Beranda / Pernikahan / Pernikahan Warisan / Berutang Penjelasan

Share

Berutang Penjelasan

Penulis: gen genafany
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-22 03:43:28

Asha menghidu setiap jengkal seragam kerja Harris yang kemarin di gunakan untuk bertugas menghalau para demonstran di Gedung DPR RI Ibu Kota Jakarta. Bukan tanpa alasan, Asha masih saja ingat jika wanita asing di telpon itu mengatakan akan menemui Harris kemarin. Dalam otak dangkalnya, Asha berpikir mungkin mereka bertemu setelah Harris bekerja hingga Harris pulang larut semalam.

"Gak ada bau aneh, cuman bau keringat Mas Harris kayak biasa aja! Apa Mas Harris memang gak ketemuan sama wanita itu?" Asha bermonolog seraya memasukan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci yang sudah dia setel lalu ia operasikan kemudian. Selesai berkutat dengan baju-baju kotor, Asha melihat isi lemari es dan menimbang-nimbang menu apa yang akan ia sajikan untuk sarapan pagi itu. Melihat beberapa potong keju merk ternama, Asha memutuskan untuk membuat sandwich saja. Menu yang mudah dan cepat apalagi saat suasana hatinya yang masih tak menentu. Sandwich pun bisa dibuat tanpa perlu takut bau masakan menempel di tubuh. Sebab itu lah Asha memilih untuk mandi terlebih dahulu.

"Aaahh! Sha!" jerit Harris mengaduh dari dalam kamar tidur. Asha berhenti bergerak untuk memastikan jika suara itu memang suara Harris. Refleksnya memang payah, Asha malah diam saat suara jeritan itu menusuk telinganya. Lagipula di rumah itu hanya ada dia dan Harris. Tentu saja suara itu jeritan Harris.

Di atas tempat tidur Harris kesulitan mengangkat badannya, pinggangnya seperti terikat sesuatu erat sekali. "Asha!" teriaknya sekali lagi yang kemudian menampilkan Asha di depannya. "Mas Harris kenapa? Sini aku bantu!" Asha dengan sigap meraih tubuh Harris yang dua kali lipat lebih berat dari tubuhnya sendiri. Menggesernya agar terduduk menyandar di kepala ranjang. "Aaahh! Pinggang saya sakit sekali!" keluh Harris seraya mengurut pinggangnya sendiri.

Mendengar keluhan Harris, Asha lantas mundur beberapa langkah. Kedua alisnya menyatu, sorot matanya tajam menatap Harris yang masih sibuk sendiri dengan kesakitannya. Pandangan mata Asha kabur dengan bayang-bayang yang di panggil memorinya tentang dua bulan pertama pernikahannya. Dimana Asha dan Harris banyak menghabiskan waktu di tempat tidur.

Hari dimana Harris mengaduh keluhan yang sama setelah semalaman 'menghajar' Asha dengan birahi yang menggebu. Asha masih ingat betul jika Harris mengeluhkan sakit pinggang yang sama.

Bayangan-bayangan yang di panggil memeorinya kini memudar, berganti dengan bayangan kotor akan wanita asing yang dua hari ini berhasil membuat Asha hampir gila. "Apa sakit pinggang Mas Harris karena bersama wanita itu? Apalagi sebelum pergi kami memang belum 'menyelesaikannya'. Setega itukah Mas Harris padaku?" gumam Asha yang bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Asha terduduk menyandar tembok. Kakinya sudah terlalu lemas menopang tubuhnya. Padahal Asha nyaris melupakan masalahnya dan berniat untuk menghangatkan kembali hubungannya dengan Harris.

Harris mengerutkan dahi, "Kamu gak apa-apa Sha?" tanya Harris keheranan melihat tingkah aneh Asha. "Mas Harris harus jelaskan sekarang juga siapa wanita itu?" teriak Asha. Harris yang masih mencerna ambruknya Asha harus kembali tercengang dengan pekikan Asha. "Mas aku udah gak sanggup lagi nunggu penjelasan kamu. Kamu diam begini aku semakin gila Mas!" Harris tak di beri ruang untuk membela diri, Asha semakin menyudutkannya. "Diamnya Mas Harris menjelaskan kalau Mas Harris berselingkuh. Ya kan!?" bentak Asha yang sudah lepas kendali. "Jangan bilang kalau sakit pinggang Mas Harris karena habis tidur dengan wanita itu." tambahnya melemah. Asha sendiri sudah tak bisa mengendalikan kesedihan, emosi dan amarahnya yang bercampur aduk. Pikiran-pikiran negatif begitu suka bergelayut di kepalanya, memeluk hatinya yang masih rapuh. "Asha! Jaga mulut kamu!" pekik Harris saat tangannya sudah melayang di udara. Asha menunduk memegangi kepalanya. Dia sudah tak peduli jika saja Harris menyakiti fisiknya dia akan pergi saat itu juga. Untunglah Harris masih waras untuk tidak berbuat kasar kepada istrinya. "Sha, tolong jangan begini." lirih Harris meninggalkan Asha. Harris memlih pergi. Dia tak ingin terbawa emosi akan kalimat Asha yang selalu menyudutkannya. "Panggilan telpon dan pesan singkat dari wanita itu nyata Mas! Aku hanya tidak bisa menangkap basah kalian yang tengah bersama." balas Asha tak kalah berteriak saat Harris sudah meninggalkannya. Asha tergugu. "Mungkin juga aku belum memergoki kalian." tambah Asha lirih seperti bisikan yang sudah jelas tak akan terdengar Harris.

Harris sudah di dalam kamar mandi, sementara Asha masih mencari-cari udara yang kesulitan ia dapatkan saat dadanya terasa begitu sempit menghimpit. Rasanya Harris sengaja menambah beban tubuhnya dengan selalu menghindari konflik mereka. Di dalam kamar mandi, Harris bagai tersambar geledek di siang bolong. Mendapati tuduhan tidur dengan wanita lain hanya karena sakit pinggang. Benar-benar tidak masuk akal. "Asha sudah keterlaluan. Bagaimana bisa dia menjadi tak terkendali seperti tadi?" tanya Harris yang membasahi tubuhnya dengan shower yang memancarkan air hangat. Harris benar-benar tak habis pikir dengan sikap Asha. Mau bagaimana lagi, cemburu memang membuat orang jadi tidak waras!

***

Asha kembali turun ke dapur dengan perasaan yang hancur lebur. Asha bahkan lupa jika ia belum sempat mandi. Asha terlalu lama terisak sendiri hingga melupakan pekerjaan-pekerjaannya.

Mata Asha masih bengkak dan merah saat Harris sekilas menatapnya sebelum akhirnya terduduk di meja makan. Asha mengulurkan satu piring yang di isi empat tangkup sandwich dan secangkir kopi hitam tanpa gula yang tentu saja harus selalu panas. Asha tertawa kecut melihat kepulannya.

Asha dan Harris selalu duduk berhadapan. Namun pagi itu Asha memilih berdiri menangkup teh panas di tangan. Berusaha tak membuat suara apapun selain sesapan. Sengaja tak ingin bersitatap lama atau pun sebaliknya.

Tak sengaja, Asha menangkap ekspresi aneh pada raut wajah Harris saat menyantap sandwichnya. Meski begitu Asha tak ingin repot bertanya. Masih di buatkan saja sudah bersyukur. Asha cukup angkuh dengan dirinya sendiri yang tak meninggalkan keperluan Harris bagaimana pun kecewanya ia. Harris sudah menghabiskan tiga tangkup sandwich dan secangkir kopi pahit dalam diam. Ini adalah pagi kedua mereka tak kunjung saling bicara. "Terima kasih." ucap Harris lirih setelah berdiri dari tempat duduknya. Harris bahkan tak menatap Asha saat mengucapkannya. Begitupun dengan Asha yang memilih memainkan cangkir teh hijau kedua yang kembali ia buat tanpa gula.

***

Jika biasanya Asha dengan senang hati membuka pintu gerbang ketika Harris hendak pergi bekerja, dua hari ini Harris melakukannya sendiri.

Harris yang sudah di ambang pintu membalikan badannya untuk kembali ke dapur menemui Asha. Harris melirik arlogi di tangannya untuk memastikan jika masih ada waktu sepuluh menit untuk bicara dengan Asha.

"Ketinggalan apa?" tanya Asha ketus saat Harris sudah berdiri di hadapannya. "Saya cuman mau bilang kalau saya tidak pernah selingkuh. Kamu gak perlu capek memikirkan hal-hal negatif tentang saya." aku Harris. Dengan tenang, Harris tengah berusaha memperbaiki hubungannya dengan Asha. Meski kalimat tersebut tak banyak membantu. Asha mendongakan wajahnya, mencari sorot mata Harris yang berdiri menjulang di hadapannya. Asha menginginkan penjelasan yang gamblang bukan sekedar pengakuan subyektif sebelah pihak. Asha sudah terlalu lama menahan kesal akan diamnya Harris, hingga yang keluar dari mulutnya hanya kata, "Oh."

Harris menarik napas panjang dan dalam, dia tak ingin ikut tersulut.

Asha masih duduk di tempat yang sama. Masih memegang cangkir teh yang sama. Mencerna kata-kata Harris agar bisa menenangkan hatinya, meski nyatanya tidak.

Harris sudah menghilang dari pandangannya saat Asha meraih piring yang menyisakan satu tangkup sandwich. Ia merasa lapar meski tidak sedang ingin sarapan. "Aaahh apa ini!" teriak Asha melepehkan sandwich yang baru saja ia gigit. "Astaga kok bisa Mas Harris?" keluh Asha bermonolog dengan nada kesal.

Rasa bersalah kembali menjalar di sekujur tubuh Asha, menjerat kakinya hingga tak bisa bergerak bahkan satu langkah saja. Asha kemudian meraih ponselnya, lima menit ia habiskan untuk menimbang hingga ia yakin untuk mengirim pesan singkat pada Harris.

Istriku

'Sandwichnya asin' (emoticon tangan yang dilipat)

Pesan balasan di terima tiga jam kemudian saat Asha sudah membereskan dapur, mandi dan menonton berita televisi hari itu.

Mas Harrisku

'Gak apa-apa. Saya masih suka makanan kamu.'

"Nyebelin banget sih!" racau Asha mendongakan wajahnya ke langit-langit.

Istriku

'Kamu masih harus jelasin tentang perempuan itu!'

Pesan terkahir Asha itu tak berbalas meski sudah ada tanda centang biru yang menunjukan bahwa Harris sudah membacanya. Bahkan saat status Harris sedang online pesan terakhir Asha memang sengaja tak di balas.

***

Bersambung...

Bab terkait

  • Pernikahan Warisan   Tertangkap Basah

    Lebih dari tiga puluh menit jari Asha menari-nari di atas permukaan gawai sepuluh inch yang menampilkan berbagai resep makanan lezat. Malam ini Asha ingin menebus rasa bersalahnya yang membuat sandwich keasinan tadi pagi. Asha sudah terlebih dahulu memilih beberapa menu, meski belum memutuskan makanan apa yang akan dia masak untuk makan malam nanti. Meski tak yakin, Asha ingin Harris saja yang menentukan. Kikuk memang, mengirim pesan singkat saat keduanya masih betah bermasalah. Istriku 'Pilih mana?'Asha melampirkan photo rendang dan iga bakar. Mas Harrisku 'Apa saja boleh. Makanan yang lebih mudah di masak lebih baik, supaya kamu gak repot.' "Modus banget!" ketus Asha pada angin yang berhembus di dapur rumahnya. Asha menimbang-nimbang sendiri setelah tak mendapatkan jawaban pasti dari Harris. *** 'Ting tong!' Asha melirik jam dinding dua kali di ruang televisi untuk memastikan jika dia tidak salah lihat. Jam yang masih mengarah angka tujuh bukan delapan. Artinya, bukan wakt

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Pernikahan Warisan   Berjarak

    Asha yang malang. Sudah tiga kali pagi, dia di paksa berdiri di kakinya yang rapuh. Kelopak matanya saja masih menyisakan tanda merah. Menyiapkan segala keperluan Harris atas nama kewajiban yang tak bisa ia tinggalkan tanpa alasan. Apalagi Asha tahu betul jika Harris terbiasa akan dirinya. Kasihan katanya. Lagipula banyak yang lebih menderita darinya. Begitu pikirannya menguatkan batin yang tersiksa. Meski di balik ibanya Asha pada Harris ada kata-kata iblis yang terngiang-ngiang di telinganya. Kenapa tak kau tinggalkan saja suamimu itu Sha? Buah hati yang banyak menyelamatkan pernikahan saja tak pernah ia harapkan. Lalu untuk apa bertahan dengan pernikahan yang di bangun hanya demi kesenangan semata? Bertubi-tubi kepalanya di tempa mantra-mantra negatif yang entah muncul dari mana. Isi kepala Asha sudah sangat penuh hingga nyaris meledak. Sejak kejadian Mariana menghubungi suaminya, Asha tidak bisa benar-benar berpikir positif. Semua energinya terkuras untuk menerka-nerka siapa sosok

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-24
  • Pernikahan Warisan   Pembuktian Mengejutkan

    Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Libur akhir pekan yang akan di habiskan Harris dan Asha bertemu dengan seseorang yang membuat hubungan kedunya merenggang beberapa hari terakhir.Harris memacu mobil sedan putihnya masuk jalan tol yang memberi petunjuk arah Kota Bandung. Asha memicingkan mata, dia bahkan mengucek matanya beberapa kali agar ia yakin bahwa Harris tengah membawanya ke Kota Bandung. "Mas Harris kita akan ke Bandung?" tanya Asha di iringi anggukan Harris dengan cepat. "Kok Mas Harris gak bilang kita akan ke Bandung?" tanya Asha lagi. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Asha hanya bisa mendengus kasar dengan jawaban Harris.Asha lupa jika Harris memang bukan orang yang rajin dalam hal bicara."Kalau saja aku tahu akan ke Bandung, aku bisa bekal baju ganti. Mas Harris juga gak ada baju ganti kan?" tambah Asha. Harris menggelengkan kepala mengamini pertanyaan Asha. Asha berdecak. "Kenapa kasih kabar aja

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-25
  • Pernikahan Warisan   Ingin Tahu Lebih

    Asha masih linglung setelah bertemu dengan ibu sambung Harris. Asha hanya mengenal Harris tiga bulan saja sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Hal itulah yang membuat Asha tak tahu banyak tentang latar belakang suaminya itu. Selain itu, Harris memang sudah pendiam dari dulu. Asha memandangi Harris yang tengah sibuk berkendara membelah jalanan Kota Bandung yang cukup padat. Sebenarnya Asha sedang menunggu Harris untuk bercerita lebih lanjut tentang pertemuan singkat mereka dengan Mariana atau pun cerita sambungan dari status Mariana. Tetapi kemudian Asha ingat jika Harris itu seperti gitar yang hanya akan berbunyi jika di petik. "Mas Harris gak pernah cerita sama aku, kalau Mas Harris punya ibu sambung kayak Mbak Mariana." ujar Asha mengelus lengan kiri Harris yang bebas di sisinya. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Baru saja membuka topik, Asha sudah di paksa untuk tidak mendelik, "Kan Mas Harr

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Pernikahan Warisan   Tak Pernah Bertanya

    Harris menghentikan langkahnya tepat di sebuah toko baju yang cukup terkenal dengan kualitas barangnya yang bagus."Mas Harris mau beli baju?" tanya Asha saat Harris meliarkan pandangannya di toko tersebut. "Kamu gak mau beli baju?" tanya Harris retorik.Asha terkekeh. "Kalau Mas Harris maksa aku juga mau." "Saya gak maksa kok. saya cuman tanya." kata Harris meralat."Mas Harris emang kayak kertas ya, lempeng banget!" sindir Asha gemas. Harris mengulum senyum melihat ekspresi Asha."Kamu bisa pilihkan untuk saya juga." ujar Harris saat tangan Asha sudah sibuk bekerja di tumpukan baju bertanda diskon."Jangan lupa beli dalaman juga." pesan Harris lirih di telinga Asha. Asha pun mengangguk pelan.Asha sudah tentu paham ukuran pakaian yang biasa di pakai Harris.Harris kembali meliarkan pandangannya lalu berujar, "Saya mau ke toilet. Nanti s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Pernikahan Warisan   Lingerie Merah Menyala (21+)

    Harris sudah keluar dari kamar mandi berbalut jubah mandi dan handuk kecil yang menggantung di lehernya. Kedua benda itu sudah tersedia di kamar hotel secara cuma-cuma. Berewok tipis yang biasa menghiasi permukaan wajah hingga ke lehernya kini sudah bersih tak bersisa. Harris memang rutin mencukurnya setiap sebulan sekali. Di saat yang sama Asha terduduk di tepi ranjang menatap Harris lekat meski jarak mereka tidak dekat. Tangan Asha bersidekap di dada dengan kaki yang di silang sebelah. Asha tengah dongkol sebenarnya, saat topik-topik serius yang di bahas Asha lebih sering buntu dari perhatian Harris. Topik yang sengaja di angkat Asha seperti menguap begitu saja. Dan malam itu jelas bukan yang pertama Harris abai. "Mas Harris mau sampai kapan berdiri di sana?" tanya Asha membuyarkan suasana hening di antara keduanya. "Aku mau mandi." tambah Asha di iringi gerakan Harris menyingkir dari ambang pintu kamar mandi. "K

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Pernikahan Warisan   Pillow Talk

    Asha dan Harris terlentang menatap langit-langit dengan tubuh polos yang basah dengan keringat dimana-mana. Tangan kanan Asha meraih selimut dan meletakannya sembarang di atas tubuhnya.Sementara Harris mulai turun dari tempat tidur meraih pintu lemari es mini di samping lemari besar dekat pintu keluar. Harris mengambil satu kaleng kopi dingin siap minum dan satu kaleng teh beraroma melati. Harris kembali berjalan menuju tempat tidur dimana Asha masih betah merebah. "Makasih ya Mas." ujar Asha saat Harris meletakan satu kaleng teh kaleng itu di atas nakas di samping Asha. Harris tak membalas ucapan 'terima kasih' dari Asha. Rupanya nyawa Harris sudah kembali kehidupan nyata. Membawa Harris kembali ke mode datar yang menyebalkan.Harris sempat memakai celana dalamnya sebelum dia duduk di kursi sofa menikmati sekaleng kopi dingin di tangannya. Suasana panas yang sempat menguasai ruangan itu mulai memudar menjadi sepi beberapa saat. Harri

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Pernikahan Warisan   Rutinitas Baru

    Akhir pekan sudah selesai. Kini waktunya Asha dan Harris kembali pada rutinitas mereka sebagai suami dan istri di Ibu Kota Jakarta. Kembali pada rutinitas pagi yang padat namun teratur dan terjadwal setiap harinya. "Aku lagi gak mood buat masak Mas. Jadi pagi ini aku siapin roti panggang saja, nanti tinggal oles selai." ujar Asha mengulurkan satu piring yang di isi lima buah roti panggang yang warnanya sudah kecoklatan. Tampak begitu renyah saat di gigit. Tak lupa, secangkir kopi hitam tanpa gula yang masih begitu panas. Harris sudah duduk mantap di depan meja makan, tangannya meraih beberapa toples yang berisi macam-macam selai. Harris mengoleskan selai kacang di atas dua buah roti panggangnya dan melahapnya. Lalu Harris mengoleskan dua buah roti panggangya dengan selai coklat pun melahapnya dengan cepat. Roti panggang terakhirnya, hanya Harris oles dengan unsalted butter. Harris memang tak pernah ada masalah dengan makanan. Dia selalu melahap semua makanan y

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02

Bab terbaru

  • Pernikahan Warisan   Bermanja Dengan Alam

    Menghabiskan waktu liburan yang singkat di alam yang amat sangat indah memang tak akan ada puasnya. Begitu juga bagi Asha dan Harris yang menghabiskan liburannya dengan mengunjungi beberapa tempat wisata populer di sana.Tak jauh dari Pulau Maratua tempat Asha dan Harris menginap, mereka beranjak menuju Pulau Kakaban menggunakan speedboat.Pulau Kakaban mempunyai gradasi warna laut hijau kebiruan. Suasana yang ditampilkan pada laut di Pulau Kakaban memantulkan warna hijau zamrud yang jernih dan mengkilap. Pulau tak berpenghuni ini memiliki danau yang berasal dari rembesan air laut dan kucuran hujan. Uniknya lagi, danau ini merupakan habitat ubur-ubur mini yang tidak menyengat dalam jumlah ribuan. Asha dan Harris pun tak akan melewatkan pengalaman untuk bersenang-senang bersama ubur-ubur yang 'terjebak' sejak ribuan tahun silam yang akhirnya hidup tenang.Tak cukup puas, Asha dan Harris di pandu menuju Laguna Kehe Daing y

  • Pernikahan Warisan   Ulang Tahun Pernikahan [2]

    'Cekrek''Cekrek''Cekrek'Asha menarik diri dari dekapan Harris saat suara jepretan kamera beserta cahaya kilaunya menarik perhatiannya. Harris tersenyum tipis saat Asha bolak-balik melirik mata hitamnya juga mata kamera. Asha melongo, seperti tak percaya.Harris, dengan sengaja menyewa seorang photograper profesional untuk mengabadikan momen berharga mereka. Tanpa kata, Asha mengernyitkan dahinya. Meminta penjelasan pada Harris lewat matanya. "Buat kenang-kenangan, Sha. Kita gak pernah punya foto prewedding kan? Anggap saja kita sedang pemotretan untuk itu." terang Harris menaik-naikan kedua alisnya, berhasil membuat Asha tak bisa berkata-kata. Asha terlalu bahagia. "Mas Harris... Aku gak nyangka deh, kamu benar-benar menyiapkan semua ini. Aku bahagia... Banget malam ini." aku Asha mencubit gemas pipi Harris.Tanpa mempedulikan photographer yang terus memotret mereka secara natural. Asha berjinjit,

  • Pernikahan Warisan   Ulang Tahun Pernikahan [1]

    Harris mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut ikalnya yang lebat ke belakang dengan sedikit bantuan pomade. Minyak rambut yang hanya sesekali di pakai Harris itu beraroma jeruk menyengarkan, membuat rambut Harris tertata rapi dan nampak lebih berkilau. Merapikan kancing lengan kemeja putih yang akan di balut tuksedo hitam dengan dasi kupu-kupu yang membuat penampilan Harris semakin menawan. Pantofelnya pun tak kalah mengkilat, sebab di semir dengan hati-hati oleh empunya.Sementara Asha, di tempat yang berbeda, hampir selesai dengan kegiatan membersihkan diri di kamar mandi. Apalagi ketika berkali-kali Harris memanggilnya untuk segera beranjak dari sana. Asha semakin tergesa menarik diri lalu lekas duduk di depan meja riasnya. Berperang dengan berbagai jenis peralatan khusus perempuan agar paras cantiknya semakin memukau. Meski sebenarnya, tak banyak yang Asha lakukan sebab Harris memintanya agar ber-make up minimal saja. Menurut Harris, Asha terlih

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [3]

    "Harusnya kita emang gak usah bicara saja, Sha." keluh Harris. "Saya jadi makin merasa bersalah." tambahnya melempar pandangan jauh ke dasar samudera."Mbak Suci itu kayak apa sih, Mas?" tanpa memperdulikan ucapan Harris, Asha, dengan santainya membuka topik tak biasa. Harris lekas menatap Asha, meninggalkan pandangannya pada samudera yang indah. Bukan karena suara Asha, lebih kepada pertanyaan yang di lempar Asha.Di sela-sela suara renyahnya keripik singkong di mulut. Asha meralat pertanyaannya. "Sebagai sesama perempuan, aku kasian aja Mas sama Mbak Suci, kayaknya hidupnya penuh beban." "Kamu mau bilang kalau hidup Suci gak bahagia gara-gara saya?" sambar Harris dengan nada suara kesal tertahan. Asha berdecak. "Gak gitu juga, Mas --" jawab Asha tak tuntas. Sebab Harris sudah menyambarnya dengan menaikan telapak tangannya yang besar di udara. "Sudahlah Sha, saya gak mau membahas Suci lagi." sahut Harris ketus, bangkit dan bergerak me

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [2]

    Kehancurkan Harris di tandai dengan dirinya yang menjadi semakin tertutup dengan wanita manapun. Pemikiran tentang pernikahan pun semakin jauh tak tergapai. Harris semakin menekan dirinya sendiri untuk tidak menikah dengan siapapun. Memilih menjadi bujangan seumur hidup. Kehilangan cinta hanya karena tuntutan akan ikatan menempa Harris menjadi sosok yang semakin kaku, dingin dan tertutup.Sementara di waktu yang sama, Suci memilih untuk menerima laki-laki pilihan orang tuanya. Perjodohan yang sempat di tolak Suci saat masih menggantungkan harap pada Harris.Hingga saat itu, keduanya benar-benar saling melepaskan diri, menghilang tanpa saling berkomunikasi."Mas Harris jahat banget sih!" ujar Asha. Kalimat pertama yang menohok keliar dari mulut Asha, sesaat setelah Harris selesai bercerita.Harris terperangah. Dia baru saja berhasil menelan ludah saat tenggorokannya kering, Asha sudah meny

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [1]

    Harris pikir, Asha akan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Nyatanya, Asha baru menampakan diri setelah empat puluh menit kemudian. Hal itu di pastikan Harris saat ia melirik arlogi yang melingkar di tangan ketika suara pintu terbuka mengusap telinganya. "Dia itu ngapain sebenarnya di kamar mandi sampai empat puluh menit?!" gumam Harris bertanya-tanya sendiri. Dia heran dengan Asha yang selalu betah bersembunyi di kamar mandi setelah mereka berargumentasi. "Apa enaknya berdiam diri di kamar mandi?" batin Harris kembali bersuara. Bola mata Harris terus bergerak, ke kiri dan ke kanan, berputar, mengikuti setiap gerakan Asha dari belakang. Selepas bersembunyi di kamar mandi, Asha memang tidak lekas diam. Dia membuka kulkas mini untuk mengambil air mineral dingin dan menghabiskan isinya, pergi membuka lemari untuk mengambil satu tas khusus dari kopernya. Tak cukup sampai di situ, Asha bergerak menuju meja rias di samping tempat tidur berukuran king size.

  • Pernikahan Warisan   Bertemu Masa Lalu

    Asha dan Harris tidak bisa menolak keindahan tanpa celah yang di suguhkan alam. Menikmati matahari pagi yang tersenyum cerah di atas teras kamar hotel bertipe bungalow. Di temani beberapa potong roti bakar dan secangkir kopi hitam tanpa gula milik Harris, juga teh hijau pahit untuk Asha, menyempurnakan keindahan alam yang tak bisa di deskripsikan dengan kata-kata.Kemarin, Asha dan Harris tak sempat bermanja dengan alam sebab mereka sudah terlalu lelah dengan perjalanan panjangnya. Lagi pula malam sudah terlebih dahulu menyambut mereka saat menginjakan kaki di Pulau Maratua.Namun pagi itu, rasa lelah mereka sudah raib entah kemana. Di suguhi pemandangan menenangkan jiwa dan raga membuat keduanya tak ingin tergesa beranjak. Rasa dunia milik berdua pun baru saja mereka cecap."Mas, jalan yuk, mataharinya udah mulai panas." ajak Asha menyipitkan kedua matanya yang mulai sakit tersapu teriknya sinar mataha

  • Pernikahan Warisan   Mengalihkan Perhatian

    Setelah menimbang-nimbang dengan sengit antara Maluku dan Nusa Tenggara Barat, yang keduanya merupakan target utama Asha dalam merencanakan liburan, pada akhirnya, Asha memutuskan untuk ke Kabupaten Berau di Kalimantan Timur.Ke bimbangan Asha dalam memilih lokasi berlibur mereka membuat Harris geleng-geleng kepala sebab butuh tiga malam tidak tidur nyenyak untuk akhirnya mengambil keputusan pasti. Harris memang membebaskan Asha untuk memilih, hal ini lah yang membuat Asha semakin pusing sendiri. Dan hal tersebut di lakukan Harris sebagai rencana tersembunyinya untuk mengalihkan perhatian Asha dari bayang-bayang kejadian tiga tahun silam.Waktu itu malam, tepat pukul setengah sepuluh saat Asha tengah sibuk melakukan ritual perawatan wajah, di depan meja rias di kamar mereka saat Harris berkata, "Tiket pesawat sama hotel sudah saya pesan." ujar Harris datar, tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar gawai di tangan. "Saya juga sudah pesan mak

  • Pernikahan Warisan   Mencari Jarum Dalam Tumpukan Jerami

    Sudah tiga puluh menit berlalu, Asha masih belum puas membanjiri kemeja kerja Harris dengan airmata yang deras mengalir menganak sungai. Dia juga luput kalau Harris masih belum sempat makan malam selepas bekerja, sampai suara 'kruukuk' dari perut Harris menginterupsi. "Mas Harris lapar?" tanya Asha singkat. Asha menarik kepala ke atas agar bersitatap dengan Harris, menghapus sisa airmata di pipinya dengan asal-asalan. Harris refleks sedikit menunduk saat Asha menatapnya. "Kamu udah selesai nangisnya?" tanya Harris tak lekas menjawab pertanyaan Asha tentang kabar cacing-cacing dalam perutnya. Asha melerai pelukannya, mengambil langkah mundur dari Harris. "Ya udah, makan dulu yuk!" ajak Asha kemudian. Harris mengangkat satu alisnya memastikan jika Asha benar-benar sudah bersikap normal padanya. "Beli makan apa untuk makan malam?" tanya Asha tak mengindahkan tatapan skeptis Harris. "Sate padang, soto betawi sama nasi goreng." sahut Harris lurus-lurus. "Banyak banget!" celetuk Asha. Har

DMCA.com Protection Status