Oleh karena itu, menyiapkan kamar bukanlah hal yang merepotkan.Setelah selesai memberi instruksi, Alya menutup telepon. Dari sisi lain, terdengar ponsel Rizki berbunyi.Nada dering ponsel yang merdu bergema di dalam mobil yang tertutup, terdengar agak tiba-tiba.Begitu mendengar nada dering tersebut, senyum di bibir Alya perlahan memudar.Dia pun bersandar ke kursinya dan menoleh menatap jendela.Kecuali bunyi ponsel Rizki, tidak ada suara lain di dalam mobil.Suasana di dalam mobil tiba-tiba berubah dan Rizki pun menyadarinya. Dia melirik Alya dari ujung matanya, lalu berkata, "Aci, tolong angkat teleponku."Mendengar pemintaannya, Alya terdiam sejenak. Kemudian, dia menolaknya dengan berkata, "Kamu angkat saja sendiri.""Aku sedang menyetir.""Kamu bisa menepi dulu, setelah itu baru kamu angkat."Respons Alya membuat Rizki kesal, tetapi pria itu juga menganggapnya lucu. "Apakah sesulit itu untuk menggantikanku mengangkatnya?""Nggak." Karena semuanya sudah seperti ini, Alya tidak la
Sesuai dugaan, Rizki dengan cepat dilunakkan oleh suara lembut ibunya."Oke. Aku dan Alya akan membawa Nenek pulang, jadi kalian nggak usah ke sanatorium, langsung pulang saja.""Membawa Nenek pulang?"Mendengar berita ini, Sinta tampak agak kaget. Dia buru-buru bertanya, "Apa Alya ada di sampingmu?"Rizki tidak menjawab, pria itu hanya memandang Alya dan memberi isyarat dengan matanya.Karena pengeras suaranya dinyalakan, tentu saja Alya dapat mendengarnya.Jadi, Alya pun memanggil sang ibu, "Ibu."Mendengar ini, Sinta segera mengeluarkan tawa ringan. "Ternyata gadis kecil ini ada di sana juga. Alya, kamu sudah bekerja keras merawat Nenek.""Bukan apa-apa, terima kasih sudah memedulikanku."Meskipun Sinta tidak memperlakukannya sebaik Wulan, Sinta selalu bersikap baik dan sopan kepadanya.Wanita itu tidak pernah memarahinya. Saat dia tahu mereka akan menikah, dia hanya sedikit terkejut. "Aku nggak menyangka kalian akan menikah secepat ini. Aku kira, seseorang akan membutuhkan waktu ya
Alya melihat ke sekelilingnya dan merasa cukup puas. "Taruh beberapa tanaman hijau, ganti warna gordennya dengan yang lebih elegan, juga tambahkan pengharum ruangan yang dapat membantu tidur."Para pelayan pun mengangguk.Satu jam kemudian, mereka berdua berangkat lagi ke sanatorium untuk menjemput sang nenek.Selama 2 jam menunggu Rizki dan Alya yang mengatakan akan membawanya pulang, sesungguhnya Wulan merasa senang, tetapi dia juga merasa rumit.Dia merasa senang, karena akhirnya dia dapat meninggalkan sanatorium ini. Dia merasa rumit, karena dirinya yang sekarang, tampaknya akan merepotkan mereka di rumah.Walaupun rumah mereka sudah dipersiapkan dengan menyeluruh, tempat itu bukanlah sanatorium. Mau tak mau, mereka pasti akan memberikan lebih banyak perhatian padanya.Akan tetapi, sebelum dia dapat memikirkannya lebih lama, suara seorang perawat memasuki telinganya,"Nyonya, cucumu dan istrinya sudah datang menjemput."Mendengar ini, seketika Wulan menjadi agak gugup.Namun, kedua
Jantung Alya berdegap kencang, saat ini dia tidak tahu bagaimana dia harus menjawab pertanyaan Wulan.Pandangannya pun beralih pada Rizki.Mereka yang duduk di belakang saja sudah melihat Hana, apalagi Rizki yang duduk di depan.Apalagi, Hana adalah orang yang disukai Rizki, jadi harusnya pria itu yang lebih khawatir.Tentu saja di saat berikutnya, Rizki melambatkan laju mobilnya dan berhenti di depan gerbang rumah.Begitu mobilnya berhenti, Hana yang membawa tas di tangannya segera berjalan memutar ke sisi pengemudi, lalu dia mengetuk jendelanya.Jendela mobil pun diturunkan. Hana tersenyum manis dan suaranya terdengar sangat lembut."Rizki, kamu sudah pulang. Bagaimana dengan Nenek? Maaf, meskipun kamu bilang aku nggak usah khawatir, aku masih ingin datang dan bertanya langsung."Setelah mengatakan itu, Hana melirik ke kursi belakang. Karena dia tidak melihat Alya di kursi depan, dia menebak bahwa kalau Alya memang ada, wanita itu pasti ada di kursi belakang.Dia merasa senang. Ketik
Namun, Alya takut Rizki akan mengungkapkan sesuatu saat membuka mulut. Jadi, Alya mengambil inisiatif untuk berkata, "Belum selarut itu, kamu naik ke mobil dulu saja. Kebetulan hari ini Nenek pulang, duduk saja di dalam sebentar. Nanti aku akan meminta sopir untuk mengantarmu pulang."Dia dengan santai mengundang Hana.Hana meliriknya, jelas tidak menyangka Alya akan mengambil inisiatif untuk berbicara. Namun, dia segera memahami alasannya dan mengangguk."Terima kasih, Alya."Setelah itu, Hana berjalan memutar ke kursi belakang dan membuka pintunya.Mereka bertiga sangat ramping, jadi tidak masalah bila mereka semua duduk di belakang. Setelah naik ke mobil, Alya terus menempel pada sang nenek, sehingga posisi duduknya berada di tengah dan terdapat tempat kosong di sampingnya.Setelah naik ke mobil, Hana menyapa Wulan dengan lebih hangat.Alya menghela napas lega ketika melihat Hana tidak duduk di depan.Untung saja Hana cukup pintar."Hana, terima kasih sudah repot-repot ke sini untuk
Setelah pertunjukkan berakhir, semua orang pun masuk ke dalam.Kepala Pelayan juga telah menyuruh orang-orang dapur untuk menyiapkan Wulan makanan. Tentu saja, semuanya disiapkan sesuai dengan aturan. Namun, karena sudah larut, Wulan tidak makan banyak. Setelah beberapa suap, dia sudah meletakkan sendoknya."Terima kasih, semuanya. Kalian perhatian sekali."Kemudian, Wulan ingin bersiap untuk membersihkan diri. Alya hendak ikut pergi untuk membantunya, tetapi sang nenek melambaikan tangan."Membantu apa? Aku cuma mau mandi. Aku masih bisa bergerak sendiri."Alya ingin berbicara lagi, tetapi Wulan sudah menoleh dan dengan lembut berkata pada Hana, "Hana, sekarang sudah malam. Bagaimana kalau hari ini kamu menginap saja? Kita bisa meminta pelayan menyiapkan kamar tamu untukmu."Hana yang tadinya sedang makan sambil melamun, tiba-tiba dipanggil oleh sang nenek. Dia segera menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak usah, Nenek. Nggak sopan kalau aku tinggal di sini lebih lama.""Kenapa ng
Hana memandang Rizki dengan wajah sedih. "Rizki, apa tadi aku salah bicara? Maaf, aku nggak tahu dia akan marah. Mungkin sebaiknya aku pulang saja."Setelah mengatakan itu Hana buru-buru berdiri, lalu cepat-cepat berjalan ke arah pintu keluar.Ketika melewati Rizki, lengannya digenggam oleh pria itu. Rizki mengerutkan kening dan berkata, "Kalau kamu sudah diperbolehkan menginap ya menginaplah, jangan pedulikan apa yang dia katakan.""Tapi ....""Tuan, kamar Nona Hana sudah siap," sela Kepala Pelayan yang tiba-tiba berlari dari jauh.Apa? Sudah siap?Hana memandang sang kepala pelayan dengan terkejut. Mereka baru pergi beberapa menit yang lalu, bagaimana bisa mereka menyiapkannya secepat ini? Apa mereka menyiapkannya dengan benar?"Hm." Saat ini Rizki tidak memedulikan hal tersebut, dia mendongak dan berkata pada Hana, "Ikutilah Pak Joko untuk pergi ke kamarmu. Sekarang sudah sangat larut, cepatlah tidur."Setelah mengatakan itu, Rizki bergegas pergi mengejar Alya."Rizki ...."Meskipun
Bahkan dengan mantel tebal yang dipakainya, Alya dapat merasakan dinginnya dinding kamar mandi di cuaca ini.Sementara itu di atas pundaknya terdapat tangan Rizki, berat dan kuat. Tangan pria itu mencengkeramnya dengan erat, membuatnya tidak dapat bergerak.Alya beberapa kali memberontak dengan sia-sia, hingga akhirnya dia pun kelelahan dan terengah-engah.Dia mendongak dan menatap orang yang menahannya. Kemudian, dia tertawa dingin sambil terengah-engah. "Apa yang kamu lakukan? Apa aku menyinggungmu, sehingga kamu marah karena dipermalukan?"Rizki menatapnya dengan ekspresi suram.Mata wanita di depannya ini sangatlah cerah, berair, serta bercahaya. Di bawah cahaya lampu, mereka berkilau seperti pecahan bintang dan terlihat sangat indah.Hidungnya mancung dan bibirnya yang semerah ceri berkilau memesona.Akan tetapi, di samping penampilannya yang cantik, kata-kata yang keluar dari mulutnya sangatlah tajam. Begitu tajam hingga menusuk hati, mengakibatkan rasa sakit yang membuat seseora