"Untuk apa kamu berpikir lagi, Yun? Kamu itu sudah tua. Umurmu sudah tiga puluh empat tahun. Umur segitu, ibu sudah punya anak empat," ucap ibu saat aku menolak keinginannya menerima lamaran laki-laki yang ditawarkan Paman Surya. Aku menatap sedih pada ibuku. Ibu yang dulu selalu membelaku saat kerabatku menghinaku dengan sebutan perawan tua. Sekarang ikut mendesakku untuk segera menikah. Desakan dari ibunya membuat Yuni menerima pinangan Arman, seorang duda cerai anak dua. Rumah tangga Yuni dan Arman tidak berjalan lancar karena mendapat rongrongan dari anak Arman dan mantan istrinya. Masalah terberat bagi Yuni adalah saat Arman lebih mempercayai anaknya dibandingkan dia. Mampukah Yuni mempertahankan rumah tangganya ketika suaminya lebih memihak anak dan mantan istrinya?
View MoreMama tiba-tiba meneleponku dan memintaku melakukan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehku. Aku memang tidak senang ketika mendengar ibu tiriku itu sedang mengandung anak papaku. Tapi aku juga tidak ingin menyakitinya. Aku cuma ingin hidup damai. Masalahku sudah sangat berat yang terkadang membuatku ingin pergi dari dunia ini. Tapi desakan mama membuatku seakan terdoktrin untuk melakukan itu. Mama bilang masalah harta warisan atau apapun itu, aku sungguh tidak peduli. Tapi ucapan mama adalah perintah bagiku. Aku tidak mau mama terus memakiku. Aku berpapasan dengan Tante Yuni. Kami terdiam kaku sejenak. Kemudian Tante Yuni tersenyum padaku. Aku membalasnya dengan senyum kaku. "Apa kabar, Elisa!" sapa Tante Yuni padaku. "Baik," jawabku singkat lalu kembali ke kamarku. Aku bisa melihat sekilas raut kekecewaan di wajah Tante Yuni. Aku bisa apa? Aku tidak bisa akrab dengannya karena dia itu ibu tiriku. Bangun tidur, aku mendengar suara ribut dan juga tawa. Sepertinya sangat rama
Aku menatap nanar pada semua orang yang memandangku. Mereka menatapku dengan tatapan menyudutkan ku. Wajahku sudah memerah. Laki-laki asing ini begitu kurang ajar. Seenaknya saja dia ikut campur dengan urusanku bersama si Yuni ini. Bukan salahku jika wanita tua itu pingsan. Dia yang terlalu berlebihan. Sudah tahu tua, masih saja sok melawan. Seharusnya para benalu ini kembali ke kampung halamannya. Tidak mau menjadi tatapan orang-orang di kompleks perumahan kumuh ini, aku memutuskan pergi. Hatiku puas karena berhasil menyakiti maduku itu. Aku tetap menganggapnya madu meskipun aku sudah lama bercerai dari bang Arman. Wanita itu sudah membuat kesempatan aku untuk kembali pada bang Arman hilang. Aku mendengar kabar jika bang Arman berhasil membujuk wanita itu kembali bersamanya. Ini membuatku marah. Dan aku semakin marah ketika mengetahui jika wanita kampung itu sedang hamil anak bang Arman. Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus melakukan sesuatu agar mereka cepat bercerai. Sebenarny
Aku mengejap-ngejapkan mataku begitu sinar putih itu menerpaku, saat aku membuka mata. Aku melihat ruang yang serba putih dan beraroma obat. Aku tahu, sekarang aku sedang berbaring di rumah sakit. "Yun!" Aku menoleh pada suara yang memanggilku. Ibu menatapku dengan wajah cemasnya. Ia menggenggam erat tanganku. "Ibu...?" Aku berucap lemah. "Bagaimana keadaan kamu, nak?" tanya ibu. "Aku tidak tahu, Bu! Tenagaku seakan..terkuras habis," jawabku. "Aduh, Yun! Kamu buat jantung ibu seakan copot. Ibu sudah bilang berkali-kali agar kamu istirahat saja. Tapi kamu keras kepala! Hamil muda malah ikut bantu di warung!" omel ibu. "Jadi ibu tahu kalau Yuni sedang hamil?" Suara bang Arman membuat kami tersentak kaget. Ia menatap ibu dengan pandangan kecewa. Ia juga menatapku dengan pandangan yang sama. "Kenapa kalian tidak memberitahu aku?"Ibu dan aku saling pandang. "Jawab, Yun! Kenapa kamu merahasiakannya pada Abang?" tuntut bang Arman. "Karena Yuni ingin bercerai dari kamu, Man!" jawab
Kehamilanku membuatku susah bergerak. Aku sering kali muntah dan merasa lemas. Padahal aku sudah meminum obat yang mengurangi muntah. Warung lebih sering dikelola ibu, kadang di bantu oleh Yudi dan Rindi. Tubuhku sangat lemas, sehingga aku tidak ikut keluar membantu ibu berjualan. Aku duduk di depan kamarku, yang menghadap langsung ke warung.Jantungku berdetak cepat, ketika melihat bang Arman datang. Seperti biasa ia memesan makanannya. Ibu melayani dengan wajah masam. Aku melihat bang Arman celingukan. Matanya menemukan sosokku yang duduk di depan jendela. Ia tersenyum ketika kami bertatapan. Aku buang muka. Aku mendadak gugup ketika bang Arman datang menghampiriku. Aku segera berdiri dan berjalan ke ranjangku. Aku berbaring dan berharap bang Arman tidak ke sini. "Yun!"Aku terperanjat kaget ketika bang Arman sudah berdiri di depan jendelaku dan memanggilku. Aku pura-pura tidak dengar dan mengabaikannya. "Kamu kenapa tidak membantu ibu jaga warung, Yun? Apa kamu sakit?" tanya b
Aku masih dalam diam ku. Sesungguhnya aku tidak pernah berpikir untuk cerai dan menjadi jadi. Tapi, pernikahan yang kujalani dengan bang Arman juga tidak membuat aku bahagia. "Yun! Apa yang kamu pikirkan lagi? Untuk apa kamu pertahankan laki-laki seperti Arman?!" Ibu menatapku dengan kesal. Begitulah ibu. Jika ibu merasa keputusannya tepat, dia akan terus mendesak ku untuk menjalankannya. Sama halnya saat beliau memaksaku untuk menerima pinangan bang Arman dulu. "Bu, aku tidak tahu, Bu. Aku masih belum siap jadi janda.""Jadi janda bukan suatu aib, Yun. Yang paling penting kebahagiaan kamu. Menikah dengan Arman hanya akan membuat kamu sengsara. Karena Arman masih terikat sama anak dan mantan istrinya. Kamu akan terus dibuat makan hati oleh mereka. Jadi, lepaskan saja Arman itu. Siapa tahu besok kamu dapat jodoh yang lebih baik," bujuk ibuku gencar.Aku kembali terdiam. "Yun!" Ibu menggenggam erat tanganku. "Ibu sedih melihat hidupmu sekarang. Rasanya hati ibu remuk ketika melihat m
Aku menunggu dengan gelisah. Aku sangat cemas hingga air mataku mengalir keluar. Seorang perawat datang menemui ku. "Apa mbak anaknya Bu Yanti?" tanyanya. "Iya, saya!" jawabku cepat. "Bu Yanti sudah stabil kondisinya, mbak. Dokter menyarankan agar Bu Yanti dirawat inap saja sambil melihat perkembangan kondisi kesehatannya. Kami langsung rujuk ke dokter jantung saja ya, mbak," jelas perawat itu padaku."Iy, suster! Lakukan yang terbaik saja buat ibuku," ujarku. "Kalau begitu, silakan di urus administrasinya, mbak!" "Baik, sus!" Aku bergegas ke ruang administrasi rumah sakit. ***Ibu sudah dibawa ke ruang rawat inap. Wajahnya yang tertidur terlihat begitu tenang. Aku meraih tangan ibu dan menggenggamnya kuat. Aku sangat lega karena ibu bisa melewati serangan jantungnya. Jika terjadi apa-apa pada ibu, mungkin aku bisa ikut mati bersamanya. Aku tidak pernah membayangkan akan kehilangan ibuku. Tubuhku masih gemetar ketika mengingat kejadian saat ibu tiba-tiba terkulai lemas.Drrrt..
Namaku Adam, aku seorang guru SMA di sebuah sekolah swasta yang cukup terkenal di kota ini. Setahun yang lalu aku kehilangan istriku yang meninggal karena suatu penyakit. Kami belum sempat punya anak. Meninggalnya istriku sempat membuat aku begitu terpuruk. Hidupku mulai tidak teratur. Aku sering menyendiri dan duduk termenung mengenang Mitha, istriku. Bagiku dia wanita yang sempurna. Cantik, lembut dan juga pandai masak. Sejak kepergiannya, aku tidak lagi makan teratur karena semua yang aku makan tidak sesuai seleraku. Aku hanya makan untuk sekedar menghilangkan rasa lapar, bukan untuk menikmatinya, seperti saat istriku masih hidup. Suatu ketika, aku lewat di gang sebelah. Aku melihat ada warung makan yang baru buka. Warung itu kecil namun terlihat bersih. Aku masuk ke dalam. Seorang wanita muda tersenyum padaku. "Silakan masuk, pak! Mau makan apa?" tanyanya ramah. Aku melirik pada etalase yang memajang aneka masakan. "Ayam bakar, Bu," jawabku sambil duduk di kursi yang sudah dise
Bang Arman selalu datang ke warungku untuk sarapan dan juga makan siang. Padahal aku dan ibu menampakkan wajah tidak suka kami padanya, namun bang Arman terlihat tidak peduli. "Yun! Kamu bilang sama Arman agar dia tidak ke sini terus. Ibu khawatir jika warga salah paham sama kamu. Mereka akan mengira jika kamu perempuan tidak benar," kata ibu ketika bang Arman pulang setelah makan siang di warungku. Aku menghela nafas. "Aku sudah bilang, Bu. Tapi bang Arman bilang jika dia juga berhak beli di warung kita. Aku tidak mau ribut, Bu. Malu sama tetangga," ucapku mengatakan alasanku. Ibu terdiam. Wajahnya terlihat kusut. "Sudahlah, Bu! Lagi pula dia cuma makan saja di sini. Lama-lama Yuni yakin, dia akan bosan sendiri.""Tapi kamu harus memperjelas hubungan kamu dengan Arman, Yun! Jika kamu memang berniat menceraikannya, sebaiknya kamu urus surat perceraian kamu itu. Jika kamu masih ingin menjadi istrinya, kamu tidak boleh tinggal terpisah darinya," nasihat ibuku. Aku terdiam. Sesunggu
"Bang Arman?" Aku tercengang menatap sosok yang ada di hadapanku. Bang Arman berjalan mendekatiku. "Yun!" Ia menyebut namaku dan berusaha tersenyum. Aku hanya membalasnya dengan senyum tipis yang dipaksakan. "Dari mana Abang tahu aku ada di sini?" tanyaku ketus. "Dari Rindi," jawab bang Arman. Mataku mendelik. Rindi melanggar janjinya padaku. "Kamu jangan memarahi Rindi, Yun. Abang hanya mendengar pembicaraannya, jika ia membawa bekal lontong dari warungmu."Aku diam. Aku memang tidak pantas marah pada Rindi. Rindi sangat berjasa padaku. "Untuk apa Abang ke sini?" tanyaku dingin. Aku masih mengingat betapa wajahnya angkuh saat terakhir kali aku melihatnya. "Maafkan Abang, Yun!" pintanya dengan wajah menunduk.Aku terperangah. Sosok angkuh ini ternyata bisa juga meminta maaf. Tapi aku tidak semudah itu terperdaya lagi olehnya. Dia sering kali menyakitiku dan menganggap semua ucapan aku tidak penting. Aku tidak menginginkan suami seperti itu. Lebih baik aku hidup sendiri dari pada
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments