Pernikahan Warisan

Pernikahan Warisan

last updateLast Updated : 2021-10-07
By:  gen genafanyOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 ratings. 4 reviews
44Chapters
8.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Perhatian Konten 21+ Pada Bab Tertentu! Memutuskan menikah hanya dalam waktu tiga bulan saling mengenal, kenapa tidak?! Itulah yang tengah di jalani Asha Marissa, gadis belia yang baru saja lulus kuliah. Di peristri oleh Harris Darmawan, seorang polisi tampan yang pendiam. Di tengah hangatnya pernikahan, Asha mulai skeptis pada Harris yang menyimpan banyak rahasia darinya. Bagaimana kisah pernikahan mereka? Bertahankah?

View More

Chapter 1

Bukan Jadwal Bercinta

Asha masih enggan beranjak dari tempat tidurnya pagi itu. Ia hanya menggerakkan tubuhnya untuk melirik jam dinding besar yang menempel sejajar di atas kepalanya. Jam dinding yang angkanya timbul itu menunjukan pukul lima lebih lima belas menit. Asha betah dengan posisinya menghadap seorang laki-laki bertubuh tinggi kekar yang tengah tertidur lelap dan dalam. Sepertinya memang begitu, sebab saat Asha berkali-kali menggerakan telapak tangan di depan wajahnya laki-laki itu tak juga bergeming.

Sedetik kemudian posisi Asha hanya berjarak satu jengkal dengan wajah laki-laki yang menikahinya enam bulan lalu. Padahal usia Asha belum genap dua puluh dua tahun saat itu. Terlalu muda memang untuk menyandang gelar seorang istri, tetapi Asha sudah mengambil keputusan itu sendiri. Tanpa interpensi siapapun.

Pria berambut hitam tebal itu mengeluarkan suara dengkuran tipis. Kelopak mata yang tertutup rapat membuat bulu matanya yang lentik terekspos sempurna. Asha semakin gemas dibuatnya. Mau bagaimana lagi, jatuh cinta itu memang membuat seseorang jadi fanatik. Bahkan untuk hal aneh yang tiba-tiba terlihat menakjubkan.

Saat Asha sekali lagi memangkas jarak keduanya, ia justru menyerah. Asha menarik kembali wajahnya sebab ia merasakan jantungnya seperti tergelincir dari tempatnya. Asha tak ingin mengambil resiko mati mendadak saat terlalu dekat dengan Harris Darmawan suaminya.

Asha jadi ingat saat Devi dan Fani memandang iri padanya, saat Asha mengenalkan mereka pada Harris. Kedua sahabatnya itu dengan lantang berpendapat bahwa Asha beruntung punya suami yang mapan dan tampan.

“Mereka benar, Mas Harris emang ganteng banget. Gak kaleng-kaleng deh pokoknya.” gumam Asha gemas, melepaskan remasan kedua tangannya yang mengepal di udara.

Harris Darmawan yang memiliki garis wajah kuat, dengan berewok tipis yang tumbuh di hampir seluruh permukaan wajahnya, juga mata hitam legamnya selalu berhasil membuat Asha jatuh hati lagi dan lagi. Bahkan saat ia tak melakukan aktifitas apapun selain mendengkur.

“Selamat pagi Mas.” Asha menyapanya dengan manja, saat tak sengaja mata Harris sedikit terbuka. Asha dengan percaya dirinya kemudian memejamkan mata menunggu 'morning kiss’ yang ternyata tak ia dapatkan pagi itu.

Setelah beberapa detik menunggu Asha kembali membuka kelopak matanya dengan tawa yang tertahan telapak tangan di mulutnya. “Ternyata Mas Harris tidur lagi, ya ampun pagi-pagi udah mesum saja pikiranku. Memalukan!” gumam Asha menangkup wajah tomatnya dengan telapak tangan.

Tak mau membuang waktu terlalu lama, Asha memaksa dirinya untuk bangkit dan menyiapkan semua keperluan suaminya.

Asha rutin memulai aktifitas paginya dengan merapihkan celana coklat tua dan kemeja coklat muda yang di dadanya terdapat papan nama bertuliskan Harris Darmawan lengkap dengan tanda pangkat IPTU sebagai Inspektur Polisi Satu. Asha juga tak melewatkan sepatu boot hitam yang sudah mengkilat permukaannya. Pun kaus kaki hitam agar penampilan Harris sempurna tanpa celah. Asha tentu tak ingin dicap sebagai istri yang tak becus mengurus suami.

Kini Asha bisa melenggang ke kamar mandi dengan tenang setelah sebelumnya ia pun bergelut dengan asap dapur membuat nasi goreng yang masih tersimpan di wajan untuk sarapan. “Nanti tinggal aku panaskan saja lagi.” katanya bermonolog.

“Mas Harris bangun!” ujar Asha mengelus-elus pipi Harris saat jam menunjukan pukul setengah tujuh pagi.

Tanpa banyak bicara, Harris ke kamar mandi untuk membersihkan diri selama sepuluh sampai lima belas menit. Dia kemudian bersiap dengan seragam dinasnya lalu tepat pukul tujuh pagi, Harris sudah duduk manis di meja makan menunggu sarapannya. Aktifitas pagi yang diulang terus menerus sejak enam bulan belakangan ada Asha Marissa yang menyiapkan segala kebutuhannya.

Asha segera merapihkan tempat tidur sesaat setelah Harris pergi ke kamar mandi dan bergerak kembali ke dapur sebelum Harris selesai membersihkan diri.

***

Kesibukan Asha kini menyeduh kopi hitam tanpa gula untuk Harris dan teh hijau dengan sedikit gula untuk dirinya sendiri. “Mas Harris kenapa sih? Aah....” Asha mendesah kegelian saat mulut Harris bergerak naik turun di ceruk lehernya, menciuminya lembut namun rakus. Asha bahkan tak tahu sejak kapan Harris sudah turun ke dapur. Sedangkan tangan Asha yang sibuk dengan wajan berisi nasi goreng yang tengah dihangatkan tidak bisa mencengah saat jari-jemari panjang milik Harris menari-nari di atas perutnya yang rata.

Sebagai seorang istri, Asha sudah tentu paham jika suaminya sedang dikuasai birahi yang menyala. Tapi ia ragu sebab pagi itu Harris harus bekerja dan bukan jadwalnya mereka untuk bercinta.

“Mas Harris lagi mau ya?” Asha pun kembali melemparkan pertanyaan kedua yang tak dijawab juga. Pertanyaan bodoh memang!

Tangan besar Harris malah sudah sibuk berlari menuju tubuh bagian atas Asha. Dengan menaikan kaos putih lengan pendek yang dipakai Asha saat itu, telapak tangan Harris yang sedikit kasar bersentuhan dengan kulit payudara Asha yang lembut. Asha tak bisa menahan untuk tidak menikmati sentuhan lembut Harris yang mengirimkan sinyal ‘ingin’ ke otaknya.

Asha yang tengah menutup mata tiba-tiba sadar dan berkata, “Mas, tapi ini sudah jam tujuh. Sarapan dulu.” kali ini tangan Asha bisa menurunkan tangan Harris yang sudah membuat kaos bajunya tak karuan. Bahkan bra hitam yang digunakan Asha sudah miring kesana-kemari.

“Ya.” balas Harris terlampau singkat. Hanya satu kata itu yang akhirnya keluar dari mulut Harris. Harris memang pendiam terkesan dingin di kehidupan nyata. Dia tak biasa untuk banyak bicara.

Harris merubah posisi nya menjadi tepat di sebelah kanan Asha. Mata keduanya sempat beradu setengah detik sebelum akhirnya Harris menempelkan bibirnya dengan milik Asha yang masih terperangah kaget. Harris melakukannya dengan lembut sampai keduanya hanyut, dan ciuman itu berubah jadi lumatan, hisapan, dan gigitan yang panas membakar gairah.

Asha menarik napas, mencari-cari udara yang kesulitan masuk saat mengimbangi ciuman Harris. Saat akan kembali menempelkan bibirnya Asha mendorong dada Harris meski tubuh mereka masih menempel. Matanya yang sedikit terbuka mendapati secangkir kopi hitam yang asap panasnya sudah menghilang.

“Mas udah ah, kamu nanti telat! Kopinya juga nanti dingin.” pinta Asha segera meraih piring makan di sisi kanannya. Lagi, Harris tak bergeming. Ia masih saja berusaha melanjutkan kegiatan panasnya.

“Mas Harris!” pekik Asha dengan mata membulat. Tangannya sedang menahan piring panas yang terisi nasi goreng, penuh sekali.

Harris pun sadar dan melepaskan Asha sepenuhnya. Duduk dengan mantap dan mencecap kopi hitam buatan Asha yang kini menjadi candu baginya. Rasanya hanya kopi hitam buatan Asha yang pas di lidahnya.

Mereka berhadapan menikmati sarapan pagi yang sudah telat sepuluh menit dari biasanya.

Berbeda dengan Harris yang menikmati sarapannya dengan wajah lurus tanpa ekspresi. Asha justru menyantap setiap suapan dengan wajah yang terus menerus menyunggingkan senyum, seraya sesekali melirik Harris dengan ujung matanya. Asha memang menjadi sedikit gila selepas menikahi laki-laki yang sepuluh tahun lebih tua darinya.

***

“Mas Harris hati-hati ya.” Asha berjalan lebih cepat, menarik kuat pagar rumahnya agar mobil sedan Harris leluasa keluar. Setelah bagian depan mobil berhasil melewati pagar, Asha tak lupa memberikan senyuman terbaiknya. Senyuman lebar yang menyembulkan tulang pipinya.

“I love you Mas!” ungkap Asha melambaikan tangan yang sudah di tempelkan di bibir sebelumnya.

Harris pun meninggalkan rumah setelah tangan panjangnya keluar dari kaca jendela mobil dan mencubit lembut pipi Asha tanpa menjawab ungkapan cinta yang di utarakan istrinya. Membalas senyumnya pun tidak. Harris memang tidak ekspresif. Harris seperti gengsi menjadi romantis untuk istrinya.

Asha sebenarnya sudah terbiasa dengan karakter suaminya itu. Tapi dari lubuk hati kecilnya, ia tetap ingin Harris lebih banyak bicara padanya. Setidaknya saat Asha berusaha memancingnya agar lebih terbuka mengekspesikan perasaannya, hingga ia tak perlu repot menerka-nerka suasana hati Harris.

Namun ada sisi lain dari Harris yang membuat hati Asha semakin terikat kuat. Harris selalu berhasil membuat Asha merasa begitu dipuja, dicintai dan dihargai saat mereka tengah bercinta. Harris yang dingin di kehidupan nyata seperti menjadi sosok lain yang begitu hangat dan memabukan di tempat tidur. Hanya dari sanalah Asha bisa yakin jika Harris pun mencintainya.

Asha tetap yakin jika pelan-pelan Harris akan lebih terbuka padanya, yang perlu ia lakukan hanyalah memupuk kesabarannya. Asha sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan bertahan berada di samping Harris, selama tidak ada kekerasan fisik dalam kehidupan rumah tangganya. Asha tengah mengamalkan pepatah lama yang berkata, jika batu yang keras akan hancur juga dengan air yang terus menerus menetes di atasnya.

***

Asha meraih ponselnya, mengeser layar untuk menampilkan kontak Harris hendak mengirim pesan singkat pada suaminya. Asha memang rutin mengirim pesan setiap sore. Bukan pesan penting, hanya untuk meyakinan diri jika Harris akan pulang tepat waktu seperti biasa.

Istriku

‘Mas Harris mau dimasakin apa malam ini?’

Mas Harrisku

'Apa aja boleh.'

Balasan Harris di terima Asha satu jam setelah pesan singkat pertamanya terkirim.

Istriku

‘Aku bikin sop daging sama tempe goreng aja kalau gitu ya Mas?’

Mas Harrisku

‘Ya, makasih ya.’

Istriku

‘Sampe ketemu ya Mas, hati-hati di jalan. (emoticon cium, peluk dan hati berjajar)'

“Mas Harris bales WA istri aja kek bales WA atasan deh, dataaar banget. Pake emoticon senyum aja gak pernah. Sebal!” protes Asha pada angin yang berhembus di teras rumah.

***

Asha melangkah tergesa saat bel rumah berbunyi. Siapa lagi kalau bukan Harris yang selalu pulang ke rumah tepat jam delapan malam.

Asha merapihkan dress selutut yang hari itu berwarna hijau dengan motif bunga tulip. Dia tentu saja sudah selesai mandi setiap kali Harris pulang ke rumah. Asha hendak mempersiapkan senyuman terbaiknya, saat ia terperangah dengan mata membulat saat Harris ‘menyerangnya’ sesaat setelah gagang pintu tertarik.

“Mas...” suara Asha tercekat dengan hisapan-hisapan kuat di bibirnya.

***

Bersambung...

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
ing ling
yes arti sebuah perbedaan
2022-03-26 23:17:53
0
user avatar
Siska Ainul
lanjutkann
2021-12-31 09:42:05
1
user avatar
gen genafany
Bantu nyalakan bintangnya ya para pembaca yang baik hati ...
2021-09-20 05:14:07
4
default avatar
turknesiatravel
Bikin penasaran lanjutkan thor
2021-09-14 02:08:18
1
44 Chapters
Bukan Jadwal Bercinta
Asha masih enggan beranjak dari tempat tidurnya pagi itu. Ia hanya menggerakkan tubuhnya untuk melirik jam dinding besar yang menempel sejajar di atas kepalanya. Jam dinding yang angkanya timbul itu menunjukan pukul lima lebih lima belas menit. Asha betah dengan posisinya menghadap seorang laki-laki bertubuh tinggi kekar yang tengah tertidur lelap dan dalam. Sepertinya memang begitu, sebab saat Asha berkali-kali menggerakan telapak tangan di depan wajahnya laki-laki itu tak juga bergeming. Sedetik kemudian posisi Asha hanya berjarak satu jengkal dengan wajah laki-laki yang menikahinya enam bulan lalu. Padahal usia Asha belum genap dua puluh dua tahun saat itu. Terlalu muda memang untuk menyandang gelar seorang istri, tetapi Asha sudah mengambil keputusan itu sendiri. Tanpa interpensi siapapun. Pria berambut hitam tebal itu mengeluarkan suara dengkuran tipis. Kelopak mata yang tertutup rapat membuat bulu matanya yang lentik terekspos sempurna. Asha semakin gemas dibuatnya. Mau bagaima
last updateLast Updated : 2021-08-21
Read more
Gak Tahan Lagi (21+)
Asha yang tak siap dengan ‘serangan' Harris mulai kewalahan mengimbanginya. Napasnya sudah berat. Asha butuh melepaskan bibirnya sejenak agar bebas mengeluarkan karbon dioksida dari oksigen yang dihirup hidungnya. Siklus pernapasan ini sudah kacau sejak tadi. Harris menangkup wajah Asha dengan telapak tangannya, sengaja ia lakukan agar dahi keduanya tetap menempel. Mereka tengah menetralkan degup jantung yang berkejaran dan suhu tubuh yang tiba-tiba meninggi. Tubuh keduanya masih berdiri saling menempel di depan pintu yang bahkan belum sempat ditutup. Mata mereka saling beradu meski tak ada sedikitpun kata mengudara. Sampai lagi-lagi Asha yang memulainya. “Mas kita makan dulu ya, abis makan mandi dulu. Nanti kan bisa lanjut setelah mandi.” pinta Asha seraya mengelus-elus dada bidang Harris dengan telapak tangannya. “Alurnya bisa diubah aja?” tanya Harris menggantung. Bibir Harris sesekali mencari kesempatan untuk menciumi pundak Asha yang sedikit terbuka. Asha mengerutkan dahi, tak
last updateLast Updated : 2021-08-21
Read more
Tersiksa
“Aku udah tahan untuk gak bicara sejak makan malam tadi. Aku gak mau merusak suasana, Mas.” lirih Asha menumpahkan isi hatinya yang tertahan.Rahang Harris menguat. Wajahnya yang sejak lama memerah akan gairah kini putih pucat. Ada amarah pada Mariana yang sudah merusak malam indahnya. Pun ada cemas teramat yang ketara di netranya. Asha masih menunggu reaksi Harris yang bungkam. Di saat seperti itu hanya tatapan tajam keduanya yang saling beradu. Jika saja tatapan bisa membunuh, kali ini milik Asha yang akan membuat Harris terkapar tak berdaya. Seharusnya dalam kondisi seperti ini, Asha yang paling tersakiti, namun sorot matanya begitu menghunus. “Mas Harris gak mau jelasin apa-apa tentang wanita itu? Harus banget aku cari tau sendiri? ” desak Asha dengan penekanan kalimat di mana-mana yang telak membuat Harris semakin ciut. Nada bicaranya memang rendah namun begitu menyudutkan Harris. Asha mendengus kasar akan diamnya Harris. Hatinya sudah cukup hancur dengan datangnya perempuan lain
last updateLast Updated : 2021-08-21
Read more
Cemburu dan Cinta
Sudah hampir sepuluh menit Asha menatap layar ponsel yang menampilkan kontak lengkap Harris, tetapi jarinya tak juga menyentuh simbol telpon berwarna hijau untuk menyambungkannya. Ego Asha yang memupuk keyakinan bahwa mereka sedang bermasalah terlalu kuat menahan hatinya yang sudah berontak akan kekhawatiran Harris yang tak juga kembali padahal malam sudah sangat larut. Apalagi, tak ada sama sekali komunikasi sejak kepergiannya tadi pagi. Pada akhirnya, Asha memilih gusar sendiri mengulang-ulang memori akan tayangan berita di televisi yang menampilkan kericuhan demonstrasi. Beberapa mata lensa kamera wartawan menyorot sejumlah anggota polisi terluka hingga diantaranya dilarikan ke rumah sakit. Pun dengan sejumlah mahasiswa yang juga jatuh pingsan akibat berdesakan. 'Ceklek' Suara pintu terbuka yang akhirnya membuyarkan bayangan-bayangan kabut Asha. Harris berdiri di ambang pintu sementara Asha membatu di sisi tirai dengan tubuh menghadap Harris hingga pandangan mata mereka pun bersir
last updateLast Updated : 2021-08-21
Read more
Berutang Penjelasan
Asha menghidu setiap jengkal seragam kerja Harris yang kemarin di gunakan untuk bertugas menghalau para demonstran di Gedung DPR RI Ibu Kota Jakarta. Bukan tanpa alasan, Asha masih saja ingat jika wanita asing di telpon itu mengatakan akan menemui Harris kemarin. Dalam otak dangkalnya, Asha berpikir mungkin mereka bertemu setelah Harris bekerja hingga Harris pulang larut semalam. "Gak ada bau aneh, cuman bau keringat Mas Harris kayak biasa aja! Apa Mas Harris memang gak ketemuan sama wanita itu?" Asha bermonolog seraya memasukan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci yang sudah dia setel lalu ia operasikan kemudian. Selesai berkutat dengan baju-baju kotor, Asha melihat isi lemari es dan menimbang-nimbang menu apa yang akan ia sajikan untuk sarapan pagi itu. Melihat beberapa potong keju merk ternama, Asha memutuskan untuk membuat sandwich saja. Menu yang mudah dan cepat apalagi saat suasana hatinya yang masih tak menentu. Sandwich pun bisa dibuat tanpa perlu takut bau masakan menempel di
last updateLast Updated : 2021-08-22
Read more
Tertangkap Basah
Lebih dari tiga puluh menit jari Asha menari-nari di atas permukaan gawai sepuluh inch yang menampilkan berbagai resep makanan lezat. Malam ini Asha ingin menebus rasa bersalahnya yang membuat sandwich keasinan tadi pagi. Asha sudah terlebih dahulu memilih beberapa menu, meski belum memutuskan makanan apa yang akan dia masak untuk makan malam nanti. Meski tak yakin, Asha ingin Harris saja yang menentukan. Kikuk memang, mengirim pesan singkat saat keduanya masih betah bermasalah. Istriku 'Pilih mana?'Asha melampirkan photo rendang dan iga bakar. Mas Harrisku 'Apa saja boleh. Makanan yang lebih mudah di masak lebih baik, supaya kamu gak repot.' "Modus banget!" ketus Asha pada angin yang berhembus di dapur rumahnya. Asha menimbang-nimbang sendiri setelah tak mendapatkan jawaban pasti dari Harris. *** 'Ting tong!' Asha melirik jam dinding dua kali di ruang televisi untuk memastikan jika dia tidak salah lihat. Jam yang masih mengarah angka tujuh bukan delapan. Artinya, bukan wakt
last updateLast Updated : 2021-08-22
Read more
Berjarak
Asha yang malang. Sudah tiga kali pagi, dia di paksa berdiri di kakinya yang rapuh. Kelopak matanya saja masih menyisakan tanda merah. Menyiapkan segala keperluan Harris atas nama kewajiban yang tak bisa ia tinggalkan tanpa alasan. Apalagi Asha tahu betul jika Harris terbiasa akan dirinya. Kasihan katanya. Lagipula banyak yang lebih menderita darinya. Begitu pikirannya menguatkan batin yang tersiksa. Meski di balik ibanya Asha pada Harris ada kata-kata iblis yang terngiang-ngiang di telinganya. Kenapa tak kau tinggalkan saja suamimu itu Sha? Buah hati yang banyak menyelamatkan pernikahan saja tak pernah ia harapkan. Lalu untuk apa bertahan dengan pernikahan yang di bangun hanya demi kesenangan semata? Bertubi-tubi kepalanya di tempa mantra-mantra negatif yang entah muncul dari mana. Isi kepala Asha sudah sangat penuh hingga nyaris meledak. Sejak kejadian Mariana menghubungi suaminya, Asha tidak bisa benar-benar berpikir positif. Semua energinya terkuras untuk menerka-nerka siapa sosok
last updateLast Updated : 2021-08-24
Read more
Pembuktian Mengejutkan
Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Libur akhir pekan yang akan di habiskan Harris dan Asha bertemu dengan seseorang yang membuat hubungan kedunya merenggang beberapa hari terakhir. Harris memacu mobil sedan putihnya masuk jalan tol yang memberi petunjuk arah Kota Bandung. Asha memicingkan mata, dia bahkan mengucek matanya beberapa kali agar ia yakin bahwa Harris tengah membawanya ke Kota Bandung. "Mas Harris kita akan ke Bandung?" tanya Asha di iringi anggukan Harris dengan cepat. "Kok Mas Harris gak bilang kita akan ke Bandung?" tanya Asha lagi. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Asha hanya bisa mendengus kasar dengan jawaban Harris. Asha lupa jika Harris memang bukan orang yang rajin dalam hal bicara. "Kalau saja aku tahu akan ke Bandung, aku bisa bekal baju ganti. Mas Harris juga gak ada baju ganti kan?" tambah Asha. Harris menggelengkan kepala mengamini pertanyaan Asha. Asha berdecak. "Kenapa kasih kabar aja
last updateLast Updated : 2021-08-25
Read more
Ingin Tahu Lebih
Asha masih linglung setelah bertemu dengan ibu sambung Harris. Asha hanya mengenal Harris tiga bulan saja sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Hal itulah yang membuat Asha tak tahu banyak tentang latar belakang suaminya itu. Selain itu, Harris memang sudah pendiam dari dulu.   Asha memandangi Harris yang tengah sibuk berkendara membelah jalanan Kota Bandung yang cukup padat.   Sebenarnya Asha sedang menunggu Harris untuk bercerita lebih lanjut tentang pertemuan singkat mereka dengan Mariana atau pun cerita sambungan dari status Mariana. Tetapi kemudian Asha ingat jika Harris itu seperti gitar yang hanya akan berbunyi jika di petik.   "Mas Harris gak pernah cerita sama aku, kalau Mas Harris punya ibu sambung kayak Mbak Mariana." ujar Asha mengelus lengan kiri Harris yang bebas di sisinya. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Baru saja membuka topik, Asha sudah di paksa untuk tidak mendelik, "Kan Mas Harr
last updateLast Updated : 2021-09-02
Read more
Tak Pernah Bertanya
Harris menghentikan langkahnya tepat di sebuah toko baju yang cukup terkenal dengan kualitas barangnya yang bagus. "Mas Harris mau beli baju?" tanya Asha saat Harris meliarkan pandangannya di toko tersebut. "Kamu gak mau beli baju?" tanya Harris retorik. Asha terkekeh. "Kalau Mas Harris maksa aku juga mau." "Saya gak maksa kok. saya cuman tanya." kata Harris meralat. "Mas Harris emang kayak kertas ya, lempeng banget!" sindir Asha gemas. Harris mengulum senyum melihat ekspresi Asha. "Kamu bisa pilihkan untuk saya juga." ujar Harris saat tangan Asha sudah sibuk bekerja di tumpukan baju bertanda diskon. "Jangan lupa beli dalaman juga." pesan Harris lirih di telinga Asha. Asha pun mengangguk pelan. Asha sudah tentu paham ukuran pakaian yang biasa di pakai Harris. Harris kembali meliarkan pandangannya lalu berujar, "Saya mau ke toilet. Nanti s
last updateLast Updated : 2021-09-02
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status