Di dalam lemari pakaian yang luas itu, hanya ada mereka berdua.Hana menatap Alya, dia sama sekali tidak buru-buru memilih baju.Melihat wanita itu menatapnya, Alya menebak Hana ingin membicarakan sesuatu. Namun, karena Hana tidak berbicara lebih dulu, dia pun hanya menunggu.Yang benar saja, beberapa detik kemudian, Hana tidak dapat menahan dirinya lagi dan berbisik, "Alya, kamu sudah mengingkari janjimu."Mendengar ini, Alya tercengang."Kapan aku mengingkari janji?"Hana terus menatap bibir Alya."Sebelum naik ke atas, kamu pakai lipstik."Sampai di sini, Alya akhirnya mengerti. Yang Hana maksud adalah, saat ini lipstiknya sudah hilang.Memang ada hal yang terjadi, sepertinya Alya pun juga tidak mempunyai sesuatu untuk membantahnya."Jadi, kamu sudah mengingkari janjimu. Alya, kamu sama sekali nggak bisa dipercaya.""Nggak." Alya menggeleng. "Aku sangat bisa dipercaya. Kalau bukan karena Nenek, aku nggak akan mendekatinya atas kemauanku sendiri."Pernyataan itu membuat Hana sangat k
Mendengar pertanyaan itu, Alya pun melirik Rizki."Apa hubungannya denganmu?"Rizki terdiam."Kami hanya tinggal selama 2-3 menit saja kamu sudah sampai tanya-tanya begini, kamu takut aku akan mengganggunya?" tanya Alya sambil tersenyum.Rizki mengerutkan kening, jelas dia tidak merasa senang."Bukan itu maksudku.""Lalu, apa maksudmu? Ketika para gadis berbicara, apakah kami harus selalu melapor padamu?"Rizki dapat melihat bahwa sikap Alya terhadap dirinya sekarang sangat berbeda dibandingkan sebelumnya. Selain kebutuhan mereka untuk berakting di depan sang nenek, Alya memperlakukannya seperti orang asing.Ini membuat Rizki sangat tidak senang.Sebelum mereka memiliki hubungan seperti ini, mereka akur-akur saja.Melihat pria itu tidak berbicara, Alya segera mengambil baju dan pergi untuk mandi.Setelah mandi, dia langsung naik ke tempat tidur untuk istirahat. Sepanjang waktu, dia bertindak seakan-akan tidak ada Rizki di dalam kamar itu.Diabaikan oleh Alya, Rizki pun mandi dengan waj
Alya baru hendak meminum susu ketika seorang pelayan membawakannya semangkuk sup kepala ikan."Nyonya, ini makananmu untuk pagi ini."Dulu, sup jarang disajikan di meja makan untuk sarapan, biasanya yang disajikan hanya jus atau susu. Karena Alya menjaga bentuk tubuhnya, koki di rumah biasanya akan membuatkannya makanan dengan menghitung kalorinya.Namun, melihat sup kepala ikan hari ini, Alya tidak terkejut. Karena Wulan sudah kembali, para pekerja di dapur kemungkinan akan mencocokkan kembali menu-menunya.Akan tetapi, makanan ini kemungkinan bukan bagian Alya. Sepertinya, Wulan yang meminta para pelayan untuk menyajikan sup ini padanya.Yang benar saja, ketika Alya sedang bingung, Wulan berkata sambil tersenyum, "Kamu terlalu kurus, makan sup ini dan cukupi gizimu."Alya melihat sup ikan tersebut dan mengangguk."Terima kasih, Nenek."Sesekali tidak apa-apa, paling dia hanya akan gemuk sedikit.Selain itu, sekarang dia hamil. Dia tidak bisa membatasi dirinya seperti dulu, dia memang
Siapa yang bisa menyangka, karena Alya mual, seluruh rumah menjadi kacau.Alya dengan lemah bersandar di dada Rizki, pikirannya masih berkabut.Hana yang mengikuti mereka, tiba-tiba terpikirkan sesuatu dan segera menyarankan, "Rizki, sekarang rumah sakit terlalu jauh. Bagaimana kalau kita bawa dia ke klinik temanku yang waktu itu untuk diperiksa? Aku rasa Alya sudah salah makan."Meskipun Hana menyarankannya dengan wajah tenang, sesungguhnya hatinya sudah sangat panik.Jika saat ini Rizki membawanya ke rumah sakit, pasti kehamilan Alya akan ketahuan.Kalau harus diperiksa, maka lebih baik Alya diperiksa di klinik temannya. Jadi, kalau ada sesuatu, Hana masih punya kesempatan untuk memperbaikinya.Memikirkan hal ini, Hana tiba-tiba teringat Alya yang waktu itu demam. Sepanjang perjalanan, Alya terus menolak untuk pergi ke rumah sakit.Saat itu, Hana kira Alya sengaja marah pada Rizki karena dirinya. Dia mengira Alya berpura-pura menyedihkan untuk memenangkan perhatian dan rasa kasihan R
Setelah mengatakan itu, Hana seperti teringat sesuatu dan menambahkan, "Sama seperti kamu yang nggak suka makan makanan manis."Meskipun tidak suka, seharusnya tidak sampai mual seperti ini.Rizki melirik Alya yang berada di pelukannya. Entah kenapa, dia selalu merasa Alya menyembunyikan sesuatu darinya.Memikirkan laporan sobek yang dibicarakan Kepala Pelayan dulu, mata Rizki sedikit menggelap.Akan tetapi, sebelum dia dapat berpikir lebih jauh, Alya yang berada di pelukannya sudah mulai memberontak. "Turunkan aku, berapa kali aku harus memberitahumu?"Rizki menyipitkan matanya. "Apa kamu yakin nggak mau ke rumah sakit?"Alya menarik napas dalam-dalam."Aku nggak sakit, aku hanya nggak mau makan sup kepala ikan. Apa aku juga harus ke rumah sakit untuk masalah ini?"Warna wajah Alya sekarang sudah jauh membaik, bibirnya juga sudah mulai memerah. Wanita ini memang tidak begitu terlihat seperti orang sakit.Barulah Rizki menurunkan Alya.Begitu kakinya menyentuh tanah, Hana segera memega
"Benar, Nenek."Supaya tidak membuat sang nenek curiga, Alya terpaksa mencari kata-kata lain untuk menjelaskan."Sejak kecil aku nggak suka makan ikan. Waktu aku masih kecil, aku kira rasanya enak, tapi begitu memakannya aku langsung muntah-muntah. Jadi, saat aku mencium baunya hari ini, aku langsung merasa enek."Mendengar ini, ekspresi termenung Wulan pun menghilang.Alya muntah setelah memakannya waktu kecil? Kalau begitu, tampaknya wajar bila dia masih seperti itu saat dewasa.Namun, sang nenek masih khawatir. "Apa kamu sungguh nggak apa-apa? Bagaimana kalau kamu tetap pergi ke rumah sakit dan diperiksa?""Nggak usah, Nenek. Sekarang aku baik-baik saja. Lihatlah, apa saat ini aku terlihat seperti ada masalah?"Wulan mengamatinya beberapa kali dan menemukan bahwa Alya memang sudah tidak lagi pucat.Tampaknya memang tidak ada masalah. Dia pun mencubit pipi lembut Alya dan berkata, "Anak ini, kenapa sejak awal kamu nggak bilang kalau kamu nggak suka makan ikan?""Um." Alya berkata den
"Hm." Rizki mengangguk. "Tolong perhatikan mereka."Wulan sudah sangat lama tidak meninggalkan sanatorium, jadi setelah keluar, bahkan berjemur pun terasa lebih nyaman daripada di taman sanatorium. Menyaksikan orang yang berlalu-lalang di area rumah, juga melihat renovasi yang berlangsung di tempat tersebut, semua ini terasa sangat menarik.Alya mengikuti dari belakang. Dia melihat Hana mendorong kursi roda Wulan, wanita itu tersenyum dengan memesona dan berbicara pada sang nenek dengan sabar dan lembut.Harus diakui, Hana sangat jago memerankan sosok yang lembut dan ramah. Selain itu, dia juga pandai dalam membuat sang nenek senang.Sepanjang pagi, Wulan berkali-kali terhibur olehnya hingga tertawa terbahak-bahak.Sekitar pukul 11, Wulan akhirnya merasa lelah. Melihat ini, Hana dengan lembut berkata, "Apa Nenek lelah? Bagaimana kalau kita kembali dan beristirahat? Kebetulan hari sudah hampir siang. Kalau ingin bermain di luar, besok aku bisa datang lagi untuk menemanimu."Wulan memang
Setelah kembali dan mengantar sang nenek istirahat, Hana memandang Alya dan berkata, "Terima kasih."Selama ini, Hana terus mencari kesempatan untuk mendekati Wulan. Alya memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menghentikan Hana, tetapi dia tidak melakukannya."Sebelumnya aku telah salah paham denganmu, aku kira kamu seseorang yang nggak menepati janji. Aku minta maaf."Wulan yang tiba-tiba pingsan, operasi yang mendadak ditunda.Sebenarnya, Hana sama sekali tidak percaya. Pertama kali dia mendengar berita itu, hal pertama yang dipikirkannya adalah dia tidak percaya. Kenapa orang yang baik-baik saja tiba-tiba pingsan? Dalam pikiran buruknya, dia merasa Alya telah memberi tahu Wulan mengenai kehamilannya dan masalahnya sendiri. Kemudian, wanita tua ini bekerja sama dengannya dan menunda operasi.Awalnya dia benar-benar berpikir seperti itu.Hana selalu tahu bahwa dirinya adalah orang yang berpikiran buruk, tetapi hanya dirinya yang mengetahui hal ini.Namun, untuk saat ini, tampaknya Wu