"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Hari telah menjelang sore. Suara adhan ashar telah berlalu. Gayatri sudah mematuk dirinya dengan berdandan secantik mungkin, sama seperti tiap hari Jum'at yang sering dia lakukan tiap sebelum sholat ashar. Diliriknya kalender yang berada di ruang keluarga. Ini adalah minggu ke empat setelah tiga minggu yang lalu suaminya tak juga nampak pulang. Dan Gayatri tak pernah lelah berharap akan kedatangan suaminya itu.Dia belum juga memasak, sementara sebentar lagi kedua buah hatinya akan pulang dari sekolah. Sengaja Gayatri berpuasa walau hari ini hari Jum'at, walau tak ada tuntunan untuk puasa hari Jum'at, selain puasa Daud yang dilakukan Gayatri. Setidaknya selain mendapat pahala, dengan puasa dia akan lebih menghemat pengeluaran, mengurangi jatah nasi yang akan masuk ke perutnya.“Assalamualikum!” Ternyata anak laki-lakinya sudah pulang.“Waalaikumussalam!” jawab Gayatri sambil mengulurkan tangannya untuk dicium putranya itu. “Kamu sudah lapar, Ling?” tanyanya hanya basa basi, dia man
“Apa?” Prayogi tak percaya dengan permintaan Gayatri. "Aku mencintaimu, aku takkan bisa hidup tanpa kamu," kata Prayogi menggenggam tangan Gayatri erat “Beri aku kesempatan, Tri. Maafkan aku!”“Kamu sudah menghianati kepercayaannku, Yah. Bagaimana aku bisa menerimamu kembali?” kata Gayatri sambil melangkah ke dapur, hendak memasak. Matanya sudah dipenuhi genangan air yang terus mengalir di kedua pipi beninganya. Seandainya saja dia tidak mengingat kedua buah hatinya yang akan pulang dan mencari makanan, dia akan mengurung dirinya di kamar dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya teramat sakit dan terluka. Orang yang selama ini dia abdikan hidupnya dengan meninggalkan segalanya kini telah menghianatinya.Prayogi masih mengekornya. Memeluknya dari belakang. “Bund, maafkan aku! Ini uangmu selama aku tidak pulang,” katanya kembali sambil memberikan uang untuk digenggam Gayatri.Gayatri mengibaskan tangan suaminya. Uang yang dinantinya selama empat minggu berhamburan memenuhi ruangan dapur s
“Dari mana kamu, Galuh? Kenapa wajahmu habis di make up?”Terlihat Galuh berusaha menutupi mukanya. Namun Gayatri masih berusaha melihat dengan menarik tangan Galuh dan memegang dagunya. “Ini apa, Galuh? Apa yang telah kamu lakukan di luar sana?”“Dibilangi bukan apa-apa juga,” kata Galuh dengan melototkan matanya."Kalau orangtua ngomong itu yang sopan jawabnya. Kamu ghak tau betapa khawatirnya kami dengan mencarimu kemana-mana tadi," sahut Prayogi yang juga merasa curiga dengan kelakuan anaknya.“Apa yang kau lakukan dengan anak berandal itu?”“Maksud Bunda apa?” tanya Galuh yang sudah nglonyor ke kamarnya tanpa memperdulikan ayahnya yang baru datang setelah berminggu-minggu tak pulang. Dia bahkan memandang Prayogi dengan tatapan yang menghujat.Gayatri yang sudah panas hatinya dengan kelakuan suaminya, membuat makin panas dengan yang dilakukan putrinya.“Bukankah kamu keluar sama Raksa, anak band itu?"Galuh terdiam sejenak. Dari duluh bundanya mengatakan tidak suka dia dekat deng
“Aku mencari mas Prayogi, tolong panggilkan.”“Kamu siapa?” tanya Gayatri masih memandangi wanita di depannya. Wanita yang sepertinya lebih muda darinya yang sudah 33 tahun.“Sama seperti mbak Dyah Ayu Gayatri Hadiwijaya, saya juga istrinya. Saya Sasmita.”Gayatri terkejut. wanita itu bahkan kini telah datang ke rumahnya, sebelum dia mau mengutarakan kepada suaminya agar anak-anak tidak tau persoalan mereka. Dyah Ayu Gayatri Hadiwijaya? Gayatri mengeja sendiri namanya setelah teringat wanita itu menyebutnya. Bagaimana wanita itu tau nama lengkapnya? Siapakah dia? Atau karena begitu dekatnya dia dengan suaminya sampai dia telah mengetahui namanya dengan baik? Hadiwijaya,.. begitu lama nama pengusaha terkenal itu tak pernah disebut siapapun dalam keluarganya setelah apa yang Gayatri lakukan dengan menikahi Prayogi, lelaki kalangan biasa teman SMA-nya yang bisa masuk di sekolah elit karena beasiswa.“Tolong duduk di depan sebentar, saya akan memanggilnya,” kata Gayatri berusaha menahan
"Apa? Kenapa kamu menjebakku?" tanya Prayogi dengan segera bangkit dari duduknya. Namun tangan Sasmita kembali meraihnya dan mendudukkannya di dekatnya."Kalau aku tidak mengatakan hamil, mungkinkah kamu akan menikahiku?" "Brengset kamu, Mita." maki Prayogi geram.Namun perempuan itu malah memamerkan senyumnya. "Kamu kan ghak mungkin berhubungan dengan wanita yang tidak sah denganmu. Makanya aku membuatmu sah denganku agar kamu tak segan lagi bermesraan denganku." "Kamu telah enjebakku untuk kedua kalinya.""Yang menikmati saat itu juga siapa? Kamu kan?""Itu karena obat yang kamu campur di minumanku."Prayogi yang langganan warung di sebelah salon Sasmita setiap mengirim barang ke Mojokerto, tiba-tiba saja pusing. Lalu Sasmita menawari untuk tidur sebentar di salonnya yang telah tutup. Dia sudah lama megenal Sasmita yang sering membelikan pegawainya jajan atau sekedar minuman di waung sebelahnya. Hanya sekedar bercanda dan ngobrol biasa. Gayanya yang sopan tak terbersit ada niat ya
Masih dengan tanda tanya di kepalanya, Gayatri kemudian pulang dengan membawa makanan dari bu Ratna, katanya dia masak sengaja banyak untuk dibawa pulang Gayatri. Saat di depan rumah megah itu, tak sengaja dia menoleh ke rumah samping. Di sebuah balkom rumah itu, tampak Rendra menyunggingkan senyumnya ke Gayatri. Dengan menuntun sepedanya Gayatri mengangguk tersenyum membalasnya.Setelah mengayuh sepedanya yang lumayan jauh, sampai juga Gayatri di toko bu Ratih."Bu, tolong hutang saya di total." kata Gayatri setelah menunggu sepinya pembeli."Suaminya sudah pulang, Mbak?" tanya bu Ratih dengan senyumnya menyambut Gayatri.Gayatri mengangguk."Kalau sudah pulang, kenapa mbak e wajahnya malah kusut begitu? Ghak seceria seperti biasanya kalau suami pulang."Gayatri hanya tersenyum masam. "Lelah saja, Bu. Ini tadi habis kerja dari bu Ratna.""Alhamdulillah sudah kerja di sana. Memang kerjanya berat?""Bukan kerjanya, Bu, tapi mengayuh sepedanya yang jauh.""Iya, apalagi semalaman kangen-
"Kegiatan apa yang dilakukan dengan Raksa malam minggu begini?" tanya Gayatri tak tenang. Dia tak ingin kebodohan yang pernah dia lakukan dengan menikah muda tanpa restu, tanpa pikir panjang, kini dilakukan putrinya. Apalagi dengan pemuda yang sepertinya aneh dengan anting tindiknya seperti Raksa. Sedangkan Prayogi, pemuda yang dulunya pintar sampai mendapat beasiswa di SMA sekarang juga tak lebih dari sampah yang harus dibuang, jengkel Gayatri. Mending sampah an organik yang bisa didaur ulang. Dia seperti sampah organik yang pantasnya hanya dilumat karena membusuk."Bund." Galing memegang tangan Bundanya.Gayatri menoleh, memandang lurus putranya."Raksa anaknya baik Bund walau dia suka nyentrik dengan anting tindik dan gaya berpakaiannya. Dia penabuh drum yang handal, Galing suka belajar nabuh drum dari dia. Suaranya juga bagus kalau dia nyanyi.""Bunda hanya khawatir Kak Galuh terjerumus dengan pergaulan yang bebas. Dia masih kecil, SMA saja belum.""Sepertinya kepergian mereka ada