Mendengar pertanyaan itu, Alya pun melirik Rizki."Apa hubungannya denganmu?"Rizki terdiam."Kami hanya tinggal selama 2-3 menit saja kamu sudah sampai tanya-tanya begini, kamu takut aku akan mengganggunya?" tanya Alya sambil tersenyum.Rizki mengerutkan kening, jelas dia tidak merasa senang."Bukan itu maksudku.""Lalu, apa maksudmu? Ketika para gadis berbicara, apakah kami harus selalu melapor padamu?"Rizki dapat melihat bahwa sikap Alya terhadap dirinya sekarang sangat berbeda dibandingkan sebelumnya. Selain kebutuhan mereka untuk berakting di depan sang nenek, Alya memperlakukannya seperti orang asing.Ini membuat Rizki sangat tidak senang.Sebelum mereka memiliki hubungan seperti ini, mereka akur-akur saja.Melihat pria itu tidak berbicara, Alya segera mengambil baju dan pergi untuk mandi.Setelah mandi, dia langsung naik ke tempat tidur untuk istirahat. Sepanjang waktu, dia bertindak seakan-akan tidak ada Rizki di dalam kamar itu.Diabaikan oleh Alya, Rizki pun mandi dengan waj
Alya baru hendak meminum susu ketika seorang pelayan membawakannya semangkuk sup kepala ikan."Nyonya, ini makananmu untuk pagi ini."Dulu, sup jarang disajikan di meja makan untuk sarapan, biasanya yang disajikan hanya jus atau susu. Karena Alya menjaga bentuk tubuhnya, koki di rumah biasanya akan membuatkannya makanan dengan menghitung kalorinya.Namun, melihat sup kepala ikan hari ini, Alya tidak terkejut. Karena Wulan sudah kembali, para pekerja di dapur kemungkinan akan mencocokkan kembali menu-menunya.Akan tetapi, makanan ini kemungkinan bukan bagian Alya. Sepertinya, Wulan yang meminta para pelayan untuk menyajikan sup ini padanya.Yang benar saja, ketika Alya sedang bingung, Wulan berkata sambil tersenyum, "Kamu terlalu kurus, makan sup ini dan cukupi gizimu."Alya melihat sup ikan tersebut dan mengangguk."Terima kasih, Nenek."Sesekali tidak apa-apa, paling dia hanya akan gemuk sedikit.Selain itu, sekarang dia hamil. Dia tidak bisa membatasi dirinya seperti dulu, dia memang
Siapa yang bisa menyangka, karena Alya mual, seluruh rumah menjadi kacau.Alya dengan lemah bersandar di dada Rizki, pikirannya masih berkabut.Hana yang mengikuti mereka, tiba-tiba terpikirkan sesuatu dan segera menyarankan, "Rizki, sekarang rumah sakit terlalu jauh. Bagaimana kalau kita bawa dia ke klinik temanku yang waktu itu untuk diperiksa? Aku rasa Alya sudah salah makan."Meskipun Hana menyarankannya dengan wajah tenang, sesungguhnya hatinya sudah sangat panik.Jika saat ini Rizki membawanya ke rumah sakit, pasti kehamilan Alya akan ketahuan.Kalau harus diperiksa, maka lebih baik Alya diperiksa di klinik temannya. Jadi, kalau ada sesuatu, Hana masih punya kesempatan untuk memperbaikinya.Memikirkan hal ini, Hana tiba-tiba teringat Alya yang waktu itu demam. Sepanjang perjalanan, Alya terus menolak untuk pergi ke rumah sakit.Saat itu, Hana kira Alya sengaja marah pada Rizki karena dirinya. Dia mengira Alya berpura-pura menyedihkan untuk memenangkan perhatian dan rasa kasihan R
Setelah mengatakan itu, Hana seperti teringat sesuatu dan menambahkan, "Sama seperti kamu yang nggak suka makan makanan manis."Meskipun tidak suka, seharusnya tidak sampai mual seperti ini.Rizki melirik Alya yang berada di pelukannya. Entah kenapa, dia selalu merasa Alya menyembunyikan sesuatu darinya.Memikirkan laporan sobek yang dibicarakan Kepala Pelayan dulu, mata Rizki sedikit menggelap.Akan tetapi, sebelum dia dapat berpikir lebih jauh, Alya yang berada di pelukannya sudah mulai memberontak. "Turunkan aku, berapa kali aku harus memberitahumu?"Rizki menyipitkan matanya. "Apa kamu yakin nggak mau ke rumah sakit?"Alya menarik napas dalam-dalam."Aku nggak sakit, aku hanya nggak mau makan sup kepala ikan. Apa aku juga harus ke rumah sakit untuk masalah ini?"Warna wajah Alya sekarang sudah jauh membaik, bibirnya juga sudah mulai memerah. Wanita ini memang tidak begitu terlihat seperti orang sakit.Barulah Rizki menurunkan Alya.Begitu kakinya menyentuh tanah, Hana segera memega
"Benar, Nenek."Supaya tidak membuat sang nenek curiga, Alya terpaksa mencari kata-kata lain untuk menjelaskan."Sejak kecil aku nggak suka makan ikan. Waktu aku masih kecil, aku kira rasanya enak, tapi begitu memakannya aku langsung muntah-muntah. Jadi, saat aku mencium baunya hari ini, aku langsung merasa enek."Mendengar ini, ekspresi termenung Wulan pun menghilang.Alya muntah setelah memakannya waktu kecil? Kalau begitu, tampaknya wajar bila dia masih seperti itu saat dewasa.Namun, sang nenek masih khawatir. "Apa kamu sungguh nggak apa-apa? Bagaimana kalau kamu tetap pergi ke rumah sakit dan diperiksa?""Nggak usah, Nenek. Sekarang aku baik-baik saja. Lihatlah, apa saat ini aku terlihat seperti ada masalah?"Wulan mengamatinya beberapa kali dan menemukan bahwa Alya memang sudah tidak lagi pucat.Tampaknya memang tidak ada masalah. Dia pun mencubit pipi lembut Alya dan berkata, "Anak ini, kenapa sejak awal kamu nggak bilang kalau kamu nggak suka makan ikan?""Um." Alya berkata den
"Hm." Rizki mengangguk. "Tolong perhatikan mereka."Wulan sudah sangat lama tidak meninggalkan sanatorium, jadi setelah keluar, bahkan berjemur pun terasa lebih nyaman daripada di taman sanatorium. Menyaksikan orang yang berlalu-lalang di area rumah, juga melihat renovasi yang berlangsung di tempat tersebut, semua ini terasa sangat menarik.Alya mengikuti dari belakang. Dia melihat Hana mendorong kursi roda Wulan, wanita itu tersenyum dengan memesona dan berbicara pada sang nenek dengan sabar dan lembut.Harus diakui, Hana sangat jago memerankan sosok yang lembut dan ramah. Selain itu, dia juga pandai dalam membuat sang nenek senang.Sepanjang pagi, Wulan berkali-kali terhibur olehnya hingga tertawa terbahak-bahak.Sekitar pukul 11, Wulan akhirnya merasa lelah. Melihat ini, Hana dengan lembut berkata, "Apa Nenek lelah? Bagaimana kalau kita kembali dan beristirahat? Kebetulan hari sudah hampir siang. Kalau ingin bermain di luar, besok aku bisa datang lagi untuk menemanimu."Wulan memang
Setelah kembali dan mengantar sang nenek istirahat, Hana memandang Alya dan berkata, "Terima kasih."Selama ini, Hana terus mencari kesempatan untuk mendekati Wulan. Alya memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menghentikan Hana, tetapi dia tidak melakukannya."Sebelumnya aku telah salah paham denganmu, aku kira kamu seseorang yang nggak menepati janji. Aku minta maaf."Wulan yang tiba-tiba pingsan, operasi yang mendadak ditunda.Sebenarnya, Hana sama sekali tidak percaya. Pertama kali dia mendengar berita itu, hal pertama yang dipikirkannya adalah dia tidak percaya. Kenapa orang yang baik-baik saja tiba-tiba pingsan? Dalam pikiran buruknya, dia merasa Alya telah memberi tahu Wulan mengenai kehamilannya dan masalahnya sendiri. Kemudian, wanita tua ini bekerja sama dengannya dan menunda operasi.Awalnya dia benar-benar berpikir seperti itu.Hana selalu tahu bahwa dirinya adalah orang yang berpikiran buruk, tetapi hanya dirinya yang mengetahui hal ini.Namun, untuk saat ini, tampaknya Wu
Dia ingin Tiara cepat terbiasa. Meskipun anak itu belajar dengan sungguh-sungguh, masalah umum yang terjadi karena cepat terbiasa adalah, banyak masalah yang akan muncul. Alya harus membereskan masalah itu untuknya.Yang benar saja, begitu Alya menyalakan laptop dan menghubungi Tiara, gadis itu terdengar cemas dan segera menangis."Huhu Kak Alya, akhirnya kamu datang .... Kalau kamu nggak datang, aku mungkin akan membuat kesalahan besar."Alya terdiam."Kenapa kerja sesulit ini? Dibandingkan beberapa hari ini, dulu aku merasa sangat bahagia. Selain itu, Kak Alya, hari-hari seperti apa yang kamu jalani dulu? Memikirkannya saja sudah menakutkan."Setelah mendengarnya mengeluh, akhirnya Alya menyela, "Baiklah, jangan khawatir. Kalau ada masalah, selesaikan pelan-pelan. Kamu harus selalu menghadapinya."Jika melakukan kesalahan sekarang, Alya masih ada di sini. Namun, jika melakukan kesalahan nanti, Tiara mungkin akan diomeli.Rizki bukanlah bos yang lembut.Ketika Rizki membawa Alya ke pe
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang