Setelah pertunjukkan berakhir, semua orang pun masuk ke dalam.Kepala Pelayan juga telah menyuruh orang-orang dapur untuk menyiapkan Wulan makanan. Tentu saja, semuanya disiapkan sesuai dengan aturan. Namun, karena sudah larut, Wulan tidak makan banyak. Setelah beberapa suap, dia sudah meletakkan sendoknya."Terima kasih, semuanya. Kalian perhatian sekali."Kemudian, Wulan ingin bersiap untuk membersihkan diri. Alya hendak ikut pergi untuk membantunya, tetapi sang nenek melambaikan tangan."Membantu apa? Aku cuma mau mandi. Aku masih bisa bergerak sendiri."Alya ingin berbicara lagi, tetapi Wulan sudah menoleh dan dengan lembut berkata pada Hana, "Hana, sekarang sudah malam. Bagaimana kalau hari ini kamu menginap saja? Kita bisa meminta pelayan menyiapkan kamar tamu untukmu."Hana yang tadinya sedang makan sambil melamun, tiba-tiba dipanggil oleh sang nenek. Dia segera menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak usah, Nenek. Nggak sopan kalau aku tinggal di sini lebih lama.""Kenapa ng
Hana memandang Rizki dengan wajah sedih. "Rizki, apa tadi aku salah bicara? Maaf, aku nggak tahu dia akan marah. Mungkin sebaiknya aku pulang saja."Setelah mengatakan itu Hana buru-buru berdiri, lalu cepat-cepat berjalan ke arah pintu keluar.Ketika melewati Rizki, lengannya digenggam oleh pria itu. Rizki mengerutkan kening dan berkata, "Kalau kamu sudah diperbolehkan menginap ya menginaplah, jangan pedulikan apa yang dia katakan.""Tapi ....""Tuan, kamar Nona Hana sudah siap," sela Kepala Pelayan yang tiba-tiba berlari dari jauh.Apa? Sudah siap?Hana memandang sang kepala pelayan dengan terkejut. Mereka baru pergi beberapa menit yang lalu, bagaimana bisa mereka menyiapkannya secepat ini? Apa mereka menyiapkannya dengan benar?"Hm." Saat ini Rizki tidak memedulikan hal tersebut, dia mendongak dan berkata pada Hana, "Ikutilah Pak Joko untuk pergi ke kamarmu. Sekarang sudah sangat larut, cepatlah tidur."Setelah mengatakan itu, Rizki bergegas pergi mengejar Alya."Rizki ...."Meskipun
Bahkan dengan mantel tebal yang dipakainya, Alya dapat merasakan dinginnya dinding kamar mandi di cuaca ini.Sementara itu di atas pundaknya terdapat tangan Rizki, berat dan kuat. Tangan pria itu mencengkeramnya dengan erat, membuatnya tidak dapat bergerak.Alya beberapa kali memberontak dengan sia-sia, hingga akhirnya dia pun kelelahan dan terengah-engah.Dia mendongak dan menatap orang yang menahannya. Kemudian, dia tertawa dingin sambil terengah-engah. "Apa yang kamu lakukan? Apa aku menyinggungmu, sehingga kamu marah karena dipermalukan?"Rizki menatapnya dengan ekspresi suram.Mata wanita di depannya ini sangatlah cerah, berair, serta bercahaya. Di bawah cahaya lampu, mereka berkilau seperti pecahan bintang dan terlihat sangat indah.Hidungnya mancung dan bibirnya yang semerah ceri berkilau memesona.Akan tetapi, di samping penampilannya yang cantik, kata-kata yang keluar dari mulutnya sangatlah tajam. Begitu tajam hingga menusuk hati, mengakibatkan rasa sakit yang membuat seseora
"Salah paham?"Alya melihatnya dengan mata sendiri, tetapi orang ini masih berani bilang salah paham?Rizki menatap wanita di depannya. Dia akhirnya tahu kenapa emosi Alya tiba-tiba berubah, wanita ini telah salah paham dan mengira dirinya telah menghabiskan malam di luar bersama Hana. Tanpa diduga, dada Rizki tidak terasa sesesak itu lagi.Ekspresinya juga jadi lebih tenang dan tidak sesuram tadi. Rizki mengatupkan bibir tipisnya, lalu dia mulai menjelaskan, "Hal itu nggak seperti yang kamu pikirkan, malam itu ...."Dia hendak menjelaskan pada Alya apa yang terjadi pada hari itu, tetapi tanpa diduga, Alya segera memotongnya perkataannya ketika dia membicarakan malam itu."Aku sama sekali nggak mau tahu apa yang terjadi pada malam itu, kamu nggak perlu sampai memberitahuku."Rizki pasti ingin mengatakan bahwa dia tidak menghabiskan malam bersama Hana, bahwa semuanya tidak seperti yang Alya pikirkan. Seolah-seolah, Rizki mengira Alya tidak pergi ke sana, sehingga dia dapat membodohinya.
Rizki mengerutkan keningnya, matanya penuh dengan binar yang dingin. Aura di sekitarnya terasa sangat berat, sehingga Alya mengira dia akan melakukan sesuatu lagi.Namun, pria itu hanya berbalik dan pergi.Alya menghela napas lega, tetapi di saat yang sama, dia juga tersenyum mencemooh.Hana menunggu di luar sambil mengepalkan tangannya dengan gelisah. Kalau dia tidak salah dengar barusan, suara Rizki terdengar sangat kesal.Seolah-olah dia telah mengganggu sesuatu yang penting.Situasi semacam ini membuat Hana sangat gelisah.Apalagi setelah menjelaskan bahwa dia yang mengetuk pintunya, waktu sudah cukup lama berlalu, tetapi Rizki masih belum membukakan pintu. Hana menjadi makin gelisah.Apa yang pria itu lakukan di dalam sana? Kenapa Rizki masih belum juga membuka pintunya?Pikiran Hana sangat kacau. Akhirnya, pintu kamar itu dibuka.Dia segera mendongak dan melihat Rizki, lalu dengan saksama dia pun mengamati pria itu.Hm, baju Rizki masih sama dengan yang dipakainya sebelum naik ke
Di dalam lemari pakaian yang luas itu, hanya ada mereka berdua.Hana menatap Alya, dia sama sekali tidak buru-buru memilih baju.Melihat wanita itu menatapnya, Alya menebak Hana ingin membicarakan sesuatu. Namun, karena Hana tidak berbicara lebih dulu, dia pun hanya menunggu.Yang benar saja, beberapa detik kemudian, Hana tidak dapat menahan dirinya lagi dan berbisik, "Alya, kamu sudah mengingkari janjimu."Mendengar ini, Alya tercengang."Kapan aku mengingkari janji?"Hana terus menatap bibir Alya."Sebelum naik ke atas, kamu pakai lipstik."Sampai di sini, Alya akhirnya mengerti. Yang Hana maksud adalah, saat ini lipstiknya sudah hilang.Memang ada hal yang terjadi, sepertinya Alya pun juga tidak mempunyai sesuatu untuk membantahnya."Jadi, kamu sudah mengingkari janjimu. Alya, kamu sama sekali nggak bisa dipercaya.""Nggak." Alya menggeleng. "Aku sangat bisa dipercaya. Kalau bukan karena Nenek, aku nggak akan mendekatinya atas kemauanku sendiri."Pernyataan itu membuat Hana sangat k
Mendengar pertanyaan itu, Alya pun melirik Rizki."Apa hubungannya denganmu?"Rizki terdiam."Kami hanya tinggal selama 2-3 menit saja kamu sudah sampai tanya-tanya begini, kamu takut aku akan mengganggunya?" tanya Alya sambil tersenyum.Rizki mengerutkan kening, jelas dia tidak merasa senang."Bukan itu maksudku.""Lalu, apa maksudmu? Ketika para gadis berbicara, apakah kami harus selalu melapor padamu?"Rizki dapat melihat bahwa sikap Alya terhadap dirinya sekarang sangat berbeda dibandingkan sebelumnya. Selain kebutuhan mereka untuk berakting di depan sang nenek, Alya memperlakukannya seperti orang asing.Ini membuat Rizki sangat tidak senang.Sebelum mereka memiliki hubungan seperti ini, mereka akur-akur saja.Melihat pria itu tidak berbicara, Alya segera mengambil baju dan pergi untuk mandi.Setelah mandi, dia langsung naik ke tempat tidur untuk istirahat. Sepanjang waktu, dia bertindak seakan-akan tidak ada Rizki di dalam kamar itu.Diabaikan oleh Alya, Rizki pun mandi dengan waj
Alya baru hendak meminum susu ketika seorang pelayan membawakannya semangkuk sup kepala ikan."Nyonya, ini makananmu untuk pagi ini."Dulu, sup jarang disajikan di meja makan untuk sarapan, biasanya yang disajikan hanya jus atau susu. Karena Alya menjaga bentuk tubuhnya, koki di rumah biasanya akan membuatkannya makanan dengan menghitung kalorinya.Namun, melihat sup kepala ikan hari ini, Alya tidak terkejut. Karena Wulan sudah kembali, para pekerja di dapur kemungkinan akan mencocokkan kembali menu-menunya.Akan tetapi, makanan ini kemungkinan bukan bagian Alya. Sepertinya, Wulan yang meminta para pelayan untuk menyajikan sup ini padanya.Yang benar saja, ketika Alya sedang bingung, Wulan berkata sambil tersenyum, "Kamu terlalu kurus, makan sup ini dan cukupi gizimu."Alya melihat sup ikan tersebut dan mengangguk."Terima kasih, Nenek."Sesekali tidak apa-apa, paling dia hanya akan gemuk sedikit.Selain itu, sekarang dia hamil. Dia tidak bisa membatasi dirinya seperti dulu, dia memang
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang