Wanita yang berbicara itu bergegas menghampiri mereka. Bunga di tangannya langsung dipakai untuk memukul Sonia, mendorong Sonia dengan keras. Kemudian, wanita itu menarik Stella ke dalam pelukannya.Reviana memeriksa tubuh Stella dengan cemas, “Ada yang terluka, nggak? Apa ada yang berdarah? Di mana yang sakit?”Kelopak-kelopak bunga yang basah karena embun berserakan di lantai. Duri dari bunga segar itu menusuk leher Sonia. Sonia merasa sedikit pedih, tertegun menatap wanita yang sedang mencemaskan putrinya itu.Hendri Dikara cepat-cepat menghampiri dan berkata pada Sonia, “Kamu nggak terluka, ‘kan?”Reviana tiba-tiba menoleh ke belakang, menatap Sonia dengan mata galak, “Kamu mau apa? Kamu mau membunuh Stella?”Hati Sonia pedih melihat tatapan jijik dan benci yang terpancar dari mata wanita itu.Stella melirik Sonia sekilas, lalu buru-buru meraih pergelangan tangan Reviana dan berkata, “Ma, Mama salah paham. Aku yang minta Kak Sonia untuk menggunting rambutku. Kak Sonia nggak melukai
Reza tidak mengangkat kepalanya sama sekali dan hanya membaca dokumen yang ada di tangannya dengan ekspresi dingin dan tidak tersentuh. Setelah itu lelaki tersebut menoleh dan tersenyum sambil bertanya, “Sonia, kamu jadi guru les?”Dia tahu perempuan itu tinggal di daerah timur dan kondisi ekonominya juga tidak bagus. Sedangkan di sini merupakan kawasan elit, otomatis Reza menganggap Sonia datang untuk menjadi guru bimbingan.“Untung saja ketemu dengan kamu,” jawab Sonia sambil tersenyum tipis.Kenapa dia bisa melupakan kalau Tasya adalah anak dari kakaknya Reza dan merupakan keponakan dari lelaki itu.Dulu, dalam tiga tahun mereka nyaris tidak pernah bertemu satu kali pun. Sekarang, dalam satu minggu bisa bertemu sebanyak tiga kali. Sonia berpikiran apakah Sang Cupid baru saja terbangun dari tidurnya dan tengah mencoba menyatukan mereka?Tasya menatap Sonia dan memperkenalkan perempuan itu pada Reza. “Dia Om aku yang kedua, Om Reza.”Sonia bersikap seakan tidak kenal dan menganggukkan
Sebersit sorot curiga melintas di mata Reza. Dia menatap perempuan itu sekali lagi. Kebetulan Tasya sudah kembali dari toilet dan langsung mendaratkan bokongnya di sisi Sonia. Dengan senyuman lebar perempuan itu bercerita,“Aku ketemu sama teman SMA dan ngobrol sebentar.”Pelayan datang dan membawa makanan mereka. Ketiga orang tersebut mulai makan dengan lahap. Terkadang Tasya akan mengeluarkan celetukan dan membicarakan hal-hal mengenai kampus dengan Sonia.Setelah selesai makan, mereka bertiga keluar dari restoran dan secara kebetulan ketemu dengan Ranty dan beberapa orang yang lain. Perempuan itu tengah makan dengan kliennya. Mereka bertemu di depan pintu dengan Ranty yang memberikan lirikan penuh arti pada Sonia.Kedua perempuan itu berpura-pura saling tidak mengenal dan hanya saling melewati saja. Justru dua orang klien Ranty yang merupakan CEO tua tampak mengenali Reza. Mereka menyapa lelaki itu dengan sikap yang terlihat sangat santun.Hujan di luar sana sudah berhenti, jalanan
Reza menyapukan pandangannya ke wajah Sonia yang mulus dan polos. Kulit putih perempuan itu terlihat sedikit merah dan membuat perempuan itu terlihat sangat bocah sekali, tidak seperti seorang mahasiswi melainkan anak SMA.Mungkin karena sifatnya sebagai seseorang yang lebih tua, Reza berusaha menahan emosinya dan mengusir Max. Setelah itu dia berkata dengan nada datar, “Sekarang sudah boleh turun.”Sonia menoleh ke belakang sejenak dan setelah memastikan tidak ada Max lagi di sana, dia melompat turun dengan ekspresi pura-pura datar. Perempuan itu langsung berdiri di belakang tubuh Reza dan berusaha menghindari mata anjing tersebut yang sedari tadi melihat ke arahnya. Lelaki itu tertawa kecil kemudian melangkah mendekati Max.Dia memandangi punggung lelaki itu dan baru menyadari jaraknya tadi sangat dekat sekali dengan Reza. Saking dekatnya bahkan dia bisa menghirup aroma lelaki itu yang seperti rintikan hujan yang membentuk genangan air di pegunungan bercampur dengan aroma kayu. Begit
Sonia tanpa sadar ingin menyembunyikan tangannya ke balik punggungnya. Akan tetapi menyadari gerakan tersebut terlalu mencurigakan sehingga dia berusaha tidak membuat respons berlebihan apa pun.Dalam permainan tadi dia baru saja meledakkan Tandy dan dirinya sendiri juga telah mati di bunuh lawan. Bocah lelaki itu menahan dirinya untuk tidak menendang Sonia saat ini juga. Padahal tadi perempuan itu berjanji mau bilang pada Pamannya dan membantunya.“Om, tugasku sudah selesai!”Reza terlihat sedikit terkejut ketika mendengar ucapan keponakannya itu. Dia melirik wajah Sonia kemudian berjalan ke arah meja belajar dan berkata, “Coba Om lihat!”Tandy memberikan buku tugasnya pada Reza dan ternyata memang sudah selesai dan juga telah diperiksa. Bagian yang salah sudah diperbaiki bahkan ada beberapa penjelasan penyelesaian dari tugas tersebut.Lelaki itu semakin merasa aneh. Dia menoleh dan melihat Sonia yang juga tengah menatapnya dengan matanya yang polos dan jernih. “Aku janji pada Tandy u
Pukul sepuluh malam hari, Tasya sudah tiba di rumahnya dan melihat sosok Reza yang duduk di sofa. Dia memutar bola matanya dan memberi kode melalui pandangan mata pada pelayannya yang tiba-tiba buru-buru naik ke lantai atas.“Sini!” Lelaki itu bersandar pada punggung sofa dengan sebelah tangannya yang memegang sebuah buku. Detik selanjutnya Tasya tahu dia sudah tidak bisa menutupinya lagi. Lebih baik dia bersikap pura-pura tenang dan berjalan ke arah lelaki itu sambil bertanya,“Om, kok belum tidur?”Reza meliriknya dan berkata, “Pantasan begitu buru-buru mau cari guru les. Ternyata kamu ingin pergi berkencan? Sudah ada pacar?”“Nggak!” sahut Tasya sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat.“Aku hanya jalan sama temanku.”“Pacarmu itu teman kampus?” tanya Reza lagi dengan nada suara lebih berat.Perempuan itu tahu kalau dia tidak bisa membohongi pamannya yang cerdik ini. Dia duduk di hadapan Reza dan berkata jujur,“Iya, aku memang sudah ada pacar. Aku juga tahu kalau keluarga kita sedi
Dosen pelajaran bahasa asing kali ini berasal dari luar negeri dengan wajah yang tampan. Chenny kerap bilang padanya kalau dosennya yang ini merupakan sosok idamannya yang sempurna.Saat masuk ke dalam kelas, banyak mata yang memandang Sonia. Sepertinya mereka semua sudah melihat atau mendengar apa yang baru saja terjadi di lantai bawah. Tatapan semua orang terlihat ada yang kagum, menertawakan bahkan ada yang meremehkan sikap Sonia.Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah perempuan itu. Dia dan Chenny memilih tempat duduk dan mengeluarkan peralatan kuliahnya sambil fokus mendengarkan pelajaran.Setelah jam kuliah tersebut telah selesai, Chenny memanfaatkan kesempatan untuk bertanya pada sang dosen agar bisa mendekatkan dirinya dengan lelaki itu. Sedangkan Sonia hanya duduk di tempatnya sambil menunggu perempuan itu.Sekitar sepuluh menit kemudian, tidak ada tanda-tanda Chenny yang akan menyudahi kegiatannya. Sonia memutuskan untuk berdiri dan pergi ke toilet dulu. Ketika di
Chenny menunggu Sonia di lantai bawah ruangan Santo. Melihat perempuan itu keluar, dia langsung bergegas menghampirinya dan bertanya, “Gimana? Petugas konseling ada bilang mau menghukum kamu, nggak?”Sonia yang mengenakan tas sandang hanya memegang dua tali tas yang menggantung di samping tubuhnya sambil menjawab dengan nada santai, “Kenapa harus menghukumku? Aku hanya sedang melindungi diri!”Chenny menatapnya dengan tidak percaya dan berkata, “Melia patah tulang dan papanya datang dengan emosi yang begitu membludak. Memangnya dia bisa diam saja?”“Pokoknya sudah beres!” sahut Sonia sambil tertawa lebar.Walaupun Chenny masih merasa ragu dan curiga, dia juga merasa lega. Perempuan itu mengikuti langkah Sonia keluar dari area universitas sambil berceloteh ria.“Salah aku juga, coba kalau aku nggak nempelin pangeranku, kita sudah balik dari tadi! Nggak akan ada kejadian seperti ini.”Dengan santai Sonia berkata, “Melia sudah mempersiapkan semuanya. Siapa tahu dia menungguku di suatu tem
Sonia membalas dengan memeluk pundak si pria. Dia berusaha mengatur napas terengah-engahnya, baru berkata, “Jangan khawatir. Aku baik-baik saja!”Suara Reza terdengar serak. “Apa semuanya tidak berjalan lancar?”Reza dan Holand pergi melakukan penyerangan ke markas Tritop. Saat menghancurkan dua bom kobalt, tiba-tiba dia menerima kabar dari Morgan. Reza disuruh untuk segera menyelamatkan Sonia. Sebab, orang yang bertempur dengannya bukanlah Rayden, melainkan adalah Winston yang menyamar menjadi Rayden.Reza segera kembali dari perbatasan ke Istana Fers. Saat di perjalanan, dia menyadari ada yang aneh dengan ritme detak jantung Sonia. Tidak lama kemudian, dia juga menerima pesan dari Frida yang mengatakan telah terjadi sesuatu dengan Sonia.Waktu itu, Reza benar-benar sangat panik!“Ada sedikit masalah!” Sonia keluar dari pelukan Reza. “Johan sudah terluka. Kamu bawa dia tinggalkan tempat ini dulu!”Johan sudah berdiri dengan dipapah Frida. Dia menahan luka yang mengalir di pundak semba
Si Janggut kembali bertanya pada Frida, “Mau hubungi dia atau tidak?”Frida menunjukkan ekspresi kesal dan juga tegas. “Bunuh aku saja!”“Beri dia pelajaran!” Si Janggut merasa emosi dengan sikap Frida. Dia melangkah mundur selangkah, lalu memerintah.Kemudian, majulah tiga orang pria mulai mengerumuni Frida.“Dorr!”Mereka terlebih dulu melepaskan ikatan tali di kaki Frida. Saat hendak melepaskan pakaian Frida, punggung pria itu tertembak dan langsung jatuh di tempat.Disusul, Johan melakukan tembakan secara gila-gilaan.“Sialan!”Mereka semua membalikkan tubuh dengan kaget dan segera mengeluarkan pistol untuk melakukan perlawanan.Johan menangkap seorang pengawal di depan untuk melakukan perlindungan. Sonia pun melompat ke atas, hendak menendang orang yang hendak menangkap Frida. Kemudian, dia juga melayangkan pisau tajam di tangannya. Pisau itu menggores leher si pria. Darah bercipratan. Si pria pun ditendang Sonia.Sonia melepaskan tali di tangan Frida. Dia melindungi Frida sembari
Orang di belakang Johan takut dirinya dalam bahaya. Dia juga tidak mengikuti langkah Johan. Pada saat ini, dia masih sedang berjalan mondar-mandir di depan pintu. Dia juga tidak menyadari apa yang dilakukan Johan.Setelah Johan memukul pilot menjadi pingsan, orang itu baru menyusul dan mengangkat pistol hendak menembak pilot itu hingga mati.Johan segera membalikkan tubuhnya untuk menghalangi aksi pria itu. Dia berkata dengan suara serak, “Jangan! Bisa jadi dia ada gunanya!”Orang itu kelihatan agak gugup. Johan mengoles wajahnya dengan getah daun dan juga lumpur, jadi dia tidak menyadari Johan bukanlah rekan satu timnya. Saat mendengar ucapan Johan, orang itu segera mengangguk dan berkata, “Keluarkan dia.”Johan mengangkat pilot di atas pundaknya, lalu memeriksa isi pesawat. Setelah memastikan tidak ada yang aneh, mereka berdua baru meninggalkan tempat.Ketika kepala tim melihat Johan mengangkat pilot keluar pesawat, dia berkata dengan mengangguk, “Bawa dia. Ayo, kita segera pergi!”
Setelah berjalan sekitar ratusan meter, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari belakang. Sonia dan Johan spontan bertukar pandang. Mereka berdua segera bersembunyi ke arah yang berlawanan dari orang-orang yang datang untuk mengejar mereka. Pengawal Istana Fers beranggotakan 10 orang dengan senjata di tangan mereka. Mereka sedang mencari sembari berjalan maju.Sonia turun dari atas pohon tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Dia duduk di atas pundak seseorang, lalu membekap mulut orang itu dan memelintir kepalanya. Kemudian, Sonia turun ke atas lantai, lalu mengambil senjata di tangan. Dia pun meletakkannya di dalam rerumputan.Di dalam lingkungan yang gelap dan mencekam, orang-orang yang berjalan di depan sama sekali tidak menyadari bahwa rekan mereka yang berada di belakang sudah mati.Belasan orang terus melangkah maju beberapa langkah lagi. Namun tiba-tiba, di atas sebatang pohon sekitar 10 meter di depan mereka, Johan berdiri dan langsung mengangkat senjatanya. “Tamatlah riway
Johan dan Sonia jatuh dari ketinggian ribuan meter ke dalam hutan.Untung saja, tubuh mereka berdua masih dililit tali! Lantaran kecepatan jatuh dan beban berat, tali tersangkut di puncak pohon, membuat tali menebas lapisan ranting hingga akhirnya mereka tersangkut di batang pohon yang kokoh.Mereka tergantung di atas pohon setinggi puluhan meter dari tanah, seperti berayun di atas ayunan. Beberapa saat kemudian, kesadaran mereka perlahan pulih.Sonia menggeleng untuk menghilangkan pusing, lalu meraih tali dan mengayunkan tubuhnya dengan kuat dan merangkul batang pohon. Johan pun memanfaatkan kekuatan itu dan berhasil duduk dengan stabil di atas batang.Mereka berdua saling berpandangan. Mereka baru menyadari betapa tipisnya batas antara hidup dan mati barusan. Tanpa berkata apa pun, mereka segera melepaskan tali dan meluncur turun dari pohon.“Bamm! Bamm!” Mereka berdua jatuh ke lantai.Johan tidak memedulikan rasa sakit di tubuhnya, segera berlari ke sisi Sonia. “Bos!”“Bos, bagaiman
Hati Sonia terasa sangat sakit. “Nggak! Bukan seperti itu!”“Kalau begitu, pergi selamatkan mereka. Mereka lagi menunggumu. Kalau kamu tidak ke sana, mereka akan mati!”Sonia mengangguk dengan panik. “Aku akan segera ke sana. Aku akan pergi menyelamatkan mereka!”“Ayo, segera! Kalau tidak, semuanya akan terlambat!” ujar Rayden.Raut wajah Sonia kelihatan gelisah. Dia memegang pistolnya, lalu membalikkan tubuhnya, segera berlari ke pabrik telantar di depan sana. Sonia berlari dengan sangat cepat. Kali ini, tidak terlihat rasa takut di wajahnya lagi, melainkan hanya keteguhan hati untuk mati bersama rekan satu timnya.Di belakang Sonia, tatapan Rayden kelihatan datar dan dingin ketika melihat Sonia berlari ke lantai atas.Helikopter mulai mendekat. Johan berdiri di atas pesawat, lalu berkata dengan syok, “Aku melihat Bos! Dia lagi di atas atap gedung!”Usai berbicara, kedua mata Johan terbelalak lebar. Dia kembali berkata dengan syok, “Apa yang lagi dia lakukan?”Frida mengangkat pandang
Raut wajah Tensiro berubah drastis. Dia melangkah mundur dengan ketakutan. “Jangan bunuh aku!”“Aku mohon sama kamu! Aku juga terpaksa. Anggota keluargaku ada di tangan Tritop. Aku juga kehabisan akal ….”Suara tembakan terdengar!Suara ketakutan Tensiro pun berhenti!Pada saat bersamaan, wanita di belakang segera berlari maju hendak mendorong Tensiro. Peluru itu memelesat menggores lengan si wanita, lalu menembus ke dalam dada Tensiro. Tensiro terbelalak lebar, lalu memegang dadanya, sontak melangkah mundur. Darah segar mengalir. Tidak lama kemudian, kelima jari tangan Tensiro berlumuran darah.Tensiro bersandar di rak buku dengan mata terbelalak lebar dan mengambil napas dengan mulutnya.Si wanita memegang pundaknya yang terluka, kemudian menoleh untuk menatap Sonia sembari mengangkat tangannya menunjuk ke sisi komputer.“Suki, coba kamu lihat, rekan satu timmu sudah hampir mati!”Ketika Sonia mendengar nama Suki, kepalanya kembali terasa sakit. Dia berusaha untuk menahan rasa sakit,
Sonia mengangguk, lalu menodong senjata ke wanita itu, menyuruhnya untuk duduk di atas ranjang.Wanita itu sangat patuh. Dia menatap Sonia dengan takut, kemudian menuruti kemauannya untuk duduk di sisi ranjang.Beberapa saat kemudian, Tensiro datang dengan buru-buru. Pintu kamar dibuka. Ketika Tensiro melihat wanitanya sedang duduk di atas ranjang, dia pun segera bertanya dengan perhatian, “Sayangku, ada apa sama kamu?”Belum sempat wanita itu bersuara, sosok manusia di belakang langsung menghantam leher Tensiro dengan kuat. Saking kuatnya, Tensiro jatuh pingsan di tempat.Wanita yang duduk di sisi ranjang itu merasa kaget hingga menutup mulut dengan kedua tangannya.Saat Sonia menatap Tensiro yang pingsan, terdengar suara Frida di telinganya. “Bawa dia ke ruang baca. Hanya dia saja yang boleh menyentuh mouse. Buka komputer itu. Bisa jadi aku akan menemukan petunjuk baru.”Sonia mengangguk dengan perlahan. Dia mengangkat Tensiro, lalu membawanya ke ruang baca. Tiba-tiba Sonia melirik w
Setelah pintu ditutup, kepala Sonia terasa sakit. Dia terpaksa berbaring di atas ranjang untuk menenangkan dirinya.Sonia memalingkan kepalanya melihat kalung di samping ranjang. Senyuman seketika merekah di atas wajahnya. Dia mengambil kalung itu, lalu mengenakannya di leher, dan menempelkannya di atas kulit tubuhnya.Dalam seketika, Reza mengirim pesan untuknya.[ Sayang, selamat pagi! ]Sonia mengirim foto matahari di Istana Fers kepada Reza.[ Reza: Aku akan pergi pada jam delapan. Kita mesti selalu berhubungan. Aku akan segera kembali. ][ Sonia: Kamu nggak usah mencemaskanku. Bisa jadi aku duluan mencarimu! ][ Reza: Jangan mencariku. Kalau kamu duluan menyelesaikan misimu, kamu tunggu aku di vila semalam. ][ Sonia: Oke! ][ Reza: Aku mencintaimu! ]Sonia menatap kata-kata yang muncul di atas layar ponselnya. Perasaan di hatinya bergejolak. Bahkan, air mata membasahi matanya. Belakangan ini Sonia agak emosional.Sonia menarik napas dalam-dalam, lalu membalas dengan serius.[ Aku