Home / Pernikahan / Pernikahan Warisan / Gak Tahan Lagi (21+)

Share

Gak Tahan Lagi (21+)

Author: gen genafany
last update Last Updated: 2021-08-21 18:01:41

Asha yang tak siap dengan ‘serangan' Harris mulai kewalahan mengimbanginya. Napasnya sudah berat. Asha butuh melepaskan bibirnya sejenak agar bebas mengeluarkan karbon dioksida dari oksigen yang dihirup hidungnya. Siklus pernapasan ini sudah kacau sejak tadi.

Harris menangkup wajah Asha dengan telapak tangannya, sengaja ia lakukan agar dahi keduanya tetap menempel. Mereka tengah menetralkan degup jantung yang berkejaran dan suhu tubuh yang tiba-tiba meninggi. Tubuh keduanya masih berdiri saling menempel di depan pintu yang bahkan belum sempat ditutup. Mata mereka saling beradu meski tak ada sedikitpun kata mengudara. Sampai lagi-lagi Asha yang memulainya. “Mas kita makan dulu ya, abis makan mandi dulu. Nanti kan bisa lanjut setelah mandi.” pinta Asha seraya mengelus-elus dada bidang Harris dengan telapak tangannya.

“Alurnya bisa diubah aja?” tanya Harris menggantung. Bibir Harris sesekali mencari kesempatan untuk menciumi pundak Asha yang sedikit terbuka.

Asha mengerutkan dahi, tak mengerti.

“Main dulu, lalu makan abis itu baru mandi. Bisa?” lanjut Harris yang menangkap ketidak pahaman Asha.

Asha menatap wajah Harris yang sudah merah dengan gairah. Asha malah terkekeh renyah kemudian dan berucap, “Hanya makan lalu mandi, paling hanya setengah jam Mas. Tahan setengah jam aja masa gak bisa Mas?” Asha sengaja mempermainkan emosi suaminya. Bahkan saat sesekali Harris hendak menempelkan bibirnya kembali, Asha memilih menarik wajahnya ke belakang. Hingga membuat posisi mereka berdiri normal berhadapan dengan jarak satu langkah.

“Saya sudah tahan sejak pagi, sudah gak tahan lagi.” lirih Harris meringis tepat di daun telinga Asha. Tawa Asha lolos kemudian. Asha merasa menang saat ia sangat dibutuhkan pun diinginkan Harris. Rasanya ia ingin berdiri congkak dengan membusungkan dada dan berkata, “Aku ini segalanya buat kamu! Kamu gak akan bisa tanpa aku!” namun kalimat itu hanya ia katakan pada dirinya sendiri di dalam hati yang tengah ditumbuhi bunga-bunga wangi.

“Aku lapar Mas...” Asha mengelus-ngelus perutnya dengan tatapan memelas.

Harris mendengus pelan. “Saya cuci tangan dulu.” ujar Harris meninggalkan Asha di belakang. Ekspresi Harris yang semula begitu tajam sudah kembali lurus. Membuat Asha kembali bertanya-tanya pada udara yang kini leluasa ia hirup.

***

Harris sudah duduk mantap menghadap meja makan kayu bergaya minimalis. Matanya mengabasen makanan yang tersaji di atas meja makan, ada sop daging, tempe goreng dan emping melinjo. Lengkap juga dengan kecap manis dan jeruk nipis di atas piring berukuran kecil. Sesekali matanya terpejam saat indera penciumannya mengidu aroma yang menggugah selera. Kali ini meski wajahnya datar, Asha sudah paham dengan gerak minim Harris yang kelaparan.

“Mas Harris makan yang banyak ya.” pinta Asha sibuk menata piring suaminya dengan nasi dan lauk pauknya.

Asha masih belum juga menyantap makan malamnya. Ia terlalu sibuk memerhatikan Harris yang makan dengan lahap. Perasan bahagia akan prestasi juara kelas saat sekolah dulu kalah dengan perasaan bahagia saat berhasil masak makanan enak untuk suaminya. Begitu kata Asha. Entah hanya dia yang berlebihan atau memang setiap istri di dunia ini merasakan hal yang sama?

Kepala Harris yang tengah menunduk membuat bola mata Harris mendelik ke atas untuk melirik Asha. “Katanya tadi sudah lapar.” ujar Harris yang sadar piring Asha masih utuh.

Asha gelagapan. “Eh, iya Mas. Aku sampe lupa sama makananku sendiri lihat Mas Harris lahap banget. Makasih ya Mas Harris gak pernah protes sama masakan aku.” ucapnya manja.

Harris melanjutkan makannya. “Masakan kamu enak.” meski pujian Harris terlihat seperti ungkapan tetap saja Asha kelojotan.

Asha memang payah jika sudah berhadapan dengan Harris. Ia mudah sekali meleleh dengan hal-hal kecil. Asha tak bisa jual mahal pada suaminya.

Kekhusukan saat makan terganggu saat tiba-tiba ponsel Harris berdering menampilkan nama ‘Mariana’ lengkap dengan photo seorang wanita cantik berambut pirang salon. Asha saja mengakui kecantikan wanita asing itu meski hanya lewat photo. Mata Asha membulat, bola matanya seperti meloncat dari tempatnya. Tiba-tiba dadanya sesak di iringi suhu tubuh yang seketika panas membakar. Bunga-bunga yang sedari tadi tumbuh di hatinya mengering layu menuju kering. Tanpa sadar tangannya meremas sendok makan saat ia melihat photo wanita asing itu di layar ponsel Harris. Ini pertama kalinya Asha terbakar cemburu meski tak lekas ditumpahkan. Asha masih cukup waras untuk tidak cemburu buta tanpa bukti dan alasan. Lagipula seingat Asha, Harris tak pernah bertingkah macam-macam atau mencurigakan.

Di saat yang sama, Harris kelabakan menutup layar ponselnya sesaat setelah panggilan itu datang. Tanpa menoleh ke arah Asha sedikitpun. Harris seperti ingin terlihat tak mencurigakan. Sialnya Harris gagal! Dan Asha sudah terlanjur melihat gelagat aneh di malam itu meski memilih menyimpannya dalam hati. Asha ingin berpura-pura saja menjadi buta. Berlagak tak melihat apa-apa.

“Mas Harris mandi dulu ya, aku mau beresin ini dulu.” Asha hanya memberi kode dengan gerakan mata yang menunjuk ke kacauan di meja makan setelah perut mereka terisi.

Harris mengangguk pelan, meninggalkan meja makan menuju kamar tidurnya untuk segera membersihkan diri selepas bekerja seharian dengan peluh yang membasahi seperempat kemeja bajunya.

Pekerjaan Asha malam itu membereskan meja makan, mencuci beberapa piring kotor di dapur. Tentu saja tak banyak sebab hanya dua orang penghuni rumah tersebut.

***

Asha beranjak dari dapur, menaiki anak tangga menuju kamar tidurnya di lantai dua. Di saat bersamaan Asha menarik napas panjang agar ia bisa lebih tenang dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang mungkin akan merusak suasana hangat malam itu. Dan ia tak mau itu terjadi.

Di kamar.

Asha tengah mencari-cari baju tidur yang pas untuk malam itu. Lebih tepatnya ia sedang memilih lingerie, bukan baju tidur biasa. Meskipun koleksi lingerie nya hanya lima buah tapi ia tetap memilih untuk menggunakan model yang sama yang biasa ia gunakan. Bukan karena tak muat, lebih karena Asha masih terlalu malu dengan model lainnya yang sangat terbuka. Malam itu Asha mantap memilih lingerie dengan model tanktop berwarna marun lengkap dengan model bawahan celana yang pendek sekali. Persis seperti celana dalam yang kebesaran. Setidaknya itu adalah model yang paling tertutup dari model lainnya.

Lagi, ponsel milik Harris berdering menampilkan nama yang sama seperti beberapa menit yang lalu di meja makan tadi. Dan kali ini wanita asing itu mengirim pesan WA beruntun yang bisa di lihat Asha tanpa perlu menyentuh layar yang tengah menyala.

Mariana

‘Mas Harris besok kita ketemu di tempat biasa ya, sayang.’

Asha geram. Hatinya kini sedang berusaha mencari celah udara agar tetap tenang. Andai air dingin bisa meredakan hatinya yang tengah terbakar tentu ia sudah menegak satu galon penuh. Dadanya sudah sesak akibat satu kalimat yang dilemparkan wanita lain pada suaminya. Ia mondar-mandir seraya mengulang-ngulang kegiatan respirasi agar ia masih waras untuk tak menghancurkan malam peleburannya dengan Harris.

Asha berhenti bergerak saat ia merasakan ada tangan kekar berurat yang memeluknya erat, lama sekali. Sesekali Asha dijatuhi tetesan air yang jatuh dari atas rambutnya yang masih basah. “Mau coba gaya baru?” goda Harris yang terabaikan Asha. Asha bimbang, ia merasa sedang terombang-ambing di tengah lautan yang tak tahu arah.

Berdiri bulu romanya merespon sentuhan tubuh bagian atas milik Harris yang polos beradu dengan permukaan kulitnya yang halus, tapi ia juga butuh penjelasan dari kata ‘sayang’ yang di sematkan wanita lain pada suaminya. Asha memejamkan matanya lalu berbalik, mengarahkan badannya berhadapan dengan badan Harris yang masih menciptakan wangi shampo mentol yang menyegarkan. Asha mengambil napas dalam dan panjang, memaksa egonya untuk diam, agar jasmaninya bisa fokus menikmati pria yang menjulang di depannya.

Harris mulai menundukan kepalanya, mempererat dekapannya hingga tubuh mereka mendekat, dekat sekali. Asha meraih tengkuk Harris agar ia mudah meraih bibir penuh Harris dan mengecupnya lembut. Tak butuh waktu lama agar kecupan itu berubah jadi lumatan dan hisapan yang melenakan. Asha tak tahu sejak kapan ia mulai mahir melakukannya.

Harris sudah terlebih dahulu melesakan lidahnya dan mencecap setiap rasa yang ada di sana. Asha merasakan lidah Harris menaut lidahnya saat sedikit saja mulutnya terbuka. Sesekali Harris mengigit lembut bibir tipis Asha yang sudah bengkak memerah. Hawa panas pun menguar kuat ke setiap sudut ruangan yang semestinya dingin oleh mesin pendingin ruangan yang menyala. Keduanya tengah berdiri di ambang pintu surga dunia.

Tangan Harris kini sibuk menari-nari di setiap jengkal tubuh Asha. Membuainya di setiap titik-titik penting yang akan memantikan gelora semakin menggila. Desahan tak karuan sudah sejak lama keluar dari bibir Asha yang begitu terlena dengan suaminya yang lihai dalam ‘bekerja’.

Asha mendongakan lehernya. Memberi akses penuh pada Harris yang tengah mencumbunya bak singa kelaparan. Beberapa tanda merah di ceruk leher dan pundak Asha mulai menggelap saat ditinggalkan mulut Harris yang sudah turun harmonis ke bagian dada atasnya. Kulit mulus payudara Asha tak luput dari ‘serangan’ Harris. Puncaknya sudah mencuat, seperti menantang Harris untuk bermain lebih di sana. Dan Harris tertantang untuk itu. Mulutnya bergantian memanjakan payudara Asha. "Kamu suka Sha?" Harris menyeringai. Tubuh Asha yang tak bisa diam membuat Harris semakin bergairah. Harris bahkan tak merasa sakit saat rambutnya ditarik jemari Asha. "Ehm...." balas Asha mengangguk di iringi suara desahan. Sedangkan tangan Harris sudah sejak tadi di balik celana Asha. Entah sedang apa?

Asha tentu tak ingin bersusah payah menahan desahan dan erangan. Berkali-kali tubuhnya bergelinjang menahan nikmatnya sentuhan Harris di bagian-bagian paling sensitif di tubuhnya.

Hanya dengan beberapa detik kemudian Asha sudah menanggalkan ‘seragam malamnya’, dan hanya butuh setengah detik untuk Asha menarik ujung handuk yang membelit pinggang Harris.

Asha segera naik ke tempat tidur, terlentang lalu menarik selimut sembarang agar menutupi tubuhnya yang polos tanpa sehelai benangpun. Sementara Harris sibuk mencari kondom di laci nakas. Benda pusaka yang selalu melindunginya saat ‘bermain-main’ dengan Asha.

Tiba-tiba ponsel Harris kembali berdering menampilkan pop-up pesan singkat via aplikasi yang segera disambar Asha dengan tatapan nanar menyedihkan.

Mariana

'Mas Harris jam segini udah tidur?'

Harris seketika membatu di tempat saat Asha menarik tangannya dan meletakan ponsel yang masih menyala menampilkan isi pesan wanita asing itu. Ponsel itu di letakan tepat di atas kondom yang baru saja Harris dapatkan.

***

Bersambung...

Related chapters

  • Pernikahan Warisan   Tersiksa

    “Aku udah tahan untuk gak bicara sejak makan malam tadi. Aku gak mau merusak suasana, Mas.” lirih Asha menumpahkan isi hatinya yang tertahan.Rahang Harris menguat. Wajahnya yang sejak lama memerah akan gairah kini putih pucat. Ada amarah pada Mariana yang sudah merusak malam indahnya. Pun ada cemas teramat yang ketara di netranya. Asha masih menunggu reaksi Harris yang bungkam. Di saat seperti itu hanya tatapan tajam keduanya yang saling beradu. Jika saja tatapan bisa membunuh, kali ini milik Asha yang akan membuat Harris terkapar tak berdaya. Seharusnya dalam kondisi seperti ini, Asha yang paling tersakiti, namun sorot matanya begitu menghunus. “Mas Harris gak mau jelasin apa-apa tentang wanita itu? Harus banget aku cari tau sendiri? ” desak Asha dengan penekanan kalimat di mana-mana yang telak membuat Harris semakin ciut. Nada bicaranya memang rendah namun begitu menyudutkan Harris. Asha mendengus kasar akan diamnya Harris. Hatinya sudah cukup hancur dengan datangnya perempuan lain

    Last Updated : 2021-08-21
  • Pernikahan Warisan   Cemburu dan Cinta

    Sudah hampir sepuluh menit Asha menatap layar ponsel yang menampilkan kontak lengkap Harris, tetapi jarinya tak juga menyentuh simbol telpon berwarna hijau untuk menyambungkannya. Ego Asha yang memupuk keyakinan bahwa mereka sedang bermasalah terlalu kuat menahan hatinya yang sudah berontak akan kekhawatiran Harris yang tak juga kembali padahal malam sudah sangat larut. Apalagi, tak ada sama sekali komunikasi sejak kepergiannya tadi pagi. Pada akhirnya, Asha memilih gusar sendiri mengulang-ulang memori akan tayangan berita di televisi yang menampilkan kericuhan demonstrasi. Beberapa mata lensa kamera wartawan menyorot sejumlah anggota polisi terluka hingga diantaranya dilarikan ke rumah sakit. Pun dengan sejumlah mahasiswa yang juga jatuh pingsan akibat berdesakan. 'Ceklek' Suara pintu terbuka yang akhirnya membuyarkan bayangan-bayangan kabut Asha. Harris berdiri di ambang pintu sementara Asha membatu di sisi tirai dengan tubuh menghadap Harris hingga pandangan mata mereka pun bersir

    Last Updated : 2021-08-21
  • Pernikahan Warisan   Berutang Penjelasan

    Asha menghidu setiap jengkal seragam kerja Harris yang kemarin di gunakan untuk bertugas menghalau para demonstran di Gedung DPR RI Ibu Kota Jakarta. Bukan tanpa alasan, Asha masih saja ingat jika wanita asing di telpon itu mengatakan akan menemui Harris kemarin. Dalam otak dangkalnya, Asha berpikir mungkin mereka bertemu setelah Harris bekerja hingga Harris pulang larut semalam. "Gak ada bau aneh, cuman bau keringat Mas Harris kayak biasa aja! Apa Mas Harris memang gak ketemuan sama wanita itu?" Asha bermonolog seraya memasukan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci yang sudah dia setel lalu ia operasikan kemudian. Selesai berkutat dengan baju-baju kotor, Asha melihat isi lemari es dan menimbang-nimbang menu apa yang akan ia sajikan untuk sarapan pagi itu. Melihat beberapa potong keju merk ternama, Asha memutuskan untuk membuat sandwich saja. Menu yang mudah dan cepat apalagi saat suasana hatinya yang masih tak menentu. Sandwich pun bisa dibuat tanpa perlu takut bau masakan menempel di

    Last Updated : 2021-08-22
  • Pernikahan Warisan   Tertangkap Basah

    Lebih dari tiga puluh menit jari Asha menari-nari di atas permukaan gawai sepuluh inch yang menampilkan berbagai resep makanan lezat. Malam ini Asha ingin menebus rasa bersalahnya yang membuat sandwich keasinan tadi pagi. Asha sudah terlebih dahulu memilih beberapa menu, meski belum memutuskan makanan apa yang akan dia masak untuk makan malam nanti. Meski tak yakin, Asha ingin Harris saja yang menentukan. Kikuk memang, mengirim pesan singkat saat keduanya masih betah bermasalah. Istriku 'Pilih mana?'Asha melampirkan photo rendang dan iga bakar. Mas Harrisku 'Apa saja boleh. Makanan yang lebih mudah di masak lebih baik, supaya kamu gak repot.' "Modus banget!" ketus Asha pada angin yang berhembus di dapur rumahnya. Asha menimbang-nimbang sendiri setelah tak mendapatkan jawaban pasti dari Harris. *** 'Ting tong!' Asha melirik jam dinding dua kali di ruang televisi untuk memastikan jika dia tidak salah lihat. Jam yang masih mengarah angka tujuh bukan delapan. Artinya, bukan wakt

    Last Updated : 2021-08-22
  • Pernikahan Warisan   Berjarak

    Asha yang malang. Sudah tiga kali pagi, dia di paksa berdiri di kakinya yang rapuh. Kelopak matanya saja masih menyisakan tanda merah. Menyiapkan segala keperluan Harris atas nama kewajiban yang tak bisa ia tinggalkan tanpa alasan. Apalagi Asha tahu betul jika Harris terbiasa akan dirinya. Kasihan katanya. Lagipula banyak yang lebih menderita darinya. Begitu pikirannya menguatkan batin yang tersiksa. Meski di balik ibanya Asha pada Harris ada kata-kata iblis yang terngiang-ngiang di telinganya. Kenapa tak kau tinggalkan saja suamimu itu Sha? Buah hati yang banyak menyelamatkan pernikahan saja tak pernah ia harapkan. Lalu untuk apa bertahan dengan pernikahan yang di bangun hanya demi kesenangan semata? Bertubi-tubi kepalanya di tempa mantra-mantra negatif yang entah muncul dari mana. Isi kepala Asha sudah sangat penuh hingga nyaris meledak. Sejak kejadian Mariana menghubungi suaminya, Asha tidak bisa benar-benar berpikir positif. Semua energinya terkuras untuk menerka-nerka siapa sosok

    Last Updated : 2021-08-24
  • Pernikahan Warisan   Pembuktian Mengejutkan

    Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Libur akhir pekan yang akan di habiskan Harris dan Asha bertemu dengan seseorang yang membuat hubungan kedunya merenggang beberapa hari terakhir.Harris memacu mobil sedan putihnya masuk jalan tol yang memberi petunjuk arah Kota Bandung. Asha memicingkan mata, dia bahkan mengucek matanya beberapa kali agar ia yakin bahwa Harris tengah membawanya ke Kota Bandung. "Mas Harris kita akan ke Bandung?" tanya Asha di iringi anggukan Harris dengan cepat. "Kok Mas Harris gak bilang kita akan ke Bandung?" tanya Asha lagi. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Asha hanya bisa mendengus kasar dengan jawaban Harris.Asha lupa jika Harris memang bukan orang yang rajin dalam hal bicara."Kalau saja aku tahu akan ke Bandung, aku bisa bekal baju ganti. Mas Harris juga gak ada baju ganti kan?" tambah Asha. Harris menggelengkan kepala mengamini pertanyaan Asha. Asha berdecak. "Kenapa kasih kabar aja

    Last Updated : 2021-08-25
  • Pernikahan Warisan   Ingin Tahu Lebih

    Asha masih linglung setelah bertemu dengan ibu sambung Harris. Asha hanya mengenal Harris tiga bulan saja sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Hal itulah yang membuat Asha tak tahu banyak tentang latar belakang suaminya itu. Selain itu, Harris memang sudah pendiam dari dulu. Asha memandangi Harris yang tengah sibuk berkendara membelah jalanan Kota Bandung yang cukup padat. Sebenarnya Asha sedang menunggu Harris untuk bercerita lebih lanjut tentang pertemuan singkat mereka dengan Mariana atau pun cerita sambungan dari status Mariana. Tetapi kemudian Asha ingat jika Harris itu seperti gitar yang hanya akan berbunyi jika di petik. "Mas Harris gak pernah cerita sama aku, kalau Mas Harris punya ibu sambung kayak Mbak Mariana." ujar Asha mengelus lengan kiri Harris yang bebas di sisinya. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Baru saja membuka topik, Asha sudah di paksa untuk tidak mendelik, "Kan Mas Harr

    Last Updated : 2021-09-02
  • Pernikahan Warisan   Tak Pernah Bertanya

    Harris menghentikan langkahnya tepat di sebuah toko baju yang cukup terkenal dengan kualitas barangnya yang bagus."Mas Harris mau beli baju?" tanya Asha saat Harris meliarkan pandangannya di toko tersebut. "Kamu gak mau beli baju?" tanya Harris retorik.Asha terkekeh. "Kalau Mas Harris maksa aku juga mau." "Saya gak maksa kok. saya cuman tanya." kata Harris meralat."Mas Harris emang kayak kertas ya, lempeng banget!" sindir Asha gemas. Harris mengulum senyum melihat ekspresi Asha."Kamu bisa pilihkan untuk saya juga." ujar Harris saat tangan Asha sudah sibuk bekerja di tumpukan baju bertanda diskon."Jangan lupa beli dalaman juga." pesan Harris lirih di telinga Asha. Asha pun mengangguk pelan.Asha sudah tentu paham ukuran pakaian yang biasa di pakai Harris.Harris kembali meliarkan pandangannya lalu berujar, "Saya mau ke toilet. Nanti s

    Last Updated : 2021-09-02

Latest chapter

  • Pernikahan Warisan   Bermanja Dengan Alam

    Menghabiskan waktu liburan yang singkat di alam yang amat sangat indah memang tak akan ada puasnya. Begitu juga bagi Asha dan Harris yang menghabiskan liburannya dengan mengunjungi beberapa tempat wisata populer di sana.Tak jauh dari Pulau Maratua tempat Asha dan Harris menginap, mereka beranjak menuju Pulau Kakaban menggunakan speedboat.Pulau Kakaban mempunyai gradasi warna laut hijau kebiruan. Suasana yang ditampilkan pada laut di Pulau Kakaban memantulkan warna hijau zamrud yang jernih dan mengkilap. Pulau tak berpenghuni ini memiliki danau yang berasal dari rembesan air laut dan kucuran hujan. Uniknya lagi, danau ini merupakan habitat ubur-ubur mini yang tidak menyengat dalam jumlah ribuan. Asha dan Harris pun tak akan melewatkan pengalaman untuk bersenang-senang bersama ubur-ubur yang 'terjebak' sejak ribuan tahun silam yang akhirnya hidup tenang.Tak cukup puas, Asha dan Harris di pandu menuju Laguna Kehe Daing y

  • Pernikahan Warisan   Ulang Tahun Pernikahan [2]

    'Cekrek''Cekrek''Cekrek'Asha menarik diri dari dekapan Harris saat suara jepretan kamera beserta cahaya kilaunya menarik perhatiannya. Harris tersenyum tipis saat Asha bolak-balik melirik mata hitamnya juga mata kamera. Asha melongo, seperti tak percaya.Harris, dengan sengaja menyewa seorang photograper profesional untuk mengabadikan momen berharga mereka. Tanpa kata, Asha mengernyitkan dahinya. Meminta penjelasan pada Harris lewat matanya. "Buat kenang-kenangan, Sha. Kita gak pernah punya foto prewedding kan? Anggap saja kita sedang pemotretan untuk itu." terang Harris menaik-naikan kedua alisnya, berhasil membuat Asha tak bisa berkata-kata. Asha terlalu bahagia. "Mas Harris... Aku gak nyangka deh, kamu benar-benar menyiapkan semua ini. Aku bahagia... Banget malam ini." aku Asha mencubit gemas pipi Harris.Tanpa mempedulikan photographer yang terus memotret mereka secara natural. Asha berjinjit,

  • Pernikahan Warisan   Ulang Tahun Pernikahan [1]

    Harris mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut ikalnya yang lebat ke belakang dengan sedikit bantuan pomade. Minyak rambut yang hanya sesekali di pakai Harris itu beraroma jeruk menyengarkan, membuat rambut Harris tertata rapi dan nampak lebih berkilau. Merapikan kancing lengan kemeja putih yang akan di balut tuksedo hitam dengan dasi kupu-kupu yang membuat penampilan Harris semakin menawan. Pantofelnya pun tak kalah mengkilat, sebab di semir dengan hati-hati oleh empunya.Sementara Asha, di tempat yang berbeda, hampir selesai dengan kegiatan membersihkan diri di kamar mandi. Apalagi ketika berkali-kali Harris memanggilnya untuk segera beranjak dari sana. Asha semakin tergesa menarik diri lalu lekas duduk di depan meja riasnya. Berperang dengan berbagai jenis peralatan khusus perempuan agar paras cantiknya semakin memukau. Meski sebenarnya, tak banyak yang Asha lakukan sebab Harris memintanya agar ber-make up minimal saja. Menurut Harris, Asha terlih

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [3]

    "Harusnya kita emang gak usah bicara saja, Sha." keluh Harris. "Saya jadi makin merasa bersalah." tambahnya melempar pandangan jauh ke dasar samudera."Mbak Suci itu kayak apa sih, Mas?" tanpa memperdulikan ucapan Harris, Asha, dengan santainya membuka topik tak biasa. Harris lekas menatap Asha, meninggalkan pandangannya pada samudera yang indah. Bukan karena suara Asha, lebih kepada pertanyaan yang di lempar Asha.Di sela-sela suara renyahnya keripik singkong di mulut. Asha meralat pertanyaannya. "Sebagai sesama perempuan, aku kasian aja Mas sama Mbak Suci, kayaknya hidupnya penuh beban." "Kamu mau bilang kalau hidup Suci gak bahagia gara-gara saya?" sambar Harris dengan nada suara kesal tertahan. Asha berdecak. "Gak gitu juga, Mas --" jawab Asha tak tuntas. Sebab Harris sudah menyambarnya dengan menaikan telapak tangannya yang besar di udara. "Sudahlah Sha, saya gak mau membahas Suci lagi." sahut Harris ketus, bangkit dan bergerak me

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [2]

    Kehancurkan Harris di tandai dengan dirinya yang menjadi semakin tertutup dengan wanita manapun. Pemikiran tentang pernikahan pun semakin jauh tak tergapai. Harris semakin menekan dirinya sendiri untuk tidak menikah dengan siapapun. Memilih menjadi bujangan seumur hidup. Kehilangan cinta hanya karena tuntutan akan ikatan menempa Harris menjadi sosok yang semakin kaku, dingin dan tertutup.Sementara di waktu yang sama, Suci memilih untuk menerima laki-laki pilihan orang tuanya. Perjodohan yang sempat di tolak Suci saat masih menggantungkan harap pada Harris.Hingga saat itu, keduanya benar-benar saling melepaskan diri, menghilang tanpa saling berkomunikasi."Mas Harris jahat banget sih!" ujar Asha. Kalimat pertama yang menohok keliar dari mulut Asha, sesaat setelah Harris selesai bercerita.Harris terperangah. Dia baru saja berhasil menelan ludah saat tenggorokannya kering, Asha sudah meny

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [1]

    Harris pikir, Asha akan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Nyatanya, Asha baru menampakan diri setelah empat puluh menit kemudian. Hal itu di pastikan Harris saat ia melirik arlogi yang melingkar di tangan ketika suara pintu terbuka mengusap telinganya. "Dia itu ngapain sebenarnya di kamar mandi sampai empat puluh menit?!" gumam Harris bertanya-tanya sendiri. Dia heran dengan Asha yang selalu betah bersembunyi di kamar mandi setelah mereka berargumentasi. "Apa enaknya berdiam diri di kamar mandi?" batin Harris kembali bersuara. Bola mata Harris terus bergerak, ke kiri dan ke kanan, berputar, mengikuti setiap gerakan Asha dari belakang. Selepas bersembunyi di kamar mandi, Asha memang tidak lekas diam. Dia membuka kulkas mini untuk mengambil air mineral dingin dan menghabiskan isinya, pergi membuka lemari untuk mengambil satu tas khusus dari kopernya. Tak cukup sampai di situ, Asha bergerak menuju meja rias di samping tempat tidur berukuran king size.

  • Pernikahan Warisan   Bertemu Masa Lalu

    Asha dan Harris tidak bisa menolak keindahan tanpa celah yang di suguhkan alam. Menikmati matahari pagi yang tersenyum cerah di atas teras kamar hotel bertipe bungalow. Di temani beberapa potong roti bakar dan secangkir kopi hitam tanpa gula milik Harris, juga teh hijau pahit untuk Asha, menyempurnakan keindahan alam yang tak bisa di deskripsikan dengan kata-kata.Kemarin, Asha dan Harris tak sempat bermanja dengan alam sebab mereka sudah terlalu lelah dengan perjalanan panjangnya. Lagi pula malam sudah terlebih dahulu menyambut mereka saat menginjakan kaki di Pulau Maratua.Namun pagi itu, rasa lelah mereka sudah raib entah kemana. Di suguhi pemandangan menenangkan jiwa dan raga membuat keduanya tak ingin tergesa beranjak. Rasa dunia milik berdua pun baru saja mereka cecap."Mas, jalan yuk, mataharinya udah mulai panas." ajak Asha menyipitkan kedua matanya yang mulai sakit tersapu teriknya sinar mataha

  • Pernikahan Warisan   Mengalihkan Perhatian

    Setelah menimbang-nimbang dengan sengit antara Maluku dan Nusa Tenggara Barat, yang keduanya merupakan target utama Asha dalam merencanakan liburan, pada akhirnya, Asha memutuskan untuk ke Kabupaten Berau di Kalimantan Timur.Ke bimbangan Asha dalam memilih lokasi berlibur mereka membuat Harris geleng-geleng kepala sebab butuh tiga malam tidak tidur nyenyak untuk akhirnya mengambil keputusan pasti. Harris memang membebaskan Asha untuk memilih, hal ini lah yang membuat Asha semakin pusing sendiri. Dan hal tersebut di lakukan Harris sebagai rencana tersembunyinya untuk mengalihkan perhatian Asha dari bayang-bayang kejadian tiga tahun silam.Waktu itu malam, tepat pukul setengah sepuluh saat Asha tengah sibuk melakukan ritual perawatan wajah, di depan meja rias di kamar mereka saat Harris berkata, "Tiket pesawat sama hotel sudah saya pesan." ujar Harris datar, tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar gawai di tangan. "Saya juga sudah pesan mak

  • Pernikahan Warisan   Mencari Jarum Dalam Tumpukan Jerami

    Sudah tiga puluh menit berlalu, Asha masih belum puas membanjiri kemeja kerja Harris dengan airmata yang deras mengalir menganak sungai. Dia juga luput kalau Harris masih belum sempat makan malam selepas bekerja, sampai suara 'kruukuk' dari perut Harris menginterupsi. "Mas Harris lapar?" tanya Asha singkat. Asha menarik kepala ke atas agar bersitatap dengan Harris, menghapus sisa airmata di pipinya dengan asal-asalan. Harris refleks sedikit menunduk saat Asha menatapnya. "Kamu udah selesai nangisnya?" tanya Harris tak lekas menjawab pertanyaan Asha tentang kabar cacing-cacing dalam perutnya. Asha melerai pelukannya, mengambil langkah mundur dari Harris. "Ya udah, makan dulu yuk!" ajak Asha kemudian. Harris mengangkat satu alisnya memastikan jika Asha benar-benar sudah bersikap normal padanya. "Beli makan apa untuk makan malam?" tanya Asha tak mengindahkan tatapan skeptis Harris. "Sate padang, soto betawi sama nasi goreng." sahut Harris lurus-lurus. "Banyak banget!" celetuk Asha. Har

DMCA.com Protection Status