Beranda / Pernikahan / Pernikahan Warisan / Bukan Jadwal Bercinta

Share

Pernikahan Warisan
Pernikahan Warisan
Penulis: gen genafany

Bukan Jadwal Bercinta

Penulis: gen genafany
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-21 13:08:07

Asha masih enggan beranjak dari tempat tidurnya pagi itu. Ia hanya menggerakkan tubuhnya untuk melirik jam dinding besar yang menempel sejajar di atas kepalanya. Jam dinding yang angkanya timbul itu menunjukan pukul lima lebih lima belas menit. Asha betah dengan posisinya menghadap seorang laki-laki bertubuh tinggi kekar yang tengah tertidur lelap dan dalam. Sepertinya memang begitu, sebab saat Asha berkali-kali menggerakan telapak tangan di depan wajahnya laki-laki itu tak juga bergeming.

Sedetik kemudian posisi Asha hanya berjarak satu jengkal dengan wajah laki-laki yang menikahinya enam bulan lalu. Padahal usia Asha belum genap dua puluh dua tahun saat itu. Terlalu muda memang untuk menyandang gelar seorang istri, tetapi Asha sudah mengambil keputusan itu sendiri. Tanpa interpensi siapapun.

Pria berambut hitam tebal itu mengeluarkan suara dengkuran tipis. Kelopak mata yang tertutup rapat membuat bulu matanya yang lentik terekspos sempurna. Asha semakin gemas dibuatnya. Mau bagaimana lagi, jatuh cinta itu memang membuat seseorang jadi fanatik. Bahkan untuk hal aneh yang tiba-tiba terlihat menakjubkan.

Saat Asha sekali lagi memangkas jarak keduanya, ia justru menyerah. Asha menarik kembali wajahnya sebab ia merasakan jantungnya seperti tergelincir dari tempatnya. Asha tak ingin mengambil resiko mati mendadak saat terlalu dekat dengan Harris Darmawan suaminya.

Asha jadi ingat saat Devi dan Fani memandang iri padanya, saat Asha mengenalkan mereka pada Harris. Kedua sahabatnya itu dengan lantang berpendapat bahwa Asha beruntung punya suami yang mapan dan tampan.

“Mereka benar, Mas Harris emang ganteng banget. Gak kaleng-kaleng deh pokoknya.” gumam Asha gemas, melepaskan remasan kedua tangannya yang mengepal di udara.

Harris Darmawan yang memiliki garis wajah kuat, dengan berewok tipis yang tumbuh di hampir seluruh permukaan wajahnya, juga mata hitam legamnya selalu berhasil membuat Asha jatuh hati lagi dan lagi. Bahkan saat ia tak melakukan aktifitas apapun selain mendengkur.

“Selamat pagi Mas.” Asha menyapanya dengan manja, saat tak sengaja mata Harris sedikit terbuka. Asha dengan percaya dirinya kemudian memejamkan mata menunggu 'morning kiss’ yang ternyata tak ia dapatkan pagi itu.

Setelah beberapa detik menunggu Asha kembali membuka kelopak matanya dengan tawa yang tertahan telapak tangan di mulutnya. “Ternyata Mas Harris tidur lagi, ya ampun pagi-pagi udah mesum saja pikiranku. Memalukan!” gumam Asha menangkup wajah tomatnya dengan telapak tangan.

Tak mau membuang waktu terlalu lama, Asha memaksa dirinya untuk bangkit dan menyiapkan semua keperluan suaminya.

Asha rutin memulai aktifitas paginya dengan merapihkan celana coklat tua dan kemeja coklat muda yang di dadanya terdapat papan nama bertuliskan Harris Darmawan lengkap dengan tanda pangkat IPTU sebagai Inspektur Polisi Satu. Asha juga tak melewatkan sepatu boot hitam yang sudah mengkilat permukaannya. Pun kaus kaki hitam agar penampilan Harris sempurna tanpa celah. Asha tentu tak ingin dicap sebagai istri yang tak becus mengurus suami.

Kini Asha bisa melenggang ke kamar mandi dengan tenang setelah sebelumnya ia pun bergelut dengan asap dapur membuat nasi goreng yang masih tersimpan di wajan untuk sarapan. “Nanti tinggal aku panaskan saja lagi.” katanya bermonolog.

“Mas Harris bangun!” ujar Asha mengelus-elus pipi Harris saat jam menunjukan pukul setengah tujuh pagi.

Tanpa banyak bicara, Harris ke kamar mandi untuk membersihkan diri selama sepuluh sampai lima belas menit. Dia kemudian bersiap dengan seragam dinasnya lalu tepat pukul tujuh pagi, Harris sudah duduk manis di meja makan menunggu sarapannya. Aktifitas pagi yang diulang terus menerus sejak enam bulan belakangan ada Asha Marissa yang menyiapkan segala kebutuhannya.

Asha segera merapihkan tempat tidur sesaat setelah Harris pergi ke kamar mandi dan bergerak kembali ke dapur sebelum Harris selesai membersihkan diri.

***

Kesibukan Asha kini menyeduh kopi hitam tanpa gula untuk Harris dan teh hijau dengan sedikit gula untuk dirinya sendiri. “Mas Harris kenapa sih? Aah....” Asha mendesah kegelian saat mulut Harris bergerak naik turun di ceruk lehernya, menciuminya lembut namun rakus. Asha bahkan tak tahu sejak kapan Harris sudah turun ke dapur. Sedangkan tangan Asha yang sibuk dengan wajan berisi nasi goreng yang tengah dihangatkan tidak bisa mencengah saat jari-jemari panjang milik Harris menari-nari di atas perutnya yang rata.

Sebagai seorang istri, Asha sudah tentu paham jika suaminya sedang dikuasai birahi yang menyala. Tapi ia ragu sebab pagi itu Harris harus bekerja dan bukan jadwalnya mereka untuk bercinta.

“Mas Harris lagi mau ya?” Asha pun kembali melemparkan pertanyaan kedua yang tak dijawab juga. Pertanyaan bodoh memang!

Tangan besar Harris malah sudah sibuk berlari menuju tubuh bagian atas Asha. Dengan menaikan kaos putih lengan pendek yang dipakai Asha saat itu, telapak tangan Harris yang sedikit kasar bersentuhan dengan kulit payudara Asha yang lembut. Asha tak bisa menahan untuk tidak menikmati sentuhan lembut Harris yang mengirimkan sinyal ‘ingin’ ke otaknya.

Asha yang tengah menutup mata tiba-tiba sadar dan berkata, “Mas, tapi ini sudah jam tujuh. Sarapan dulu.” kali ini tangan Asha bisa menurunkan tangan Harris yang sudah membuat kaos bajunya tak karuan. Bahkan bra hitam yang digunakan Asha sudah miring kesana-kemari.

“Ya.” balas Harris terlampau singkat. Hanya satu kata itu yang akhirnya keluar dari mulut Harris. Harris memang pendiam terkesan dingin di kehidupan nyata. Dia tak biasa untuk banyak bicara.

Harris merubah posisi nya menjadi tepat di sebelah kanan Asha. Mata keduanya sempat beradu setengah detik sebelum akhirnya Harris menempelkan bibirnya dengan milik Asha yang masih terperangah kaget. Harris melakukannya dengan lembut sampai keduanya hanyut, dan ciuman itu berubah jadi lumatan, hisapan, dan gigitan yang panas membakar gairah.

Asha menarik napas, mencari-cari udara yang kesulitan masuk saat mengimbangi ciuman Harris. Saat akan kembali menempelkan bibirnya Asha mendorong dada Harris meski tubuh mereka masih menempel. Matanya yang sedikit terbuka mendapati secangkir kopi hitam yang asap panasnya sudah menghilang.

“Mas udah ah, kamu nanti telat! Kopinya juga nanti dingin.” pinta Asha segera meraih piring makan di sisi kanannya. Lagi, Harris tak bergeming. Ia masih saja berusaha melanjutkan kegiatan panasnya.

“Mas Harris!” pekik Asha dengan mata membulat. Tangannya sedang menahan piring panas yang terisi nasi goreng, penuh sekali.

Harris pun sadar dan melepaskan Asha sepenuhnya. Duduk dengan mantap dan mencecap kopi hitam buatan Asha yang kini menjadi candu baginya. Rasanya hanya kopi hitam buatan Asha yang pas di lidahnya.

Mereka berhadapan menikmati sarapan pagi yang sudah telat sepuluh menit dari biasanya.

Berbeda dengan Harris yang menikmati sarapannya dengan wajah lurus tanpa ekspresi. Asha justru menyantap setiap suapan dengan wajah yang terus menerus menyunggingkan senyum, seraya sesekali melirik Harris dengan ujung matanya. Asha memang menjadi sedikit gila selepas menikahi laki-laki yang sepuluh tahun lebih tua darinya.

***

“Mas Harris hati-hati ya.” Asha berjalan lebih cepat, menarik kuat pagar rumahnya agar mobil sedan Harris leluasa keluar. Setelah bagian depan mobil berhasil melewati pagar, Asha tak lupa memberikan senyuman terbaiknya. Senyuman lebar yang menyembulkan tulang pipinya.

“I love you Mas!” ungkap Asha melambaikan tangan yang sudah di tempelkan di bibir sebelumnya.

Harris pun meninggalkan rumah setelah tangan panjangnya keluar dari kaca jendela mobil dan mencubit lembut pipi Asha tanpa menjawab ungkapan cinta yang di utarakan istrinya. Membalas senyumnya pun tidak. Harris memang tidak ekspresif. Harris seperti gengsi menjadi romantis untuk istrinya.

Asha sebenarnya sudah terbiasa dengan karakter suaminya itu. Tapi dari lubuk hati kecilnya, ia tetap ingin Harris lebih banyak bicara padanya. Setidaknya saat Asha berusaha memancingnya agar lebih terbuka mengekspesikan perasaannya, hingga ia tak perlu repot menerka-nerka suasana hati Harris.

Namun ada sisi lain dari Harris yang membuat hati Asha semakin terikat kuat. Harris selalu berhasil membuat Asha merasa begitu dipuja, dicintai dan dihargai saat mereka tengah bercinta. Harris yang dingin di kehidupan nyata seperti menjadi sosok lain yang begitu hangat dan memabukan di tempat tidur. Hanya dari sanalah Asha bisa yakin jika Harris pun mencintainya.

Asha tetap yakin jika pelan-pelan Harris akan lebih terbuka padanya, yang perlu ia lakukan hanyalah memupuk kesabarannya. Asha sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan bertahan berada di samping Harris, selama tidak ada kekerasan fisik dalam kehidupan rumah tangganya. Asha tengah mengamalkan pepatah lama yang berkata, jika batu yang keras akan hancur juga dengan air yang terus menerus menetes di atasnya.

***

Asha meraih ponselnya, mengeser layar untuk menampilkan kontak Harris hendak mengirim pesan singkat pada suaminya. Asha memang rutin mengirim pesan setiap sore. Bukan pesan penting, hanya untuk meyakinan diri jika Harris akan pulang tepat waktu seperti biasa.

Istriku

‘Mas Harris mau dimasakin apa malam ini?’

Mas Harrisku

'Apa aja boleh.'

Balasan Harris di terima Asha satu jam setelah pesan singkat pertamanya terkirim.

Istriku

‘Aku bikin sop daging sama tempe goreng aja kalau gitu ya Mas?’

Mas Harrisku

‘Ya, makasih ya.’

Istriku

‘Sampe ketemu ya Mas, hati-hati di jalan. (emoticon cium, peluk dan hati berjajar)'

“Mas Harris bales WA istri aja kek bales WA atasan deh, dataaar banget. Pake emoticon senyum aja gak pernah. Sebal!” protes Asha pada angin yang berhembus di teras rumah.

***

Asha melangkah tergesa saat bel rumah berbunyi. Siapa lagi kalau bukan Harris yang selalu pulang ke rumah tepat jam delapan malam.

Asha merapihkan dress selutut yang hari itu berwarna hijau dengan motif bunga tulip. Dia tentu saja sudah selesai mandi setiap kali Harris pulang ke rumah. Asha hendak mempersiapkan senyuman terbaiknya, saat ia terperangah dengan mata membulat saat Harris ‘menyerangnya’ sesaat setelah gagang pintu tertarik.

“Mas...” suara Asha tercekat dengan hisapan-hisapan kuat di bibirnya.

***

Bersambung...

Bab terkait

  • Pernikahan Warisan   Gak Tahan Lagi (21+)

    Asha yang tak siap dengan ‘serangan' Harris mulai kewalahan mengimbanginya. Napasnya sudah berat. Asha butuh melepaskan bibirnya sejenak agar bebas mengeluarkan karbon dioksida dari oksigen yang dihirup hidungnya. Siklus pernapasan ini sudah kacau sejak tadi. Harris menangkup wajah Asha dengan telapak tangannya, sengaja ia lakukan agar dahi keduanya tetap menempel. Mereka tengah menetralkan degup jantung yang berkejaran dan suhu tubuh yang tiba-tiba meninggi. Tubuh keduanya masih berdiri saling menempel di depan pintu yang bahkan belum sempat ditutup. Mata mereka saling beradu meski tak ada sedikitpun kata mengudara. Sampai lagi-lagi Asha yang memulainya. “Mas kita makan dulu ya, abis makan mandi dulu. Nanti kan bisa lanjut setelah mandi.” pinta Asha seraya mengelus-elus dada bidang Harris dengan telapak tangannya. “Alurnya bisa diubah aja?” tanya Harris menggantung. Bibir Harris sesekali mencari kesempatan untuk menciumi pundak Asha yang sedikit terbuka. Asha mengerutkan dahi, tak

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Pernikahan Warisan   Tersiksa

    “Aku udah tahan untuk gak bicara sejak makan malam tadi. Aku gak mau merusak suasana, Mas.” lirih Asha menumpahkan isi hatinya yang tertahan.Rahang Harris menguat. Wajahnya yang sejak lama memerah akan gairah kini putih pucat. Ada amarah pada Mariana yang sudah merusak malam indahnya. Pun ada cemas teramat yang ketara di netranya. Asha masih menunggu reaksi Harris yang bungkam. Di saat seperti itu hanya tatapan tajam keduanya yang saling beradu. Jika saja tatapan bisa membunuh, kali ini milik Asha yang akan membuat Harris terkapar tak berdaya. Seharusnya dalam kondisi seperti ini, Asha yang paling tersakiti, namun sorot matanya begitu menghunus. “Mas Harris gak mau jelasin apa-apa tentang wanita itu? Harus banget aku cari tau sendiri? ” desak Asha dengan penekanan kalimat di mana-mana yang telak membuat Harris semakin ciut. Nada bicaranya memang rendah namun begitu menyudutkan Harris. Asha mendengus kasar akan diamnya Harris. Hatinya sudah cukup hancur dengan datangnya perempuan lain

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Pernikahan Warisan   Cemburu dan Cinta

    Sudah hampir sepuluh menit Asha menatap layar ponsel yang menampilkan kontak lengkap Harris, tetapi jarinya tak juga menyentuh simbol telpon berwarna hijau untuk menyambungkannya. Ego Asha yang memupuk keyakinan bahwa mereka sedang bermasalah terlalu kuat menahan hatinya yang sudah berontak akan kekhawatiran Harris yang tak juga kembali padahal malam sudah sangat larut. Apalagi, tak ada sama sekali komunikasi sejak kepergiannya tadi pagi. Pada akhirnya, Asha memilih gusar sendiri mengulang-ulang memori akan tayangan berita di televisi yang menampilkan kericuhan demonstrasi. Beberapa mata lensa kamera wartawan menyorot sejumlah anggota polisi terluka hingga diantaranya dilarikan ke rumah sakit. Pun dengan sejumlah mahasiswa yang juga jatuh pingsan akibat berdesakan. 'Ceklek' Suara pintu terbuka yang akhirnya membuyarkan bayangan-bayangan kabut Asha. Harris berdiri di ambang pintu sementara Asha membatu di sisi tirai dengan tubuh menghadap Harris hingga pandangan mata mereka pun bersir

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Pernikahan Warisan   Berutang Penjelasan

    Asha menghidu setiap jengkal seragam kerja Harris yang kemarin di gunakan untuk bertugas menghalau para demonstran di Gedung DPR RI Ibu Kota Jakarta. Bukan tanpa alasan, Asha masih saja ingat jika wanita asing di telpon itu mengatakan akan menemui Harris kemarin. Dalam otak dangkalnya, Asha berpikir mungkin mereka bertemu setelah Harris bekerja hingga Harris pulang larut semalam. "Gak ada bau aneh, cuman bau keringat Mas Harris kayak biasa aja! Apa Mas Harris memang gak ketemuan sama wanita itu?" Asha bermonolog seraya memasukan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci yang sudah dia setel lalu ia operasikan kemudian. Selesai berkutat dengan baju-baju kotor, Asha melihat isi lemari es dan menimbang-nimbang menu apa yang akan ia sajikan untuk sarapan pagi itu. Melihat beberapa potong keju merk ternama, Asha memutuskan untuk membuat sandwich saja. Menu yang mudah dan cepat apalagi saat suasana hatinya yang masih tak menentu. Sandwich pun bisa dibuat tanpa perlu takut bau masakan menempel di

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Pernikahan Warisan   Tertangkap Basah

    Lebih dari tiga puluh menit jari Asha menari-nari di atas permukaan gawai sepuluh inch yang menampilkan berbagai resep makanan lezat. Malam ini Asha ingin menebus rasa bersalahnya yang membuat sandwich keasinan tadi pagi. Asha sudah terlebih dahulu memilih beberapa menu, meski belum memutuskan makanan apa yang akan dia masak untuk makan malam nanti. Meski tak yakin, Asha ingin Harris saja yang menentukan. Kikuk memang, mengirim pesan singkat saat keduanya masih betah bermasalah. Istriku 'Pilih mana?'Asha melampirkan photo rendang dan iga bakar. Mas Harrisku 'Apa saja boleh. Makanan yang lebih mudah di masak lebih baik, supaya kamu gak repot.' "Modus banget!" ketus Asha pada angin yang berhembus di dapur rumahnya. Asha menimbang-nimbang sendiri setelah tak mendapatkan jawaban pasti dari Harris. *** 'Ting tong!' Asha melirik jam dinding dua kali di ruang televisi untuk memastikan jika dia tidak salah lihat. Jam yang masih mengarah angka tujuh bukan delapan. Artinya, bukan wakt

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Pernikahan Warisan   Berjarak

    Asha yang malang. Sudah tiga kali pagi, dia di paksa berdiri di kakinya yang rapuh. Kelopak matanya saja masih menyisakan tanda merah. Menyiapkan segala keperluan Harris atas nama kewajiban yang tak bisa ia tinggalkan tanpa alasan. Apalagi Asha tahu betul jika Harris terbiasa akan dirinya. Kasihan katanya. Lagipula banyak yang lebih menderita darinya. Begitu pikirannya menguatkan batin yang tersiksa. Meski di balik ibanya Asha pada Harris ada kata-kata iblis yang terngiang-ngiang di telinganya. Kenapa tak kau tinggalkan saja suamimu itu Sha? Buah hati yang banyak menyelamatkan pernikahan saja tak pernah ia harapkan. Lalu untuk apa bertahan dengan pernikahan yang di bangun hanya demi kesenangan semata? Bertubi-tubi kepalanya di tempa mantra-mantra negatif yang entah muncul dari mana. Isi kepala Asha sudah sangat penuh hingga nyaris meledak. Sejak kejadian Mariana menghubungi suaminya, Asha tidak bisa benar-benar berpikir positif. Semua energinya terkuras untuk menerka-nerka siapa sosok

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-24
  • Pernikahan Warisan   Pembuktian Mengejutkan

    Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Libur akhir pekan yang akan di habiskan Harris dan Asha bertemu dengan seseorang yang membuat hubungan kedunya merenggang beberapa hari terakhir.Harris memacu mobil sedan putihnya masuk jalan tol yang memberi petunjuk arah Kota Bandung. Asha memicingkan mata, dia bahkan mengucek matanya beberapa kali agar ia yakin bahwa Harris tengah membawanya ke Kota Bandung. "Mas Harris kita akan ke Bandung?" tanya Asha di iringi anggukan Harris dengan cepat. "Kok Mas Harris gak bilang kita akan ke Bandung?" tanya Asha lagi. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Asha hanya bisa mendengus kasar dengan jawaban Harris.Asha lupa jika Harris memang bukan orang yang rajin dalam hal bicara."Kalau saja aku tahu akan ke Bandung, aku bisa bekal baju ganti. Mas Harris juga gak ada baju ganti kan?" tambah Asha. Harris menggelengkan kepala mengamini pertanyaan Asha. Asha berdecak. "Kenapa kasih kabar aja

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-25
  • Pernikahan Warisan   Ingin Tahu Lebih

    Asha masih linglung setelah bertemu dengan ibu sambung Harris. Asha hanya mengenal Harris tiga bulan saja sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Hal itulah yang membuat Asha tak tahu banyak tentang latar belakang suaminya itu. Selain itu, Harris memang sudah pendiam dari dulu. Asha memandangi Harris yang tengah sibuk berkendara membelah jalanan Kota Bandung yang cukup padat. Sebenarnya Asha sedang menunggu Harris untuk bercerita lebih lanjut tentang pertemuan singkat mereka dengan Mariana atau pun cerita sambungan dari status Mariana. Tetapi kemudian Asha ingat jika Harris itu seperti gitar yang hanya akan berbunyi jika di petik. "Mas Harris gak pernah cerita sama aku, kalau Mas Harris punya ibu sambung kayak Mbak Mariana." ujar Asha mengelus lengan kiri Harris yang bebas di sisinya. "Kan kamu gak tanya!" jawab Harris datar. Baru saja membuka topik, Asha sudah di paksa untuk tidak mendelik, "Kan Mas Harr

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02

Bab terbaru

  • Pernikahan Warisan   Bermanja Dengan Alam

    Menghabiskan waktu liburan yang singkat di alam yang amat sangat indah memang tak akan ada puasnya. Begitu juga bagi Asha dan Harris yang menghabiskan liburannya dengan mengunjungi beberapa tempat wisata populer di sana.Tak jauh dari Pulau Maratua tempat Asha dan Harris menginap, mereka beranjak menuju Pulau Kakaban menggunakan speedboat.Pulau Kakaban mempunyai gradasi warna laut hijau kebiruan. Suasana yang ditampilkan pada laut di Pulau Kakaban memantulkan warna hijau zamrud yang jernih dan mengkilap. Pulau tak berpenghuni ini memiliki danau yang berasal dari rembesan air laut dan kucuran hujan. Uniknya lagi, danau ini merupakan habitat ubur-ubur mini yang tidak menyengat dalam jumlah ribuan. Asha dan Harris pun tak akan melewatkan pengalaman untuk bersenang-senang bersama ubur-ubur yang 'terjebak' sejak ribuan tahun silam yang akhirnya hidup tenang.Tak cukup puas, Asha dan Harris di pandu menuju Laguna Kehe Daing y

  • Pernikahan Warisan   Ulang Tahun Pernikahan [2]

    'Cekrek''Cekrek''Cekrek'Asha menarik diri dari dekapan Harris saat suara jepretan kamera beserta cahaya kilaunya menarik perhatiannya. Harris tersenyum tipis saat Asha bolak-balik melirik mata hitamnya juga mata kamera. Asha melongo, seperti tak percaya.Harris, dengan sengaja menyewa seorang photograper profesional untuk mengabadikan momen berharga mereka. Tanpa kata, Asha mengernyitkan dahinya. Meminta penjelasan pada Harris lewat matanya. "Buat kenang-kenangan, Sha. Kita gak pernah punya foto prewedding kan? Anggap saja kita sedang pemotretan untuk itu." terang Harris menaik-naikan kedua alisnya, berhasil membuat Asha tak bisa berkata-kata. Asha terlalu bahagia. "Mas Harris... Aku gak nyangka deh, kamu benar-benar menyiapkan semua ini. Aku bahagia... Banget malam ini." aku Asha mencubit gemas pipi Harris.Tanpa mempedulikan photographer yang terus memotret mereka secara natural. Asha berjinjit,

  • Pernikahan Warisan   Ulang Tahun Pernikahan [1]

    Harris mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut ikalnya yang lebat ke belakang dengan sedikit bantuan pomade. Minyak rambut yang hanya sesekali di pakai Harris itu beraroma jeruk menyengarkan, membuat rambut Harris tertata rapi dan nampak lebih berkilau. Merapikan kancing lengan kemeja putih yang akan di balut tuksedo hitam dengan dasi kupu-kupu yang membuat penampilan Harris semakin menawan. Pantofelnya pun tak kalah mengkilat, sebab di semir dengan hati-hati oleh empunya.Sementara Asha, di tempat yang berbeda, hampir selesai dengan kegiatan membersihkan diri di kamar mandi. Apalagi ketika berkali-kali Harris memanggilnya untuk segera beranjak dari sana. Asha semakin tergesa menarik diri lalu lekas duduk di depan meja riasnya. Berperang dengan berbagai jenis peralatan khusus perempuan agar paras cantiknya semakin memukau. Meski sebenarnya, tak banyak yang Asha lakukan sebab Harris memintanya agar ber-make up minimal saja. Menurut Harris, Asha terlih

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [3]

    "Harusnya kita emang gak usah bicara saja, Sha." keluh Harris. "Saya jadi makin merasa bersalah." tambahnya melempar pandangan jauh ke dasar samudera."Mbak Suci itu kayak apa sih, Mas?" tanpa memperdulikan ucapan Harris, Asha, dengan santainya membuka topik tak biasa. Harris lekas menatap Asha, meninggalkan pandangannya pada samudera yang indah. Bukan karena suara Asha, lebih kepada pertanyaan yang di lempar Asha.Di sela-sela suara renyahnya keripik singkong di mulut. Asha meralat pertanyaannya. "Sebagai sesama perempuan, aku kasian aja Mas sama Mbak Suci, kayaknya hidupnya penuh beban." "Kamu mau bilang kalau hidup Suci gak bahagia gara-gara saya?" sambar Harris dengan nada suara kesal tertahan. Asha berdecak. "Gak gitu juga, Mas --" jawab Asha tak tuntas. Sebab Harris sudah menyambarnya dengan menaikan telapak tangannya yang besar di udara. "Sudahlah Sha, saya gak mau membahas Suci lagi." sahut Harris ketus, bangkit dan bergerak me

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [2]

    Kehancurkan Harris di tandai dengan dirinya yang menjadi semakin tertutup dengan wanita manapun. Pemikiran tentang pernikahan pun semakin jauh tak tergapai. Harris semakin menekan dirinya sendiri untuk tidak menikah dengan siapapun. Memilih menjadi bujangan seumur hidup. Kehilangan cinta hanya karena tuntutan akan ikatan menempa Harris menjadi sosok yang semakin kaku, dingin dan tertutup.Sementara di waktu yang sama, Suci memilih untuk menerima laki-laki pilihan orang tuanya. Perjodohan yang sempat di tolak Suci saat masih menggantungkan harap pada Harris.Hingga saat itu, keduanya benar-benar saling melepaskan diri, menghilang tanpa saling berkomunikasi."Mas Harris jahat banget sih!" ujar Asha. Kalimat pertama yang menohok keliar dari mulut Asha, sesaat setelah Harris selesai bercerita.Harris terperangah. Dia baru saja berhasil menelan ludah saat tenggorokannya kering, Asha sudah meny

  • Pernikahan Warisan   Bukan Bulan Madu [1]

    Harris pikir, Asha akan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Nyatanya, Asha baru menampakan diri setelah empat puluh menit kemudian. Hal itu di pastikan Harris saat ia melirik arlogi yang melingkar di tangan ketika suara pintu terbuka mengusap telinganya. "Dia itu ngapain sebenarnya di kamar mandi sampai empat puluh menit?!" gumam Harris bertanya-tanya sendiri. Dia heran dengan Asha yang selalu betah bersembunyi di kamar mandi setelah mereka berargumentasi. "Apa enaknya berdiam diri di kamar mandi?" batin Harris kembali bersuara. Bola mata Harris terus bergerak, ke kiri dan ke kanan, berputar, mengikuti setiap gerakan Asha dari belakang. Selepas bersembunyi di kamar mandi, Asha memang tidak lekas diam. Dia membuka kulkas mini untuk mengambil air mineral dingin dan menghabiskan isinya, pergi membuka lemari untuk mengambil satu tas khusus dari kopernya. Tak cukup sampai di situ, Asha bergerak menuju meja rias di samping tempat tidur berukuran king size.

  • Pernikahan Warisan   Bertemu Masa Lalu

    Asha dan Harris tidak bisa menolak keindahan tanpa celah yang di suguhkan alam. Menikmati matahari pagi yang tersenyum cerah di atas teras kamar hotel bertipe bungalow. Di temani beberapa potong roti bakar dan secangkir kopi hitam tanpa gula milik Harris, juga teh hijau pahit untuk Asha, menyempurnakan keindahan alam yang tak bisa di deskripsikan dengan kata-kata.Kemarin, Asha dan Harris tak sempat bermanja dengan alam sebab mereka sudah terlalu lelah dengan perjalanan panjangnya. Lagi pula malam sudah terlebih dahulu menyambut mereka saat menginjakan kaki di Pulau Maratua.Namun pagi itu, rasa lelah mereka sudah raib entah kemana. Di suguhi pemandangan menenangkan jiwa dan raga membuat keduanya tak ingin tergesa beranjak. Rasa dunia milik berdua pun baru saja mereka cecap."Mas, jalan yuk, mataharinya udah mulai panas." ajak Asha menyipitkan kedua matanya yang mulai sakit tersapu teriknya sinar mataha

  • Pernikahan Warisan   Mengalihkan Perhatian

    Setelah menimbang-nimbang dengan sengit antara Maluku dan Nusa Tenggara Barat, yang keduanya merupakan target utama Asha dalam merencanakan liburan, pada akhirnya, Asha memutuskan untuk ke Kabupaten Berau di Kalimantan Timur.Ke bimbangan Asha dalam memilih lokasi berlibur mereka membuat Harris geleng-geleng kepala sebab butuh tiga malam tidak tidur nyenyak untuk akhirnya mengambil keputusan pasti. Harris memang membebaskan Asha untuk memilih, hal ini lah yang membuat Asha semakin pusing sendiri. Dan hal tersebut di lakukan Harris sebagai rencana tersembunyinya untuk mengalihkan perhatian Asha dari bayang-bayang kejadian tiga tahun silam.Waktu itu malam, tepat pukul setengah sepuluh saat Asha tengah sibuk melakukan ritual perawatan wajah, di depan meja rias di kamar mereka saat Harris berkata, "Tiket pesawat sama hotel sudah saya pesan." ujar Harris datar, tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar gawai di tangan. "Saya juga sudah pesan mak

  • Pernikahan Warisan   Mencari Jarum Dalam Tumpukan Jerami

    Sudah tiga puluh menit berlalu, Asha masih belum puas membanjiri kemeja kerja Harris dengan airmata yang deras mengalir menganak sungai. Dia juga luput kalau Harris masih belum sempat makan malam selepas bekerja, sampai suara 'kruukuk' dari perut Harris menginterupsi. "Mas Harris lapar?" tanya Asha singkat. Asha menarik kepala ke atas agar bersitatap dengan Harris, menghapus sisa airmata di pipinya dengan asal-asalan. Harris refleks sedikit menunduk saat Asha menatapnya. "Kamu udah selesai nangisnya?" tanya Harris tak lekas menjawab pertanyaan Asha tentang kabar cacing-cacing dalam perutnya. Asha melerai pelukannya, mengambil langkah mundur dari Harris. "Ya udah, makan dulu yuk!" ajak Asha kemudian. Harris mengangkat satu alisnya memastikan jika Asha benar-benar sudah bersikap normal padanya. "Beli makan apa untuk makan malam?" tanya Asha tak mengindahkan tatapan skeptis Harris. "Sate padang, soto betawi sama nasi goreng." sahut Harris lurus-lurus. "Banyak banget!" celetuk Asha. Har

DMCA.com Protection Status