Kira-kira Galuh lihat apa ya?
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Hari telah menjelang sore. Suara adhan ashar telah berlalu. Gayatri sudah mematuk dirinya dengan berdandan secantik mungkin, sama seperti tiap hari Jum'at yang sering dia lakukan tiap sebelum sholat ashar. Diliriknya kalender yang berada di ruang keluarga. Ini adalah minggu ke empat setelah tiga minggu yang lalu suaminya tak juga nampak pulang. Dan Gayatri tak pernah lelah berharap akan kedatangan suaminya itu.Dia belum juga memasak, sementara sebentar lagi kedua buah hatinya akan pulang dari sekolah. Sengaja Gayatri berpuasa walau hari ini hari Jum'at, walau tak ada tuntunan untuk puasa hari Jum'at, selain puasa Daud yang dilakukan Gayatri. Setidaknya selain mendapat pahala, dengan puasa dia akan lebih menghemat pengeluaran, mengurangi jatah nasi yang akan masuk ke perutnya.“Assalamualikum!” Ternyata anak laki-lakinya sudah pulang.“Waalaikumussalam!” jawab Gayatri sambil mengulurkan tangannya untuk dicium putranya itu. “Kamu sudah lapar, Ling?” tanyanya hanya basa basi, dia man
“Apa?” Prayogi tak percaya dengan permintaan Gayatri. "Aku mencintaimu, aku takkan bisa hidup tanpa kamu," kata Prayogi menggenggam tangan Gayatri erat “Beri aku kesempatan, Tri. Maafkan aku!”“Kamu sudah menghianati kepercayaannku, Yah. Bagaimana aku bisa menerimamu kembali?” kata Gayatri sambil melangkah ke dapur, hendak memasak. Matanya sudah dipenuhi genangan air yang terus mengalir di kedua pipi beninganya. Seandainya saja dia tidak mengingat kedua buah hatinya yang akan pulang dan mencari makanan, dia akan mengurung dirinya di kamar dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya teramat sakit dan terluka. Orang yang selama ini dia abdikan hidupnya dengan meninggalkan segalanya kini telah menghianatinya.Prayogi masih mengekornya. Memeluknya dari belakang. “Bund, maafkan aku! Ini uangmu selama aku tidak pulang,” katanya kembali sambil memberikan uang untuk digenggam Gayatri.Gayatri mengibaskan tangan suaminya. Uang yang dinantinya selama empat minggu berhamburan memenuhi ruangan dapur s
“Dari mana kamu, Galuh? Kenapa wajahmu habis di make up?”Terlihat Galuh berusaha menutupi mukanya. Namun Gayatri masih berusaha melihat dengan menarik tangan Galuh dan memegang dagunya. “Ini apa, Galuh? Apa yang telah kamu lakukan di luar sana?”“Dibilangi bukan apa-apa juga,” kata Galuh dengan melototkan matanya."Kalau orangtua ngomong itu yang sopan jawabnya. Kamu ghak tau betapa khawatirnya kami dengan mencarimu kemana-mana tadi," sahut Prayogi yang juga merasa curiga dengan kelakuan anaknya.“Apa yang kau lakukan dengan anak berandal itu?”“Maksud Bunda apa?” tanya Galuh yang sudah nglonyor ke kamarnya tanpa memperdulikan ayahnya yang baru datang setelah berminggu-minggu tak pulang. Dia bahkan memandang Prayogi dengan tatapan yang menghujat.Gayatri yang sudah panas hatinya dengan kelakuan suaminya, membuat makin panas dengan yang dilakukan putrinya.“Bukankah kamu keluar sama Raksa, anak band itu?"Galuh terdiam sejenak. Dari duluh bundanya mengatakan tidak suka dia dekat deng
“Aku mencari mas Prayogi, tolong panggilkan.”“Kamu siapa?” tanya Gayatri masih memandangi wanita di depannya. Wanita yang sepertinya lebih muda darinya yang sudah 33 tahun.“Sama seperti mbak Dyah Ayu Gayatri Hadiwijaya, saya juga istrinya. Saya Sasmita.”Gayatri terkejut. wanita itu bahkan kini telah datang ke rumahnya, sebelum dia mau mengutarakan kepada suaminya agar anak-anak tidak tau persoalan mereka. Dyah Ayu Gayatri Hadiwijaya? Gayatri mengeja sendiri namanya setelah teringat wanita itu menyebutnya. Bagaimana wanita itu tau nama lengkapnya? Siapakah dia? Atau karena begitu dekatnya dia dengan suaminya sampai dia telah mengetahui namanya dengan baik? Hadiwijaya,.. begitu lama nama pengusaha terkenal itu tak pernah disebut siapapun dalam keluarganya setelah apa yang Gayatri lakukan dengan menikahi Prayogi, lelaki kalangan biasa teman SMA-nya yang bisa masuk di sekolah elit karena beasiswa.“Tolong duduk di depan sebentar, saya akan memanggilnya,” kata Gayatri berusaha menahan
"Apa? Kenapa kamu menjebakku?" tanya Prayogi dengan segera bangkit dari duduknya. Namun tangan Sasmita kembali meraihnya dan mendudukkannya di dekatnya."Kalau aku tidak mengatakan hamil, mungkinkah kamu akan menikahiku?" "Brengset kamu, Mita." maki Prayogi geram.Namun perempuan itu malah memamerkan senyumnya. "Kamu kan ghak mungkin berhubungan dengan wanita yang tidak sah denganmu. Makanya aku membuatmu sah denganku agar kamu tak segan lagi bermesraan denganku." "Kamu telah enjebakku untuk kedua kalinya.""Yang menikmati saat itu juga siapa? Kamu kan?""Itu karena obat yang kamu campur di minumanku."Prayogi yang langganan warung di sebelah salon Sasmita setiap mengirim barang ke Mojokerto, tiba-tiba saja pusing. Lalu Sasmita menawari untuk tidur sebentar di salonnya yang telah tutup. Dia sudah lama megenal Sasmita yang sering membelikan pegawainya jajan atau sekedar minuman di waung sebelahnya. Hanya sekedar bercanda dan ngobrol biasa. Gayanya yang sopan tak terbersit ada niat ya
Masih dengan tanda tanya di kepalanya, Gayatri kemudian pulang dengan membawa makanan dari bu Ratna, katanya dia masak sengaja banyak untuk dibawa pulang Gayatri. Saat di depan rumah megah itu, tak sengaja dia menoleh ke rumah samping. Di sebuah balkom rumah itu, tampak Rendra menyunggingkan senyumnya ke Gayatri. Dengan menuntun sepedanya Gayatri mengangguk tersenyum membalasnya.Setelah mengayuh sepedanya yang lumayan jauh, sampai juga Gayatri di toko bu Ratih."Bu, tolong hutang saya di total." kata Gayatri setelah menunggu sepinya pembeli."Suaminya sudah pulang, Mbak?" tanya bu Ratih dengan senyumnya menyambut Gayatri.Gayatri mengangguk."Kalau sudah pulang, kenapa mbak e wajahnya malah kusut begitu? Ghak seceria seperti biasanya kalau suami pulang."Gayatri hanya tersenyum masam. "Lelah saja, Bu. Ini tadi habis kerja dari bu Ratna.""Alhamdulillah sudah kerja di sana. Memang kerjanya berat?""Bukan kerjanya, Bu, tapi mengayuh sepedanya yang jauh.""Iya, apalagi semalaman kangen-
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de