Jadi, mungkinkah Hana menelepon untuk bertanya apakah mereka sudah bercerai?...Di luar kamar.Rizki sengaja berjalan agak jauh sebelum mengangkat telepon tersebut."Rizki?"Suara Hana terdengar dari ujung telepon.Meskipun suasana hati Rizki sedang buruk, dia masih berusaha untuk mengatur emosinya saat berhadapan dengan Hana. "Ya, kenapa kamu menelepon pagi-pagi?"Dari ujung telepon, Hana dengan khawatir berkata, "Sebenarnya, aku sudah bangun dari tadi. Kemarin malam aku susah tidur dan sangat khawatir. Bagaimana dengan Nenek? Apa dia sudah masuk ruang operasi? Rizki, aku tahu sekarang bukan waktu yang tepat untuk membuat permintaan, tapi aku sangat mengkhawatirkan Nenek. Apa aku boleh ... ke sana untuk melihatnya? Tenang saja, aku pasti nggak akan membiarkan Nenek melihatku. Aku akan berada di luar dan segera pergi ketika Nenek bangun. Aku pasti nggak akan masuk."Penampilannya yang sangat rendah hati ini membuat Rizki mengerutkan kening.Jelas-jelas, Hana adalah penyelamat nyawanya
Hana sangat jarang marah.Di depan semua orang, dia selalu bersikap lembut dan ramah.Karena kecantikan dan kebaikannya, semua orang selalu memandangnya sebagai seorang dewi.Jadi, ketika Hana tiba-tiba marah, semua orang tercengang. Mereka menatapnya dengan berbagai ekspresi.Dalam sekejap suasana menjadi hening.Di bawah tatapan semua orang dan suasana yang hening, Hana tiba-tiba tersadar dan menyadari apa yang baru saja dia lakukan.Bibir merahnya bergerak. Namun pada akhirnya, dia hanya bisa berkata, "Maaf, barusan suasana hatiku buruk dan aku lepas kendali. Maafkan aku."Demi mempertahankan citra dewinya di hati semua orang, Hana hanya dapat terus-menerus meminta maaf pada mereka. Di saat yang sama, matanya memerah dan air matanya yang seperti mutiara pun menetes.Awalnya semua orang terkejut dengan ledakan amarahnya. Namun, setelah mendengarnya meminta maaf tanpa henti, mereka jadi merasa kasihan padanya."Hana, apa yang terjadi? Jangan menangis.""Kalau ada apa-apa, katakan saja
"Hana, tenang saja. Kami pasti akan membantumu mencari keadilan dalam masalah ini.""Kalian jangan seperti ini ...." Hana menatap teman-temannya dengan mata memerah, lalu dia berkata, "Aku tahu kalian melakukannya demi kebaikanku, tapi kini Alya sedang mengurus neneknya Rizki di rumah sakit, dia cukup perhatian."Semua orang mendengarkannya."Benarkah? Kalau begitu, kita tunggu sampai wanita itu selesai mengurus urusannya saat ini. Ketika waktunya tiba, kami pasti akan memberinya pelajaran dan melampiaskan amarahmu."Hana sama sekali tidak berdaya. "Kalian jangan melakukan hal memalukan itu untukku, sebaiknya tunggu setelah aku bertemu dan berbicara dengannya."Setelah mengatakan itu, Hana mengelap air matanya dan memaksakan sebuah senyum yang agak canggung."Baiklah, ayo kita urus makan malam hari ini. Untungnya aku sudah menyiapkan banyak. Kalau nggak cukup, aku akan menyuruh seseorang untuk mengantarnya lagi.""Hana ....""Jangan bicarakan masalah tadi lagi. Malam ini kita nggak aka
Mengenai perhatian Rizki padanya, mungkin karena pertemanan mereka sejak kecil atau hubungan keluarga mereka yang sudah lama berjalan, Rizki menganggap Alya seperti adiknya sendiri.Jadi, tidak peduli apakah mereka menikah atau tidak, Rizki akan memperlakukan Alya seperti ini.Lucunya di bawah interaksi seperti ini, Alya malah jadi memiliki perasaan pada Rizki.Alya mencemooh dirinya sendiri dan memejamkan mata, dia tidak lagi menatap Rizki.Wulan terbangun pada pukul 8 malam.Saat dia bangun, Alya sudah membungkuk di depan tempat tidurnya. Wajah Wulan berhadapan langsung dengan wajah gadis yang tampak amat gelisah itu."Nenek, kamu sudah bangun. Bagaimana rasanya? Apa ada bagian tubuhmu yang sakit? Apa kamu lapar?"Wulan menatap wajah kecil di depannya. Karena mengkhawatirkannya, wajah Alya begitu tegang hingga matanya melebar. Wulan tak bisa menahan diri dan tersenyum, lalu perlahan dia menggelengkan kepalanya.Gadis kecil ini benar-benar tahu cara membuatnya senang.Melihat sang nen
"Pulanglah, bawa Alya pulang dan beristirahat. Di sini ada perawat yang menemaniku."Dia baru saja bangun, lalu tiba-tiba menolak mereka berdua menemaninya. Alya tidak mengerti. Setelah mendengar perkataannya, Rizki juga tidak bergerak. Pria itu hanya duduk di sana sambil mengatupkan bibir tipisnya, ekspresi suram menghiasi wajah tampannya."Rizki, apa kamu nggak mendengarkan Nenek?"Rizki mengerutkan kening.Alya cepat-cepat melangkah maju ke depannya dan berkata, "Nenek, kalau ada yang kamu khawatirkan, bagaimana kalau membicarakannya dengan kami?"Wulan yang mengatakan hal seperti ini setelah pingsan membuat Alya tambah khawatir."Nggak ada yang kukhawatirkan. Aku hanya merasa sudah tua, mentalku sudah nggak seperti dulu lagi. Aku nggak mau merepotkan anak muda seperti kalian untuk terus bolak-balik demi diriku." Wulan menghela napas, dia masih bersikap sangat lembut pada Alya. "Alya, sebenarnya menurut Nenek, mau dioperasi atau nggak, itu sudah nggak terlalu penting."Mendengar ini
Setelah keluar dari kamar, Rizki membawanya menjauh. Alya sekuat tenaga berusaha melepaskan diri dari genggamannya."Rizki, apa yang kamu lakukan?"Rizki menatapnya dalam-dalam."Hari ini kita pulang dulu."Alya mengerutkan kening. "Apa kamu nggak lihat wajah Nenek tadi? Dia ingin pergi dari sanatorium, dia nggak mau tinggal di sini."Setelah kejadian barusan, Alya menebak bahwa Wulan khawatir akan merepotkan keluarganya sendiri bila dia pulang ke rumah, jadi dia hanya bisa tinggal di sanatorium.Dia ingin pulang, tetapi tidak berani.Alya merasa frustrasi. Tiap minggu dia selalu datang berkunjung, tetapi dia tidak pernah menyadari perasaan sang nenek. Seandainya dia tahu lebih cepat, lalu segera membawa Wulan pulang dan merawatnya di rumah, apakah hari ini Wulan tetap akan pingsan sebelum dioperasi?"Aku tahu." Rizki berkata dengan suara rendah, "Tapi kamu juga lihat, saat ini dia keras kepala dan marah denganku."Rizki teringat sesuatu dan menambahkan, "Tapi nggak denganmu."Mendenga
Oleh karena itu, menyiapkan kamar bukanlah hal yang merepotkan.Setelah selesai memberi instruksi, Alya menutup telepon. Dari sisi lain, terdengar ponsel Rizki berbunyi.Nada dering ponsel yang merdu bergema di dalam mobil yang tertutup, terdengar agak tiba-tiba.Begitu mendengar nada dering tersebut, senyum di bibir Alya perlahan memudar.Dia pun bersandar ke kursinya dan menoleh menatap jendela.Kecuali bunyi ponsel Rizki, tidak ada suara lain di dalam mobil.Suasana di dalam mobil tiba-tiba berubah dan Rizki pun menyadarinya. Dia melirik Alya dari ujung matanya, lalu berkata, "Aci, tolong angkat teleponku."Mendengar pemintaannya, Alya terdiam sejenak. Kemudian, dia menolaknya dengan berkata, "Kamu angkat saja sendiri.""Aku sedang menyetir.""Kamu bisa menepi dulu, setelah itu baru kamu angkat."Respons Alya membuat Rizki kesal, tetapi pria itu juga menganggapnya lucu. "Apakah sesulit itu untuk menggantikanku mengangkatnya?""Nggak." Karena semuanya sudah seperti ini, Alya tidak la
Sesuai dugaan, Rizki dengan cepat dilunakkan oleh suara lembut ibunya."Oke. Aku dan Alya akan membawa Nenek pulang, jadi kalian nggak usah ke sanatorium, langsung pulang saja.""Membawa Nenek pulang?"Mendengar berita ini, Sinta tampak agak kaget. Dia buru-buru bertanya, "Apa Alya ada di sampingmu?"Rizki tidak menjawab, pria itu hanya memandang Alya dan memberi isyarat dengan matanya.Karena pengeras suaranya dinyalakan, tentu saja Alya dapat mendengarnya.Jadi, Alya pun memanggil sang ibu, "Ibu."Mendengar ini, Sinta segera mengeluarkan tawa ringan. "Ternyata gadis kecil ini ada di sana juga. Alya, kamu sudah bekerja keras merawat Nenek.""Bukan apa-apa, terima kasih sudah memedulikanku."Meskipun Sinta tidak memperlakukannya sebaik Wulan, Sinta selalu bersikap baik dan sopan kepadanya.Wanita itu tidak pernah memarahinya. Saat dia tahu mereka akan menikah, dia hanya sedikit terkejut. "Aku nggak menyangka kalian akan menikah secepat ini. Aku kira, seseorang akan membutuhkan waktu ya
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang