat perasaan Kia jauh lebih tenang. Dia keluar dari mobil dan berjalan memasuki area makam. Hari ini adalah hari Jumat, baik dirinya, Arfan, dan Mbok Sum memutuskan untuk mendatangi makam almarhum kedua orang tuanya. Selain itu Kia juga ingin meminta dukungan kedua orang tuanya sebelum melakukan ujian nasional nanti. Wajah Kia mulai berubah sedih. Dia menatap dua gundukan tanah yang terawat di depannya dengan perasaan sakit. Dia merindukan kedua orang tuanya. Kia merindukan masa kecil di mana keluarganya masih utuh. "Ayo berdoa." Arfan mulai duduk dan memimpin doa. Kia tidak banyak berbicara hari ini. Dia lebih banyak menurut karena memang tidak mau berdebat dengan Arfan. Sudah bagus pria itu mengajaknya untuk mengunjungi makan kedua orang tuanya sebelum ujian. Ada rasa syukur, tapi juga ada perasaan sedih karena harus kembali sadar jika dia hanya sendiri di dunia ini. S

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19
  • Perfect Secret   8. Meminta Izin

    Ujian nasional telah berakhir, Kia dan teman-temannya keluar dari kelas dengan perasaan lega. Rasa kalut dan pusing di kepala langsung lenyap seketika. Seperti prinsip yang dipegang oleh Kia selama ini, kerjakan dan lupakan. Jika terus dipikirkan maka dia bisa gila nantinya. "Akhirnya selesai juga. Nggak sia-sia gue iku bimbel," ucap Gio. "Gila ya, gue ngerjain nggak ada yang paham tadi. Masa beda sama yang gue pelajarin semalem." Ganti Sandra yang menggerutu. Kia terkekeh dan merangkul bahu Sandra, "Lupain, sekarang kita fokus sama tes masuk kampus." "Ya Allah, pening pala gue!" Gio memukul keningnya keras. "Sama, gue pikir kalau udah lulus bakal santai ternyata malah banyak pikiran." Vita ikut mengeluh. "Nongkrong yuk, refreshing. Anak-anak udah nungguin di depan," ucap Gio sambil membaca pesan dari temannya. "Skuy lah, bu

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19
  • Perfect Secret   9. Liburan

    Bersandar di kepala ranjang menjadi pilihan Arfan kali ini. Telinganya masih aktif mendengarkan petuah ibunya di seberang telepon. Mau tidak mau Arfan hanya bisa mengangguk. Dia tidak bisa membantah ibunya. "Kamu jangan keras-keras sama Kia." Selalu itu yang ibunya ucapkan saat mereka bertelepon. Meskipun hanya bertemu satu kali, tapi entah kenapa ibu Arfan sangat peduli dengan Kia. Ditambah fakta jika gadis itu sudah yatim piatu sekarang. Hanya Arfan satu-satunya orang yang dia harap bisa menjaga Kia. Seperti wasiat Pak Surya. "Kalau nggak dikasih ketegasan nanti dia ngelunjak, Buk." Suara helaan napas terdengar dari mulut ibunya. Wanita paruh baya itu memang paling mengerti anaknya. Arfan adalah tipe orang yang perfeksionis. Bagus memang, tapi tidak semua hal harus sama seperti apa yang ia inginkan. Seharusnya anaknya tahu jika sikap itu tidak bisa diterapkan pada Kia. &nbs

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19
  • Perfect Secret   10. Selalu Siaga

    Sebenarnya sulit bagi Arfan untuk membiarkan Kia pergi. Bukan karena ingin mengekang, tapi dia masih tidak percaya dengan Kia. Memang selama tinggal bersama gadis itu mulai melunak. Kia sudah mulai bisa mengontrol waktu dan keuangan, tapi tidak dengan emosinya. Gadis itu masih sering marah meskipun ujung-ujungnya selalu kalah. Arfan masih menatap mobil van yang mulai menjauh dari pekarangan rumah. Dia menghela napas kasar dan menunduk. Di sampingnya ada Mbok Sum tampak menatapnya khawatir. "Mas Arfan nggak papa?" "Kia nggak bakal aneh-aneh kan, Mbok?" tanya Arfan, "Saya sudah janji sama Pak Surya buat jaga dia." "Mbok yakin Mbak Kia nggak aneh-aneh, Mas." "Saya masih kurang percaya sama teman-temannya. Mereka juga yang ajak Kia pergi di malam kecelakaan itu." "Itu udah takdir, Mas." Betul, Arfan tahu jika semua itu adalah ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-25
  • Perfect Secret   11. Perasaan Aneh

    Hari minggu kali ini tidak digunakan Arfan untuk beristirahat seperti biasa. Di pagi hari, Nadia sudah berada di rumahnya untuk membicarakan masalah perusahaan. Sebagai sekretaris, Nadia termasuk orang yang cakap dan tanggap. Tak salah Pak Surya mempekerjakan wanita itu. Meja makan menjadi tempat mereka bekerja pagi ini. Dengan ditemani sarapan sederhana dan potongan buah, mereka tampak lebih santai dari pada di kantor. Arfan sendiri masih fokus pada Ipad-nya. "Saya sudah pesan tiket pesawat untuk besok, Pak." "Untuk Pak Johan?" tanya Arfan memakan mangganya. "Sudah juga, tapi Pak Johan minta berangkat sore, Pak." Arfan mengangguk pelan, "Nggak masalah selama dia sudah ada di Bali besok lusa." "Aman, Pak." "Oke, kita sarapan dulu," ucap Arfan. Nadia tersenyum dan menyingkirkan laptop serta map-map yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-27
  • Perfect Secret   12. Hari Tenang

    Suara musik yang terdengar keras di ruang tengah membuat tubuh Kia tak berhenti untuk bergerak. Di tangannya ada sapu yang ia gunakan untuk menyapu ruang tengah. Mbok Sum hanya bisa menggeleng melihat tingkah Kia dari dapur. Untuk pertama kalinya gadis itu kembali bertingkah bebas. Bukan tanpa alasan Kia menjadi seperti ini. Saat bangun tidur dia mendapat kabar dari Mbok Sum jika Arfan sudah berangkat ke Bali untuk urusan pekerjaan. Tentu Kia sangat senang mendengar itu. Kesenangannya bertambah berkali-kali lipat saat Arfan juga memberikan uang saku yang cukup banyak. "Nanti malem Mbok Sum nggak usah masak ya?" Kia berjalan memasuki dapur. "Kenapa, Mbak?" "Kita pesen makan aja, aku yang traktir." Kia menaik-turunkan alisnya. "Siap, Mbak! Mbok mau sambel jengkol." Mbok Sum juga ikut bersemangat. "Oke, habis ini aku mandi terus keluar." &nbs

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-27

Bab terbaru

  • Perfect Secret   Ekstra Chapter: Bahagia Selamanya

    Enam tahun kemudian."Halo, Yah. Apa kabar?" tanya Kia sambil mengusap batu nisan ayahnya."Ayah pasti bahagia di surga sama Ibu." Kia juga mengelus batu nisan ibunya."Ayah sama Ibu nggak perlu khawatir, aku juga bahagia di sini. Mas Arfan jaga aku dengan baik selama ini."Arfan tersenyum sambil mengelus kepala istrinya sayang. Di dalam hatinya, Arfan tidak pernah berhenti mengucapkan terima kasih pada Pak Surya karena sudah mempercayakan dirinya untuk menjaga Kia. Sudah bertahun-tahun berlalu tapi perasaannya masih sama. Arfan masih tetap mengagumi Kia dan rasa itu semakin bertambah setiap harinya."Ayo, Sayang. Sapa Kakek sama Nenek," ucap Kia mengelus kepala anaknya."Halo, Kek," sapa Bima."Halo, Nek," sapa Bian.Arfan tersenyum dan ikut mengelus kepala dua jagoannya. Abimana Putra Ghaisan dan Abiandra Putra Ghaisan, putra kembar Arfan dan Kia yang sudah berumur empat tahun saat ini."Sekarang aku tau gimana perasaan Ayah dulu waktu jaga aku. Maaf karena aku nakal dan sering biki

  • Perfect Secret   Ekstra Chapter: Keturunan Ghaisan

    Kehidupan rumah tangga yang Arfan inginkan sejak dulu sudah bisa ia rasakan sekarang. Dua bulan setelah resepsi, tidak ada penyesalan di hatinya untuk memutuskan hidup bersama Kia. Arfan bersyukur bisa mengenal keluarga Pak Surya yang berakhir menjadi menantu pria itu. Meskipun Kia dengan sifat uniknya sering membuat kepalanya pusing, tapi justru itu yang membuat hari-harinya menjadi menyenangkan.Seperti saat ini, Arfan terbangun saat mendengar suara gaduh dari lantai bawah. Perlahan dia membuka mata dan melihat jam yang tertempel di dinding. Sudah pukul delapan pagi tapi ia baru membuka mata sekarang. Tidak masalah, hari ini adalah hari sabtu. Dia akan menikmati hari liburnya dengan bersantai.Suara gaduh dari lantai bawah tidak kunjung berhenti. Dengan segera Arfan bangkit dan meraih celana pendeknya yang tergeletak di atas lantai. Tak lupa dia juga mengenakan kaosnya sebelum keluar dari kamar. Saat tidak melihat Kia di sampingnya, Arfan yakin jika wanita itu yang membuat kegaduhan

  • Perfect Secret   Ekstra Chapter: Sugar Moon

    Kia tersenyum saat melihat pasir putih di hadapannya. Dengan segera dia melepas alas kakinya dan berlari ke tepi pantai. Senyumnya semakin merekah saat merasakan air dingin mulai menyentuh kakinya. Dia terus berlarian tanpa mempedulikan Arfan yang berdiri jauh di belakangnya. Dari kejauhan, Arfan bisa melihat Kia yang tampak bahagia. Dengan dress pantai berwarna kuning, wanita itu semakin terlihat cantik. Pemandangan pantai semakin terlihat indah karena ada Kia di sana. Arfan mulai mengeluarkan ponselnya dan memotret Kia berulang kali. Dia kembali tersenyum saat melihat hasil jepretannya. "Cantik," gumamnya. Arfan dan Kia baru sampai di Pulau Lombok siang tadi. Setelah beristirahat sebentar, mereka memutuskan untuk ke pantai sore ini. Tidak begitu jauh, karena pantai terletak di belakang villa yang mereka tempati. Terlihat cukup sepi dan nyaman. Mereka bisa menikmati matahari terbenam tanpa ada gangguan. "Sini, Mas. Ayo berenang!" ajak Kia. Arfan menggeleng dan duduk di salah sat

  • Perfect Secret   Ekstra Chapter: Resepsi Impian

    Hari resepsi pernikahan telah tiba. Senyum bahagia tidak pernah luntur dari dua bintang utama malam ini, Kia dan Arfan. Sedari tadi mereka terus berdiri untuk menyambut para undangan yang datang. Ucapan selamat tak henti berdatangan untuk mereka. Kia membuka mulutnya tidak percaya saat melihat ada rombongan tamu lagi yang datang. Dia yakin jika mereka bukanlah tamunya. Sampai saat ini Kia masih tidak percaya jika pria pendiam seperti Arfan memiliki banyak teman. Mereka memang menyebar banyak undangan tapi tidak pernah terbesit di pikiran Kia jika akan sebanyak ini. "Mas Arfan temennya banyak banget? Aku kira cupu." "Rata-rata temen bisnis sama orang kantor, sisanya temen kuliah," bisik Arfan. "Banyak orang penting dong di sini?" "Banyak banget," jawab Arfan kembali tersenyum saat beberapa tamu mulai menghampiri mereka. "Selamat Arfan, akhirnya nikah juga," ucap salah satu tamu. "Terima kasih, Pak Ricky." "Cantik istri kamu, Fan. Pantes nolak dijodohin sama anak Ibuk." Kali ini

  • Perfect Secret   Ekstra Chapter: Keluarga Baru

    Perjalanan ke Surakarta berlangsung dengan lancar. Selama dua bulan ini Arfan dan Kia sudah mengurus semua hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan mereka. Setelah disibukkan dengan persiapan resepsi yang juga menguras tenaga, waktu, dan pikiran, akhirnya mereka bisa bersantai. Hari ini mereka memutuskan untuk menjemput Ibu Arfan di desa. "Tutup jendelanya, Ki. Nanti masuk angin," ucap Arfan sambil mengelus kepala istrinya. "Nggak mau, seger banget liat sawahnya," ucap Kia tersenyum sambil melihat hamparan sawah hijau di hadapannya. Arfan tersenyum tipis dan kembali fokus pada jalanan desanya yang tidak rata. Kedatangan mereka kali ini dilakukan secara mendadak dan tanpa kabar. Kia yang memintanya karena dia ingin memberi kejutan untuk Ibu Arfan. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan mertuanya. "Sawahnya Bapak yang mana, Mas?" "Di sana, besok aku ajak kamu ke sana." Tunjuk Arfan pada area sawah yang berada jauh darinya. "Ih, nggak sabar!" Kia menutup jendela mobil dan duduk deng

  • Perfect Secret   40. Rahasia Sempurna

    Bereksperimen di dapur adalah hal yang Kia sukai saat ini. Setelah pulang kuliah, dia memutuskan untuk kembali bermain di dapur. Beruntung Mbok Sum tidak berkegiatan di dapur saat ini sehingga Kia bisa bebas memakainya."Kamu siapin warna apa aja, Nduk?" tanya Ibu Arfan.Kia kembali menatap ponselnya untuk melihat Ibu Arfan yang tengah menjahit. Kepalanya bergerak ke segala arah untuk mencari pewarna makanan yang baru saja ia beli. Saat ini Kia memang melakukan panggilan video bersama Ibu Arfan untuk bertanya bagaimana cara membuat cupcake. Lagi-lagi resep andalan keluarga yang ingin ia buat."Warna merah sama hijau, Buk.""Udah beli lilin juga?"Dahi Kia berkerut, "Buat apa, Buk?" tanyanya bingung.Ibu Arfan berhenti menjahit dan mulai melihat Kia."Loh bukannya kamu mau bikin kue buat Arfan?"Kia menggaruk lehernya bingung, "Iya, Buk. Buat Mas Arfan, buat aku, sama Mbok Sum juga. Tapi kenapa pakai lilin?""Kan Arfan ulang tahun hari ini, Ki. Ibuk pikir kamu sengaja mau bikin kue bua

  • Perfect Secret   39. Menyelesaikan Semuanya

    Di depan sebuah cermin, Kia tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Dia kembali memoles bibirnya dengan lip cream yang ia bawa. Sebelum benar-benar keluar dari toilet, dia merapikan penampilannya sekali lagi."Cakep banget gue, pantes Mas Arfan klepek-klepek," gumam Kia terkekeh.Dia keluar dari toilet dan kembali ke mejanya. Dia sana Kia bisa melihat Arfan yang tengah memainkan ponselnya. Dia juga bisa melihat jika makanan yang mereka pesan sudah datang."Wah, kayanya enak nih." Kia duduk sambil mengusap tangannya senang.Arfan memasukkan ponselnya dan menarik piring Kia. Tanpa banyak bicara dia memotong daging di piring Kia menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Melihat itu, Kia tidak bisa menahan senyumnya.Malam ini adalah malam yang istimewa bagi mereka. Setelah disibukkan dengan urusan kantor dan kampus, akhirnya mereka bisa menikmati waktu berdua. Arfan secara mendadak mengajaknya untuk makan malam bersama. Dalam artian benar-benar makan malam romantis dengan lilin di tengah

  • Perfect Secret   38. Ranjang Sakral

    Arfan tersenyum saat melihat foto tangannya. Dia memasukkan foto itu ke dalam pigura dan meletakkannya di atas meja kerja. Perlahan dia mulai duduk kembali menatap wajah Kia yang saat ini sudah resmi terpajang di meja kerjanya.Sejak malam itu, malam di mana Arfan dan Kia tidur bersama untuk yang pertama kali, hubungan mereka mulai berubah. Arfan yang mulai merobohkan tembok di antara mereka. Jika tidak ada yang bergerak maka hubungan mereka tidak akan berkembang. Keinginan Arfan hanya satu, dia ingin mereka memiliki hubungan suami-istri yang sebenarnya. Sepertinya Kia juga mulai membuka diri dan belajar secara perlahan. Benar kata ibunya, dengan perasaan cinta yang tumbuh di hati mereka, perubahan akan semakin mudah dilakukan.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Arfan. Dia berdeham sebentar dan meminta seseorang di luar sana untuk masuk. Seperti dugaannya, ada Nadia di sana."Selamat pagi, Pak. Saya ingin meminta tanda tangan dan membacakan jadwal Pak Arfan hari ini.""Biar saya

  • Perfect Secret   37. Malam Pertama

    Keadaan dapur malam ini terlihat seperti kapal pecah. Ini karena Kia yang tiba-tiba membantu Mbok Sum untuk memasak. Sebenarnya dia tidak banyak membantu, tapi Mbok Sum menghargai usahanya yang ingin belajar memasak. Jika bersungguh-sungguh, Mbok Sum akan dengan senang hati mengajarinya. "Tambah bubuk kaldunya dikit lagi, Mbak." Kia dengan segera memasukkannya ke dalam sop ayam yang ia buat. "Aduk yang rata." Lagi-lagi Kia menurut. Dia mengikuti perintah Mbok Sum tanpa membantah. Bahkan di sampingnya ada buku catatan yang ia gunakan untuk menulis resep andalan Mbok Sum. "Cobain, Mbok." Kia memberikan sendok berisi kuah pada Mbok Sum. Dia menatapnya dengan harap-harap cemas. "Mantep, Mbak!" "Akhirnya!" Kia bertepuk tangan senang. Sebenarnya tidak sulit untuk membuat sop, hanya saja resep andalan Mbok Sum memiliki bahan tambahan. Kia yang sudah terbiasa dengan masakan Mbok Sum tentu ingin mengetahui resepnya. "Pasti Mas Arfan suka," ucap Mbok Sum. Kia mengangguk dan melepaskan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status